Anda di halaman 1dari 11

NAMA KELOMPOK 2 :

1. BADRIYATUL KHASANAH ( 16.014 )


2. DINA FAKHRANA ( 16.022 )
3. DWI RIYANTI ( 16.025 )
4. INAS SHAFA ( 16.041 )
5. MERID LECHAN TRI C. ( 16.060 )
6. MUHAMMAD ILHAM ( 16.062 )
7. NINDY LESTARI DEWI ( 16.066 )
8. PRITA PUSPA HERSHOLINA ( 16.071 )
9. PRIYONO ( 16.072 )
10. RATIH AJENG NINGRUM ( 16.077 )
11. RITA PUSPITA SARI ( 16.082 )
12. RIZKY MUBAROKAH ( 16.084 )
A. Pengertian Kegawatdaruratan

• Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan


sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai
ketergantungan seseorang dalam menerima
tindakan medis atau evaluasi tindakam operasi
dengan segera.Berdasarkan definisi tersebut the
American College of Emergency Physicians
statesdalam melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan memilikiprinsip awal, dalam
mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan
terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang
tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit
lainnya (Krisanty, 2009).
B. Primary Survey ABCDE
1. Pengkajian Airway
• Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
• Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?
• Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
– Adanya snoring atau gurgling
– Stridor atau suara napas tidak normal
– Agitasi (hipoksia)
– Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
– Sianosis
• Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
– Muntahan
– Perdarahan
– Gigi lepas atau hilang
– Gigi palsu
– Trauma wajah
• Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
• Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera
tulang belakang.
• Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
– Chin lift/jaw thrust
– Lakukan suction (jika tersedia)
– Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
– Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
• Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain
• Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
– Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis,
penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
– Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
– Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
• Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
• Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas
pernafasan pasien.
• Penilaian kembali status mental pasien.
• Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
• Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
– Pemberian terapi oksigen
– Bag-Valve Masker
– Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika diindikasikan
– Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
– Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
3. Pengkajian Circulation
• Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
• Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
• CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
• Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.Palpasi nadi radial jika
diperlukan:
– Menentukan ada atau tidaknya
– Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
– Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
– Regularity
• Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
• Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

• Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan


skala AVPU :
• A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
• V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan
suara yang tidak bisa dimengerti
• P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas bawal yang digunakan untuk
mengkaji gagal untuk merespon)
• U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon
baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
• Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologist
secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil.
• GCS (Glasgow Coma Scale) adalah sistem scoring yang
sederhana dan dapat meramal kesudahan (outcome) penderita.
5. Expose, Examine dan Evaluate

• Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme


trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
• Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas
pada pasien
• Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil
atau kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
6. Foley Cateter
• Pemasangan foley cateter adalah untuk evaluasi
cairan yang masuk. Input cairan harus dievaluasi
dari hasil output cairan urin. Output urine normal
• Dewasa: 0.5 cc/kg bb/jam
• Anak: 1 cc /kg bb/jam
• Bayi: 2 cc/kg bb/jam
• Namun pemasangan cateter tidak dapat dipasang
pada penderita dengan adanya hematoma
skrotum, perdaraha di OUE (Orifisium Uretra
External), dan pada Rektal Touch (RT) posisi
prostat melayang/tidak teraba.
7. Gastic Tube

• Pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk


mengurangi distensi lambung dan mencegah aspirasi
jika terjadi muntah sekaligus mempermudah dalam
pemberian obat atau makanan. Kontraindikasi
pemasangan NGT adalah untuk penderita yang
mengalami fraktur basis crania atau diduga parah,
jadi pemasangan kateter lambung melalui mulut atau
OGT.
8. Hearth Monitro/ECG Monitor
• Dapat dipasang untuk klien yang memiliki riwayat jantung
ataupun pada kejadian klien tersengat arus listrik.
C. Secondary Survey
• Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki, termasuk re evaluasi tanda vital.
Peluang untuk membuat kesalahan dalam penialain pasien yang tidak sadar atau cukup besar,
sehingga diperlukan pemeriksaan teliti yang menyeluruh. Pada pemeriksaan secondary survey
ini dilakuka pemeriksaan neurologu lengkap, termasuk mencatat GCS bila belum dilakukan
dalam survey primer. Pada secondary survey ini juga dikerjakan foto rontgen dan pemeiksaan
laboratorium. Evaluasi lengkap dari pasien memerlukan pemeriksaan fisis berulang-ulang.
– Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan
bagian penting dari pengkajian pasien.
• Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan
dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan
dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
– Anamnesis harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga
• A : Alergi, adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan
• M : Medikasi/obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan (
Hipertensi, kencing manis, Jantung)
• P : Pertinent medical history riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa,berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herba
• L: Last meal - obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi (dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
• E: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera, kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama

Anda mungkin juga menyukai