Anda di halaman 1dari 109

a.

Trauma Asam
b. Trauma Basa / Alkali

 Trauma alkali > merusak & menembus kornea


drpd trauma asam
 Th/: awal  irigasi (garam fisiologik / air
bersih min 15-30 menit)
 Kl ada blefarospasme  anastesi topikal
• Bahan asam yg terutama dpt merusak mata :
– Anorganik organik (asetat,forniat)
– Organik anhidrat (asetat)
• Biasanya hanya superfisial (tdk sedestruksif
alkali)
• Gejala :
– Mata terasa pedih
– Merasa mata kering
– Seperti ada pasir
– Visus menurun.
• Th/:
– natrium bikarbonat 3% u/ netralisir
– Antibiotika topikal untuk mencegah infeksi
– Sikloplegik bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan
lebih dalam.
– EDTA bisa diberikan satu minggu post trauma.
– Perhatikan ada benda asing / tdk
• Prognosis
Baik bila konsentrasi asam tidak nterlalu tinggi
dan hanya terjadi kerusakan superfisisal saja.
• Alkali dengan mudah dan cepat dapat
menembus jaringan kornea, bilik mata depan
dan bagian retina.
• Hal ini terjadi akibat terjadinya penghancuran
jaringan kolagen kornea.
• Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses persabunan disertai dangan
dehidrasi
• Gawat!
 Klasifikasi
 Klasifikasi Thoft :
 Derajat 1: heperimi konjungtiva diikuti dengan keratitis
pungtata.
 Derajat 2: hiperemi konjungtiva dengan disertai
hilangnya epitel kornea.
 Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis
konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
 Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50
%.
• Klasifikasi:
– Klasifikasi Hughes (trauma mata) :
• a. Ringan
– Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea
– Tidak terdapat iskemi dan nekrosis kornea atau konjungtiva
– Prognosis baik
• b. Sedang
– Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan
pupil secara detail
– Terdapat nekrosis dan iskemi ringan konjungtiva dan kornea
– Prognosis sedang
• c. Berat
– Terdapat kekeruhan kornea, sehingga pupil tidak dapat dilihat
– Terdapat iskemia konjungtiva dan sklera, sehingga tampak
pucat
– Prognosis buruk
 Gambaran klinis :
 Sama seperti trauma asam
 Pd pengujian kertas lakmus  pH basa

 Komplikasi:
 Simblefaron
 kekeruhan kornea
 katarak disertai dengan terjadinya ftisis bola mata.
• Talaks :
– irigasi dengan garam fisiologik sekitar 60 menit
segera setelah trauma
– sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera
setelah trauma 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam
(tujuan : mengikat sisa basa & u/ netralisir
kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh post
trauma)
– AB lokal  cegah infeksi
– Analgetik & anastesi lokal  nyeri
TRAUMA MATA
Trauma Tumpul pada Mata

• Dapat diakibatkan benda yang keras atau benda


yang tidak keras, dimana benda tsb dapat
mengenai mata denga keras (kencang) ataupun
lambat
Hematoma Kelopak

• Pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak →


pecahnya pembuluh darah palpebra.

• Etio : pukulan benda keras

• Fraktur basis kranii → darah masuk kedlm kedua rongga orbita mll
fisura orbita → Hematom kacamata

• Talaks
– kompres dingin → menghentikan perdarahan
– kompres hangat pada kelopak → memudahkan absorpsi darah
TRAUMA TUMPUL
KONJUNGTIVA
Edema Konjungtiva

• Jaringan konjungtiva yang bersifat lendir dapat menjadi


kemotik akibat trauma tumpul.

• Kemotik konjungtiva berat → palpebra tidak menutup →


konjungtiva tambah teriritasi

• Talaks :
- Dekongestan → cegah pembendungan cairan didalam
selaput lendir konjungtiva.
- Edem konjungtiva berat → disisi → cairan konjungtiva
kemotik keluar melalui insisi tsb.
Hematoma Subkonjungtiva
• Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah
konjungtiva → arteri konjungtiva dan arteri episklera.
• Gambaran klinis:
- Perdarahan akibat trauma tumpul → perlu dipastikan tidak
terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera.

• Pemeriksaan : funduskopi

• Talaks : kompres hangat

• Perdarahansubkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dengan


sendirinya dalam 1 ± 2 minggu tanpa diobati
TRAUMA TUMPUL KORNEA
 Trauma tumpul yg keras atau cepat yg
mengenai mata  edema korenea  ruptur
membran Descement
 Penglihatan kabur
 Terlihat pelangi sekitar bola lampu atau
sumber cahaya yang dilihat (halo)
 Kornea terlihat keruh  ujia plasido positif
 Edema kornea berat  masuknya sebukan sel
radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan
stroma kornea
 Larutan hipertonik NaCl 5% atau larutan
garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan
larutan albumin
 Jika ada tekana bola mata  asetazolamida
 Pengobatan untuk mengurangi rasa sakit dan
memperbaiki tajam peblihatan dengan soft lens
dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea
terjadi pengurangan edema kornea
 Kerusakan m.descement yg lama  keratopati
bulosa  sakit dan menurunkan tajam
penglihatan akibat astigmatisme iregular
Keadaan terkupasnya epitel kornea yg
dapat diakibatkan oleh gesekan keras
pada epitel kornea
• Pasien merasa sakit sekali akibat erosi merusak
kornea
• Mata berair
• Blefarospasme
• Lakrimasi
• Fotofobia
• Penglihatan terganggu oleh media yg keruh
• Terlihat suatu defek epitel kornea  pewarnaan
fluoresein  warna hijau
• Anestesi topikal  memriksa tajam penglihatan
dan menghilangkan rasa sakit yg sangat
• Epitel yg terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas
atau dikupas
• Cegah infeksi bakteri  beri antibiotik spektrum
luas ( neosprin, kloramfenikol, sulfasetamid tetes
mata)
• Jika spasme siliar  siklopegik short acting
(tropikamida)
 Terjadi akibat cedera yg merusak membran
basal atau tukak metaherpetik
 Eptel yg menutupi kornea akan mudah lepas
kembali di waktu bangun pagi
 Epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel
kornea  erosi kornea berulang
 Membran basal yg rusak akan normal kembali
setelah 6 minggu
• Tujuan  melumas permukaan kornea 
regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk
membentuk membran basal kornea
• Siklopegik  menghilangkan rasa sakit,
mengurangi gejala radang uvea yg mungkin
timbul
• Sot lens  mempertahankan epitel berada di
tempat dan tidak dipengarruhi kedipan
kelopak mata
 Darah di dalam bilik mata depan
 Trauma tumpul yg merobek
pembuluh darah iris atau badan
siliar
Tanda dan Gejala
• Sakit
• Epifora
• Blefarospasme
• Penglihatan turun
 Inspeksi: bila pasien duduk, darah akan
terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata
depan
 Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi
beberapa grade (Sheppard)
 Grade pada hifema ini ditentukan oleh banyaknya
perdarahan dalam bilik mata depan bola mata, yaitu:
 Tingkat 1: kurang dari ¼ volume bilik mata depan
yang terlihat.
 Tingkat 2: ¼ sampai ½ dari volume bilik mata depan
yang terlihat
 Tingkat 3: ½ sampai ¾ dari volume bilik mata depan
yang terlihat
 Tingkat 4: pengisian sempurna dari bilik mata depan
yang terlihat. (“Eight ball” hifema)
Konservatif
- Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang
dengan posisi kepala diangkat (diberi alas
bantal) dengan elevasi kepala 30º (posisi semi
fowler)  mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris
- Koagulasi

- Mata ditutup
 Bedah
Parasentesis
mengeluarkan darah dari COA dg cara membuat insisi
kornea 2mm dr limbus ke arah kornea, sejajar
permukaan iris.
- bila darah tidak keluar seluruhnya  dibilas garam
fisiologik
- luka bekas insisi tidak perlu dijahit
 Glaukoma sekunder
 Imbibisi kornea
 Siderosis bulbi  ftisis bulbi dan kebutaan
• Terjadi setelah adanya trauma tumpul lensa 
Putusnya zonula zinn yg mengakibatkan kedudukan
lensa terganggu
• Dapat parsial/total
• Dislokasi parsial: biasanya tidak menimbulkan
gejala
• Lensa mengambang di vitreus: pasien mangalami
kabur penglihatan, matanya biasanya merah

36
1. Subluksasi lensa (partial) : ptsnya sebagian
zonula Zinn sehinnga lensa berpindah tempat,
spontan  pasien menderita kelainan pada
zonula Zinn yg rapuh (sindrom Marphan).
2. Luksasi lensa (total) : seluruh zonula Zinn di
sekitar ekuator putus akibat trauma  lensa
dpt msk ke dlm bilik mata depan.
• Terdapat gambaran : iriodonesis (getaran iris jika pasien
menggerakkan mata)
• Komplikasi :
• Glaukoma sekunder  penutupan sudut bilik mata oleh
lensa yg mencembung.
• Uveitis
• Jika tdk terjadi penyulit  tdk dilakukan pengeluaran
lensa & diberi kacamata koreksi yg sesuai.
 Luksasi Lensa Anterior :
 Gejala : penglihatan ↓ mendadak, mata merah
dengan blefarospasme, muntah, injeksi siliar, edema
kornea, lensa di dalam bilik mata depan, iris
terdorong ke blkg dgn pupil yg lebar, TIO ↑
 Tatalaksana : dikeluarkan lensanya & diberikan
asetazolamid (u/ me↓ TIO)

 Luksasi Posterior :
 Gejala : adanya skotoma, afakia.
 Penyulit : glaukoma fakolitik/uveitis fakotoksik.
 Tatalaksana : jika terjadi penyulit  ekstraksi lensa.
 Cedera pada mata dapat akibat trauma
perforasi maupun tumpul terlihat sesudah
beberapa hari atau tahun.
 Trauma tumpul : katarak sub kapsular anterior/
posteriot.
 Kontusio lensa : katarak seperti bintang / katarak
tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.
 Trauma tembus : timbul katarak lebih cepat,
perforasi kecil akan menutup dg cepat akibat
proliferasi epitel shg bentuk kekeruhan terbatas
kecil.
 Trauma tembus besar pd lensa : timbul katarak
cepat + masa lensa di dalam bilik mata depan
 Masa lensa bercampur dengan makrofag dgn
cepatnya (endoftalmitis fakoanafilaktik)
 Lensa dengan kapsul anterior saja yg pecah
akan mjerat korteks lensa  cincin Soemering
/ mutiara Elsching (bila epitel lensa
berproliferasi aktif)
 Pengobatan katarak traumatik tergantung pada
saat terjadinya.
- anak : pertimbangkan akan kemungkinan
terjadinya ambliopiapasang
lensa intraokular primer/sekunder.
Jika ada penyulit (glaukoma,uveitis,dll) sgr
ekstraksi lensa. >> orang tua
EDEMA RETINA DAN
ABLASI RETINA
KOROID
• Ps. B’bakat tjd ablasi :
 Trauma tumpul pd retina – Retina tipis
--> edema retina, p’lihatan – Miopia
– Proses deg.
↓ • Keluhan :
 Edema retina akan – Adanya selaput sprt tabir
mengganggu lapang pandangnya
memberikan wrn retina yg – Bl terkena makula atau tertutup
lbh abu2 -- akb sukarnya daerah makula -- > visus ↓
melihat jar koroid mll • Px funduskopi :
– Retina wrn abu-abu
retina yg sembab – p.d t’lihat terangkat n berkelok-
 Umumnya p’lihatan akan kelok atau kdng2 terlihat
terputus2
N kembali stlh bbrp wkt, • Th/ : pembedahan
akan tetapi p’lihatan b(-)
akb tetimbunnya daerah
makula oleh sel pigmen
 Trauma Mengakibatkan kelainan jaringan dan
susunan jaringan di dalam mata yang dapat
mengganggu pengaliran cairan mata
sehinggan menimbulkan glaukoma sekunder.
Glaukoma kontusio sudut
 Trauma  Tergesernya pangkal iris ke
belakang  Robekan dan gangguan fungsi
trabekulum  hambatan pengeluaran cairan
mata.
 Pengobatan  sama dengan glaukoma sudut
terbuka. Tidak terkontrol  pembedahan
Glaukoma dengan dislokasi lensa
 Trauma Tumpul  zonula zinn putus 
kedudukan lensa tidak normal  iris
terdorong ke depan  penutupan sudut bilik
mata  menghambat pengaliran keluar cairan
mata.
 Pengobatan  Mengangkat penyebab (lensa)
 TIO ↑ biasanya oleh karena tersumbatnya jalinan
trabekula oleh :
 Darah (hifema) setelah trauma tumpul
 Sel-sel radang pada uveitis
 Pigmen dari iris pada sindroma dispersi pigmen
 Deposisi bahan yang dihasilkan oleh epitel lensa, iris,
dan badan siliar pada glaukoma pseudoeksfoliatif
 Obat-obatan yang ↑ resistensi jaringan (glaukoma
terinduksi steroid)

 Trauma tumpul  merusak sudut (resesi sudut)


 Penutupan sudut :
 Pembuluh darah iris abN  mengobstruksi sudut
dan menyebabkan iris melekat pada kornea perifer
 menutup sudut (rubeosis iridis)
 dapat terjadi bersama retinopati diabetik
proliferatif atau oklusi v. retina sentralis
 Melanoma koroid yang besar  mendorong iris ke
depan mendekati perifer kornea  serangan
glaukoma akut
 Katarak dapat membengkak dan mendorong iris ke
depan  menutup sudut drainase
 Uveitis dapat menyebabkan iris menempel pada
jaringan trabekula
 1. Peredaran dan regulasi darah yang kurang akan
menambah kerusakan
2. Tekanan darah rendah atau tinggi
3. Fenomena autoimun
4. Degenerasi primer sel ganglion
5. Usia di atas 45 tahun
6. Riwayat glaukoma pada keluarga
7. Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut
terbuka
8. Hipermetropia berbakat untuk menjadi glaukoma
sudut tertutup
9. Paska bedah dengan hifema atau infeksi
( Ilyas,2004 ).
 Jenis glaucoma sekunder berdasarkan sudutnya
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Glaucoma sekunder sudut terbuka
• Uveitis
• Katarak hipermature
• Hifema
• Kerusakan akibat iridokorneal akibat trauma tumpul
• Pemakaian steroid jangka panjang
2. Glaucoma sekunder sudut terbuka
• Tumor yanh berasal dari uvea/ retina yang
mendesak iris kedepan
• Neovascularisasi , missal pada retinopaty diabeticum
Glaukoma Sekunder akibat Trauma Mata
Trauma tumpul atau tembus dapat
menimbulkan robekan iris atau corpus siliar
dan terjadilah perdarahan pada KOA, TIO
meninggi dengan cepat, dan hasil-hasil
pemecahan darah atau bekuan menempati
saluran-saluran aliran cairan. Komplikasi yang
timbul kalau TIO tidak diturunkan adalah
imbibisi kornea (Suhardjo, 2007).
 A.Anamnesa dapat ditemukan :
-gejala-gejala klinik berupa nyeri bola mata, injeksi
konjungtiva, halo, dan penglihatan seperti terowongan
(tunnel vision).
- Penyakit sistemik yang mungkin mempengaruhi
penglihatan
. - riwayat ophtalmologi, baik yang sekarang ataupun
yang lampau, derajat social, riwayat penggunaan
tembakau dan alcohol, dan riwayat penyakit dalam
keluarga (Hamurwono, 1996).
 B . Pemeriksaan tekanan bola mata
 C. Pemeriksaan lapangan pandang
 D Ophtalmoskopi.
untuk menilai kerusakan saraf optic Adanya depresi
n.opticus di belakang mata akibat penekanan tekanaan
intraokular. Terjadi pelebaran n.opticus yang disebut
dengan cuppin. Hal ini berarti kondisi sudah dalam
tahap lanjut
 e. Gonioskop
untuk menentukan jenis glaucoma Pemeriksaan
gonioskopi dilakukan untuk mengetahui jenis
glaucoma terbuka atau tertuup.
 Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan
menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan
aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping
yang minimal
 •Β blockers (misalnya timolol, levabunolol, carteolol,
betaxolol, dan metipranolol). Mekanismenya yaitu
menurunkan TIO
 Sympathomimetic agents
 Adrenaline topikal, • Parasympathomimetic agents
(misalnya, pilocarpine).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan jalan memperkecil diameter pupil sehingga
meningkatkan drainase/aliran humor aquos ke
trabecular meshwork ( Ilyas,2004 ).
• Carbonic anyidrase inhibitors (misalnya,
dorzolamide, brinzolamide, azetozolamide).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan jalan menurunkan produksi humor aquos (
Ilyas,2004 )

 Pada kasus sulit :


 Diperlukan ablasi prosesus siliaris selektif untuk ↓
produksi aqueous
 Dilakukan dengan : laser atau krioprobing sklera di
atas prosesus
 Tanpa pengobatan, glaukoma dapat
mengakibatkan kebutaan total. Apabila proses
penyakit terdeteksi dini sebagian besar
penyakit glaukoma dapat ditangani dengan
baik (Wijana, 1993).
 A. Sinelia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan
menghambat aliran mata keluar (Wijana, 1993).
B. Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa
terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong
iris lebih jauh kedepan yang akan menambah
hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah
derajat hambatan sudut (Wijana, 1993).
C. Atrofi retina dan saraf optik
Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan
intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung
glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama
pada lapisan sel-sel ganglion(Wijana, 1993) .
 Definisi
 Keluhan ketidaknyamanan atau pandangan buram
dgn riwayat trauma logam, ledakan.
• Bs merusak kornea, lensa, iris, ataupun sklera
• Gejala :
– Gg. Visus
• Pemeriksaan :
– Jika msh jernih :
• Midriatika  funduskopi sebelum lensa mengeruh
– Radiologik : lihat bentuk & ukuran benda asing
• Cincin Fileringa / lensa kontak Comberg  terlihat benda
bergerak mengikuti gerak mata
– PP: Metal Locator  menentukan letak benda asing
• Pemeriksaan lup / slip lamp
– Untuk melokalisasi tempat masukny benda asing

• Fusduskopi langsung & tak langsung


– Untuk melihat benda asing

• Xray, Usg, & CT-scan multiplanar


– Untuk melihat benda asing radioopak

• MRI  Kontraindikasi absolut


• Prinsip
– Benda asing secepatnya diangkat jika telah mengetahui
posisinya

• Berdasarkan jenis benda asing


– Besi / tembaga  degenerasi toksik jar lunak mata 
disorganisasi jar lunak mata  secepatnya di angkat
• Besi (siderosis)
• Tembaga (chalosis)
– Jika partikelnya kaca / porcelain dpt ditoleransi dan biasanya
dibiarkan
– Jika zat asing organik  peradangan mata & abses  harus di
buang benda asingnya
– dapat dikeluarkan dengan magnet raksasa
• Berdasarkan lokasi
– Didepan zonula zinn  limbal insisi dari COA
– Dibelakang lensa & didepan equator  melalui pars
plana yg terdekat untuk meminimalisir kerusakan
retina
– Dibelakang equator  melalui vitrektomi pars plana
& intraokular forceps
• Jika retina cedera  diatermi/ fotokoagulasi/
koagulasi endolaser  mencegah retinal
detachment
• Bila mengandung besi / tembaga  degenerasi toksik
jar lunak mata  disorganisasi jar lunak mata
• Besi (siderosis)
• Tembaga (chalcosis)
– Endoftalmitis
– Panoftalmitis
– Ablasi retina
– Perdarahan intraokuler
– Ptisis bulbi
 Pada kelopak mata
 Antibiotik topikal & sterilisasi

 Pada kornea
 Waktu
 (Segera) Pembengkakan klopak mata  penekanan
kornea
 (2-3hr) Ektropion & retraksi klopak mata krn edem
 Radiasi ultraviolet  keratitis superfisial yg nyeri pd
6-12 jm stlh paparan (snow blindness)
 Radiasi dari gerhana matahari tnp filter yg
adekuat  luka bakar pd makula  buta
 Radiasi X-Ray  katarak
 Kelopak mengalami trauma  edema dan
ekimosis atau bercak perdarahan kulit 
warna kemerahan pada kulit
 Ekimosis kelopak akan berubah perlahan-lahan
dari coklat-hijau dan kuning
 Darah diserab  jaringan fibrosis  jaringan
parut  kelumpuhan otot penggerak mata 
ptosis
 Ekimosis dan edema kelopak akibat trauma
tumpul akan berkurang dan menghilang
dengan sendirinya
 Kompres dingin pda 48 jam pertama 
mengurangi gejala, teruskan dengan kompres
hangat
 Laserasi kelopak dan kanalikuli bila terjadi
perlu segera diperbaiki
 Trauma tajam atau tumpul yang keras dapat merusak
kelopak secara luas sehingga terjadi kelainan berupa
laserasi kelopak.
 Laserasi dapat disertai dengan kerusakan kanalikuli
lakrimal yang merupakan saluran ekskresi sistem
lakrimal mata.
 Adalah penting diperhatikan bahaya dari
hilangnya bagian kelopak yang dapat
mengakibatkan hilangnya lindungan bola mata
terhadap dunia luar.
 Pada keadaan ini diperlukan penutupan segera
bola mata yang tidak terlindung oleh kelopak.
Sinar inframerah
Sinar ultraviolet
Sinar X dan sinar terionisasi
• Terjadi saat menatap gerhana matahari dan
pada saat bekerja dipemanggangan
• Kerusakan terjadi akibat konsentrasinya sinar
merah terlihat
• Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis
superfisial, katarak kortikal anterior-posterior
dan koagulasi pada koroid
• Dapat terjadi skotoma menetap ataupun
sementara
 Tempat pemanggangan kaca  kaca mencair
 mengelurkan sinar infra merah orang
berdiri jarak 1 kaki selama 1 menit didepan
kaca yg mencair dan pupilnya midriasis 
suhu lensa naik 9°C dan iris mengabsorbsi
sinar infra merah akan panas  katarak dan
eksfoliasi kapsul lensa
 Tidak ada pengobatan kecuali mencegah
terkenanya mata oleh sinar infra merah ini
 Steroid lokal dan sistemik  cegah
terbentuknya jaringgan parut pada makula
atau untuk mengurangi gejala radang yang
timbul
• Sinar uv banyak terdapat saat bekerja las dan
mentap sinar matahari atau pantulan sinar
matahari di atas salju
• Sinar uv akan segera merusak epitel kornea
• Kerusakan terbatas pada kornea sehingga
kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata
terlihat
• Kerusakan segera baik kembali dan tidak akan
memberikan gangguan tajam penglihatan yg
menetap
 Keluhan 4-10 jam setelah trauma
 Mata terasa sangat sakit, seperti kelilipan atau
kemasukan pasir
 Fotofobia, blefarospasme, konjungtiva kemotik
 Kornea infiltrat di permukaan, keruh
 Uji fluoresensi positif
 Pupil terlihat miosis, tajam penglihatan
terganggu
 Dapat sembuh tanpa cacat
 Bila radiasi berjalan lama  kerusakan
permanen dan kekeruhan pada kornea
 Pengobatan : siklopegia, antibiotik lokal,
analgetik, dan mata ditutup selama 2-3 hari
 Biasanya sembuh setelah 48 jam
 Dibedakan dalam bentuk :
 Sinar alfa yg dapat diabaikan
 Sinar beta yg dapat menembus 1 cm jaringan
 Sinar gama
 Sinar X
• Sinar ionisasi dan sinar X  katarak dan rusaknya
retina
• Dosis kataraktogenik bercariasi dengan energi dan
tipe sinar, lendsa yg lebih muda dan lebih peka
• Akibat sinar pada lensa  pemecahan diri sel
epitel secara tidak normal
• Sinar X merusak retina  gambaran seperti yg
diakibatkan DM  dilatasi kapiler, perdarahan,
mikroaneuris mata, dan eksudat
 Luka bakar sinar X  merusak kornea 
kerusakan permanen yg sukar diobati (terlihat
sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan)
 Pada keadaan berat  parut konjungtiva sel
goblet  Ganggu fungsi air mata
 Antibiotik topikal dengan steroid 3x sehari dan
siklopegik 1x sehari
 Jika terjadi simblefaron pada konjungtiva 
pembedahan
• Cause
(1) overpressure
(2) thermal or caustic burns
(3) blunt or penetrating injuries
(4) barotrauma
 Overpressure
 Mild(slap)  mild hearing loss, aural fullness, and
mild tinnitus
 Blast  temporal bone fracture,ossicular
discontinuity, or high-frequency sensorineural
hearing loss
 Clinic presentations
 Otalgia
 Bleeding
 Fullness
 Hearing loss: conductive HL or
mixed HL
 Tinnitus
 Shape of perforation is split
• Penetrating trauma
– perforation of the tympanic membrane  ossicular
disruption, facial nerve, and other middle ear
injuries
– Sign & symptom
• blood in the middle ear or ear canal
• the presence of vertigo or dizziness
• conductive loss greater than 25 dB
• sensorineural hearing loss
• a facial paralysis
• Managing Penetrating trauma
– ear canal should be suctioned and cleaned
undermicroscopic vision
– tympanic membrane and middle ear should be
carefully inspected
– complete neurotologic examination, facial nerve
evaluation
– examination for nystagmus, gait stability, fistula test,
Romberg’s test, and Dix-Hallpike test
– CT / MRI the temporal bone
 Tympanic perforation
 Central perforation
 Marginal perforation
 Blood crust
 If skull base fracture is occurred with CSF
leakage, clear fluid is observed.
 Exclude between trauma to ossicular chain or
to inner ear.
 The audiometry can provide useful informations.
 Conductive hearing loss suspicion for ossicular
discontinuity
 Sensorineural HL inner ear injury
• Larger perforation  self healing chance

• Perforation + infection  spontaneous healing


chance

• Best outcome in hearing  spontaneous healing


• 80% spontaneous healing chance  depends on
cause, complication, size of perforation
 Merupakan jenis dari Fraktur Basis Cranii
(75%)

 FR & etiologi:
 FR: Pria,usia muda
 Etiologi sering: kecelakaan motor / sepeda, terjatuh,
kejang
 trauma tumpul ke lateral tengkorak  (sering)
fraktur longitudinal (80%)
 Mengikuti axis CAE ke celah telinga tengah 
berjalan ke anterior bersama2 dg ganglion
geniculatus, tuba eustachius berakhir / mengarah
ke foramen lacerum
 Disini otik kapsul tidak terkena
 Trauma ke occipital  terdorong ke arah f.
magnum  fraktur temporal transversal (20%)
 Fraktur menyeberang langsung ke arah petrous 
fraktur kapsul otik
 Tanda & Gejala:
 Hearing loss, mual-muntah, vertigo
 Battle sign (ekimosis postaurikuler)
 Racoon sign (periorbital ecchimosis)  fraktur melibatkan fossa cranial
anterior / medial
 Pemeriksaan:
 Laserasi CAE, bony debris di canal, hemotympanum
 CSF otorrhea / rhinorrhea, paralisis n.7  kadang2
 Pem. Penunjang lain:
 CT scan kepala u/ cek perdarahan intrakranial (bth op segera)
 hRCTscan os temporal hanya u/ kasus yg kemungkinan komplikasi (fraktur
otik kapsul, cedera n.7, kebocoran CSF)
 Ps dg hemotimpanum, tanpa nistagmus & CSF, weber lateralisasi ke telinga
sakit, n.7 normal  (-) perlu CT temporal
 Audiometri
 Harus dilakukan, namun tak perlu segera kecuali:
(+) tanda & gejala disfungsi telinga dalam
 Apabila pem: gg konduktif, (-) ada fraktur kapsul
otik  audiometri dapat dilakukan bbrp mgg
setelahnya  memberi waktu hemotimpanum
sembuh
 Facial nerve testing
 Gg pendengaran konduktif
 (sering) ok hemotimpanum. Kadang² ok perforasi
m.timpani, diskontinuitas osikula ( dislokasi
incudostapedial)
 Gg pendengaran sensorineural
 Fraktur transversal dg keterlibatan fraktur otic capsule, bs
juga tanpa fraktur otic (ok conccusion labirin)
 Concussion labirin  gg membran koklear / sel rambut ok
tekanan  gg pendengaran frekuensi tinggi
 Cedera n. VII
 Fraktur longitudinal (20%), fraktur transversal (50%)
 Ada onset akut / delayed. Sering (-) disadari ok ps sering
ditemukan dalam keadaan koma
• Tuli konduktif 
– Hemotimpanum biasanya sembuh spontan 3-4mgg
tanpa sekuela
– Perforasi m.timpani sembuh spontan dalam 3 bln
(94%)  jika tidak: myringoplasty
• Paralisis n.VII
– Tipe delayed  konservatif, sembuh spontan (94-
100%). Namun ps dg (+) degenerasi neural > 90% 
prog. Buruk
• Bbrp rekomendasi obs, bbrp rekomen explorasi &
dekompresi
– Tipe immediate  op
 Sesuai dengan keluhan pasien, kemungkinan
dia mengalami trauma di telinga tengah kanan
dan mata kanan akibat benda asing
 Sebaiknya dy memakai alat pelindung saat dia
berkerja
 Sebagai dokter umum melaksanakan
pertolongan pertama pada pasien
 Rujuk ke dokter mata dan THT-KL
 Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga.
Jakarta : FKUI, 2007
 Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan and
Asbury General Ophtalmology. 17th ed. USA :
Mc Graw Hill, 2008.
 Effiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
Keenam.Jakarta: FK UI,2007
 Ballengers.Disease of Ear Nose and Throat.BC
Decker Inc.

Anda mungkin juga menyukai