Anda di halaman 1dari 11

Pemerintah Republik Indonesia

menargetkan bisa memberikan status


kewarganegaraan Indonesia kepada
sekitar satu juta warga Tionghoa.
Pemberian status kewarganegaraan
ini merupakan upaya pemerintah
memecahkan masalah warga pemukim
keturunan asing, terutama Tionghoa, seusai
amanat Undang-Undang (UU) Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Administrasi
Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Syamsuadin Manan Sinaga,
Jumat (22/2), status kewarganegaraan Arab,
India, dan keturunan lainnya di Indonesia
selama belasan tahun menjadi sesuatu yang
sangat mewah.
Berbagai undang-undang di bidang
kewarganegaraan dan peraturan pemerintah
serta keputusan presiden belum bisa secara
tuntas menyelesaikan masalah status
kewarganegaraan keturunan asing di
Indonesia sampai lahirnya UU No. 12/2006
Syamsudin Manan Sinaga mengakui,
masalah warga pemukim keturunan asing
terkadang tampak hanya sebagai masalah
warga Tionghoa saja.
“ Sesuatu yang lumrah karena hampir 90
persen warga keturunan yang memiliki
masalah ini kebetulan berasal dari warga
keturunan Tionghoa,”ujar Syamsudin saat
acara penyerahan surat keputusan Menteri
Hukum dan HAM terkait status
kewarganegaraan Indonesia kepada 369
warga keturunan Tionghoa di Medan,
Sumatera Utara.
Pemberian status kewarganegaraan
Indonesia kepada warga Tionghoa ini, lanjut
Syamsudin, hendaknya ditindaklanjuti oleh
pemerintah daerah setempat.
Menurut Ketua Badan Komunikasi
Penghayatan Kesatuan Bangsa (Bakom PKB)
Medan, Sudarto, yang mewakili 369 warga
Tionghoa di Medan penerima surat keputusan
status kewarganegaraan Indonesia, selama ini
warga keturunan Tionghoa yang tidak
memiliki status sebagai WNI seringkali
mengalami kesulitan.
1. Bagaimana pendapatmu terhadap upaya
pemerintah dalam memberikan status
kewarganegaraan kepada warga negara
keturunan Tionghoa? Jelaskan?
2. Mengapa warga keturunan asing,
terutama warga keturunan Tionghoa,
sangat sulit untuk memperoleh status
kewarganegaraan Indonesia?
3. Apakah dengan dikeluarkannya UU No.
12 Tahun 2006 pemerintah telah mampu
menyelesaikan masalah status
kewarganegaraan keturunan asing di
Indonesia? Jelaskan!
1. Menurut kami, upaya pemerintah
dalam memberikan status
kewarganegaraan kepada warga
negara keturunan Tionghoa sudah
merupakan solusi yang baik bagi
masyarakat Tionghoa yang selama
ini seringkali mengalami kesulitan,
dan juga upaya ini dapat mencegah
terjadinya diskriminasi terhadap
penduduk keturunan Tionghoa.
2. Karena proses mendapatkan kewarganegaraan
ini tidak membutuhkan waktu yang cepat, proses
ini ditindaklanjuti berpindah mulai dari Direktur
Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia sampai ke
Pemerintah daerah setempat. Dan juga hal yang
membuat kesulitan terjadi ialah undang-undang
yang mengatur kewarganegaraan sebelumnya
belum bisa mengatasi masalah ini secara tuntas,
hanya UU No.12 Tahun 2006 yang bisa dan
memuat upaya pemerintah memecahkan masalah
warga pemukim keturunan asing. Selain itu,
intensitas warga yang menolak upaya ini cukup
banyak, karena warga Tionghoa di anggap dapat
merusak perekonomian Indonesia.
3. Iya, seperti yang dijelaskan pada teks di atas, di
jelaskan bahwa “berbagai undang-undang di
bidang kewarganegaraan dan peraturan
pemerintah serta keputusan presiden belum bisa
secara tuntas menyelesaikan masalah status
kewarganegaraan keturunan asing di Indonesia
sampai lahirnya UU No. 12/2006”. Dan juga
“Pemberian status kewarganegaraan ini
merupakan upaya pemerintah memecahkan
masalah warga pemukim keturunan asing,
terutama Tionghoa, seusai amanat Undang-
Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Indonesia”. Berdasarkan
kutipan teks itu, membuktikan bahwa UU No. 12
Tahun 2006 telah mampu menyelesaikan
permasalahan kewarganegaraan.
Kami menyimpulkan bahwa upaya
pemerintah dalam memberikan
kewarganegaraan kepada masyarakat
keturunan kewarganegaraan asing
merupakan solusi yang baik untuk
mengurangi kesulitan mereka. Akan tetapi,
ada juga kesulitan yang dihadapi mulai dari
proses yang membutuhkan waktu yang
lama karena melalui proses persetujuan
Direktur Jenderal Administrasi Hukum
Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan juga undang-undang yang
dapat mengatasi masalah ini secara tuntas
hanya UU No. 12 Tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai