Tertulis
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan
tentang persyaratan menurut UU (Pasal 51
(2) junto Pasal 54 UUK)
Pasal 54 UUK:
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang
kurangnya memuat :
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara
Pembayarannya;
f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan tanda
tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
e dan f, tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, dan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya
rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan
hukum yang sama, serta pekerja/buruh
dan pengusaha masing-masing mendapat 1
(satu) perjanjian kerja.
Lisan
UUK mengatur perjanjian kerja waktu tidak
tertentu tertentu yang dibuat secara lisan,
pengusaha harus membuat surat
pengangkatan yang memuat keterangan
(Pasal 63 UUK):
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
• Jenis Perjanjian Kerja (Ps 56 UUK)
Perjanjian Kerja yg dibuat untuk waktu
tdk tertentu.
Dengan ketentuan :
• Boleh mensyaratkan masa percobaan
maksimal 3 bulan
• Selama pekerja dalam masa percobaan
harus dibayar /diberi upah sesuai
dengan ketentuan upah minimum.
• Bisa dibuat lisan (harus dibuat surat
pengangkatan) ataupun tertulis.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk
waktu tertentu.
Perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan :
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Dengan ketentuan :
1. Dibuat secara tertulis, jika tidak Perjanjian
Kerja tersebut dianggap sebagai Perjanjian
kerja waktu tidak tertentu.
2. Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan
kerja.
c. Dapat dibuat menurut jenis & sifat/
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu, yaitu :
- Pekerjaan yang sekali selesai/ yang sementara
sifatnya
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya
dalam waktu yang tidak terlalu lama & paling
lama 3 tahun.
- Pekerjaan yang bersifat musiman
- Pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru/ masih dalam percobaan
Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
- Dapat diperpanjang/diperbaharui.
- Dapat diadakan untuk paling lama 2 th dan
hanya boleh diperpanjang satu kali untuk
jangka waktu paling lama 1 th.
- Pembaharuan kerja waktu tertentu hanya
dapat diadakan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 hr.
Berakhirnya Perjanjian Kerja waktu tertentu
yang lama/pembaharuan Perjanjian Kerja
waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan
satu kali & paling lama 2 th.
Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu yang
tidak memenuhi persyaratan di atas (c- g)
demi hukum menjadi Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu.
Berakhirnya Perjanjian Kerja (ps 61) :
1. Pekerja meninggal dunia.
2. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian
Kerja.
3. Adanya putusan pengadilan & atau
putusan/penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial ( LPPHI )
yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
4. Adanya keadaan /kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam Perjanjian Kerja
/peraturan perusahaan/Perjanjian Kerja
Bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Catatan :
• Perjanjian Kerja tidak berakhir karena
meninggalnya pengusaha/ beralihnya
hak atas perusahaan yang disebabkan
penjualan/ pewarisan/ hibah.
• Jika pengusaha meninggal dunia ahli
waris pengusaha dapat mengakhiri
Perjanjian Kerja setelah merundingkan
dengan pekerja/buruh.
Apabila salah satu pihak mengakhiri
hubungan kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu, atau
berakhirnya hubungan kerja bukan
karena ketentuan sebagaimana
dimaksud di atas, pihak yang
mengakhiri hubungan kerja diwajibkan
membayar ganti rugi kepada pihak
lainnya sebesar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja.
PERATURAN PERUSAHAAN (PP)
Pengertian (Ps 1 (20) UU No.13/2003)
“ Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja
& tata tertib perusahaan “
Perbedaannya dengan Perjanjian Kerja :
dibuat oleh pengusaha/perusahaan dengan
pekerja/buruh secara perorangan/privat.
Peraturan Perusahaan : dibuat secara
sepihak oleh perusahaan.
Prinsip-prinsip PP (Ps 108 s/d Ps 115
1.Kewajiban membuat PP ( Ps 108) ;
pengusaha/perusahaan yang wajib membuat
Peraturan Perusahaan adalah yang
mempekerjakan minimal 10 orang & belum
mempunyai Perjanjian Kerja Bersama.
2. Pejabat yg berwenang mengesahkan
Peraturan Perusahaan (Ps 108) ; Menteri
Tenaga kerja & Transmigrasi / Pejabat yang
ditunjuk.
3. Pembuat Peraturan Perusahaan ( Ps 109 ) :
Pengusaha.
4. Prosedur pembuatan Peraturan Perusahaan
(Ps 110 s/d 112 ) :
a. Peraturan Perusahaan dibuat dg
memperhatikan saran & pertimbangan dr
wakil pekerja/buruh atau pengurus Serikat
Pekerja/ Serikat Buruh.
b. Peraturan Perusahaan memuat
minimal :
• Hak & kewajiban pengusaha.
• Hak & kewajiban Pekerja/Buruh.
• Syarat Kerja
• Tata Tertib Perusahaan
• Jangka waktu berlakunya ( 2 th setelah
selesai wajib diperbaharui ).
c.Pengesahan Peraturan Perusahaan : Menteri
/Pejabat yg ditunjuk, hrs sah diberikan dlm
waktu paling lama 30 hr kerja sejak naskah
Peraturan Perusahaan diterima. Jika dlm waktu
30 hr kerja sdh terlampaui & PP blm disahkan
oleh Menteri/Pejabat yg ditunjuk maka PP
dianggap telah mendpt pengesahan.
d.Dlm hal PP blm memenuhi persyaratan yg
ditentukan Menteri /Pejabat yg ditunjuk, hrs
memberitahukan sec tertulis kpd pengusaha
mengenai perbaikan PP. Dlm waktu maks. 14
hr kerja sejak tgl pemberitahuan diterima oleh
pengusaha. Pengusaha wajib menyampaikan
kembali PP yg tlh diperbaiki kpd Menteri/
pejabat yg ditunjuk.
5. Perubahan PP seblm berakhir masa
berlakunya ( Ps 113) ; PP yg diubah sblm
berakhir jangka waktu berlakunya hanya dpt
dilakukan atas dasar kesepakatan antara
pengusaha & wakil pekerja/buruh. PP hasil
perubahan hrs mendpt pengesahan dr
Menteri /Pejabat yg ditunjuk.
6. Sosialisasi PP (Ps 114) ; Pengusaha wajib
memberitahukan & menjelaskan isi serta
memberikan naskah PP atau perubahannya
kpd pekerja/buruh.
7.Peraturan pelaksana ttg
pembuatan/pelaksanaan PP (Ps 115) ;
mengatur bahwa ketentuan mengenai tata
cara pembuatan & pengesahan PP diatur dg
keputusan Menteri.
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Pengertian PKB : (Ps 1 (21) UU No. 13/2003
ttg Ketenagakerjaan)
“ Perjanjian yg merupakan hasil
perundingan antara SP/SB atau beberapa
SP/SB yg tercatat pd instansi yg
bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan
dg pengusaha/ beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yg memuat syarat-
syarat kerja, hak & kewajiban kedua belah
pihak “
Prosedur pembuatan PKB (ps 116 s/d 132)
1.Penyusunan PKB sec musyawarah.
2. PKB dibuat sec tertulis dg huruf latin &
menggunakan bhs Ind (jika tdk
menggunakan bhs Ind maka PKB hrs
diterjemahkan dlm bhs Ind o/ penterjemah
resmi ).
3. Jika musyawarah tdk mencapai
kesepakatan maka penyelesainnya
dilakukan melalui Prosedur Penyelesaian
Perselisihan Hub Industrial.
4. Dlm satu perusahaan hanya dpt dibuat satu
PKB yg berlaku bagi seluruh pekerja/buruh
di perusahaan, dg ketentuan (Pasal 120
UU):
a. Dlm hal di satu perusahaan hanya terdpt
satu SP/SB maka SP/SB tsb berhak
mewakili P/B dlm perundingan dg
pengusaha. Jika memiliki jumlah anggota
lebih dr 50 % dr jumlah seluruh P/B di
perusahaan ybs.
b.Jika dlm satu perusahaan terdpt lebih dr satu
SP/SB maka yg berhak mewakili P/B &
melakukan perundingan dg pengusaha yg jumlah
keanggotaanya lebih dr 50 % dari seluruh jumlah
P/B di perusahaan tsb. Jika jumlah itu tdk
terpenuhi maka SP/SB dpt melakukan koalisi
sehingga tercapai jumlah lebih dr 50 % seluruh
jumlah P/B di perusahaan tsb. Jika ketentuan ini
tdk terpenuhi maka para SP/SB membentuk Tim
perunding yg keanggotaannya ditentukan sec
proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-
masing SP/SB.
(Pasal 120 ayat 1 dan 2 telah dibatalkan oleh
MK, menurut Mahkamah pasal tersebut
bermasalah sehingga menimbulkan tiga
persoalan. Pertama, pasal tersebut
menghilangkan hak serikat buruh untuk
memperjuangkan hak buruh yang tidak
masuk dalam 50% keanggotaan. Kedua,
menimbulkan perlakuan hukum yang tidak
adil antar serikat buruh.
Ketiga, menghilangkan hak buruh yang
tidak tergabung dalam serikat buruh
mayoritas untuk mendapat perlindungan
dan perlakuan hukum yang adil dalam satu
perusahaan. Oleh karena itu, atas hilangnya
Pasal 120 Ayat 1 dan 2, maka Pasal 120
ayat 3 ikut berubah.
Awalnya, Pasal 120 Ayat 3 berbunyi,
"Dalam hal ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak
terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat
buruh membentuk tim perunding yang
keanggotaannya ditentukan secara
proporsional berdasarkan jumlah anggota
masing-masing serikat pekerja/serikat
buruh.", menjadi, "Para serikat
pekerja/serikat buruh membentuk tim
perunding yang keanggotaannya ditentukan
secara proporsional berdasarkan jumlah anggota
masing-masing serikat pekerja/serikat buruh." Dan
ketentuan tersebut dalam angka (i) dimaknai,
“dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari
satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah
serikat pekerja/serikat buruh yang berhak
mewakili dalam melakukan perundingan dengan
pengusaha dalam suatu perusahaan adalah
maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau
gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang
jumlah anggotanya minimal 10% dari seluruh
pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan.”
5. Dalam hal perusahaan yang bersangkutan
memiliki cabang, dibuat perjanjian kerja
bersama induk yang berlaku di semua
cabang perusahaan serta dapat dibuat
perjanjian kerja bersama turunan yang
berlaku di masing-masing cabang
perusahaan.
6. Perjanjian kerja bersama induk memuat
ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di
seluruh cabang perusahaan dan perjanjian
kerja bersama turunan memuat pelaksanaan
perjanjian kerja bersama induk yang
disesuaikan dengan kondisi cabang
perusahaan masing-masing.
7. Dalam hal perjanjian kerja bersama induk
telah berlaku di perusahaan namun
dikehendaki adanya perjanjian kerja bersama
turunan di cabang perusahaan, maka selama
perjanjian kerja bersama turunan belum
disepakati tetap berlaku perjanjian kerja
bersama induk.
8. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung
dalam satu grup dan masing-masing
perusahaan merupakan badan hukum
sendiri-sendiri, maka perjanjian kerja
bersama dibuat dan dirundingkan oleh
masing-masing pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh masing-masing
perusahaan.
9.Masa berlaku PKB paling lama 2 th & dpt
diperpanjang max 1 th berdasarkan
kesepakatan tertulis antara pengusaha dg
SP/SB.
10.Perundingan pembuatan PKB berikutnya
dpt dimulai paling cepat 3 bln seblm
berakhirnya PKB yg sedang berlaku. Jika
dlm perundingan tdk tercapai kesepakatan
maka PKB yg sedang berlaku tetap berlaku
u/ max 1 th.
11. PKB minimal memuat :
• Hak dan kewajiban pengusaha
• Hak & kewajiban SP/SB serta P/B
• Jangka waktu & tanggal mulai berlaku
• Tandatangan para pihak pembuat PKB.
12. Ketentuan dlm PKB tdk boleh
bertentangan dg per-UU yg berlaku. Jika isi
PKB bertentangan maka ketentuan yg
bertentangan tsb BATAL DEMI HK yg
berlaku adalah ketentuan dlm per-UU.
13. Jika kedua belah pihak sepakat
mengadakan perubahan PKB maka
perubahan tsb merupakan bag yg tdk
terpisahkan dr PKB yg sedang berlaku.
14. PKB yg ditandatangani tsb selanjutnya
didaftarkan o/ pengusaha pd instansi yg
bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan.
15. Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) dilakukan oleh :
a. Kepala instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota untuk
perusahaan yang terdapat hanya
dalam 1 (satu) wilayah
Kabupaten/Kota;
b. Kepala instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Provinsi
untuk perusahaan yang terdapat
pada lebih dari 1(satu)
Kabupaten/Kota dalam 1(satu)
Provinsi;
c. Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial untuk
perusahaan yang terdapat pada
lebih dari 1(satu) Provinsi.
UPAH, KESEJATERAAN KERJA
PEKERJA / BURUH
Pengertian upah Ps. 1 Angka 30 UU No.
13 Tahun 2003 : “Hak pekerja/buruh yang
diterima & dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha/pemberi
kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan atau peraturan
perundang-undangan. Termasuk tunjangan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu perjanjian dan/atau jasa yang telah
atau akan dilakukan .“
Perlindungan hukum di bidang
pengupahan (Ps. 88 UU No. 13
Tahun 2003) meliputi :
• Upah minimum;
• Upah kerja lembur;
• Upah tidak masuk kerja karena
berhalangan;
• Upah tidak masuk kerja karena
melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaan;
• Upah karena menjalankan hak
waktu istirahat kerjanya;
• Bentuk dan cara pembayaran
• Denda dan potongan upah;
• Hal-hal yang dapat
diperhitungkan dengan upah;
• Struktur dan skala pengupahan
yang proporsional;
• Upah untuk pesangon;
• Upah untuk perhitungan pajak
penghasilan.
Prinsip pengupahan (Ps. 93 Ayat 1 UU
No. 13 Tahun 2003) : “Upah tidak dibayar
apabila pekerja atau buruh tdk melakukan
pekerjaan“ ( No work no pay ).
Prinsip ini ada pengecualiannya (Ps. 93 Ayat 2
UU No. 13 Tahun 2003):
– Pekerja/buruh sakit sehingga tidak mampu
melakukan pekerjaannya;
– Pekerja/buruh perempuan yg sakit pd hari
pertama & kedua masa haidnya;
– Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena
menikah, menikahkan, mengkhitankan,
membaptiskan anaknya, istri
melahirkan/keguguran dll;
– Karena sedang menjalankan kewajiban terhadap
negara;
–;
- Karena menjalankan ibadah yang diperintahkan
oleh agamanya;
– Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan
yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena
kesalahan sendiri maupun halangan yang
seharusnya dapat dihindari pengusaha :
– Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
– Melaksanakan tugas SP/SB atas persetujuan
pengusaha;
– Melaksanakan tugas pendidikan dr perusahaan.
Dasar hk pengupahan (Ps. 88 ayat 3 )
– Upah minimum Dasar hk : UU No. 13/2003
• Inpres No. 9/2013 tentang Kebijakan Penetapan
Upah Minimum dalam Rangka
Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan
Kesejahteraan Pekerja
• Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 Tahun
2005 tentang Komponen dan Pentahapan
Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
• Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun
2012 tentang Perubahan Penghitungan
Kehidupan Hidup Layak
• Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah
Minimum
Isi ketentuan
(a) Ketentuan Umum
1. Upah Minimum adalah upah
bulanan terendah yang terdiri atas
upah pokok termasuk tunjangan
tetap yang ditetapkan oleh
gubernur sebagai jaring
pengaman.
2. Upah Minimum Provinsi yang
selanjutnya disingkat UMP adalah
Upah Minimum yang berlaku
untuk seluruh kabupaten/kota di
satu provinsi.
3. Upah Minimum Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disingkat UMK adalah Upah
Minimum yang berlaku di wilayah
kabupaten/kota.
4. Upah Minimum Sektoral Provinsi yang
selanjutnya disingkat UMSP adalah Upah
Minimum yang berlaku secara sektoral di
satu provinsi.
5. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota
yang selanjutnya disingkat UMSK adalah
Upah Minimum yang berlaku secara sektoral
di wilayah kabupaten
6. Sektoral adalah kelompok lapangan usaha
beserta pembagiannya menurut Klasifikasi
Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI).
7. Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu
adalah perusahaan yang memenuhi
kriteria industri padat karya sebagaimana
diatur oleh Menteri Perindustrian.
Dasar wewenang penetapan UM :
1. Penetapan Upah Minimum didasarkan pada
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan
memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
2. Upah Minimum diarahkan pada pencapaian
KHL. Pencapaian KHL merupakan
perbandingan besarnya Upah Minimum
terhadap nilai KHL pada periode yang sama
3. Untuk pencapaian KHL, gubernur
menetapkan tahapan pencapaian KHL dalam
bentuk peta jalan pencapaian KHL bagi
Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu dan
bagi perusahaan lainnya dengan
mempertimbangkan kondisi kemampuan
dunia usaha.
4. Peta jalan pencapaian KHL sebagaimana
dimaksud disusun dengan langkah-langkah
sebagai berikut
a. menentukan tahun pencapaian Upah Minimum
sama dengan KHL
b. memprediksi nilai KHL sampai akhir tahun
pencapaian;
c. memprediksi besaran nilai Upah Minimum
setiap tahun;
d. menetapkan prosentase pencapaian KHL
dengan membandingkan prediksi besaran Upah
Minimum dengan prediksi nilai KHL setiap
tahun.
5. Dalam hal kondisi perekonomian pada
tahun tertentu mengakibatkan pencapaian
KHL tidak dapat terpenuhi, gubernur dapat
melakukan penyesuaian tahapan pencapaian
KHL
6. Survey KHL
Sebelum menetapkan Upah Minimum
Propinsi, Dewan Pengupahan yang terdiri
dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha,
pemerintah, dan pihak netral dari akademisi
akan melakukan survey Kebutuhan Hidup
Layak (KHL).
7. Pengertian KHL
KHL adalah standar kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang
untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non
fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu)
bulan
Sejak diberlakukannya UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah
menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam
penetapan Upah Minimum seperti yang diatur
dalam Pasal 88 ayat 4.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Ps. 1 (22) UU No. 13 Tahun 2003 :
Perselisihan hubungan industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja serta
perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan.
• Perselisihan Hak
Adalah perselisihan yang timbul karena
tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran
terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian bersama.
• Perselisihan Kepentingan
Adalah perselisihan yang timbul dalam
hubungan kerja karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan,
dan / atau perubahan syarat- syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama
Perselisihan PHK