Anda di halaman 1dari 124

KEGAWAT DARUATAN DIBIDANG

THT

BAG. IP THT-KL FK UKI


No PENYAKIT/KASUS KEGAWAT DARURATAN BAG THT KOMPETENSI
1 Abses Peritonsil 3A
2 Angina Ludovici -
3 Vertigo 4A
4 Menear’s Desease 4A
5 Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) -
6 Epistaksis 4A
7 Hematoma Septum -
8 Epiglotitis 3A
9 Benda Asing di Laring -
10 Benda Asing di trakea 2
11 Benda Asing di Bronchus -
12 Benda Asing di Esofagus -
13 Benda Asing di Sinus Piriformis -
14 Benda Asing di dasar lidah -
15 Benda Asing Faring dan tonsil -
16 Benda Asing di Hidung 4A
17 Benda Asing Telinga 3A
18 Sudden Difness -
19 Trauma Laring -
20 Obstruksi Laring -
Batas anatomi:
• Medial : kapsul tonsil
• Lateral : m. Konstriktor
faring
• Anterior : pilar anterior
(m.palatoglossus)
• Posterior : pilar posterior
(m. palatofaring)
 Penjalaran tonsilitis akut yang telah pecah
kapsulnya
 Kombinasi kuman Aerob dan Anaerob
 Terbanyak :
Aerob : Strept.  Hemolitikus Group A
Stafilokokus Aureus
Anaerob : Fusobakterium
Peptostreptokokus
Predotella Bakteoides
Gejala Umum
Odinofagi (sakit telan), Disfagi
(sulit telan) & Otalgia (nyeri
telinga)
Disartri, Hipersalivasi & Saliva
meller
Trismus (Iritasi M. Pterygoideus
Internus)
Palatum Molle Oedema &
Hiperemi, Daerah peritonsil
fluktuasi, Uvula terdorong ke sisi
yang sehat (biasanya unilateral)
Arkus Faring asimetris, sisi yg sakit
lebih rendah, Tonsil sisi yg sakit
terdorong ke Medial bawah,
edema & Hiperemi
 DIAGNOSIS : Klinis dan Aspirasi Jarum
 DIAGNOSIS BANDING :
Selulitis Peritonsil, Abses Tonsil
Mononukleosis, Neoplasma
Adenitis Servikal, Infeksi gigi molar
Infeksi kel. Saliva, Infeksi Mastoid
Aneurisma A. Carotis Interna
ASPIRASI ABSES
ASPIRASI ABSES
1. Pada tempat yang paling bengkak & lunak
2. Pada pertengahan garis horizontal yang
menghubungkan pertengahan basis uvula & M3 Atas
TERAPI
 Insisi
 Antibiotika & Simptomatis
 4-6 minggu stlh sembuh : tonsilektomi
KOMPLIKASI
 Sepsis
 Endokarditis
 Nefritis
 Abses Otak, Meningitis, Trombosis Sinus
Cavernosus, Para Faringeal Abses
 Edema Subglotik, Aspirasi
Insisi Abses Peritonsil
TONSILEKTOMI
1. Tindakan tonsilektomi dilakukan bersama-sama
denagan drainase abses : “a’ chud”.
2. Tindakan tonsilektomi dilakukan 3-4 hari sesudah
drainage abses : “a’ tide”.
3. Tindakan tonsilektomi dilakukan setelah 3-4 minggu
: “a’ froid”.
Angina Ludovici
Selulitis pada ruang submandibula tanpa terbentukabses
dan keras pada perabaan.
Gejala dan tanda:
• Nyeri tenggorok
• Bengkak di bawah dagu
• Hiperemis dan keras pada
palpasi
• Dasar mulut membengkak
• Lidah terangkat ke atas dan
• dan ke belakang
• Dapat timbul sesak nafas
Bila obstruksi jalan nafas atas → trakeostomi
Terapi:
 Antibiotik dosis tinggi, untuk
kuman aerob-anaerob.
 Eksplorasi untuk dekompresi:
Insisi pada garis tengah horizontal setinggi os hioid
3-4 jari di bawah mandibula.
 Rawat inap sampai infeksi reda.
Vertigo
(Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
VERTIGO
 Suatu ilusi dimana seseorang merasa tubuhnya
bergerak terhadap lingkungannya, atau lingkungan
bergerak terhadap dirinya.
Jenis Vertigo / Letak Vertigo
VERTIGO

JENIS VESTIBULER NON-VESTIBULER

SISTEM SISTEM SISTEM SOMATO


LETAK LESI
VESTIBULER VISUAL SENSORIK
(PROPRIOSEPSI
SENTERAL PERIFER

BATANG OTAK •LABIRIN


OTAK •N-VESTIBULARIS
Perbedaan Vertigo Vestibuler Perifer
dan Sentral
PERIFER
SENTRAL
1. Vertigo berat
1. Vertigo ringan
2. Ada kelelahan (decay)
2. Tidak ada decay
3. Pengaruh gerakan
3. Tidak ada pengaruh
kepala +
gerakan kepala
4. Arah obyek
4. Arah obyek vertikal
horizontal/rotatoar
5. Gejala otonom +/-
5. Buka mata lebih
6. Tidak ada gangguan
ringan
Pendengaran
6. Gejala otonom ++
7. Tanda fokal SSP
7. Tanda fokal SSP -
BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
(BPPV)
ETIOLOGI BBPV
 Degeneratif yang idiopatik dewasa muda dan usia
lanjut.
 Trauma kepala
 Labirinitis virus
 Neuritis vestibuler
 Pasca stapedectomi
 Fistula perilimfa
 Meniere diseases
PATOGENESIS
2 Teori
Teori kupulolitiasis
Debris-debris degeneratif atau fragmen otokonia
dari utrikulus yang terlepas dan melekat pada
permukaan kupula KSSP yang menghadaputrikulus.
Teori kanalitiasis
Adanya partikel padat (debris) yang mengapung dan
bergerak dalam KSSP.
KANALOLITIASIS DAN KUPULOLITIASIS
KANALOLITIASIS DAN KUPULOLITIASIS
Diagnosis
 Anamnesis.
 Vestibuler nystagmus.
 Dix-Hallpike manuver untuk KSS (kanalis
semisirkularis) posterior dan anterior.
 Roll manuver untuk KSS lateral.
Pemeriksaan Keseimbangan Sederhana
Romberg & Sharp Romberg Test
Stepping Test
Disdiadokinesis
Finger-Nose Test
Post-Pointing Test
Melihat nistagmus dengan kaca-mata Frenzel
DIX-HALLPIKE MANUVER
1. Perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang kanal
anterior kiri dan kanal posterior kanan
2. Perasat Dix-Hallpike kiri pada bidang kanal anterior
kanan dan kanal posterior kiri
DIX-HALLPIKE MANUVER
Perasat Dix –Hillpike kanan pasien duduk tegak pada
meja pemeriksa dengan kepala menoleh 45º ke kanan
DIX-HALLPIKE MANUVER
Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap
miring 45º ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20
– 30 ºpada ujung meja pemeriksa, tunggu 40 detik sampai
respon abnormal timbul
Dix Hallpike Maneuver
Roll Maneuver untuk KSSLateral
TATALAKSANA
 Canalith Repositioning Treatment
(CRT) → KSS posterior dan Anterior.
 Rolling (Barbecue) maneuver →KSS horizontal.
 Brandt-Daroff exercises gejala sisa.
Canalith Repositioning Treatment
Rolling (Barbecue) Maneuver
Latihan Brandt-Daroff
Meniere’s Disease
Definisi:
Penyakit ini dikenal sebagai hydrops endolimfatik
yaitu suatu gangguan telinga dalam (labyrinthin) yang
mana terdapat peningkatan volume dan tekanan
endolimfe telinga dalam.
Etiologi
Penyebab pasti penyakit Meniere ini belum diketahui.
Beberapa teori menyebabkan penyakit ini, adalah:
 Gangguan lokal keseimbangan garam dan air.
 Gangguan regulasi otonom sistem endolimfe.
 Alergi lokal telinga.
 Gangguan vaskularisasi telinga dalam.
 Gangguan duktus atau sakus.
 Perubahan hubungan dinamika tekanan perilimfe dan
endolimfe.
Etiologi (lanjutan)
Manifestasi lokal labirin pada penyakit sistemik.
• Berkaitan dengan beberapa kelainan os temporal.
• Trauma kepala dan telinga.
• Infeksi telinga tengah.
• Gangguan autoimmun.
• Syphilis telinga dalam dan oleh suatu virus.
Anatomi

Membran labirin Normal Membran Labirin yang mengalami


Dilatasi (Hydrops) pada Penyakit
Meniere.
Fisiologi
Perilymph
– Berada dalam Scala Vestibuli / Tympani
– High Na+, Low K+
• Endolymph
– Berada dalam Scala Media
– Low Na+ High K+
– Dihasilkan dalam Stria Vascularis
• Dibatasi oleh Membran labirin.
– Tidak ada perbedaan tekanan
Patofisiologi
• Endolymphatic hydrops menyebabkan gangguan pada
membran labirin.
• Reisner’s membrane menggelembung (bulging) ke dalam
scala vestibuli.
• Mikroruptur menyebabkan serangan episodik yang akan
pulih saat ruptur tertutup kembali.
Patofisiologi
Teori didasarkan pada:
 Obstruksi duktus/sakus endolimfatik
 Hipoplasia duktus/sakus endolimfatik
 Meningkatnya absorbsi endolymph
 Meningkatnya produksi endolymph
 Gangguan Autoimun
 Gangguan pada vascular
 Virus
Epidemiologi
 Di US : 50% pasien memiliki riwayat penyakit dalam
keluarga. Prevalensi 150 kasus tiap 100.000 populasi.
 Dekade 40 dan 50.
 Wanita > laki-laki.
Gambaran Klinis
Gejala dan tanda khas penyakit Meniere yaitu:
• Serangan pertama sangat berat berupa vertigo yang
episodik.
• Gangguan pendengaran yang berfluktuasi.
• Tinitus serta rasa penuh dan tertekan di dalam telinga
• Tertekan atau rasa penuh adalah juga sering.
• Serangan pertama hebat sekali yang dapat disertai
gejala vegetatif.
• Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya
bertambah.
• Mula-mula nada rendah dan akhirnya nada tinggi.
• Biasanya unilateral, kemudian mengenai telinga
sebelahnya.
Pemeriksaan Fisik
• Diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit.
• Dalam hal yang meragukan kita dapat membuktikan
adanya hidrops dengan tes gliserin.
• Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan
prognosis tindakan operatif pada pembuatan “shunt”.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium:
• Tidak ada yang spesifik kecuali jika penyebabnya infeksi
• Pemeriksaan urinalisis, kimia darah, skrining penggunaan
obat-obatan dan alkohol dapat membantu jika diduga
terdapat penyebab lain.
• Tes penala: Kesan tuli sensorineural.
• Otoskopi: Normal.
• Tes kalori: Pada alat vestibuler biasanya menunjukkan
penurunan fungsi baik terhadap rangsangan panas maupun
dingin.
• Audiogram: Tuli sensorineural, terutama nada rendah
• Tes gliserin.
• Elektrokokleografi (ECoG): Menilai akumulasi cairan yang
berlebihan pada telinga tengah.
• Brainstem evoked response audiometry (BERA):Untuk
mengetahui kerusakan sistem keseimbangan telinga bagian
dalam.
Diagnosis Banding
•Tumor N.VIII
•Sklerosis multiple
•Neuritis vestibuler
•Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ)/BPPV
Penatalaksanaan
Ketika diagnosis penyakit Meniere ditegakkan,
pengobatan secara langsung perlu dilakukan untuk
menghentikan atau mengurangi frekuensi dan
beratnya serangan.
a. Medikamentosa
Terapi profilaksis
1. Vasodilator.
2. Antikolinergik (probantin).
3. Penggunaan hormon tiroid.
4. Pantang makanan.
5. Diuretik.
6. Memperbaiki pola hidup.
Terapi simptomatik
1. Sedativa (diazepam)
2. Antiemetik (proklorperazine)
3. Antivertigo (dimenhidrinat, prometazine)
Istirahat dan berbaring dalam posisi yang meringankan
keluhan.
Fisioterapi dan Rehabilitasi
Pembedahan
• Dekompresi sakus endolimfatikus.
• Labirintektomi.
• Vestibular neurektomi.
• Chemical labirintektomi.
• Operasi endolimfatik shunt.
BELL’S PALSY
• Kelumpuhan saraf fasialis perifer
• Akut
• Unilateral (satu sisi)
• Etiologi tidak diketahui (idiopatik)
• Tidak disertai gangguan pendengaran,
• keluhan neurologi lain, keluhan lokal
Motorik
Otonom
Sensorik
Insiden:
• 40-70% kelumpuhan saraf fasialis akut
• Prevalensi 10-20 pasien / 100 ribu populasi
• >> penderita DM, wanita hamil
• 8-10% riw. keluarga
Gejala: Kelumpuhan otot wajah satu sisi, nyeri disekitar
telinga, rasa bengkak dan kaku pada wajah,
hiperakusis, produksi air mata ↓, pengecapan hilang.
Diagnosa : Sistem House-Brackmann dan Metode Freyys.
Inflamasi saraf fasialis pada Bell’s palsy
dapat terjadi dalam 3 fase:
•Fase akut (0-3 minggu)
•Fase sub akut (4-9 minggu)
•Fase kronik (> 10 minggu)
Penegakkan Diagnosisi:
1. Pemeriksaan THT, audiologi dan opthalmologi.
2. Laboratorium tidak Mendukung.
3. Pemeriksaan radiologi bila ada indikasi.
Terapi:
•Kortikosteroid
•Antiviral
•Fisioterapi
Prognosis:
• 85% penyembuhan komplit
• 10% asimetri persisten ringan
• 5 % Sequelae berat
Rekurensi pada Bell’s palsy jarang ditemukan
terutama pada anak.

Chen
Melaporkan 6% kasus Bell’s palsy yang mengalami
rekurensi. Hal ini disebabkan oleh terserang virus
kembali atau aktifnya virus yang indolen dalam saraf.

Rekurensi ↑ pada pasien dgn riw. Bell’s palsy


dalam keluarga.

Rekurensi terjadi setelah 6 bulan dari onset.


Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis
OTITIS MEDIA SUPURATF KRONIK (OMSK).
 Peradangan mukosa telinga tengah disertai keluar
cairan dari telinga tengah melalui perforasi membran
timpani (gendang telinga berlubang)
 Cairan mungkin encer atau kental, bening atau berupa
nanah.
 Cairan keluar dapat terus menerus atau hilang timbul
 Congek = kopok = toher = curek.
Pembagian
 OMSK Tipe Jinak/Mukosa.
 OMSK Tipe Maligna/Berbahaya/Tulang/Kolesteatoma.
OMSK tipe bahaya
• Perforasi di attik atau marginal
• Bau sekret khas
• Destruksi tulang
• Komplikasi:
• ekstrakranial: gangguan
pendengaran, paresis n. fasialis
• intrakranial (abses otak,
meningitis hidrosefalus, dll)
PENGOBATAN
►OMSK tipe jinak:
Konservatif
Operatif
►OMSK tipe bahaya:
Operatif

Tujuan pengobatan:
Mengeradikasi infeksi
Mencegah komplikasi
Memperbaiki pendengaran
EPISTAKSIS
Epistaksis = mimisan = perdarahan hidung

Penyebab dapat
• Lokal
• Sistemik

Penyebab Lokal
• Idiopatik (85%)
• Trauma
• Iritasi
• Lingkungan (daerah tinggi)
• Benda Asing dan rinolit
• Infeksi
• Tumor
• Iatrogenik (pembedahan)
Penyebab Sistemik :
• Penyakit Kardiovaskuler Hipertensi
• Kelainan Darah  Lekemia
• Infeksi DHF
• Hormonal kehamilan
• Kelainan Kongenital
Sumber Perdarahan
Anterior, dari :
• Plexus Kiesselbach’s
• A. ethmoid Ant
 Biasa ringan & dapat berhenti spontan
Posterior, dari :
• A. Spenopalatina
• A. Etmoid post
 Biasanya hebat dan sebagian besar
mengalir ke nasofaring dan jarang
berhenti spontan
Penatalaksanaan
Tujuan Penatalaksanaan :
• Menghentikan perdarahan
• Mencegah komplikasi
• Mencari etiologi
Tergantung Keadaan dan penyebab
Atasi keadaan akut : syok dan perdarahan hebat segera
pasang infus
Pemeriksaan dilakukan pasien dalam posisi duduk jika
memungkinkan
Penatalaksanaan
• Pencet cuping hidung
• Kaustik kimia (AgNO3 20-30%)
atau listrik
• Tampon Anterior
• Tampon Posterior (Bellocg)
• Balon kateter Foley
• Ligasi Arteri
• Setiap pemasangan tampon, harus
diberikan Antibiotika
Kaustik
Tampon anterior
Tampon bellocq
Hematom Septum
Normal Inferior Turbinate/Konka
Orbital Cellulitis

Rx : Systemic antibiotics
Decongestants
Analgesia

URGENT ENT referral


URGENT EYE referral
URGENT CT sinuses
Epiglottitis Children – life threatening
Adults – supraglottitis
Symptoms
• Fever
• Recent URTI
• Sitting forwards, drooling
• Sore throat
• Plummy voice
• Dysphagia
Causative organism:
• Children: H Influenzae type B
• Adults: Broad range of respiratory
pathogens
Epiglottitis v Croup
Epiglotitis Croup
Cause Bacterial Viral
Age Any 1-5yrs
Obstruction S Supraglottic Subglottic
Fever High Low grade
Dysphagia Marked None
Drooling Present Minimal
Posture Sitting Recumbent
Toxaemia Mild to severe Mild
Cough None Barking, brassy
Voice Muffled Hoarse
RR Rapid Rapid
Laryngeal palpation T ender Not tender
Clinical course Rapid resolution Longer resolution
Benda asing di
THT-KL
Benda Asing di THT
• Anamnesis yang jelas
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan penunjang atas Indikasi:
• Ro Toraks
• Ro Soft tissue serikal AP + Lat
• Ro Esofagus dgn atau tanpa kontras
• Tindakan segera : mengeluarkan BA
• Cara dan persiapan sebelum tindakan
tergantung pada lokasi BA
Benda Asing di Laring
Benda Asing tidak menutup seluruh Laring :
• Disfonia, stridor, retraksi.
• Tindakan : Laringoskopi dan ekstraksi BA
dengan cunam tergantung jenis BA.
Benda Asing menyumbat total Laring:
•Sianosis, dalam 4-5 menit dapat
menyebabkan kematian.
•Perasat Heimlich.
Benda Asing di Trakea
 Gejala : Batuk, mengi, sesak, jika masih dapat
bergerak  palpatory thud, audible snap.
Tindakan : Bronkoskopi
• Untuk anak < 5 tahun  bronkoskopi kaku
• >5 th - dewasa bronkoskopi serat optik.
Benda Asing di Bronkus
 Gejala : batuk, sesak nafas, jika
benda organik Bersifat higroskopis
 akan mengembang  >12 jam :
atelektasis/emfisema paru
 Tindakan :
Bronkoskopi
Torakotomi
Benda Asing di Esofagus
Gejala : Disfagia, nyeri dada di
epigastrium, regurgitasi
Tindakan :
• Ro Foto polos atau dgn kontras
untuk menentukan lokasi benda
asing.
• Esofagoskopi ekstraksi
• Pembedahan
Benda Asing di Sinus Piriformis
 Gejala : Nyeri di lokasi tersangkutnya BA, ludah
menumpuk di sinus piriformis.
Tindakan :
• Pemeriksaan radiologik untuk menentukan lokasi
BA.
• Laringoskopi untuk ekstraksi BA.
Benda Asing di dasar lidah
Gejala : nyeri di leher, nyeri ketika menelan
Tindakan :
• Ekstraksi BA dgn kaca laring dan cunam
atau pinset
• Jika dgn tindakan di atas tidak
berhasilLaringoskopi langsung
Benda Asing di Faring atau tonsil
 Gejala :
Rasa tusukan di tenggorok.
Tindakan :
Ekstraksi dengan menggunakan spatel lidah dan cunam.
Benda Asing di Hidung
Gejala : hidung tersumbat, ingus
kental sebelah hidung, berbau
busuk.
Tindakan :
• Ekstraksi BA dgn menggunakan
spekulum hidung dan pengait.
• Menolong pasien harus dlm posisi
duduk.
• Jangan mendorong BA ke nasofaring.
Benda Asing di Liang Telinga
Gejala : sumbatan liang telinga, Nyeri
di liang telinga.
Tindakan :
• Ekstraksi BA dgn menggunakan
pengait atau pinset, dapat dilakukan
irigasi telinga namun jika anak tidak
kooperatif  Narkose
• Jika BA berupa serangga yg masih
hidup, sebelum di ekstraksi dimatikan
dulu dgn meneteskan Alkohol atau
cloretil
Sudden Deafness/
Tuli mendadak
Definisi Tuli Mendadak :
- Terjadi secara tiba-tiba.
- Tuli sensorineural.
- Penyebab belum diketahui saat itu.

Definisi beberapa ahli :


- Penurunan pendengaran > 30 dB
- Paling sedikit pada 3 frekuensi berurutan
- Waktu gradasi penurunan pendengaran
kurang dari 3 hari
 Di dunia: 1 kasus/5.000-10.000/tahun artinya 15.000
kasus baru pertahun.
Tieri : 28/2240 dari kasus penelitiannya terjadi pada
anak di bawah 10 tahun.
Kecenderungan meningkat dengan bertambahnya usia.
Biasanya unilateral, hanya 1,7 - 2 % yang bilateral.
Etiologi (Hughes)
• Gangguan sirkulasi
• Infeksi
• Trauma
• Gangguan imunologi
• Gangguan metabolik
• Neoplasma
• Obat ototoksik
• Gangguan neurologik
Faktor predisposisi
• Kelainan hematologi
• Hipertensi
• Diabetes melitus
• Stres
• Kolesterol tinggi
Gejala klinik (Fetterman)
• Penurunan pendengaran tiba-tiba, biasanya
• pada satu telinga (sering pasien menyadari)
• Tinitus (91 %)
• Vertigo (42,9 %)
• Rasa penuh di telinga (40,7 %)
• Otalgia (6,3 %)
• Parestesia (3,5 %)
• Tidak jelas ada penyebab sebelumnya
Diagnosis
 Anamnesis pasien sebaiknya dilakukan secara
menyeluruh dan teliti.
Informasi mengenai :
• onset, jangka waktu.
• gejala yang menyertai.
• aktivitas yang dilakukan.
• faktor predisposisi.
• riwayat penyakit sebelumnya untuk mencari faktor
risiko amat diperlukan.
Pemeriksaan Pendengaran
Pada pemeriksaan pendengaran didapatkan:
Tes penala : Rinne positif, Weber lateralisasi ke yang sehat,
Schwabach memendek.
Audiometri nada murni : tuli sensorineural
Audiometri impedans : timpanogram tipe A
(normal) refleks stapedius ipsilateral negatif atau positif,
sedangkan kontralateral positif.
Pemeriksaan penunjang
• CT Scan atau MRI kalau dicurigai penyebabnya
neuroma akustik.
• Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus/bakteri, DM,
hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid,
penyakit autoimun dan faal hemostasis.
Penatalaksanaan
• Kortikosteroid
• Vasodilator
• Antikoagulan
• Fibrinolitik
• Inhalasi oksigen/carbogen
• Anti virus
• Vitamin/mineral
• Transqualizer
• Hiperbarik
• Antitrombotik
Kriteria perbaikan pendengaran

• Sembuh : perbaikan ambang dengar <30 dB pada 250


Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000Hz dan <25 dB pada 4000 Hz
• Perbaikan sangat baik : perbaikan > 30 dB pada 5
frekuensi
• Perbaikan baik : 10-30 dB pada 5 frek.
• Tidak ada perbaikan : bila < 10 dB pada 5 frekuensi.
Prognosis
• Keterlambatan pengobatan
(golden period <2 minggu)
• Vertigo
• Usia tua
• Tuli nada tinggi
• Kecemasan
• Tinitus
• Penyakit penyerta
Implikasi (handicap) tuli mendadak
• Telinga berbunyi (tinitus).
• Fenomena rekruitmen.
• Gangguan komunikasi.
Obstruksi Laring
PENYEBAB OBSTRUKSI LARING
• Radang : difteri dan non-difteri.
• Tumor : jinak atau ganas.
• Kongenital : laringomalasia,trakeomalasia,lesi
anatomik (selaput pita suara, stenosis, hemangioma),
kelumpuhan pita suara, anomali pembuluh darah.
• Paresis N. rekuren laring bilateral.
• Trauma laring dan trakea.
• Benda asing yang menyumbat laring.
DIAGNOSIS
• Gejala umum : stridor, sesak nafas, retraksi
(fosa suprasternal, epigastrium,infra klavikula,
interkostal), suara parau (disfonia), sianosis.
• Laringoskopi indirek dan direk.
TINDAKAN SEGERA
• Laringoskopi direk : isap sekret
(membebaskan jalan nafas) dan melihat
kelainan.
• Laringoskopi indirek : u/ orang dewasa,
pasien tidak terlalu sesak.
Stadium dan Penatalaksanaan Obstruksi Laring
I. Terdapat stridor, sedikit retraksi di
fosa suprasternal. Pasien tidak
tampak ketakutan.
 Kortikosteroid & pengawasaan
ketat
II. Cekungan makin dalam di fosa
suprasternal & retraksi epigastrium.
 persiapan trakeostomi.
III. Retraksi jelas di fosa
suprasternal, epigastrium, infra
klavikula daninterkosta.
intubasi segera dilakukan, bila
tidak dirawat diruang
ICUtrakeostomi.
IV. Retraksi bertambah dalam, INTUBASI
muka ketakutan, kulit pucat
kebiruan (sianosis) Intubasi
harus cepat dlakukan (
krikotirotomi ) dan diberi
oksigen. Bila keadaan lebih baik
maka dilakukan trakeostomi.
KRIKOTIROTOMI
Trauma Laring
Klasifikasi Trauma Laring
Schaefer: berdasarkan kerusakan yang terjadi :
1. Laserasi ringan, hematoma ringan , fraktur (-)
2.Edema, hematom, kerusakan mukosa ringan 
kartilago terpapar (-), fraktur (+) perubahan posisi (-)
3.Edema masif, robekan mukosa,
kartilago terpapar, fraktur perubahan posisi, immobilitas
pita suara.
4. kelompok 3, fraktur >2, atau trauma masif mukosa laring.
Trauma akut laring dan trakea menurut lokasinya:
1. Supraglotik: os hioid, membran hiotiroid, pita suara atas
2.Transglotik: kartilago tiroid, meluas ke pita suara.
3.Subglotik: laring di bawah pita suara s/d cincin trakea I
4.Trakeal:  cincin trakea I ke bawah
Berdasarkan beratnya kerusakan
1.Trauma dengan kelainan mukosa saja: edema, hematom,
emfisema subkutan, laserasi, luka tusuk atau sayat 
kelainan tulang rawan (-).
2.Trauma dengan remuknya tulang rawan (crush injuries).
3.Trauma dengan hilangnya sebagian jaringan.

Trauma Leher
1.Trauma tajam
2.Trauma tumpul
Etiologi
I.Trauma Mekanik
1. Eksterna
Kecelakaan mobil, trauma tumpul leher, komplikasi
trakeostomi, krikotirotomi.
2. Interna.
Tindakan endoskopi, intubasi endotrakea, pemasangan pipa
nasogaster.
II. Luka Bakar
1.Termis
menelan, makanan cairan, makanan panas, inhalasi udara,
gas panas
2.Kimiawi ( zat korosif )
cairan alkali, amoniak dll.
III.Trauma penyinaran
IV. Trauma autogen.
Diagnosis
Ditegakkan : - anamnesis,
- riwayat trauma laring.
Trauma leher kerusakan laring difikirkan
 gejala-gejala :
• Sumbatan nafas makin lama makin
• Berat
• Disfoni atau afoni
• Batuk
• Batuk darah atau muntah darah
• Rasa sakit pada leher
• Disfagi atau odinofagi
Gejala-gejala disertai:
• Deformitas leher,
• Emfisema
• Nyeri pada palpasi
• Krepitasi tulang
Pemeriksaan Penunjang
•Ro kepalafraktur tuIang tengkorak, fraktur tulang
kepala lainnya.
•Ro soft tissue leher AP / lat fraktur kartilago tiroid,
hioid, deviasi trakea, emfisema
• Ro toraks  fraktur tulang iga, emfisema, pneumotoraks

Laringoskopi indirek: menggunakan serat optik

CT Scan :  •evaluasi struktur laring


•Kerusakan laring
•fraktur tulang vertebra  tindakan
selanjutnya
Penanganan Trauma Laring
I. Kelompok I
Gejala: gejala saluran nafas minimal
Tanda :
- hematom
- laserasi sedikit
- fraktur (-)
Tatalaksana:
- observasi
- kelembapan udara
- kepala dan tempat tidur ditinggikan
II. Kelompok II
Gejala : aliran udara membahayakan
Tanda:
- edema / hematom
- gangguan mukosa
-tidak tampak tulang rawan

Tatalaksana :
- trakeostomi
- Iaringoskopi langsung
- esofangoskopi
- eksplorasi/perbaikan
- tidak perlu bidai
III. Kelompok III
Gejala: aliran udara membahayakan
Tanda:
- edema mukosa masif
- robekan mukosa
- tulang rawan terlihat
-pita suara kaku

Tatalaksana:
- trakeostomi
- laringoskopi langsung
- esofagoskopi
- eksplorasi/perbaikan
- tidak perlu bidai
IV. Kelompok IV
Gejala:
- aliran udara membahayakan
Tanda :
- edema masif
- robekan mukosa
- tulang rawan terlihat
-pita suara kaku

Tatalaksana:
- trakeostomi
- Laringoskopi langsung
- esofagoskopi
- eksplorasi/perbaikan
- pasang bidai
Komplikasi

1. Jaringan granulasi
2. Stenosis laring dan trakea
3. Stenosis subglotis
4. Kelumpuhan pita suara
5. Fiksasi aritenoid
TERIMAKASIH
 Pemeriksaan fungsi motorik
 Hause Brackmann Facial Nerve
Grading System

Essential Otolaryngology, K.J.Lee


TINGKAT DEFINISI
1 Normal Fungsi fasial normal pada seluruh tempat
2 Disfungsi ringan Kelemahan ringan yang tampak jelas pada pengamatan
secara dekat. Tidak ada sinkenesis, kontraktur, atau
spasme hemifasial.
Istirahat : simetri dan tonus normal
Gerakan :
Dahi : gerakan normal
Mata : mampu menutup mata dg usaha minimal
Mulut : asimetri ringan
3 Disfungsi sedang Tampak jelas, tetapi kelainan tidak berbeda antara dua sisi,
tidak ada kelemahan fungsional : sinkenesis tampak
jelas tetapi tidak berat, kontraktur, dan/atau spasme
hemifasial.
Istirahat : simetri dan tonus normal.
Gerakan :
Dahi : gerakan ringan sampai sedang
Mata : mampu menutup mata sempurna dengan
usaha maksimal, asimetri nyata.
Mulut : mampu menggerakkan sudut mulut dg usaha
maksimal, asimetri nyata.
TINGKAT DEFINISI
4 Disfungsi sedang berat Kelemahan nyata dan/atau kelainan asimetri.
Istirahat : simetri dan tonus normal.
Gerakan :
Dahi : tidak ada gerakan
Mata : tidak mampu menutup mata sempurna dengan
usaha maksimal.
Mulut : asimetri dengan usaha maksimal.
5 Disfungsi berat Hanya sedikit gerakan yang tampak.
Istirahat : asimetri dengan jatuhnya sudut mulut dan
penurunan / tidak adanya lipatan nasolabial.
Gerakan :
Dahi : tidak ada gerakan
Mata : sedikit gerakan kelopak mata dengan usaha
maksimal, penutupan mata tidak sempurna.
Mulut : sedikit gerakan sudut mulut.

6 Paralisis total Tidak ada gerakan ; tonus hilang ; asimetri ; tidak ada
sinkenesis, kontraktur, atau spasme hemifasial.

Anda mungkin juga menyukai