Anda di halaman 1dari 112

PEMICU 6

Olivia Paulus
405160034
1. IMUNODEFISIENSI
a. Definisi
• Defek pada perkembangan dan fungsi dari
sistem imun yang berujung pada peningkatan
pada kemudahan terinfeksi; reaktivasi atas
infeksi laten (spt CMV, EBV, TB) yang mana
respon imun normal dapat menahan infeksi
tapi tidak mengeradikasi; dan meningkatkan
insiden daripada beberapa jenis kanker
[Abbas]
b. Klasifikasi Imunodefisiensi

• Defisiensi Imun Non Spesifik


• Defisiensi Imun Spesifik
Defisiensi imun non spesifik Defisiensi imun spesifik

Defisiensi komplemen  Defisiensi kongenital/primer


• Defisiensi komplemen kongenital  Defisiensi imun fisiologik
• Kehamilan
• Defisiensi komplemen fisiologik
• Usia tahun pertama
• Defisiensi komplemen didapat • Usia lanjut
Defisiensi interferon dan  Defisiensi imun
lisozim didapat/sekunder
• Malnutrisi
• Defisiensi interferon kongenital • Infeksi
• Defisiensi interferon dan lisozim • Obat, trauma, kateterisasi,
didapat bedah
• Penyinaran
Defisiensi sel NK • Penyakit berat
• Kongenital • Kehilangan Ig/leukosit
• Didapat • Stres
• Agammaglobulinemia dengan
Defisiensi sistem fagosit timoma
• Kuantitatif • AIDS
• Kualitatif
DEFISIENSI IMUN NON
SPESIFIK
Defisiensi Imun Non Spesifik
Def Inhibitor esterase C1
Kongenital Def C2, C4, C3, C5, C6,
C7, C8
Defisiensi Komplemen Pd neonatus : C3,C5,
Fisiologik
faktor B rendah
Def C1q,r,s;
Didapat C2,C3,C4,C5,C6,C7,C8,C
9
IFN Kongenital
Defisiensi IFN , lisozim
IFN dan lisozim Didapat
Chronic Granulomatosus
Kongenital
Defisiensi sel NK Disease
Didapat Defisiensi G6PD
Kuantitatif Defisiensi
Defisiensi Sistem Fagosit mieloperoksidase
Kualitatif Sindrom Chediak-Higashi
Sindrom Job
Sindrom Leukosit malas
Def adhesi leukosit
Defisiensi Komplemen
• Berhubungan dengan peningkatan insiden
infeksi dan penyakit autoimun SLE
• Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh
kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit
autoimun dan eliminasi kompleks Ag – Ab.
• Defisiensi komplemen dapat menimbulkan akibat
seperti infeksi bakteri yang rekuren, peningkatan
sensitivitas terhadap penyakit autoimun.
• Kebanyakan defisiensi kompelen adalah herediter.
Defisiensi Komplemen
• Dibagi menjadi 3 :
• Defisiensi Komplemen kongenital
• Mengakibatkan infeksi berulang atau penyakit komplek imun.
• Defisiensi Komplemen fisiologik
• Ditemukan hanya pada neonatus yang disebabkan karena kadar C3,
C5, dan faktor B masih rendah.
• Menimbulkan peningkatan kerentanan terhadap septikemi
meningococcus dan gonococcus.
• Defisiensi Komplemen didapat
• Disebabkan oleh depresi sintesis, misalnya pada sirosis hati dan
malnutrisi protein/ kalori.
Defisiensi interferon dan lisozim
• Dibagi menjadi 2 :
• Defisiensi IFN kongenital
• Defisiensi ini dapat menimbulkan infeksi mononukleosis yang fatal.
• Defisiensi IFN dan lisozim didapat
• Defisiensi ini dapat ditemukan pada malnutrisi protein/ kalori.
Defisiensi Sel NK
• Dibagi menjadi 2 :
• Defisiensi kongenital
• Biasanya diderita pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan
monosit)
• Kadar IgG, IgA, dan kekerapan autoantibodi biasanya meninggi.
• Defisensi didapat
• Defek NK yang didapat terjadi akibat imunosupresi atau radiasi.
Defisiensi Sistem Fagosit
• Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan
atau tanpa bantuan komplemen.
• Defek ini sering terjadi dengan infeksi berulang.
• Jika jumlah sel ini < 500/mL rentan dengan infeksi
piogenik.
• Ditekankan terhadap sel PMN.
Defisiensi Sistem Fagosit
• Dibagi menjadi 2 :
• Defisiensi Kuantitatif
• Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan oleh penurunan
produksi atau peningkatan destruksi.
• Penurunan Produksi akibat dari pemberian depresan Sumsum tulang,
leukemia, kondisi genetik yang menimbulkan defek perkembangan
semua Stem cell dalam Sumsum tulang termasuk prekursor mieloid (
disgenesis retikuler ).
• Peningkatan destruksi dapat terjadi akibat pemberian obat yang dapat
memacu produksi Ab dan berfungsi sebagai opsonin untuk neutrofil
normal.
Defisiensi Sistem Fagosit
• Defisiensi kualitatif
– Defek ini mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis,
menelan/ memakan dan membunuh mikroba intraseluler.
• Macam – macam defek Sistem fagosit:
• Chronic Granulomatous Disease (CGD)
• Defisiensi Glucose-6 phosphate dehydrogenase (G6PD)
• Defisiensi mieloperoksidase (DMP)
• Sindrom Chediak-Higashi (SCH)
• Sindrom Job
• Sindrom leukosit malas (Lazy leucocyte)
• Defisiensi adhesi leukosit
Defisiensi Imun Spesifik
Defisiensi Imun Spesifik X-linked hipogamaglobulinemia

Hipogamaglobulinemia sementara
Def imun primer sel B
Common variable
hypogamaglobulinemia
Def imunoglobulin yg selektif
(disgamaglobulinemia)

Aplasi timus kongenital (sindrom


Defisiensi Kongenital / DiGeorge)
Primer Def Imun Primer sel T
Kandidiasis mukokutan kronik

SCID

Sindrom Nezelof
Def Kombinasi Sel B
Sindrom Wiskott-Aldrich
dan sel T yg berat
Ataksia Telangiektasi
Defisiensi imun Kehamilan, usia tahun
fisologik pertama, usia lanjut Def adenosin deaminase

Infeksi, Obat,trauma, tindakan katerisasi dan bedah,


Defisiensi didapat
penyinaran, penyakit berat, kehilangan Ig,
atau sekunder
Agamaglobulinemia dg timoma
AIDS
Defisiensi Imun Kongenital
• Sangat jarang terjadi.

Imunologi dasar ed V
Defisiensi imun ( primer ) sel B
• Defek sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B.
• Berbagai akibat dapat ditemukan seperti tidak adanya semua
Ig atau satu kelas atau subkelas Ig.
• Pemeriksaan yang diperlukan adalah jumlah dan fungsi sel B,
Imunoelektroforesis dan evaluasi kuantitatif untuk
menentukan kadar berbagai kelas dan subkelas.
Macam Defisiensi Sel B
Macam Defisiensi Sel B
Defisiensi Imun ( primer ) sel T
• Penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat
rentan terhadap infeksi virus, jamur, protozoa.
• Karena sel T berpengaruh terhadap sel B, maka def sel T
disertai pula gangguan produksi Ig yang nampak dari
tidak adanya respons terhadap vaksinasi dan seringnya
terjadi infeksi.
Macam – Macam Defisiensi Imun (primer) sel T
Defisiensi Sel B dan sel T
• Defisiensi sel B dan T atau Severe Combined
Immunodeficiency Disease ( SCID ) merupakan
penyakit akibat gangguan sel T dan B.
• Tidak ditemukannya sel B dan T yang terlihat dari
limfositopenia.
• Penderita menjadi rentan terhadap infeksi virus,
bakteri, jamur, dan protozoa terutama CMV,
Pneumocytis carini dan Candida.
• Gejala mulai pada usia muda dan bila tidak diobati
(transplantasi sumsum tulang) jarang dapat hidup
melebihi 1 tahun.
• Tidak boleh diberikan vaksin hidup karena dapat
berakibat fatal.
Penyakit yang disertai dengan kelainan lain
Defisiensi Imun spesifik Fisiologik
Defisiensi Imun Spesifik Sekunder
Etiologi Imunodefisiensi
Etiologi Cth Penyakit
1. Defek gen tunggal yg di 1. Ataksia-teleangiektasia,
ekspresikan di banyak jaringan defisiensi deaminase adenosin
2. Defek gen tunggal khusus pd 2. Defek tirosin kinase pd x-linked
Defek sistem imun agamaglobulinemia,
Genetik 3. Kelainan multifaktorial dg abnormalitas rantai ε pd
kerentanan genetik reseptor sel T
3. Pd common variable
immunodefiiency
Obat / 1. Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin)
Toksin 2. Antikonvulsan (fenitoin)
1. Malnutrisi 1. Kwashiorkor
Penyakit 2. Protein losing enteropathy 2. Limfangiektasia intestinal
nutrisi dan 3. Defisiensi vitamin (biotin atau
metabolik transkobalamin II)
4. Defisiensi mineral (seng) 4. Enteropati akrodermatitis
Kelainan Anomali DiGeorge (delesi 22q11)
kromosom Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)
1. Imunodefisiensi transien 1. pd campak dan varicella
Infeksi 2. Imunodefisiensi permanen 2. Infeksi HIV, infeksi rubella
kongenital
Patofisiologi imunodefisiensi
• Primer
• Sekunder
Klasifikasi Defisiensi Imun Primer
Defek Kelainan
Defisiens Hipogamaglobulinemia x-linked (hipogamaglobulinemia kongenital
i imun Hipogamaglobulinemia transien (pd bayi)
humoral Def imun tak terklasifikasi, umum, bervariasi (hipogamaglobulinemia
sel B didapat)
Def imun dg hiper IgM
Def IgA selektif
Def imun IgM selektif
Def sub kelas IgG selektif
Def sel B sekunder berhub dg obat, kehilangan protein
Penyakit limfoproliferatif x-linked
Defisiens Aplasia timus kongenital (sindrom DigGeorge)
i imun Kandidiasis mukokutaneus kronik (dg/tanpa endokrinopati)
selular Def sel T berhub dg def purin nukleosid fosforilase
sel T Def sel T berhub dg defek glikoprotein membran
Def sel T berhub dg absen MHC kls I atau II (sindrom limfosit
telanjang)
Defek Kelainan
Defisiensi Def imun berat gabungan (autosom resesif, x-linked, sporadik)
imun Def imun selular dg gangguan sintesis Ig (sindrom Nezelof)
gabungan Defisiensi imun dg ataksia telengiektasia
humoral Def imun dg eksim dg trombositopenia (sindrom Wiskott-Aldrich)
sel B dan Def imun dg timoma
selular sel Def imun dg short limbed dwarfism
T Def imun dg def adenosin deaminase
Def imun dg def nukleosid fosforilase
Def karboksilase muliple yg tgt biotin
Penyakit graft-versus-host
Sindrom def imun didapat (AIDS)
Disfungsi Penyakit granulomatosis kronik
fagosit Def G6PD
Def mieloperoksidase
Sindrom chediak-Higashi
Sindrom Job
Defisiensi tuftin
Sindrom leukosit malas
Peninggian IgE, defek kemotaksis, dan infeksi rekuren
c. Faktor – faktor yang menimbulkan defisiensi
imun sekunder
D. Mekanisme
• Imunodefisiensi primer:
• Kegagalan maturasi Limfosit
• Kegagalan aktivasi limfosit
• Kegagalan sistem imun innate
• Imunodefisiensi sekunder
Kegagalan Maturasi Limfosit
Kegagalan aktivasi limfosit
Diagnosis imunodefisiensi
Dalam penegakkan diagnosis defisiensi
imun, penting ditanyakan :
Riwayat kesehatan pasien dan keluarganya,
sejak masa kehamilan, persalinan, dan
morbiditas yang ditemukan sejak lahir
secara detail. Riwayat pengobatan yang
pernah didapat juga harus dicatat, disertai
keterangan efek pengobatannya, apakah
membaik, tetap atau memburuk. Bila perah
dirawat, operasi atau transfusi juga dicatat.
Diagnosis imunodefisiensi
• Infeksi yang menetap atau berulang, atau infeksi berat oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak menyebabkan infeksi
berat, bisa merupakan petunjuk adanya penyakit
immunodefisiensi.

• Petunjuk lainnya adalah:


• Respon yang buruk terhadap pengobatan
• Pemulihan yang tertunda atau pemulihan tidak
sempurna
• Adanya jenis kanker tertentu
• Infeksi oportunistik (misalnya infeksi Pneumocystis
carinii yang tersebar luas atau infeksi jamur
berulang).
Gejala Klinis Penyakit Defisiensi Imun
Gejala yg biasa -Infeksi saluran nafas atas berulang
dijumpai -Infeksi bakteri berat
-Penyembuhan inkomplit antar episode infeksi atau
respon pengobatan inkomplit
Gejala yg sering -Gagal tumbuh atau retardasi tumbuh
dijumpai -Jarang ditemukan kelenjar/ tonsil yg membesar
-Infeksi oleh mikroorganisma yg tdk lazim
-Lesi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses
nekrotik/noma, alopesia, eksim, teleangiektasi, warts
yg hebat)
-Oral trush yg tdk menyembuh dg pengobatan
-Jari tabuh
-Diare dan malabsorpsi
-Mastoiditis dan otitis persisten
-Pneumonia atau bronkitis berulang
-Penyakit autoimun
-Kelainan hematologis (anemia aplastik, a.hemolitik,
neutropenia, trombositopenia)
Gejala yg jarang -BB turun
dijumpai -Demam
-Periodontis
-Limfadenopati
-Hepatosplenomegali
-Penyakit virus yg berat
-Artritis atau artralgia
-Ensefalitis kronik
-Meningitis berulang
- pioderma gangrenosa
-Kolangitis sklerosis
-Hepatitis kronik (virus / autoimun)
-Reaksi simpang thdp vaksinasi
-Bronkiektasis
-Infeksi saluran kemih
-lepas./puput tali pusat terhambat (>30hr)
-Stomatitis kronik
-Granuloma
-Keganasan limfoid
e. Pemeriksaan penunjang pada
imunodefisiensi
Tahap I : Pemeriksaan penyaring
 Pemeriksaan darah tepi
• Hb
• Leukosit total
• Hitung jenis leukosit (presentasi)
• Morfologi limfosit
• Hitung trombosit
 Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)
 Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)
• Titer antibodi tetanus, difteri
• Titer antibodi H. influenzae
 Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)
 Evaluasi infeksi (LED atau CRP, kultur, dan pencitraan yang
sesuai)
Pemeriksaan penunjang pada
imunodefisiensi
Tahap II : Pemeriksaan lanjutan
Defisiensi Uji Tapis Uji Lanjutan
Enumerasi sel B (CD19 / CD20)
Kadar subklas IgG
Kadar IgG, IgM, IgA. Kadar IgE, IgD
Titer isoaglutinin Titer Ab natural
Def Sel B
Respon Ab pd vaksin (Tetanus, Respon Ab thdp vaksin tifoid,
difteri, H.influenza) pneumokokus
Foto laring lateral utk cari kel
adenoid

Hitung limfosit total dan


morfologinya Enumerasi subset sel T
Hitung sel T dan subpopulasi sel (CD3,CD4,CD8)
T : sel T total, Th, Ts Respon proliferatif thdp mitogen,
Def Sel T
Uji kulit tipe lambat (CMI) : antigen, sel alogenik)
kandida, mumps, toksoid, HLA typing
tetanus, tuberkulin Analisis kromosom
Foto sinar X dada : ukuran timus
Pemeriksaan penunjang pada
imunodefisiensi
Tahap II : Pemeriksaan lanjutan
Defisiensi Uji Tapis Uji Lanjutan
Reduksi dihidrorhodamin
Hitung leukosit total dan White cell turn over
hitung jenis Morfologi spesial
Def fagosit Uji NBT, kemiluminesensi Kemotaksis dan mobilitas
: fs metabolik neutrofil random
Titer IgE Phagocytosis assay
Bactericidal assay
Opsonin assay
Def
Titer C3 dan C4 Component assay
kompleme
Aktivitas CH50 Activation assay
n
(C3a,C4a,C4d,C5a)
Penatalaksanaan Penyakit Defisiensi
Imun

• Pengobatan suportif
• Perbaikan keadaan umum : memenuhi kebutuhan gizi,
kalori, jaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-
basa, kebutuhan oksigen, pencegahan infeksi
• Substitusi dilaukan thdp defisiensi komponen imun
(sesuai kondisi klinis) : beri eritrosit, leukosit, plasma
beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin,
imunoglobulin spesifik
• Pengobatan imunomodulasi
• Manfaat diperdebatkan tp bs diberikan interferon,
antibodi monoklonal,produk mikroba (BCG), produk
biologik (timosin), komponen darah, bahan sintetik
dpt inosipleks, levamisol
• Terapi kausal
• Mengatasi penyebab defisiensi imun
• Terutama pd defisiensi sekunder (pengobatn infeksi, suplemen gizi,
pengobatan keganasan)
• Defisiensi imun primer : transplantasi (timus, hati, sstl), atau
rekayasa genetik
Tatalaksana Defisiensi Antibodi
• Pd anak : pengganti imunoglobulin (immunoglobulin
replacement therapy)
• Ps hipogamaglobulinemia :
• Diberi imunoglobulin intravena (IGIV) dg dosis 400-600
mg/kg/bulan, diberikan dg interval 2-3 minggu.
• Terapi utk mencegah infeksi, mengurangi komplikasi khususnya pd
penyakit kronik paru dan usus
Tatalaksana Defek Imunitas Selular
• SCID : melibatkan terapi antimikrobial dan profilaksis.
Terapi pilihan : transplantasi sstl
• Pd bayi : dirawat di area tekanan udara positif
• Hrs mengindari imunisasi dg vaksin hidup ( infeksi
diseminata), transfusi darah ( GVHD)
Prognosis
• Prognosis penyakit defisiensi imun untuk jangka pendek
dipengaruhi oleh beratnya komplikasi infeksi.
• Perjalanan penyakit defisiensi imun primer buruk dan
berakhir fatal, seperti halnya pada beberapa penyakit
defisiensi imun sekunder.
• Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan
dengan keadaan fisiologik (pertumbuhan, kehamilan),
infeksi dan gangguan gizi dapat diatasi dengan baik bila
belum disertai defek imunologik yang menetap.
LI 2: MM HIV / AIDS

Definisi AIDS: Kumpulan gejala atau penyakit yang


disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae.
AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

• HIV (Human Immunodeficiency Syndrome)


• AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Port d’entree virus
• Saluran pernapasan
– Virus Influenza A,B,C, virus parainfluenza, rhinovirus, coronavirus,
adenovirus, dll
• Saluran pencernaan
– Hepatitis A,B. Poliomielitis; rotavirus, Norwalk Agent, Hawaii Agent,
pararotavirus, coronavirus (diare)
• Kulit-mukosa
– HPV, Herpes Simplex Virus-1, HSV-2, poxviridae, alphavirus,
flavirus, rabies, Hepatitis B,C, CMV, EBV, HIV
• Plasenta
– Virus rubella, CMV, kdg virus Varicella
2. HIV / AIDS
Struktur
Patogenesis
• Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena
virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4.
• Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting sehingga hilangnya fungsi tersebut
menyebabkan gangguan respons imun yang progresif 
sistem imun tubuh menurun.
• Virus dibawa ke kelenjar getah bening regional, sehingga virus
dideteksi pada KGB dalam 5 hari setelah inokulasi.
• Viremia dideteksi 7-21 hari, kemudian menurun seiring
meningkatnya CD8+
• Replikasi virus HIV dalam keadaan steady-state beberapa
bulan setelah infeksi  dalam keadaan ini (4-8 minggu setelah
infeksi) antibodi dapat terdeteksi.
• Partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sekali
terinfeksi  seumur hidup akan tetap terinfeksi.
• Sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun
pertama, 50% berkembang setelah 10 tahun, dan hampir
semua orang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS setelah
13 tahun.
• Gambaran penyakit kronis, sesuai dengan perusakan sistem
kekebalan tubuh yang juga bertahap.
• Gejala tidak khas pada infeksi akut (3-6 minggu setelah
terinfeksi): demam, nyeri menelan, pembengkakan KGB, ruam,
diare, atau batuk
• Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik yang
berlangsung selama 8-10 tahun (ada orang yang cepat hanya
sekitar 2 tahun dan ada yang lambat)
• Seiring memburuknya kekebalan tubuh, mulai tampak gejala
akibat infeksi oportunistik: BB turun, demam lama,
tuberkulosis, diare, infeksi jamur, herpes, rasa lemah,
pembengkakan KGB.
c. Patofisiologi HIV/AIDS
Virus HIV menyerang limfosit CD4+ (molekul gp120
virus & CD4)  partikel virus bergabung dengan DNA host 
reverse transcription membentuk cDNA  sel bervirus dibawa
APC ke KGB regional (jalur infeksinya malah dipermudah) 
sel bervirus bereplikasi  jumlah sel yg mengekpresikan gen
virus semakin banyak: demam, nyeri telan, pembengkakan
KGB, ruam, diare, batuk  tiba-tiba jumlah sel yg
mengekpresikan virus menurun cepat karena CD8+ meningkat
 menghilangnya viremia, fase “laten”  penghancuran CD4+
yang perlahan-lahan semakin tinggi  imunitas tubuh
perlahan memburuk  tubuh tidak mampu mengkompensasi
 masuk tahap AIDS  terkena infeksi-infeksi sekunder 
tidak diberi ARV/diobati adekuat  †
Patfis HIV
Virion HIV melekatkan
Terbentuk ikatan 1 subunit gp120 Tjdnya fusi membran
diri pd sel pejamu :
induksi perubahan konformasional sel HIV ke sel
Interaksi kompleks env
gp41menyisipkan diri ke sel pejamuinti HIV msk
(3 psg molekul
pejamu ke sitoplasma pejamu
gp120,gp41) dgn
membran sel target

Inti nukleoprotein keluar,


DNA HIV masuk ke Integrase DNA virus HIV ke
enzim nukleoprotein aktif
nukleus sel pejamu dlm DNA sel pejamu : DNA
genom RNA ditranskripsi jd
dg bantuan enzim provirus
DNA oleh enzim RT (reverse
integrase
transcriptase)

DNA provirus dormant, Transkripsi gen provirus DNA Protein virus dibentuk
tdk aktif sampai lama diatur sitokin/stimulus di sitoplasma pejamu
fisiologis ke sel T, makrofag

Partikel infeksius disusun Kompleks nukleoprotein Kompleks td Dilepaskan


dlm kompleks dibungkus 1 membran dr membran plasma mll
nukeloprotein proses budding
b. Gejala klinik HIV/AIDS
Gejala klinik HIV/AIDS
• Pembesaran KGB • Gejala infeksi tuberkulosis
• Penurunan BB yang tak
paru
dan ekstra paru
dapat dijelaskan • Infeksi berat
• Infeksi saluran nafas atas • Kelainan darah
berulang • Jamur di paru
• Kelainan kulit • Infeksi menular seksual
• Keluhan di rongga mulut & • Sarkoma kaposi
saluran makan atas • Infeksi jamur sistemik
• Gangguan penglihatan
• Keluhan di gigi geligi
• Infeksi di intrakranial
• Infeksi jamur di kuku • Kebas atau kesemutan
• Diare kronik > 1 bulan pada tangan dan kaki
• Demam berkepanjangan • Kelemahan otot
• Nafsu makan menurun
Orang dewasa menderita AIDS bila tes HIV (+)
minimal: 2 gejala mayor + 1 gejala minor
Gejala Mayor Gejala Minor
• Berat badan menurun > • Batuk menetap > 1 bulan
10% dalam 1 bulan • Dermatitis generalisata
• Diare kronis > 1 bulan • Kandidiasis orofaringeal
• Demam berkepanjangan > • Herpes zoster
1 bulan multisegmental dan atau
• Penurunan kesadaran dan rekurens
gangguan neurologis • Herpes simpleks kronik
• Dementia / HIV progresif
ensefalopati • Limfadenopati generalisata
• Infeksi jamur berulang
pada alat kelamin wanita
d. Pemeriksaan HIV
• Pemeriksaan serologi
• Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya
antibodi terhadap HIV.
• Pemeriksaan penyaring :
• ELISA
• Dot-blot immunobinding assay
• Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV
• Isolasi dan biakan virus
• Deteksi antigen
• Deteksi materi genetik dalam darah pasien
Jenis Tes HIV
Strategi I Strategi II Strategi III

• Hanya dilakukan 1x • 2x pemeriksaan • 3x pemeriksaan


pemeriksaan • Pemeriksaan I: reagen • Bila hasil I, II, III: reaktif
• Bila hasil reaktif, dgn sensitivitas  terinfeksi HIV
dianggap terinfeksi HIV tertinggi, pemeriksaan • Bila hasil pemeriksaan
• Bila hasil non-reaktif, II: reagen yg lbih tidak sama: equivocal /
dianggap tidak spesifik & beda jenis indeterminate 
terinfeksi HIV antigen/tekniknya dari dianggap (+) bila
• Reagen yg dipakai yg pertama pasien memiliki riwayat
harus memiliki • Pemeriksaan I: reaktif pemaparan HIV /
sensitivitas yg tinggi  lanjut ke berisiko tinggi tertular
(>99%) pemeriksaan II. Non- HIV. Dianggap (-) bila
reaktif: hasil (-) pasien tidak memiliki
• Pemeriksaan II: reaktif: riwayat/tidak berisiko
(+) HIV. Non-reaktif: tertular HIV.
diulang dengan kedua • Pemeriksaan ketiga
metode. dipakai reagen yg asal
• Setelah pengulangan antigen & tekniknya
bila hasil tidak sama: beda, & spesifisitas lbih
indeterminate tinggi
e. Penatalaksanaan ODHA:
a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan
obat Anti Retroviral (ARV).
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi
dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti
jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma
kaposi, limfoma, kanker serviks, dsb.
c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai
nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung
lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama
serta tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan.

Kematian dapat ditekan, harapan hidup meningkat, infeksi


oportunistik berkurang
Penatalaksanaan HIV/AIDS
Menggunakan ANTIRETROVIRAL (ARV) :
• Nucleoside reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
• Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)
• Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
• Protease Inhibitor (PI)
• Viral Entry Inhibitor
4 target obat ARV
• Mencegah masuknya virus ke dalam sel darah putih
• Mencegah proses pembentukan RNA menjadi DNA HIV
• Mencegah penggabungan DNA HIV dengan DNA inti sel
• Mencegah lepasnya virus yang baru terbentuk keluar dari
sel darah putih
NRTI
• Mekanisme :
• bekerja pada tahap awal replikasi HIV yaitu menghambat
terjadinya infeksi akut yg rentan, tp sedikit berefek pd sel yg sudah
terinfeksi HIV
• hambat enzim RT (reverse transcriptase) hambat pembentukan
rantai DNA virus (hambat reaksi reverse transcriptase)
• Indikasi : infeksi HIV tipe 1 dan 2. lebih baik kombinasi dg
2 macam obat atau NRTI merupakan komponen dari
regimen 3 atau 4 macam obat.
• Spektrum aktivitas
NRTI
Obat Dosis Efek Samping
Zidovudin 600 mg/hari PO Anemia, neutropenia, sakit kpl,mual
Didanosin 400mg/hari PO dosis Diare, pankreatitis,neuropati perifer
tunggal/terbagi
Zalsitabin 2.25 mg/hari PO neuropati perifer, stomatitis, ruam,
pankreatitis
Stavudin 80 mg/hari PO Neuropati perifer, sakit kpl, mual,ruam
Lamivudin 300mg/hari PO, Asidosis laktat dan hepatomegali dg
kombinasi dg zidovudin steanosis, sakit kpl, mual
atau zidovudin
&abakavir
Emtrisitabi 200mg/hari PO Nyeri abdomen dg rasa keram, diare,
n kelemahan otot, sakit kpl, lipodistrofi,
mual, rinitis, pruritus, ruam
Abakavir 600mg/hari PO Mual, muntah, diare, reaksi
hipersensitif (demam, malaise, ruam),
ggn GI
NtRTI
• Obat : Tenofovir Disoproksil
• Mekanisme kerja : bekerja pada HIV RT hentikan
pembentukan rantai DNA virus
• Indikasi : HIV tipe 1 dan 2, HBV. Kombinasi dengan
efavirens. Tidak boleh kombinasi dgn lamivudin dan
abakavir
• Dosis : per oral 300 mg/hari
• Efek samping : mual, muntah, flatulens, diare
NNRTI
• Mekanisme : menghambat aktivasi enzim RT berikatan
dekat tempat aktif enzim untuk induksi perubahan
konformasi pd situs aktif ini.
• Indikasi : HIV tipe 1, dikombinasi dgn NRTI.

Obat Dosis Efek Samping


Nevirapin 200 mg/hari PO slm 14 hari Ruam, demam, fatigue, sakit kpl,
ptama, kmd 400 mg/hari somnolens, mual, enzim hati
meningkat
Delavirdin 1200 mg/hari PO Ruam, peningkatan tes fungsi
hati
Efavirens 600 mg/hari PO Sakit kpl, pusing, mimpi buruk,
sulit konsentrasi, ruam
PI
• Mekanisme : berikatan dg situs aktif HIV-protease (untuk
infektivitas virus dan pengelepasan poliprotein virus)
hambat maturasi virus partikel virus imatur dan tidak
virulen
• Indikasi : HIV tipe 1 dan 2, kombinasi dgn NRTI
PI
Obat Dosis Efek Samping
Sakuinavir 3600mg/hari atau 1800mg/hari Diare, mual, nyeri abdomen
PO
Ritonavir 1200mg/hari PO Mual, muntah, diare
Indinavir 2400mg/hari Po tambah dg Mual, hiperbilirubinemia, batu
hidrasi 1,5 L air per hari ginjal
Nelfinavir 2250 mg/hari atau 2500mg/hari Diare, mual, muntah
PO, bersama dg makanan
Amprenavir 2400mg/hari PO, tdk boleh Mual, diare, ruam, parestesia
brsm makanan peri oral/oral
Lopinavir 1000mg/hari PO, bersama dg Mual, muntah, peningkatan
makanan kadar kolesterol dan
trigliserida, γ-GT
Atazanavir 400mg/hari PO, bersama dg Hiperbilirubinemia, mual,
makanan perubahan EKG
Viral Entry Inhibitor
• Obat : Enfuvirtid
• Mekanisme : hambat fusi virus ke sel hambat masukan
HIV ke sel mll reseptor CXCR4
• Indikasi : terapi HIV tipe 1, kombinasi dg yg lain
• Dosis : 90 mg(1mL) 2x sehari, injeksi SC
• Efek Samping : nyeri,eritema, pruritus, iritasi, nodul/kista
Terapi Kombinasi utk HIV/AIDS
• Terapi HIV/AIDS dilakukan dgn cara kombinasi untuk
mengurangi viral load (jumlah virus dlm darah) agar
menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat yg dapat
terdeteksi dalam jangka waktu yg lama
• Alasan terapi dikombinasikan :
• Menghindari/menunda resistensi obat atau meluaskan
cakupan terhadap virus dan memperlama efek
• Peningkatan target reservoir jaringan/selular virus
(limfosit, makrofag)
• Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus
• Penurunan toksisitas karena dosis yg digunakan
menjadi lebih rendah
Obat Kombinasi ARV utk Depkes RI
(lini 1)

Nama Obat Dosis

Zidovudin (AZT)0 mg Efavirens (EFV)

Lamivudin (3TC) 150 mg

Stavudin (d4T) 30 mg

Efavirens (EFV) 200 mg dan 600 mg

Nevirapine (NVP) 200 mg

Zodovudin (AZT) + lamivudin (3TC) 100 mg dan 150 mg

Stavudine (d4T) + lamivudin (3TC) 30 mg dan 150 mg


Obat Kombinasi ARV utk Depkes RI
(lini 2)
Nama Obat Dosis

Tenofovir (TDF) 300 mg

Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 200 mg/50 mg

Didanosine (ddI) 100 mg

Abacavir (ABC) 300 mg

Tenofovir (TDF) dan emtricitabine 300 mg dan 200 mg


(FTC)
Obat Kombinasi ARV utk Depkes RI
(untuk anak)
Nama Obat Dosis
Lamivudin (3TC) dan stavudin (d4T) 60 mg dan 12 mg
Lamivudin (3TC) dan stavudin (d4T) 60 mg dan 12 mgdan 100 mg
dan nevirapine (NVP)
Prognosis
• Waktu median dari infeksi HIV primer  10 tahun
• Mortalitas : 5 orang/tahun dari 100.000
• Kira-kira 60% kematian pasien dengan AIDS  hasil infeksi
lain (hepatitis virus)
• Pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS dapat
menurunkan penyebaran virus HIV hingga 92%

Pencegahan Penularan HIV


A = Abstinence
No seks, terutama bagi yang belum menikah.
B = Be faithful
Setia hanya pada satu pasangan.
C = use Condom
Gunakan kondom
D = no Drugs
Jangan gunakan narkoba
E = sterilization of Equipment
Selalu gunakan alat suntik yang steril. Minta alat suntik steril
dari dokter anda
3. INFEKSI OPORTUNISTIK
Infeksi Oportunistik
• Infeksi jamur
• Infeksi parasit
• Infeksi virus
• Infeksi bakteri
Infeksi Oportunistik pada AIDS
• Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi akibat adanya
kesempatan untuk timbul pada kondisi tertentu yang
memungkinkan, oleh karena itu bisa disebabkan oleh
organisme non-patogen.
• Organisme penyebab IO adalah organisme yang
merupakan flora normal, maupun organisme patogen
yang terdapat secara laten dalam tubuh yang kemudian
mengalami reaktivasi.
Penyebab IO
Bakteri Sumber Cara Penularan ke
Transmisi orang- orang
MTB Reaktivasi inhalasi ya
endogen, org sakit
MAC Air,tanah Inhalasi, Tidak
ingestan
Salmonella Air,tanah ingestan tidak
Penyebab IO
Virus Sumber Cara transmisi Penularan ke
orang-orang
Herpes Reaktivasi seksual ya
simpleks endogen,org sakit
Herpes Reaktivasi Tidak tentu Tidak tentu
zoster endogen,org sakit
CMV Reaktivasi Seksual darah ya
endogen,org sakit
EBV Reaktivasi Inhalasi/ingestan ya
endogen,org sakit
Penyebab IO
Parasit Sumber Cara transmisi Penularan ke
orang-orang
Pneumocystis Reaktivasi inhalasi mungkin
jirovecii endogen, org
sakit
Toxoplasma Reaktivasi ingestion Tidak
gondii endogen,
kotoran
kucing,daging
merah
Mikrosporidia Air,org/ hewan Ingestion/ ya
terinfeksi inhalasi

Cryptosporidia Air,org/ hewan ingestion ya


terinfeksi
Penyebab IO
Jamur Sumber Cara transmisi Penularan
ke orang-
orang
Kandida Air, tanah Tidak tentu tidak

Kriptokokkus Tanah,kotoran inhalasi Tidak


neoformans burung/binatang
Aspergillus tanah inhalasi tidak
Histoplasma Air,tanah Inhalasi/ tidak
capsulatum ingestion
Coccidioiodo Air,tanah Inhalasi/ tidak
immitis ingestion
5. RESPON IMUN THD
INFEKSI OPORTUNISTIK
Respons imun terhadap parasit

IMUNITAS INNATE
Imunitas ADAPTIF
JENIS SUBSET LIMFOSIT T
HELPER CD4+
Limfosit Th2 Limfosit Th17
Respon Imun Terhadap Jamur
• Innate immunity : neutrofil dan makrofag
• Fagosit dan DC mengenali fungi dengan TLR dan dectin
(leptin-like-receptor)
• Neutrofil mengeluarkan ROS, enzim lisosom dan
memfagosit fungi tersebut untuk pembunuhan intraseluler
• Cryptococcus neoformans menghambat TNF dan IL-12
dan memproduksi IL-10 yang menghambat makrofag
Respon Imun Terhadap Jamur
• Adaptive Immunity : Cell Mediated Immunity
• Histoplasma capsulatum : fungi fakultatif intraseluler,
mekanisme imun yang digunakan sama seperti melawan
bakteri intraseluler
• Defek CMI→terinfeksi Pneumocystis jirovecii
• Fungi ekstraseluler→respon Th17
Respon imun pada Infeksi Cacing Usus

• Pertahanan thd infeksi cacing → diperankan oleh


aktivasi Th2

IL-4 Membantu produksi IgE oleh sel B


IL-13 Kontraksi usus ↑
Produksi mukus ↑
IL-5 Mengaktivasi eosinofil → eosinofilia
IL-9 Mengaktivasi sel mast → histamin →
spasme usus → ekspulsi cacing dari
lumen usus
MENJELASKAN INFEKSI OPORTUNISTIK (VAKSIN)

CD4+ & Resiko Infeksi oportunistik


• >500sel/mm3 : kandida vaginitis atau bahkan tidak
beresiko terkena infeksi oportunistik
• 500-200 sel/mm3 : Candidiasis, Kaposi’s sarcoma
• 200-100 sel/mm3 : Pneumocystis jirovecii (carinii),
Histoplasmosis, Coccidioidomycosis
• 100-50 sel/mm3 : Toxoplasmosis,
Cryptosporidiosis,Cryptococcosis,CMV
• <50 sel/mm3 : Mycobacterium Avian Complex

Pencegahan Infeksi Oportunistik


Pemberian obat ARV → menekan jumlah HIV→
penghancuran CD4 dpt dikurangi
↑CD4→ mengurangi resiko infeksi oportunistik
4. PENCEGAHAN,
PENGOBATAN, VAKSIN THD
INFEKSI OPORTUNISTIK
Pencegahan Infeksi Oportunistik
Vaksin yang dapat diberikan saat
kehamilan:
• Hepatitis A (jika ada resiko)
• Hepatitis B( ya, jika ada resiko)
• Influenza (inaktif)
• Meningkok (ya, jika ada indikasi)
• Pneumokok polisakarida (jika ada indikasi)
• Polio (IPV) (dihindari, kecuali ada resiko)
• Tetanus – diptheri (jika ad indikasi)
• DPT (ya, jika resiko tinggi pertusis)
• OPV tidak boleh diberikan kepada orang yg dicurigai
maupun sudah terkena imunodefisiensi. dapat
diberikan IPV
• MMR, varicella tidak boleh diberikan pada kasus
imunodefisiensi
• BCG tidak boleh diberikan pada kasus
imunodefisiensi
• Vaksin pneumokokus valen–23 boleh diberikan
kepada anak yang terinfeksi virus imunodefisiensi
(HIV)
Vaksin Indika Pemberi Booster CD4 Keterangan
si an Awal
Antraks RS 4 dosis pertahun berapapun
Kolera RS 2 dosis 2 tahun berapapun
Hep A RS 2-3 dosis 5 tahun berapapun 3 dosis jk CD4<300
sel/mm3
Hep B R 3-4 dosis Jk anti-HBs <10 berapapun Periksa kadar anti-HBs
tiap tahun
HPV R 3 dosis Tdk ada berapapun
Influenza R 1 dosis Tiap tahun berapapun
Japanese RS 3-4 dosis 3 tahun berapapun
Enchephalitis
MMR RS 1-2 dosis Tdk ada >200 2 dosis jk IgG measles (-
)
Meningokokok RS 1 dosis 5 tahun berapapun
Pneumokokok R 1 dosis 5 tahun berapapun
Rabies RS 3 dosis 1 thn pertama, 3-5 berapapun
thn berikutnya
Tetanus-Difteri R 1-5 dosis 10 tahun berapapun
Tifoid RS 1 dosis 2-3 tahun berapapun
Varisela RS/CS 2 dosis Tidak ada >200

Anda mungkin juga menyukai