Anda di halaman 1dari 21

ETIKA IV

SUARA HATI
• TIGA LEMBAGA NORMATIF
– Bukan hanya masy yg mengatakan kpd kita bgmn kita hrs
hidup. Ada 3 pihak  “lembaga”, yg mengajukan norma2
kpd kita.
– (1) adlh masy  semua org & lembaga yg berpengaruh pd
hidup kita. Yg terpenting adlh  keluarga  t.u. ortu.
– Dr mereka kita pertama kali belajar  apa yg baik & buruk,
apa yg boleh dilakukan & tdk boleh dilakukan, bgmn kita
bergaul dg orang lain.
– Semakin kita besar  makin luas/banyak org & lembaga lain
yg mengajukan tuntutan kpd kita. Antara lain : sekolah,
guru, tempat kerja, negara, dst.
– Jd dr masy kita pertama kali belajar / berorientasi moral &
bagaimana kita hrs hidup.
– Yg kedua  superego  suara batin ttg perasaan moral yg
spontan.
– Superego kita dpt  saat kecil kita mulai menginternalisasi /
membatinkan perintah2, larangan2 & nilai2 moral ortu.
– Jd batin kita mengumandangkan tuntutan masy kpd kita
– Yg khas dr seperego  perasaan2 tsb tetap muncul
meskipun tdk ada org yg melihat pelanggaran2 kita
– Superego tdk memp norma2 asli sendiri, melainkan
menyuarakan norma2 dr lingk. Sosial kita atau dr lembaga
normatif ke-3  ideologi.
– Ideologi  segala macam ajaran ttg makna kehidupan, ttg
nilai2 dasar & ttg bgmn man hrs hidup & bertindak.
– Merangkul ideologi berarti meyakini apa saja yg termuat di
dalamnya & kesediaan utk melaksanakannya.
– Ideologi menuntut org mengesampingkan penilaiannya
sendiri & bertindak sesuai dg ajarannya.
– Ajaran, kepercayaan dan agama termasuk ideologi

• BATAS WEWENANG TIGA LEMBAGA NORMATIF


– Kadang kita mengalami masalah2 moral yg rumit  shg
terjadi pertentangan antara norma2 masy & ideologi.
– Kondisi spt ini  akan kelihatan bahwa moralitas selalu dpt
dibatasi dg tuntutan 3 lembaga normatif tsb.
– Kadang kita dlm situasi dimana tuntutan ke-3 lembaga tsb
menjadi dilematis.
– Contoh : Johan, seorang penduduk negara sosialis di Afrika
yg dikuasai oleh partai persatuan rakyat (PPR).
PPR memp ideologi yg menuntut kepercayaan mutlak kpd
pemimpin PPR demi terciptanya masy baru yg bahagia.
johan bekerja dg penuh semangat sbg wartawan muda pd
harian PPR. Kebetulan ia membuat reportase pd suatu
daerah terpencil  terancam o/ kelaparan akut : persediaan
pangan sdh habis, anak2 di desa2 sdh mulai meninggal.
yg mengagetkan  pemimpin di daerah tsb menutup2i
bencana tsb, pdhal mereka hidup berfoya2.
saat diberikan pd redaksi hasil reportase tsb  tidak boleh
diberitakan. Malah ia diancam karena terus mendesak agar
diambil tindakan bantuan.
johan mulai terbuka thd kekorupan moral rezim negaranya &
melihat jalan utk membantu mereka  mengirim laporannya
ke luar negeri, dimana pasti akan dipublikasikan.
publikasi tsb akan memaksa pemerintahnya berbuat sesuatu,
karena pemerintahnya sdg melakukan perundingan pinjaman
luar negeri, yg tdk akan didapat jika bencana tsb tdk
ditanggulangi.
skrg johan dihadapkan pd kondisi yg dilematis : (1) dia
mengirimkan laporannya ke L.N., & beresiko disebut
penghianat negara atau (2) taat pd atasanya (3) taat pd
tuntutan partainya, (4) taat pd ortunya yg takut dituduh
penghianat, (5) taat pd perasaannya yg tdk ingin merugikan
negaranya, (6) taat pd ideologi negaranya yg menuntut
ketaatann mutlak thd pimpinan partai meskipun ribuan org
meninggal.
- Pd situasi spt di atas  tdk dpt lagi mengandalkan 3
lembaga normatif  johan hrs memutuskan apakah
menyesuaikan dg tuntutan masy (atasan, partai, ortu),
ideologinya atau menentang mereka demi ratusan ribu org
kelaparan dg membuat publikasi di L.N.
- Keputusannya  keputusan johan sendiri (tdk dpt diganti org
lain), ia tdk dpt lari tg jwbnya  dia sendiri yg hrs
menanggungnya.
• SUARA HATI
– Suara hati (spt kasus johan)  kesadaran ttg apa yg menjadi
kewajibannya thd masalah konkret yg dihadapinya.
– Berhadapan dg pendapat masy & tuntutan ideologi, johan
sadar ia tdk boleh mengikuti begitu sj pendpt Moral mereka
 melainkan hrs memastikan sendiri apa yg merupakan
kewajibannya dlm situasi yg dihadapinya dan tanggung jwb
yg akan dipikulnya.
– Setiap man dlm hatinya memiliki kesadaran ttg apa yg
menjadi tangg jwbn & kewajibannya. Kesadaran tsb tdk
selalu kita perhatikan.
– Kalau hati setuju dg pendapat moral lingkungan  suara hati
tdk mencolok
– Pd kasus johan, hatinya tdk setuju dg sikap para panutannya
 “suara hati menyatakan diri”.
– Kita sadar bgmnpun kondisinya  kita selalu wajib utk
mengambil sikap yg menjadi kewajiban & tg jwb kita.
Sekaligus kita sadar  kesetiaan thd suara hati kita tgt kita
sendiri sbg man.
– Bila tdk berani mengikuti suara hati, tp menyesuaikan diri dg
mereka yg berpendapat lain  kita merasa bersalah  kita
sadar nilai kita sendiri berkurang/hilang.
– Kita sadar  suara hati hrs ditaati.
– Nilai kita sbg man tgt pd ketaatan kita thd suara hati.
–  suara hati : kesadaran kita akan kewajiban & tg jwb kita
sbg man dlm situasi konkret.
– Tdk mungkin kita bertindak benar (dg motivasi apapun),
meskipun disetujui org lain, sedangkan dlm hati kita
mengatakan tdk benar.

– Suara hati  pusat kemandirian manusia.


– Suara hati  pangkal otonomi man, pusat kemandiriannya,
unsur yg tdk mengijinkan man menjadi pembeo/kerbau yg
mudah digiring mengikuti pendapat org lain.
– Suara hati  pieces de resistence, unsur perlawanan yg akan
mengganggu kerukunan dg pihak yg tidak benar.
– Suatu perintah melawan suara hati, dr manapun datangnya,
wajib kita tolak.
– Suara hati tdk pernah disukai oleh para pemegang
kekuasaan (keluarga, lembaga, agama, negara).
– Mereka plg tahu bgmn org harus hidup, & merasa terganggu
kekuasaannya jika berhadapan dg org yg mengambil
keputusan terakhir sendiri.
– Org macam ini tdk dpt dibeli/dibujuk, atau mundur jika
diancam  menunjukkan kekuasaan man atas man terbatas
sifatnya.
– Begitu juga suara hati menyadarkan kita bahwa kewajiban
utk selalu rukun & tdk membantah pendapat/kehendak org
yg lebih tua/tinggi kedudukan & pangkatnya  ada batasnya
– Kerukunan menemukan batasnya  jika keadilan dilanggar
– Demi kebenaran & keadilan  kdg2 kita memilih jalan tdk
rukun (konflik).
- Kewajiban moral berlaku  baik menguntungkan/tdk,
mengenakan/tdk, dipuji org lain/malah ditegur.
- Apa yg sdh menjadi kewajiban  bgmnpun hrs dilakukan 
berlaku mutlak.
- Kemutlakan suara hati  tdk berarti suara hati pasti betul.
Kdg2 penilaian kita (man) tdk pernah pasti 100 %.
- Kalau kita memberikan masukkan yg salah pd suara hati 
suara hati akan menuntut.
- Suara hati  mutlak  tuntutan tdk menyelewengkan dr apa
yg kita sadari sbg kewajiban kita.
- Suara hati menuntut dg mutlak  bertindak dg baik, jujur,
wajar & adil, apapun biaya & pendapat “lembaga2 normatif”.
- Org dinilai “berbudi luhur”  tdk hanya dr kelakuannya, ttp
juga hrs mengetahui motivasi yg melahirkan kelakuan tsb.
karena tindakan yg disebut “baik” dpt dilakukan dg perhitung
an t3/pamrih. spt : agar dpt nama baik, dpt naik pangkat,
jgn ada yg memusuhi kita.
- Contoh : org selalu masuk kerja tepat waktu, sopan &
hormat kpd teman, banyak perhatian kpd ortu, pengusaha
yg sering memberi bantuan kpd R.S./masy., gubernur yg
sering memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil.
- tindakan2 baik yg dilakukan dg motivasi pamrih  tdk positif
nilainya (tdk membuktikan apa2 ttg budi & karakter org tsb)
- Moralitas  sikap hati yg terungkap dlm tindakan yg sesuai
aturan (sadar akan kewajiban & tg jwbnya/ tanpa pamrih).
- Dlm menilai org kita tdk bisa hanya dr tindakan2nya, kita
harus tahu motivasinya.
- Kita tdk dpt menyatakan tindakan/ kelakuan seseorang salah
/buruk & menarik kesimp. Bahwa org tsb buruk  brgkali
salah perhitungan/ bermaksud baik.
- Kita juga tdk dpt menyatakan org lain berdosa, yg dpt kita
katakan  tdk sesuai dg tuntunan Tuhan.
- Krn kita tdk dpt melihat isi hati org lain  kita tdk dpt
menyatakan ia berdosa. Hanya Tuhan yg dpt menilai (yg
diperhitungkan hati & budinya).
- Jika mengenal org lbh baik  kita mengetahui lbh banyak
motivasinya.
MEMPERTANGGUNG JAWABKAN SUARA HATI

- Tdk ada jaminan suara hati tdk pernah keliru  kita hrs
berusaha agar suara hati kita tepat.
- Suara hati  harus dipertanggung jwbkan.
- Ada 2 gol sikap thd tang. Jwb suara hati : (1) menyangkal
(2) membenarkan.
- (1) moral  masalah perasaan belaka. Perasaan  tdk dpt
disebut benar/salah  tdk dpt dipertang. Jwbkan 
“emotivisme”
- Contoh : “Ani adalah cewek yg cantik”, menurut si Doel. “Ani
adalah cewek yg biasa saja”, menurut Niko. Kedua
pernyataan tsb ttg perasaan subyek, bukan kualitas obyek.
- Tdk masuk akal minta pertg. Jwban rasional darinya.
- Yg bilang cantik tdk lebih benar dr yg bilang biasa saja.
- Implikasi dr gol yg bersikap spt ini  etika normatif tdk
punya pekerjaan.
- (2) contoh : seorang didatangi seorang mahasiswi yg hamil 4
bulan, & diminta menggugurkan kandungan tsb. Karena ayah
anak tsb tdk mau bertg jwb, & bila keluarganya tahu ia akan
dikucilkan  masa depannya hancur.
bolehkan dokter tsb memenuhi permintaan mahasiswi tsb ?
- Ada 2 pendapat yg (1) mendukung & (2) menolak.
- (1) pengguguran boleh dilakukan demi masa dpn mahasiswi
tsb & wanita memp hak u/ menentukan sendiri apakah
kehamilannya mau diteruskan / tidak.
- (2) isi kandungan itu sesuatu yg bernyawa (man), sbg man
berhak hidupnya dilindungi.
- 2 pendapat ini memp pengandaian yg sama  hanya 1 dr 2
pendapat yg benar.
- Pendapat yg membela mahasiswi dg eksplisit & tajam
menyangkal isi kand. Memp. Hak2 sendiri. Sebaliknya
pendapat yg menolak  membela kehidupan anak dlm
kandungan menolak siapapun menent. Hidup matinya anak
dlm kandungan tsb.
- Beda dg kasus cewek : tdk ada kontradiksi kalau yg satu
menyatakan cantik, yg satu tdk, ke-2 belah pihak bisa
menerima.
- Sdg pd kasus mahasiswi : jika salah satu benar, berarti
pendapat yg lain salah.
 terlihat bahwa penilaian moral tdk sekedar masalah
perasaan, melainkan masalah kebenaran obyektif.
- Jika ada perbedaan pendapat moral  kita tdk berdebat ttg
perasaan, melainkan ttg apa yg sec. obyektif menjadi kewaj.
Kita & apa yg tdk  “bersifat rasional & obyektif”.
- Suara hati & penilaian moral bukan sekedar perasaan  dpt
dilihat berlaku umum. Dlm kasus dokter, jika pendpt
menyatakan dokter tdk boleh menggugurkan kandungan 
berlaku u/ semua, tdk hanya dokter (berlaku universal).
- Suara hati sadar  apa yg diyakini sbg kewajiban berlaku
obyektif & berlaku bagi siapapun yg ada dlm situasi yg sama.
- “universal kesadaran moral” memp makna  seharusnya
setiap org dlm situasi yg sama  berpendapat yg sama.
- Tdk cukup kita punya pendapat moral t3, tetapi juga hrs
masuk akal & dpt dipertg jwbkan  krn bisa keliru.
- Bgmn mprtang. Jwbkan suara hati ?
- Kita hrs terbuka bagi setiap argumen, sangkalan,
pertanyaan, keragu2an dr org lain/hati kita sendiri  kita hrs
mencari argumen utk memprtg jwbkan pendpt moral kita.
- Tdk perlu tiap kali kalah debat  kita ubah pendapat kita.
Kehabisan argumen  blm tentu pendpt moral kita salah.
- Tetapi jk pend. Moral kita kelihatan sungguh2 tdk dpt dipertg
jwbkan  kita hrs bersedia mencari orientasi baru.
- Bagaimana mengambil keputusan spy sec. moral memadai ?
- Sblm mengambil keputusan  kita hrs bersikap terbuka,
trbuka thd pandangan org lain, t.u. org yg trkena keputusan
kita.
- Kita hrs bersedia memikirkan kembali pendirian kita, bahkan
jika perlu mengubahnya shg keputusan yg kita ambil tepat.
- Saat mengambil keputusan hrs menurut suara hati yg
disadari sbg kewajiban, meski tdk sesuai dg pendpt org lain.
- Kewajiban bertindak sesuai suara hati tdk menjamin
keputusan tsb betul.
- Man memang dpt keliru, ttp tdk berarti keputusannya yg
ternyata salah, sec. moral salah juga.
- Yg dpt dipersalahkan sec. moral  jk prsiapan keputusan itu
krg teliti/terbuka/trlalu mdh dipengaruhi pndpt lain  jd pd
persiapan keputusan yg kurang dpt dipertg jwbkan.
- Jika keputusan sec. obyektif yg salah tsb  berakibat buruk
pd org lain  kita wjb semaks. Mkn mengurangi akibat buruk
tsb  jd kita bertang jwb thd keputusan kita.
- Seringkali kita dihadapkan pd keragu2a  saat mengambil
keputusan.
- Pemecahan plg buruk  jika tetap ragu2.
- Spt contoh : seorang guru menget. muridnya morfinis.
Apakah ia akan melaporkan kpd kep. Sekolah, dg akibat
anak tsb akan dikeluarkan dr sekolah, atau sbg guru ia
mendiamkan, ttp mndekati ortu anak tsb & membantu anak
tsb mengatasi masalahnya.
ke-2 alasan tsb trdpt alasan2 yg baik u/ dipilih  apa yg hrs
diputuskan ?
- Kita hrs sgr memutuskan salah satu tindakan, meskipun kita
msh ragu mana yg terbaik  jd ambil salah satu keputusan
 kita bebas memilih (kita tdk mengelak dr tg jwb.)
- Kita menyadari, mungkin : keputusan kita krg baik  “berani
mengambil resiko”. Kita hrs mengambil tndkan selanjutnya
jika ternyata keputusan kita berakibat negatif  “sikap yg
berani memikul tg jwb”.

MENGEMBANGKAN SUARA HATI

- Jk penilaian moral brsifat rasional & objektif serta berlaku


umum  mengapa kesatuan pendapat srg tdk tercapai ?
spt contoh Dokter, srg tdk disepakati sikap mana yg wajib
diambil.
- Ada 3 alasan mengapa kesatuan pendapat moral sering sulit
tercapai :
(1) masalah yg dihadapi kompleks. Mereka yg berselisih
paham  srg tdk memp penget. & informasi yg sama/ memp
pandangan ilmiah berbeda  mslh yg mau dinilai dipandang
sec. berbeda.
(2) kita sering tdk mendekati mslh yg dihadapi sec. rasional
& obyektif  ttp sec. emosional/ dr segi kepentingan pribadi
kita jrg berfikir dg jelas & rasional, ttp suka tunduk pd
kebiasaan, pendpt lingk., kita terikat o/ berbagai prasangka,
sentimen  kita tdk bisa obyektif.
(3) sec. terbuka tdk bersedia bertindak dg baik, adil & jujur
 menolak brtindak sec. moral, hanya mengejar kepent.
Pribadi  sulit mencapai kesatuan pengertian moral dg org
semacam ini.
- Kesatuan paham moral hanya dpt trcapai, jk kita brsedia
menempati “titik pangkal moral”, The Moral Point Of View”
- Semua pihak hrs dlm keadaan bebas dr paksaan, tekanan,
brsedia utk tdk mencari keuntungan & kepent. Pribadi, tdk
berat sblah dlm mencari apa yg merup. Kewajiban moral.
- Semua hrs mau brtindak sesuai dg prinsip2 yg berlaku
umum, trmasuk jk bertentangan dg kepent. Sendiri.
- Agar suara hati memberikan penilaian2 brdsr pengertian yg
tepat  suara hati hrs dididik.
- Suara hati sgt dipeng. o/ perasaan moral yg trbentuk o/
pengaruh pend. Informal & formal yg kita terima.
- Dg mendidik suara hati  membebaskan kita dr perasaan2
tsb, agr kita dpt mengambil jarak thd-nya & menilai dg kritis
- Mndidik suara hati, berarti  kita terus-menerus brsikap
trbuka, mau belajar, mau mengerti seluk beluk masalah yg
kita hadapi, memahami pertimbangan2 etis yg tepat &
memperbarui pandangan2 kita dg benar  kesadaran moral
kita akan berkembang terus.
- Dlm melakukan penilaian moral  kita tdk berdiri sendiri.
Kita tdk pernah mulai dr nol jk kita mau menilai situasi sec.
moral.
- Kita sdh membawa pendapat, penilaian2 & perasaan2 moral
t3 yg berasal dr pengalaman2 kita dlm lingk. Sosial kita 
kita sdh memiliki kecondongan kuat bgmn kita akan
menjatuhkan penilaian moral.
- Dlm pembentukan penilaian moral  kita tdk dpt
mengandaikan diri sendiri saja. Kita perlu nasihat. Kita hrs
berdialog dg org2 yg kebijaksanaannya sdh teruji.
- Dlm bertindak kita hrs punya tekad u/ brpegang teguh pd
suara hati dlm situasi apapun, sgl mcm tekanan & bujukan.
- Utk dpt brtindak sesuai suara hati  kita hrs trbebas dr sgl
mcm emosi & dorongan irrasional, spt: takut pd org lain shg
kita tdk dpt brsikap mandiri, nafsu memiliki, dsb.
- Penguasaaan o/ sgl mcm emosi & dorongan irrasional, dlm
bahasa jawa  “sepi ing pamrih”, bebas dr pamrih  dpt
memenuhi kewajiban & tg jwb yg menantangnya.
- Jd pengembangan sikap2 tsb membuat kepribadian kita lebih
kuat, lebih otonom, lebih mampu u/ menjalankan tg jwb kita.
- Dlm setiap pengambilan sikap  kita mengukir diri kita sndri.
- Penentuan diri itu sungguh2  artinya, kita menent. Nilai
kita sbg man.
- Penent. Itu tdk berarti selama2nya, krn dpt ditarik kembali.
- Ada keputusan yg sgt mudah ditarik kembali, spt :
mengunjungi seseorang. Ada yg sukar diubah, spt :org yg
memutuskan u/ tdk kawin  spy lbh bebas melayani Tuhan.
- Keputusan2 tsb tdk diambil dlm sehari, ttp sdh brkembang
brbulan2 bahkan brtahun2  shg tdk mdh ditarik kembali
(brtahan ber-tahun2), ttp ttp dpt ditarik kembali.
- Begitu pula org yg sdh sedemikian kuat sikap kejujuran & tg
jwbnya  mustahil memberikan penilaian yg tdk benar
hanya karena trsinggung.
- Meskipun setiap sikap yg kita ambil  masih dpt ditiadakan
kmbali, tp didlmnya kita brusaha u/ mncapi sikap definitif.
- Setiap keputusan & sikap yg kita ambil  merup. Langkah
kecil dlm pembiasaan kita  lama kelamaan semakin biasa
mengambil sikap ke arah yg sama.
contoh : org yg sering menolong org lain  makin lama
makin pasti tdk akan menolak org yg minta bantuannya
(mempermudah & memperlicin setiap pengambilan sikap
baru ke arah yg sama)
- Jadi  selama man hidup sikap dasarnya blm jadi 100%,
meskipun semakin pasti arah hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai