Anda di halaman 1dari 38

HEMOFILIA DAN TEKNOLOGI

REKOMBINAIN FAKTOR VII SEBAGAI


ANTIHEMOFILIA
Definisi

 Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-


linked resesif.
 Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, di mana terjadi
defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B).
 Pada keadaan normal bila seseorang mengalami suatu trauma atau luka pada
pembuluh darah besar atau pembuluh darah halus/kapiler yang ada pada jaringan
lunak maka sistem pembekuan darah/koagulation cascade akan berkerja dengan
mengaktifkan seluruh faktor koagulasi
Penyebab Hemofilia

 Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada


salah satu gen yang bertanggung jawab
terhadap produksi faktor pembekuan darah VIII
atau XI.
 Gen tersebut berlokasi di kromosom X. Laki-laki
yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-
nya akan menderita hemofilia.
 Sedangkan wanita yang memiliki kelainan
genetika pada salah satu kromosom X, hanya
akan menjadi carrier hemofilia yang dapat
diturunkan.
 Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi
herediter yang diturunkan secara X-
linked resesif. Gangguan ini terjadi karena
defisiensi faktor pembekuan VIII pada hemofilia
A.
Rekombinan Faktor VIII

 Teknologi DNA rekombinan digunakan untuk


menghasilkan pemodelan mRNA yang sempurna
untuk produksi obat Factor VIII yang diisolasi
dengan metode berikut :

cDNA diproduksi secara komplementer


dengan mRNA yang matang untuk Factor
VIII,

kemudian cDNA tersebut dimasukkan ke


dalam sel mamalia atau sel ginjal
hamster.

Setelah itu sel tersebut dikulturisasi pada


media kultur yang sesuai sehingga dapat
menghasilkan Factor VIII.

Rekombinan Factor VIII lalu diisolasi dari


media dan dipurifikasi
FARMAKOGENETIK DALAM BIDANG
BIOTEKNOLOGI
Definisi

Farmakogenetik adalah salah


satu cabang ilmu farmakologi
yang mempelajari tentang Perbedaan respon tersebut
adanya perbedaan respon obat dikaitkan dengan perbedaan
yang diberikan kepada individu susunan genetik antar individu.
yang berbeda untuk penyakit
yang sama.

Perbedaan susunan genetik yang


sedikit akan mempunyai dampak
yang besar, baik dari segi
morfologi maupun fisiologi suatu
individu. termasuk responnya
terhadap obat

Noer, S. (2014). Farmakogenetik : Paradigma Baru Dalam Terapi.


Farmasains, II(3), 150-153.
Radji, M. (2005). Pendekatan Farmakogenomik dalam Pengembangan Obat Baru. Majalah Ilmu
Kefarmasian, II(1), 1-11
Heterogenisitas Genom Manusia

 DNA atau genom merupakan materi genetik yang amat penting dalam sistem biologis
termasuk pada manusia.

 Informasi genetik yang disandi oleh DNA ini diturunkan dari setiap generasi ke
generasi berikutnya mengalami proses mutasi dan seleksi

 Laporan The International Human Genome Sequencing Consortium memperkirakan


bahwa dari 3 milyar pasang basa genom manusia, terdapat sekitar 30.000 – 35.000
gen fungsional yang mengkode/menandai sintesis berbagai jenis protein. Tingginya
frekuensi mutasi dan seleksi dari genom tersebut menyebabkan meningkatnya variasi
genetik pada populasi manusia

Radji, M. (2005). Pendekatan Farmakogenomik dalam Pengembangan Obat Baru. Majalah Ilmu
Kefarmasian, II(1), 1-11
 Varian DNA pertama yang diidentifikasi adalah berdasarkan perbedaan panjang
fragmen DNA yang terpotong oleh enzim endonuklease restriksi disebut dengan
restriction fragment length polymorphisms (RFLPs) dan variable number of tandem
repeats (VNTRs). Perbedaan dalam varian DNA digunakan dalam penentuan sidik jari
DNA dalam bidang forensik.

 Varian DNA baru yang dipakai sebagai penanda (marker) adalah single nucleotide
polymorphisms (SNPs). SNP terjadi bila satu jenis nukleotida dalam posisi tertentu
tersubstitusi dengan jenis nukleotida lainnya pada individu lain. SNPs merupakan
penanda utama dalam variasi genom antar individu manusia

Radji, M. (2005). Pendekatan Farmakogenomik dalam Pengembangan Obat Baru. Majalah Ilmu
Kefarmasian, II(1), 1-11
Gen yang bertanggung jawab terhadap metabolisme obat adalah gen P450,
yang menyandi ekspresi dari enzim-enzim metabolisme obat yaitu CYP2C19,
CYPIA1, CYP206, CYP2C9, CYP2E1. Variasi struktur dan fungsi dari enzim-
enzim tersebut dapat menyebabkan meningkatnya efek samping dari
berbagai jenis obat termasuk antidepresan, amfetamin, dan beberapa obat
golongan beta-adreno receptor.

Polimorfisme pada enzim sering kali juga dapat meningkatkan efek toksik
dari obat dibandingkan dengan individu normal

Radji, M. (2005). Pendekatan Farmakogenomik dalam Pengembangan Obat Baru. Majalah Ilmu
Kefarmasian, II(1), 1-11
Contoh Dampak Heterogenisitas Genom Manusia

Derijks, H.J., Derijks, L.J.J., Wilting, I., Egberts, A.C.G. (2007). Introduction to pharmacogenetics. EJHP
Official Journal of the European Association of Hospital Pharmacists (EAHP), 13(6), 32-36.
 Penyakit-penyakit kelainan genetik telah diketahui antara lain disebabkan oleh
terjadinya mutasi DNA, dan polimorfisme.

 Farmakogenetik berfokus terutama pada pengkodean polimorfisme untuk (Derijks, et


al., 2007) :

Protein yang
Protein yang
mempengaruhi parameter Protein yang
mempengaruhi parameter
farmakokinetik mempengaruhi
farmakodinamik (reseptor
(metabolisme obat enzim patogenesis penyakit.
atau saluran ion)
atau protein transporter)

Derijks, H.J., Derijks, L.J.J., Wilting, I., Egberts, A.C.G. (2007). Introduction to pharmacogenetics. EJHP
Official Journal of the European Association of Hospital Pharmacists (EAHP), 13(6), 32-36.
Contoh Polimorfisme Genetik yang Mempengaruhi Respon Obat

Goodman, L. S., Brunton, L. L., Chabner, B., & Knollmann, B. C. (2011). Goodman & Gilman's
pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.
Contoh Kasus Perbedaan Genetik Terhadap Respon Obat

1. Banyak kasus dilaporkan mengenai perbedaan respon antar individu terhadap obat yang
diberikan. Contoh, dalam pengobatan isoniazid (obat anti tuberkulosis), terdapat perbedaan
respon dalam kecepatan proses asetilasi terhadap obat tersebut. Proses asetilasi terhadap
isoniazid ini digolongkan dalam asetilator cepat dan lambat. Pada beberapa pasien yang
termasuk dalam “asetilator lambat”, kadar isoniazid plasma yang tinggi dengan dosis
"normal" menyebabkan neuropati perifer dan toksisitas hati. Perbedaan kapasitas
metabolisme isoniazid antara asetilator normal dan asetilator lambat dikarenakan terdapat
perbedaan urutan dasar di dalam segmen encoding DNA untuk sintesis NAT-2. Bagi individu
yang mempunyai kelainan yang disebabkan oleh autosomal recessive allele, berupa variasi
polimorfik maka aktivitas enzim N-acetytransferase menjadi lambat. Aktivitas enzim N-
acetytransferase ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau ras.

Derijks, H.J., Derijks, L.J.J., Wilting, I., Egberts, A.C.G. (2007). Introduction to pharmacogenetics. EJHP
Official Journal of the European Association of Hospital Pharmacists (EAHP), 13(6), 32-36.
2. Respon penggunaan 5-fluorouracil (5-FU) sebagai kemoterapi untuk kanker kolon
ternyata sangat bervariasi. Target 5-FU adalah enzim timidilat sintase. Perbedaan respon
ini berkaitan erat dengan adanya polimorfisme gen yang bertanggung jawab terhadap
ekspresi enzim timidilat sintase (TS). Peran enzim ini dalam sintesis DNA yaitu merubah
deoksiuridilat menjadi deoksitimidilat. Diketahui bahwa sekuen promoter dari gen
timidilat sintase bervariasi pada setiap individu. Ekspresi mRNA TS yang rendah dapat
meningkatnya kemungkinan sembuh dari penderita kanker yang diobati dengan 5-FU.
Sedangkan penderita dengan ekspresi mRNA TS yang tinggi ternyata tidak
memperlihatkan respon pengobatan kemoterapi ini

Derijks, H.J., Derijks, L.J.J., Wilting, I., Egberts, A.C.G. (2007). Introduction to pharmacogenetics. EJHP
Official Journal of the European Association of Hospital Pharmacists (EAHP), 13(6), 32-36.
3. Perbedaan respon penggunan warfarin sebagai antikoagulan. Penggunan warfarin
yang tidak tepat dosis seringkali menyebabkan pendarahan serius. Perbedaan respon
terhadap warfarin yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 yaitu CYP2C9, dan
CYP3A5 sangat tergantung pada peran P-glikoprotein yang ekspresinya disandi oleh gen
adenosine triphosphate-binding cassete (ABCB1) atau juga disebut dengan multi drug
resistance gen 1 (MDR1). Variasi genetik dari gen ABCB1 menunjukkan bahwa pemilihan
dosis yang tepat untuk masing-masing varians genetik sangat penting untuk
mendapatkan respon obat yang diinginkan

Derijks, H.J., Derijks, L.J.J., Wilting, I., Egberts, A.C.G. (2007). Introduction to pharmacogenetics. EJHP
Official Journal of the European Association of Hospital Pharmacists (EAHP), 13(6), 32-36.
Peran Farmakogenetik

Contoh penyakit yang sedang diteliti dan dikembangkan untuk pengobatan secara
farmakogenetik adalah penyakit asma. Asma diketahui sebagai salah satu penyakit yang
mempunyai hubungan dengan susunan genetik suatu individu. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara SNPs dengan BDR (Bronchodilator respone)
pada pasien penyakit asma. Polimorfisme yang diduga kuat berhubungan dengan BDR
adalah SNPs pada gen reseptor β2-adrenergic (ADRB2) dan reseptor asam amino posisi 16
(Arg16/Gly16) serta 27 (Gln27/Glu27).

Mekanisme farmakogenetik dalam merespon suatu obat dapat diketahui dari serangkaian tes
terhadap enzim yang berperan dalam metabolisme obat atau disebut “drug metabolizing
enzymes” (DMEs).
Terkait polimorfisme genetik yang mempengaruhi hasil
dari terapi kanker.

Kanker merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi, amplifikasi, delesi maupun ekspresi abnormal gen-gen yang berperan
penting pada proses regulasi pertumbuhan sel.

Pemberian obat antikanker dengan dosis sama kepada pasien-pasien di suatu populasi memberikan hasil yang relatif bervariasi dan timbulnya
toksisitas dari yang ringan, berat, sampai yang mengancam jiwa

Faktor perbedaan genetik pada gen yang mengkode protein yang terkait dengan disposisi obat (seperti enzim pemetabolisme obat,
transporter) dan target obat juga memiliki pengaruh besar terhadap hasil terapi.

Tujuan utama studi farmakogenomik untuk mengembangkan personalized medicine, yaitu pemberian jenis obat dan penentuan dosis
didasarkan pada profil genetik pasien secara individual untuk memprediksi kerentanan individu terhadap kanker, progresivitas dan rekurensi
kanker, kemampuan pasien bertahan dari kanker (patient survival), serta untuk memprediksi respons dan adverse event
FARMAKOEKONOMI DALAM BIDANG
BIOTEKNOLOGI
Farmakoekonomi

Definisi
• Studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya dan hasil/konsekuensi dari suatu
pengobatan.
• ilmu Farmakoekonomi dapat membantu pemilihan obat yang rasional, yang memberikan
tingkat kemanfaatan paling tinggi.

Tujuan
• Untuk memberikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam
menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan
kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis.

Prinsip
• Suatu sumber daya yang terbatas dan tersedia harus digunakan untuk program yang memberi
keuntungan terbesar bagi masyarakat banyak.
Farmakoekonomi

Informasi farmakoekonomi saat


ini dianggap sama pentingnya Farmakoekonomi dapat
dengan informasi khasiat dan diaplikasikan baik dalam skala
keamanan obat dalam mikro maupun dalam skala
menentukan pilihan obat yang makro.
akan digunakan.
Metode Kajian Farmakoekonomi

Cost-minimization Cost-effectiveness
Analysis (Analisis Analysis (Analisis
Minimalisasi-biaya) Efektivitas Biaya)

Cost-utility Analysis Cost-benefit Analysis


(Analisis Utilitas-biaya) (Analisis Manfaat-biaya)
Metode Kajian Farmakoekonomi
Metode Cost-Minimization Analysis
(CMA)
• Metode ini membandingkan biaya total penggunaan
dua atau lebih obat yang khasiat dan efek samping
obatnya sama (ekuivalen).
• Karena obat-obat yang dibandingkan memberikan
hasil yang sama, maka CMA memfokuskan pada
penentuan obat mana yang biaya per-harinya
paling rendah.
• Metode kajian farmakoekonomi paling sederhana.
Metode Kajian Farmakoekonomi
Metode Cost-Effectiveness Analysis
(CEA)
• Metode ini cocok jika terapi yang dibandingkan
memiliki hasil terapi (outcome) yang berbeda.
• Metode ini digunakan untuk membandingkan obat-
obat yang pengukuran hasil terapinya dapat
dibandingkan. Sebagai contoh, membandingkan
dua obat yang digunakan untuk indikasi yang sama
tetapi biaya dan efektifitasnya berbeda.
Con’t
Metode Cost-Effectiveness Analysis
(CEA)
• CEA mengubah biaya dan efektifitas ke dalam bentuk ratio.
Ratio ini meliputi cost per cure (contoh: antibiotika) atau
cost per year of life gained (contoh: obat yang digunakan
pada serangan jantung).
• Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya
digunakan pengukuran incremental cost-effectiveness yang
menunjukkan biaya tambahan (misalkan, per cure atau per
life saved) akibat digunakannya suatu obat ketimbang
digunakannya obat lain. Jika biaya tambahan ini rendah,
berarti obat tersebut baik untuk dipilih, sebaliknya jika biaya
tambahannya sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik
untuk dipilih.
Metode Kajian Farmakoekonomi
Metode Cost-Utility Analysis (CUA)

• Metode ini dianggap sebagai subkelompok CEA karena


CUA juga menggunakan ratio cost-effectiveness, tetapi
menyesuaikannya dengan skor kualitas hidup.
• Biasanya diperlukan wawancara dan meminta pasien
untuk memberi skor tentang kualitas hidup mereka.
• Hal ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang
sudah dibakukan, sebagai contoh digunakan skala
penilaian (0= kematian; 10= kesehatan sempurna).
Quality-adjusted life years (QALYs) merupakan
pengukuran yang paling banyak digunakan.
Metode Kajian Farmakoekonomi
Metode Cost-Benefit Analysis (CBA)

• Metode ini mengukur dan membandingkan biaya


penyelenggaraan dua program kesehatan dimana
outcome dari kedua program tersebut berbeda
(contoh: cost-benefit dari program penggunaan vaksin
dibandingkan dengan program penggunaan obat
antihiperlipidemia).
• Pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung
jumlah episode penyakit yang dapat dicegah,
kemudian dibandingkan dengan biaya jika program
kesehatan dilakukan. Makin tinggi ratio benefit:cost,
maka program semakin menguntungkan.
Con’t
Metode Cost-Benefit Analysis (CBA)

• Metode ini juga digunakan untuk meneliti


pengobatan tunggal. Jika rationya lebih dari 1,
maka pengobatan dianggap bermanfaat karena
berarti manfaatnya lebih besar dari biayanya.
• CBA merupakan analisis yang paling komprehensif
dan sulit untuk dilakukan.
• CBA menggunakan nilai uang dalam mengukur
benefit, sehingga dapat menimbulkan perdebatan
BIOTEKNOLOGI DAN
FARMAKOEKONOMI??
3 isu utama dalam perkembangan industri bioteknologi :

 Produk bioteknologi lebih mahal dari produk tradisional


 Banyak produk bioteknologi memiliki target pasien dengan populasi kecil, yaitu pasien
dengan kondisi yang spesifik
 Efek fisiologis dan patofisiologis dari produk bioteknologi belum dimengerti
sepenuhnya sehingga memerlukan penambahan produk untuk mengurangi resiko
pasien
Produk bioteknologi lebih mahal dari produk tradisional

Dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk produk bioteknologi lebih tinggi dari produk
tradisional, industri bioteknologi diharuskan untuk meyakinkan bahwa hal tersebut
sepadan dengan efek penyembuhan yang akan diterima. Sehingga evaluasi ekonomi
semakin dibutuhkan, terutama oleh pembeli pihak ketiga (baik pemerintah maupun
swasta)
Banyak produk bioteknologi memiliki target pasien dengan
populasi kecil, yaitu pasien dengan kondisi yang spesifik

 Seiring dengan waktu, bidang kesehatan semakin dituntut untuk melakukan berbagai
perkembangan sehingga semakin banyak penyakit yang disembuhkan. Termasuk
kepada pengobatan berdasar pada bioteknologi. Maka, perkembangan ke arah
pelayanan terkendali atau managed care semakin diperlukan
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses ini :
 tersedianya pengobatan yang maksimal dengan biaya yang minimal
 mengurangi peralatan yang tidak dibutuhkan
 memperluas ke arah upaya preventif
 mempertahankan dan meningkatkan kualitas pengobatan
Sehingga hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
 lingkungan ekonomi secara menyeluruh
 faktor sosioekonomi
 peran pemerintah
 struktur pelayanan kesehatan
 ekspektasi konsumen
Komponen utama

Adapun komponen utama dalam evaluasi ekonomi


 direct medical cost; merupakan sumber daya yabg diguakan langsung oleh penyedia
jasa kesehatan
contoh : obat, tes laboratorium, alat diagnosa
 direct non medical cost ; merupakan baiya yang dipakai untuk hal - hal diluar sektor
pelayanan kesehatan
contoh : perjalanan ke rumah sakit dan servis rawat jalan
 indirect cost; merupakan biaya keseluruhan yang dikeluarkan akibat penyakit pasien
contoh: pengeluaran akibat disabilitas parsial atau permanen
Metode evaluasi

Terdapat berbagai jenis metode evaluas ekonomi yang dapat digunakan, namun untuk
sektor kesehatan, terdapat 3 metode utama, yaitu:
 Cost Benefit Analysis (CBA)
CBA membantu mengukur seluruh biaya dan manfaat dalam satuan tertentu.
 Cost effectiveness analysis (CEA)
CEA membantu mengukur perubahan biaya dari setiap alternatif pengobatan yang
sesuai
 Cost utility analysis (CUA)
CUA akan membandingkan biaya terapi dengan angka kualitas hidup atau Quality
adjusted life years (QALY)
Farmakoekonomi dan Farmakogenetik

Farmakoekonomi dan farmakogenetik memiliki keterkaitan. Farmakogenetik


merupakan alat diagnosa terbaru yang membantu menurunkan biaya pelayanan
kesehatan dan meningkatkan efektifitas dan keamanan obat. Uji farmakogenetik yang
baik akan memungkinkan pemilihan obat dengan hemat, peningkatan efektivitas terapi
awal yang diresepkan, pengurangan jumlah kunjungan dokter, eliminasi biaya resep,
ketidakefektifan produk farmasi dan keuntungan secara farmakoekonomi lainnya
Referensi
 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2012.
Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
 Trisna, Y. (2016). IAI - Pharma Update. Ikatanapotekerindonesia.net.
Retrieved 19 February 2018, from
https://www.ikatanapotekerindonesia.net/news/pharma-update/aplikasi-
farmakoekonomi
 Szucs, T. and Schneeweiss, S. (2003). Pharmacoeconomics and its role
in the growth of the biotechnology industry. Journal of Commercial
Biotechnology, 10(2)

Anda mungkin juga menyukai