Anda di halaman 1dari 37

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK DAN

REMAJA
Journal Reading
UNIB-RS. DR. M. Yunus

Pembimbing:
dr. Sri Utami Fajariyah, Sp.A.,
M.Kes

Disusun Oleh:
Salma Munifah
Antibiotics as Part of the
Management
of Severe Acute Malnutrition

Indi Trehan, M.D., M.P.H., D.T.M.&H., Hayley S. Goldbach, Sc.B.,


Lacey N. LaGrone, M.D., Guthrie J. Meuli, B.S., Richard J. Wang, M.D.,
Kenneth M. Maleta, M.B., B.S., Ph.D., and Mark J. Manary, M.D
ABSTRAK

Tujuan

• Membandingkan efek terapi antibiotik pada


ketiga kelompok pasien anak dengan malnutrisi
akut berat untuk melihat tingkat pemulihan
nutrisi dan penurunan mortalitas.
ABSTRAK

Latar Belakang
• Malnutrisi akut berat menyebabkan 1 juta
kematian anak-anak tiap tahun. Dengan
menambahkan antibiotik dalam terapi nutrisi
diharapkan dapat mempercepat proses
pemulihan dan menurunkan angka kematian
anak-anak dengan malnutrisi akut berat yang
mendapatkan terapi.
ABSTRAK
Metode
• Penelitian ini menggunakan metode acak double blind,
menggunakan placebo controlled trial, secara acak
peneliti mengambil anak-anak dari malawi usia 6
bulan-59 bulan dengan malnutrisi akut berat tanpa
komplikasi untuk menerima amoxisilin, cefdinir, atau
plasebo selama 7 hari selain menambahkan terapi
makanan pada penatalaksanaan rawat jalan. Hasil
utamanya ialah angka perbaikan nutrisi dan angka
kematian
ABSTRAK

Hasil
• Sebanyak 2767 anak-anak dengan malnutrisi akut berat
telah terdaftar menjadi peserta. Terdapat 88,7% (dari
total anak yang diberikan amoxisilin), 90,9% (dari total
anak yang diberi cefdinir), dan 85,1% ( dari total anak
yang mendapatkan plasebo) mengalami pemulihan.
ABSTRAK

Kesimpulan
• Penambahan antibiotik terhadap regimen terapi pada
malnutrisi akut berat tanpa komplikasi dapat
mempercepat pemulihan dan menurunkan angka
mortalitas secara signifikan.
PENDAHULUAN
Malnutrisi akut berat menyebabkan kesakitan dan kematian
sangat besar pada lebih dari 20 juta anak di dunia. Selama 10
tahun terakhir penatalaksanaan utama untuk malnutrisi akut
berat adalah dengan memberikan susu formula yang telah di
fortifikasi

Pedoman konsensus dunia saat ini merekomendasikan untuk


menggunakan ready-to-use therapeutic food (RUTF) yang terdiri
dari pasta kacang, susu bubuk, gula, minyak dan suplemen
mikronutrien sebagai manajemen pilihan terapi rawat jalan untuk
kasus malnutrisi akut berat tanpa komplikasi.
Banyak penelitian telah menunjukkan angka prevalensi infeksi yang tinggi
diantara anak-anak yang dirawat dengan malnutrisi akut berat.
Pengamatan ini telah menyebabkan penggunaan antibiotik rutin sebagai
rekomendasi pedoman penatalaksanaan anak dengan malnutrisi akut
berat yang mendapatkan perawatan di rumah/rawat jalan.
Metode

Populasi Penelitian dan syarat kelayakan peserta penelitian


Peneliti mengumpulkan anak-anak di 18 feeding clinic di daerah pedesaan Malawi dari
desember 2009-januari 2011. setiap calon peserta diukur BB,TB/PB, dan LLA
Kriteria inklusi
– Anak usia 6-59 bulan
– Anak dengan edema (indikasi kwashiokor) atau Anak dengan BB per TB z skornya < -3
(indikasi marasmus) dan atau keduanya (marasmic kwashiokor).
Tiap peserta yang memenuhi inklusi diberikan RUTF sebagai uji coba dibawah perawat.
Anak-anak yang tidak dapat mengonsumsi RUTF tersebut dilakukan penatalaksanaan rawat
inap di rumah sakit.
Metode

Pengawasan Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh dewan etik Universitas Malawi, Universitas
Washington dan pemerintah Malawi. Perawat memberikan Informed Consent
secara lisan dan tulisan.
Metode

Design Penelitian dan Intervensi


Peneliti menggunakan metode acak, double blind, menggunakan placebo controlled
trial membandingkan keadaan nutrisi dari status gizi dan kemungkinan kematian
terhadap anak dengan malnutrisi akut berat tanpa komplikasi yang dirawat jalan

Peserta mendapatkan RUTF 175 kkal/kgBB/hari. Kelompok 1 mendapatkan amoxicilin


suspensi 80-90 mg/kgBB/hari dosis terbagi dalam 2 dosis. Kelompok 2 mendapatkan
cefdinir suspensi 14 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. kelompok 3 mendapatkan
placebo 2 kali sehari. Perawat telah diinstruksikan untuk menambahkan obat dalam
RUTF selama dosis awal 7 hari terapi.
Metode

Prosedur Penelitian
Peserta dibagi ke dalam masing-masing kelompok intervensi ketika pengasuh
mengambil amplop berisi kode salah satu dari ketiga kelompok intervensi.
Pengasuh dan peneliti tidak mengetahui kelompok intervensi apa yang diberikan
kepada peserta tersebut. Intervensi obat dan placebo dibagikan dalam botol plastik
yang tidak tembus cahaya dengan jarum suntik yang sudah diberi tanda dosis.
Kemudian, perawat menginstruksikan kepada setiap pengasuh tentang cara
menggunakan jarum suntik tersebut untuk memberikan obat intervensinya dan
mengawasi dosis awal di klinik.
Metode

Tiap anak dipulangkan ke rumah masing-masing dengan diberikan obat intervensi


sesuai dengan masing-masing kelompok dan persediaan RUTF selama 2 minggu. Follow
up akan dilakukan dengan interval waktu 2 minggu dimana setiap anak akan diukur lagi
perkembangan antropometrinya.

– Anak yang pada saat dilakukan follow up masih terdapat bipedal pitting edema atau
z-skor terhadap BB/TB(PB) tetap dibawah -2, akan dilanjutkan mendapatkan
persediaan RUTF selama 2 minggu dan mendapatkan konseling nutrisi.
– Anak-anak yang masih mengalami malnutrisi setelah 6 kali dilakukan follow up akan
dirujuk untuk dilakukan rawat inap.
– Anak-anak yang tidak dibawa untuk dilakukan follow up, akan dikunjungi ke rumah
untuk dilakukan follow up.
Metode

Analisis Statistik
– Titik akhir utama dari penelitian ini adalah pemulihan nutrisi dan angka
kematian dalam ketiga kelompok intervensi. Selain itu, dipilih satu jenis subgrup
untuk evaluasi hubungan antara tipe malnutrisi berat akut dengan intervensi
yang telah diberikan ditinjau bagaimana angka pemulihan dan angka
kematiannya.
– Hasil kedua yang diperhatikan termasuk peningkatan berat badan, peningkatan
tinggi badan, apakah antibiotik berhubungan dengan waktu pemulihan.
Pengolahan data menggunakan sistem statistik chi-square dibandingkan dengan
uji fisher.
Hasil

3212 anak-anak dengan malnutrisi akut berat yang teridentifikasi dari bulan
Desember 2009 -Januari 2011, setelah dilakukan pemeriksaan syarat kelayakan,
anak yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti penilitian ini berjumlah 2767.
Tabel 1. Karakteristik anak-anak peserta penelitian.
Hasil

Intervensi Penelitian
924 anak secara acak masuk ke dalam kelompok amoxicillin, 923 masuk ke
kelompok cefdinir dan 920 masuk ke kelompok placebo. Dari total jumlah peserta
tidak didapati anak yang mengalami alergi atau anafilaksis setelah mendapatkan
intervensi.
Hasil

Efek samping pemberian intervensi :


– Pada kelompok intervensi amoxicillin
Timbulnya ruam papular, batuk dengan frekuensi sering (dilaporkan oleh pengasuh
peserta penelitian)
– Pada kelompok intervensi cefdinir
Plak/selaput putih (sariawan/thrush) pada mukosa oral, diare (jumlah laporan sedikit)
sampai diare berdarah
– Pada kelompok intervensi placebo
Batuk memiliki jumlah laporan paling banyak, dan diare yang dilaporkan pada follow up
pertama dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan intervensi antibiotik.
Hasil

Pemulihan Nutrisi dan Angka Kematian


Secara keseluruhan, ada 88, 3% anak-anak yang mengalami pemulihan dari
malnutrisi berat akut dari jumlah keseluruhan (2767 anak) yang menjadi peserta
penelitian.

Anak-anak dengan marasmic kwashiorkor lebih sedikit yang mengalami pemulihan


dan memiliki angka kematian yang tinggi dibandingkan dengan anak yang
mengalami marasmus atau kwashiorkor.
Hasil

Pemulihan Nutrisi dan Angka Kematian


– Placebo memiliki nilai pemulihan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
antibiotik dan memiliki angka kematian yang tinggi.
– Tidak ada perbedaan signifikan antara cefdinir dan amoxicillin (p=0,22 untuk
pemulihan dan p=0,52 untuk angka kematian) meskipun cefdinir memiliki nilai
yang lebih tinggi dalam jumlah peserta yang mengalami pemulihan dan nilai
yang lebih rendah dalam angka kematian.
Hasil

Pemulihan Nutrisi dan Angka Kematian


– Kelangsungan hidup lebih lama terdapat pada kelompok yang mendapat
intervensi antibiotic terutama cefdinir.
– Peningkatan berat badan paling banyak terdapat pada kelompok yang
mendapat intervensi antibiotic terutama cefdinir
Tabel 2. Angka pemulihan sesuai dengan masing-masing kelompok intervensi dan tipe dari malnutrisi
akut berat
Hasil

Hasil Sekunder
– Anak-anak dengan marasmic kwashiorkor pemulihannya jauh lebih lambat
daripada anak dengan marasmus atau kwashiokor
– Kaplan-Meier membuat analisis dalam bentuk kurva yang menjelaskan bahwa
waktu pemulihan pada cefdinir jauh lebih cepat daripada amoxicillin, dan waktu
pemulihan pada amoxicillin jauh lebih cepat dibandingkan dengan placebo.
– antibiotik juga menunjukkan peningkatan ukuran LLA yang cukup besar
dibandingkan dengan placebo.
Kurva waktu untuk pemulihan nutrisi
Hasil

Karakteristik Dasar Berhubungan dengan Pemulihan


– Kebanyakan pada anak-anak yang mengalami pemulihan adalah anak-anak yang
memiliki usia lebih tua diantara para peserta penelitian.
– Pada anak-anak dengan marasmus atau marasmic kwashiorkor yang memiliki LLA
paling rendah diantara lainnya dan berat badan dibandingkan tinggi badan (z-skor)
paling rendah sewaktu awal pendaftaran, berkemungkinan besar untuk terjadinya
kegagalan terapi atau kematian.
– Anak-anak dengan tinggi badan berbanding usianya (z-skor) sangat rendah, paling
sedikit yang mengalami pemulihannya.
– Para peserta dengan HIV serologi (+) terutama jika tidak mendapatkan terapi ARV,
memiliki risiko yang besar untuk terjadinya kegagalan terapi dan kematian.
– Nafsu makan yang buruk berhubungan juga terhadap resiko peningkatan terjadinya
kegagalan terapi.
Diskusi

Meskipun telah dibuat pedoman konsensus dunia untuk menggunakan ready-to-


use therapeutic food (RUTF) dalam mengatasi malnutrisi akut berat, tingkat
kematian anak-anak masih > 1 juta orang di dunia pertahun.

Pada penelitian ini telah didapatkan bahwa dengan penambahan rutin antibiotik
seperti amoxicillin dan cefdinir sebagai penatalaksanaan malnutrisi akut berat pada
pasien rawat jalan menunjukkan peningkatan terhadap pemulihan dan penurunan
jumlah kematian serta peningkatan signifikan terhadap BB dan LLA.
Diskusi

Angka kematian menurun dengan penggunaan antibiotic. 33,6% pada penggunaan


amoxicillin dan 44,3% pada penggunaaan cefdinir. Percepatan waktu pemulihan dan
peningkatan BB serta LLA lebih berarti pada pengunaan cefdinir dibandingkan dengan
amoxicillin.
Selain untuk perbaikan tingkat gizi, antibiotic juga diperlukan untuk menurunkan risiko
invasif infeksi bakteri berat karena pertahanan mukosa pada anak malnutrisi sangat
lemah.
Selain hasil dari perbaikan tersebut, terdapat beberapa kekurangan diantaranya :
– Resistensi terhadap antibiotic
– Efek samping yang ditimbulkan
– Kepatuhan dalam pengobatan
Kekurangan Penelitian

– Tidak diketahui hasil evaluasi jangka panjang penggunaan rutin antibiotik pada
pasien malnutrisi akut berat tanpa komplikasi
Kesimpulan

– Penambahan antibiotik terhadap regimen terapi pada malnutrisi akut berat


tanpa komplikasi dapat mempercepat pemulihan dan menurunkan angka
mortalitas secara signifikan.
Daftar Pustaka

1. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, et al. Maternal and child undernutrition: global and
regional exposures and health consequences. Lancet 2008;371:243-60.
2. Bhutta ZA, Ahmed T, Black RE, et al. What works? Interventions for maternal and
child undernutrition and survival. Lancet 2008;371:417-40.
3. Management of severe malnutrition: a manual for physicians and other senior
health workers. Geneva: World Health Organization, 1999.
4. Community-based management of severe acute malnutrition: a joint statement of
the World Health Organization, World Food Programme, the United Nations System
Standing Committee on Nutrition, and the United Nations Children’s Fund. Geneva:
World Health Organization, 2007
5. Ciliberto MA, Sandige H, Ndekha MJ, et al. Comparison of home-based therapy with ready-to-use
therapeutic food with standard therapy in the treatment of malnourished Malawian children: a
controlled, clinical effectiveness trial. Am J Clin Nutr 2005;81:864-70.
6. Friedland IR. Bacteraemia in severely malnourished children. Ann Trop Paediatric 1992;12:433-40.
7. Johnson AW, Osinusi K, Aderele WI, Adeyemi-Doro FA. Bacterial aetiology of acute lower respiratory
infections in preschool Nigerian children and comparative predictive features of bacteraemic and non-
bacteraemic illnesses. J Trop Pediatric 1993;39:97-106.
8. Wolf BH, Ikeogu MO, Vos ET. Effect of nutritional and HIV status on bacteraemia in Zimbabwean
children who died at home. Eur J Pediatr 1995;154:299-303.
9. Archibald LK, Kazembe PN, Nwanyanwu O, Mwansambo C, Reller LB, Jarvis WR. Epidemiology of
bloodstream infections in a bacille Calmette-Guérin-vaccinated pediatric population in Malawi. J Infect Dis
2003;188:202-8.
10. Norton EB, Archibald LK, Nwanyanwu OC, et al. Clinical predictors of bloodstream
infections and mortality in hospitalized Malawian children. Pediatr Infect
Dis J 2004;23:145-51.
11. Berkley JA, Lowe BS, Mwangi I, et al. Bacteremia among children admitted to a rural hospital in Kenya. N
Engl J Med 2005;352:39-47.
12. Babirekere-Iriso E, Musoke P, Kekitiinwa A. Bacteraemia in severely malnourished children in an HIV-
endemic setting. Ann Trop Paediatr 2006;26:319-28.
13. Bachou H, Tylleskär T, Kaddu- Mulindwa DH, Tumwine JK. Bacteraemia among severely malnourished
children infected and uninfected with the human immunodeficiency virus-1 in Kampala, Uganda. BMC Infect
Dis 2006;6:160.
14. Maitland K, Berkley JA, Shebbe M, Peshu N, English M, Newton CR. Children with severe malnutrition:
can those at highest risk of death be identified with the WHO protocol? PLoS Med 2006; 3(12):e500.
15. Sigaúque B, Roca A, Mandomando I, et al. Community-acquired bacteremia among children admitted to
a rural hospital in Mozambique. Pediatr Infect Dis J 2009;28:108-13.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai