Anda di halaman 1dari 16

KOLABORASI DALAM PELAKASANAAN

SKRINING KESEHATAN
KELOMPOK 4
KELAS 2B/D4 KEPERAWATAN
Kolaborasi (ANA, 1992), hubungan kerja diantara tenaga
kesehatan dalam memeberikan pelayanan kepada
pasien/klien adalah dalam melakukan diskusi tentang
diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan
kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta
masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
PERAWAT SEBAGAI KOLABORATOR

• Sebagai seorang kolaborator, perawat


melakukan kolaborasi dengan klien,
per group serta tenaga kesehatan
lain. Kolaborasi yang dilakukan dalam
praktek di lapangan sangat penting
untuk memperbaiki. Agar perawat
dapat berperan secara optimal dalam
hubungan kolaborasi tersebut,
perawat perlu menyadari
akuntabilitasnya dalam pemberian
asuhan keperawatan dan
meningkatkan otonominya dalam
praktik keperawatan.
Prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia

• Prinsip holistik
Seorang penderita lanjut usia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya
(lingkungan psikologik dan sosial ekonomi). Hal ini ditunjukkan dengan
asesmen geriatri sebagai aspek diagnostik, yang meliputi seluruh organ dan
sistem, juga aspek kejiwaan dan lingkungan sosial ekonomi.
• Prinsip tatakerja dan tatalaksana secara TIM
Tim geriatrik merupakan bentuk kerjasama multidisipliner yang
bekerja secara inter-disipliner dalam mencapai tujuan pelayanan geriatrik
yang dilaksanakan. Yang dimaksud dengan multidisiplin disini adalah berbagai
disiplin ilmu kesehatan yang secara bersama-sama melakukan penanganan
pada penderita lanjut usia. Komponen utama tim geriatrik terdiri dari dokter,
pekerja sosio medik, dan perawat. Tergantung dari kompleksitas dan jenis
layanan yang diberikan. Anggota tim dapat ditambah dengan tenaga
rehabilitasi medik (dokter, fisioterapist, terapi okupasi, terapi bicara, dll.),
psikolog, dan atau psikiater, farmasis, ahli gizi,dan tenaga lain yang bekerja
dalam layanan tersebut
SKRINING

Skrining (penapisan) adalah mengidentifikasi ada


tidaknya penyakit atau kelainan yang sebelumnya
tidak diketahui dengan menggunakan berbagai tes
pemeriksaan fisik dan prosedur lainnya, agar dapat
memilah dari sekelompok individu, mana yang
tergolong mengalami kalainan. Skrining tidak dapat
diartikan secara diagnostic, tetapi bilamana
hasilnya positif selanjutnya dapat di follow-up
dengan pemeriksaan diagnostic, kalau perlu dengan
tindakan pengobatan.
Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier

Contoh pencegahan primer adalah hal-hal seperti:


• Berhenti merokok
• Mengubah gaya hidup
• Memerhatikan diet
• Melakukan exercise
• Vaksinasi terhadap influenza/pneumococcus/tetanus.
• Selanjutnya, pencegahan sekunder adalah untuk
mencegah kecacatan melalui deteksi dini, yaitu
terhadap penyakit-penyakit yang masih berada pada
stadium subklinis. Pencegahan sekunder ini dilakukan
melalui kegiatan skrining atau penemuan kasus (case
finding). Di Negara maju, skrining pada umumnya
ditujukan pada penyakit kardiovaskular, keganasan dan
cerebrovascular accident (CVA).
• Bentuk pencegahan ketiga adalah pencegahan tersier. Di sini
meliputi pencegahan terhadap morbiditas dan mortalitas
yang timbul akibat penyakit yang telah ada. Jenis
pencegahan ini termasuk tindakan khusus dan tergolong
dalam disiplin ilmu geriatric. Sebagai contoh adalah tindakan
rehabilitasi terhadap penderita lansia, misalnya dengan
fraktur panggul agar dapat mengurangi kecacatan serta
kemampuan mereka untuk merawat diri sendiri. Contoh
lainya adalah rehabilitasi pada pasien stroke.
Ciri-ciri skrining kesehatan usia lanjut

Ciri-ciri skrining kesehatan usia lanjut berdasarkan pengalaman


sebaiknya diselenggarakan selaku kegiatan kelompok, bersifat
office-base (yaitu dilakukan di institusi misalnya di puskesmas)
dan mengingat tingkatannya yang sederhana, cukup bila ditangani
oleh kader terlatih (tidak mesti oleh petugas kesehatan
profesional). Penilaian secara lengkap bagi lansia memang pada
dasarnya haruslah bersifat analisis multidisiplin (dengan
pendekatan kolaboratif), namun mengingat keberadaan lansia
pada umumnya yang jarang memiliki akses kepada pengkajian
yang menyeluruh seperti itu, maka perlu dipopulerkan skrining
secara sederhana yang dapat dilakukan oleh perawat maupun
petugas lainnya ditingkat lapangan.
Skrining pada Keadaan Khusus Lansia

Penyakit Hipertensi
• Tindakan skrining sangat bermanfaat, baik terhadap hipertensi sistolik
maupun diastolik. Pencegahan akan dapat mengurangi resiko timbulnya
stroke, penyakit jantung, bahkan kematian. Pada hipertensi dilakukan
pengkajian secara lengkap (anamnesa dan pemeriksaan fisik) , skrining
atau tes saringan. Hal yang perlu dilakukan disini adalah pengukuran
tekanan darah. Sebagai patokan diambil batas normal tekanan darah
bagi lansia adalah (1) tekanan sistolik 120-160mmHg, dan (2) tekanan
diastolic sekitar 90mmHg. Pengukuran tekanan darah pada lansia
sebaiknya dilakukan dalam keadaan berbaring, duduk, dan berdiri
dengan selang beberapa waktu, yaitu untuk mengetahui kemungkinan
adanya hipertensi ortostatik.
Penyakit Jantung
• Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan
kelainan jantung antara lain pemeriksaan EKG, treadmill, dan
foto thoraks.
Penyakit Ginjal
• Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan
kelainan ginjal adalah pemeriksaan laboratorium tes fungsi ginjal
dan foto IVP.
Diabetes Melitus
• Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan
diabetes antara lain pemeriksaan reduksi urine, pemeriksaan
kadar gula darah, dan funduskopi.
Gangguan Mental
• Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan
gangguan mental antara lain pemeriksaan status mental dan tes
fungsi kognitif. Biasanya telah dapat dibedakan apakah terdapat
kelainan mental seperti depresi, delirium, atau demensia.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai