Menggerakan Sektor Rill
Menggerakan Sektor Rill
Kelompok IV
KELOMPOK 4:
TUT ENDRIANI HARIANTO (B1B1 13 170)
ANDIMAN
WAODE DIAN MITHA B.
AGUSTIAN
AWALUDDIN
ABDUL WAHAB TESAKA
RABIYATULLAH
RISKA HANDANI
INDUSTRI DI BAWAH BAYANG- BAYANG KRISIS
JILID II
• Krisis Jilid I melanda Indonesia pada tahun 1997- 1999, peranan
industri manufaktur terhadap total ekspor mengalami penurunan
dari tahun ketahun. Banyak perusahaan industri terpaksa
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) buruhnya,
mengurangi kapasitas produksi dan tidak sedikit yang terpaksa
menutup usahanya.
• Indonesia terancam krisis Jilid II. Belum tuntas masalah struktur
ditangani, para pelaku bisnis dihadapkan pada ketidakpastian
pasokan gas/BBM, kenaikan harga BBM, melemahnya rupiah,
semakin mahalnya tarif jalan tol, listrik, terminal handling charges,
dan ditutup dengan urgensi dilakukannya reformasi mendasar
dalam kebijakan industri.
PERANAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR
Pertumuhan PDB dan Kontribusi Sektor Inustri Manufaktur dan Sektor Lainnya
di Indonesia , 1968- 2008*
Lapangan
1968 1978 1983 1988 1993 1998 2000 2005 2006 2007 2008**
Usaha
Pertanian 51,0 30,5 22,9 24,1 17,9 17,4 15,6 13,4 13,6 13,83 14,58
Pertambangan
4,2 17,6 20,8 12,1 9,6 8,3 12,1 11,4 10,5 11,14 10,93
dan Penggalian
Industri
8,5 10,0 12,8 18,5 22,3 23,9 27,8 27,41 28,0 27,01 27,10
Manufaktur
Lainnya *) 36,3 41,9 43,6 45,2 50,3 50,3 48,05 48,05 47,9 48,02 47,39
PDB 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Pulau Utama 1976 1980 1985 1990 1995 1999 2002 2004
Pulau bagian timur 1.5 1.0 1.9 2.2 1.8 1.9 1.7 0.9
Tinggi Rendah
Tinggi • industri Pupuk, kimia • Industri Logam Dasar,
dan Barang dari karet Besi dan Baja
• Industri alat angkut,
mesin dan peralatan
Pertumbuhan
Rendah • industri makanan, • indsutri semen dan
2004-2007
minuman dan barang galian Non-logam
Tembakau. • Industri barang lainnya
• Industri tekstil, barang • Industri kertas dan
kulit dan Alas kaki Barang Cetakan
• industri barang kayu dan
hasil hutan
Catatan : Pertumbuhan cabang industri dikategorikan “tinggi” apabila pertumbuhan lebih besar
dari rata-rata pertumbuhan cabang industri dan dikategorikan rendah apabila
pertumbuhan lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan cabang industri.
REFORMASI KEBIJAKAN INDUSTRI DAN VISI 2030
18.1. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL
Proses industrialisasi akan menjadi katalisator menuju negara maju, yakni indonesia
akan mencapai pendapatan perkapita sekitar USD 18 ribu, dengan jumlah penduduk
Mencapai 285 juta jiwa dimana indonesia masuk ke dalam lima besar perekonomian
Dunia dengan PDB sebesar USD 5,1 triliun.
Arah umum pengembangan industri dengan pendekatan top-down menghasilkan
Industri prioritas nasional , cabang cabang yang di prioritaskan pengembanganya di
petakan dalam sebuah bangunan industri
Bagunan industri masa depan tersebut adalah gambaran keadaan sektor industri yang
sudah mapan, dimana sektor ini telah menjadi mesin penggerak utama perekonomian
Nasional, sekaligus tulang punggung ketahanan ekonomi nasional dengan berbasis
sumberdaya nasional yang memiliki strruktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat
18.2. REFORMASI KEBIJAKAN INDUSTRI
Kebijakan industri yang di formulasikan ke dalam rencana pembangunan lima tahun, selama
pemerintahan soeharto menitik beratkan pada
1. industri-industri yang menghasilkan devisa dengan cara memproduksi barang barang
Subtitusi impor
2. industri-industri yang memproses bahan-bahan mentah dalam nergri dalam jumlah Yang
besar
3. industri-industri padat karya
4. Perusahaan perusahaan negara untuk tujuan strategis dan politis
Secara umum, kebijakan industri dapat di klasifikasikan ke dalam upaya sektoral dan
Horizontal, (cowling, 1999). Upaya sektoral terdiri atas berbagai macam tindakan yang
Di rancang untuk menargetkan industri-industri atau setor sektor tertentu dalam
Perekonomian. Upaya Horizontal dimaksudkan untuk mengarahkan kinerja perekonomian
secara
keseLuruhan dan kerangka persaingan dimana perusahaan-perusahaan melakukan usahanya
18.3.1. MENDONGKRAK DAYA SAING
Daya saing negara amat berbeda dengan daya saing perusahaan.
pertama, dalam realitas yang bersaing bukan negara tetapi perusahaan dan
Industri .
kedua, daya saing sebuah negara dapat di capai dari akumulasi daya siang
strategis setip perusahaan, sementara dalam ruang lingkup negara daya saing suatu
Negara di tentukan oleh interaksi kinerja ekonomi makro.
agar dapat brsaing di pasar global, sudah saatnya iklim persaingan di dalam
Negri di benahi. Struktur industri indonesia yang pada umumnya oligopolistik dan
terkonsentrasi terbukti hanya “jago kandang”.
18.3.2. VISI PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR
18.3.2.1. VISI jangka panjang mnurut berbagai versi
Berdasarkan UU NO. 17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang
Nasional tahun 2005-2025, adalah.
“indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur”
2 195 Dept Store RAMAYANA Ramayana Lestari Sentosa 89 4,850 456,900 10,615,014
5 263 C-Store ALFAMART Sumber Alfaria Trijaya 1475 2,849 184,380 15,453,194
ALFA
6 313 Supermarket Alfa Supermarket 34 2,849 184,380 15,453,194
SUPERMARKET
SOGO, JAVA,
9 354 Dept Store Mitra Adi Perkasa 17 1,583 162,540 9,739,141
DEBENHAMS
10 369 Book Store GRAMEDIA Gramedia Asri Media 63 1,487 79,380 18,729,025
11 414 Hardline ELECTRONIC CITY Graha Sudirman Center 7 1,170 57,420 20,381,052
12 453 Dept Store TOSERBA YOGYA Akur Pratama 48 956 137,890 6,931,612
13 458 Health & Beauty KIMIA FARMA Kimia Farma Apotek 325 945 35,750 26,422,695
1000
800
Jumlah Outlet
Minimarket
600
Supermarket
400 Hypermarket
200
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Persaingan Pasar Usaha Modern & Tradisional
Wawancara aktual
Proyeksi (‘000)
1 Becek
2 Kotor
3 Bau
4 Terlalu ramai
5 Panas
ISU UTAMA