Anda di halaman 1dari 53

Presentasi Kasus

Meningitis
RENJANA RI ZKIKA
1620221199
K E PA N I T E R A A N K L I N I K D E PA R T E M E N A N A S T E S I A D A N R E A N I M A S I
R S U P P E R S A H A B ATA N
Kasus
IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S : An. DH


Nama
No. Rekam: Laki
Jenis kelamin
Medis
– laki
: 02366xxx
Jenis Kelamin :Tanggal
Perempuan
lahir : 07 Februari 2017 NoTanggal
RM Masuk
: 02364419 RS : 09 Juli 2018
Usia : 44 tahun
Umur : 1 tahun 3 bulan Agama
Tanggal masuk IGD : 3 Mei 2018 : Islam
Alamat : Kp. Buni
Alamat : Jalan Cempaka No.19 Pekerjaan
Tanggal perawatan : 3 Mei 2018 : Ibu Rumah
Tangga
Status : Sudah
menikah
ANAMNESIS

Autoanamnesa dilakukan dengan Ibu pasien tanggal 09 Juli 2018 pukul 17.30 di bangsal
Anggrek Tengah B

Sering keluar cairan sejak kecil, kurang lebi satu tahun terakhir tidak pernah
keluar cairan. Terdapat penurunan pendengaran dikedua telinga, terutama
telinga kanan.
Pasien tidak memiliki riwayat asma, penyakit jantung, ginjal, hepar,
RPD hipertensi, diabetes mellitus dan kecelakaan/trauma

riwayat alergi obat ceftriaxone

Alergi

R. Operasi Pasien tidak pernah dioperasi sebelumnya


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum/Kesadaran
• Tampak Sakit Ringan / compos mentis

Tanda Vital
• Suhu : 36,8 ºC
• Tekanan Darah :110/70 mmHg
• Nadi : 68 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
• Pernapasan : 18 x/menit

Status Antropometri
• Berat badan : 65 kg
Status Generalis
Status Generalis
Kepala dan Leher : normocephal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : bentuk telinga normal, Sekret -/-
Hidung : Nafas cuping hidung -/-, septum deviasi -/-, sekret -/-
Mulut : Mukosa bibir kering, sianosis (-), sariawan (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : Perbesaran KGB (-)
Thoraks :
Inspeksi : Normochest, Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : Suara nafas vesikular, Rhonki -/-, Wheezing -/-, BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : sedikit cembung, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
Palpasi : Supel, turgor baik, tidak ada pembesaran hepar dan lien
Ekstremitas
Akral hangat, simetris, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-), jejas (-), bekas trauma (-), massa (-),

Mallampati Skor : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula)


Bukaan mulut : 3 jari pasien
Jarak mento-hyoid : 3 jari pasien
Jarak tiro-hyoid : 2 jari pasien
Pemeriksaan penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah perifer lengkap
Hb 12,6 (L) 13,0-16,0 g/dL
Ht 37,8 (L) 40,0-48,0 %
Eritrosit 5,88 4,50-5,50 juta/uL
Leukosit 8770 5000-10000 /uL
Trombosit 305000 150.000-400.000 /uL
MCV 83 82-92 fL
MCH 28,9 27-31 g/dL
MCHC 35,6 32-36 g/dL

HITUNG JENIS
Basofil 0.2 0-1 %
Eosinofil 2,4 1-3 %
Neutrophil 52,7 52,0-76,0 %
Limfosit 28,8 20-40 %
Monosit 5,9 2-8 %
RDW-CV 12,6 11,5-14,5 %
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
PT pasien 11 9,8-11,2 detik
PT control 11,4
INR 0,98
APTT
APTT pasien 36,2 31,0-47,0 detik
APTT control 34,4
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

SGOT (AST) 28 5-34 U/L


SGPT (ALT) 48 0-55 U/L
GDS 144 70-200 mg/dL
Ureum darah 24 21-43 mg/dL
Kreatinin darah 0,7 0,6-1,2 mg/dL

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Natrium (Na) darah 138 135-145 mEq/L
Kalium (K) darah 3,8 3,50-5,00 mEq/L
Klorida (Cl) darah 101 99,0-107,0 mEq/L
PemeriksaanTambahan
Rontgen Thorax
◦ Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal

Rontgen Mastoid
◦ Kesan : Mastoiditis bilateral
Kesan ASA (The American Society of Anesthesiologist)

• ASA 2
• Anemia (Hb : 12,6 gr/dL ; Ht : 37,8%)
Status Anestesi
Anestesi dilakukan pada posisi terlentang dengan posisi kepala dielevasikan 150. Lama anestesi 4
jam 45 menit (pukul 10.15 – 15.00) dan lama operasi 4 jam 15 menit (pukul 10.30 – 14.15)
Rencana Anestesi : General anestesi dengan intubasi
Premedikasi
Midazolam (0,05-0,1mg/kgBB) = 3,75 mg – 6,5 mg → 4 mg
Fentanyl (1-3 µg/kgBB) = 65 mcg – 195 mcg → 100 mcg
Induksi
Propofol (1,5-2,5 mg/kgBB) = 102,5 mg – 167,5 mg → 120 mg
Pelumpuh Otot
Atracurium (0,5-0,6 mg/kgBB) : 37,5 mg – 44 mg → 40 mg
Status Anestesi
Pemasangan ETT
ETT kingking dengan cuff ukuran 7
Maintenance
Air : O2 = 1,7 : 1,1
Gas Sevoflurane 2%
Status Anestesi
Medikasi Teknik Hipotensi
meninggikan kepala pasien 15o dan menggunakan agen inhalasi sevoflurane. Selanjutnya untuk
mencapai target hipotensi pada pasien, digunakan obat anastesi, sedasi dan pelumpuh otot
untuk efek samping dari hipotensi pada pasien. Jika dengan menggunakan obat-obat diatas
pasien sudah mencapai target hipotensi, monitoring untuk menjaga MAP agar sesuai target
dilakukan selanjutnya. Selama proses operasi jika MAP tidak mencapai target hipotensi dapat
diberikan agent hipotensi injeksi berupa klonidin dengan dosis 1,5 mcg/kgBB namun tetap harus
dilakukan pemantauan yang ketat pada MAP pasien.
Monitoring
 Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesia : pengamatan tanda klinis
(kualitatif) seperti pergerakan dada, observasi reservoir breathing bag, serta pastikan stabilitas
ETT tetap terjaga
 Pemantauan oksigenasi selama anestesia : pemantauan dilakukan dengan pemasangan pulse
oximetri untuk mengetahui saturasi O2
 Pemantauan adekuat atau tidaknya fungsi sirkulasi pasien :
◦ Pemantauan tekanan darah arterial dan denyut jantung
◦ Pemantauan EKG secara kontinu mulai sebelum induksi anestesi

 Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesia


◦ Input : Berupa Infus
◦ Output : Perdarahan, urin
Monitoring
Maintenance: (4x10) + (2x10) + (1x45) = 105 ml Kebutuhan cairan selama operasi 750 + 592,5 + 592,5 +
435 = 2270 ml
Operasi (6 ml/kg/jam): 65 x 6 = 330 ml
Cairan yang diberikan selama anestesi : RL jumlah ±
Puasa (6 jam): 105 x 6 = 630 ml 1500 cc
Pemberian Cairan yang keluar selama operasi
Jam I: ½ Puasa + Maintenance + Operasi = 315 + 105 + Urin  ± 800 ml
330 = 750 ml ◦ 1 jam pertama produksi urin 150 cc
Jam II: ¼ Puasa + Maintenance + Operasi = 157,5 + 105 ◦ 1 jam kedua produksi urin 200 cc
+ 330 = 592,5 ml ◦ 1 jam ketiga produksi urin 350 cc
◦ 1 jam keempat produksi urin 100 cc
Jam III: ¼ Puasa + Maintenance + Operasi = 157,5 + 105
+ 330 = 592,5 ml Perdarahan  ± 50 cc
Jam IV: Maintenance + Operasi = 105 + 330= 435 ml Total jumlah cairan keluar ± 850 ml
grafik waktu terhadap MAP
100
88
90
80
78
80 74
72 73
70 69 70 70
67 67 66 66
70 64 64
61 60
57
60

50 46

40

30

20

10

0
10:15 10:30 10:45 11:00 11:15 11:30 11:45 12:00 12:15 12:30 12:45 13:00 13:15 13:30 13:45 14:00 14:15 14:30 14:45 15:00

MAP Column1 Column2


Recovery room
Skor Alderrete pasien 10
Observasi tanda-tanda vital post operasi
O2 nasal kanul 2 liter/menit
Mobilisasi bertahap
Tinjauan Pustaka
Definisi

Teknik hipotensi terkendali adalah suatu teknik anestesi


umum dengan menggunakan agen hipotensi kerja cepat
untuk menurunkan tekanan sistolik sampai 80-90 mmHg
atau MAP (tekanan arteri rata-rata) sampai 50-60 mmHg
pada pasien normotensi.
Target

• Tekanan Darah Sistolik 80 – 90 mmHg


• MAP 50 – 60 mmHg
• Pada pasien hipertensi penurunan
20 – 30 % dari MAP

Tujuan

• Mengurangi perdarahan
• Mengoptimalkan lapangan operasi
• Mempercepat durasi operasi
• Mengurangi kebutuhan tranfusi darah
Indikasi
Bedah saraf dan bedah mikroskopik
Prosedur ortopedik besar seperti total hip artroplasti atau operasi tulang belakang yang rumit
Pembedahan tumor yang besar
Pembedahan daerah kepala dan leher
Beberapa prosedur bedah plastik
Pasien yang karena alasan keyakinannya menolak untuk dilakukan transfusi darah.
Kontraindikasi
 Kurangnya pengalaman dan pemahaman mengenai teknik hipotensi terkendali

 Ketidakmampuan untuk memonitor pasien secara cermat

 Penyakit yang mempengaruhi perfusi, oksigenasi dan fungsi organ seperti: DM dengan komplikasi, penyakit
serebrovaskular, disfungsi ginjal dan hepar, hipertensi tidak terkontrol, PJK, gagal jantung kongestif, peningkatan
TIK

 Hipovolemia & anemia berat

 Usia tua sekali dimana telah terjadi penurunan fungsi organ atau usia muda sekali dimana fungsi organ belum
sempurna.
Fisiologi
Keterangan: MAP – CVP = SVR X CO
MAP: Mean arterial pressure
SVR: sistemic vascular ressistency CO = SV x HR
CO: cardiac output Preload
CVP: Central venous pressure.
Kontraktilitas
SV: Stroke volume
Afterload
HR: Heart rate
Karena CVP biasanya sangat kecil jika dibandingkan dengan MAP, biasanya bisa diabaikan.
Hipotensi = SVR

CO

SVR + CO

• Penurunan cardiac output bukan merupakan metode terbaik sebab


menjaga cardiac output tetap stabil adalah penting untuk
mempertahankan aliran darah ke jaringan
Metode untuk menurunkan
Cardiac Output (CO)

Dilatasi dari pembuluh darah dengan menggunakan


nitrogliserine untuk mengurangi preload

Penurunan kontraktilitas kardiak menggunakan


agen inhalasi atau betabloker

Penurunan heart rate dengan menggunakan agen


inhalasi atau betabloker
Metode untuk menurunkan resistensi vascular
perifer (SVR)

Blok dari reseptor alfa adrenergic seperti labetalol dan


phentolamine

Relaksasi dari otot halus seperti direct acting


vasodilator (nitroprusside), calcium channel blockers,
agen inhalasi, purine (adenosine), prostaglandin E1.

Manuver posisi untuk memperpanjang aksi dari agen


Hipotensi
Teknik Hipotensi Terkendali

Manuver
posisi

Kontrol
ventilasi

Farmakologi
Manuver Posisi
ditinggikan 15 – 20 derajat
Setiap menaikan 2,5 cm ketinggian vertikal,
tekanan darah akan turun 2 mmHg.

Untuk operasi daerah kepala dan leher kepala


jat dan menghindari bendungan vena karena
leher tertekuk.
Kontrol Ventilasi
Kontrol ventilasi akan meningkatkan efek hipotensi dalam tiga cara:

1 2
3
Mencegah
Mengontrol
mekanisme Menghilangkan
venous return
normal dari kapasitas
ke jantung,
pompa pulmonary
terutama
respirasi vascular bed
jantung kiri
rongga toraks
Nilai PaCO2 harus dikontrol dan dipertahankan mendekati nilai normal

Tekanan darah

Pelepasan
katekolamin
PaCO2
meningkat

Hipoventilasi
Farmakologi

Beberapa obat anestesi dan vasoaktif yang dapat menimbulkan efek


hipotensi kendali antara lain:

• Anestesi spinal dan epidural


• Anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran,
desfluran)
• Obat-obat Vasodilator (sodium nitroprusid, nitrogliserin, hydralazin,
turunan purin)
• Obat penghambat ganglionik otonom (trimethaphan)
• Obat-obat penghambat reseptor α-adrenergik (phentolamin,
urapidil)
Farmakologi
Obat-obat penghambat reseptor β-adrenergik (propanolol, esmolol)
Obat α2 agonist (clonidin, dexmedeteomidin)
Kombinasi α&β bloker (labetalol)
Obat penghambat kanal kalsium (nicardipin)
Prostaglandin E1 (PGE1)
Obat-obat yang digunakan untuk teknik hipotensi meliputi obat
tunggal atau kombinasi dengan obat yang lain untuk mengurangi
dosis yang dibutuhkan dan mengurangi efek samping.

Obat tunggal & Obat ajuvan


Obat tunggal kombinasi
1 2 3
anestesi inhalasi, ACE inhibitor
nitroprusid, Ca chanel antagonis, dan klonidin
nitrogliserin, B bloker, fenoldopam.
trimetapan, alprostadil
(PGE1), adenosin,
remifentanil, dan obat
spinal anestesia.
Efek Hipotensi pada Organ Tubuh
Otak

Aliran darah otak (ADO) akan tetap stabil karena adanya autoregulasi otak. Perubahan tekanan
darah dalam batas antara 60 – 140 mmHg tidak akan mempengaruhi ADO secara signifikan. Jika
MAP < 50-60 mmHg autoregulasi otak akan menghilang dan ADO akan turun
Faktor paling penting dalam autoregulasi otak adalah cerebral perfusion pressure yang
dikalkulasikan sebagai MAP – ICP (intra Cranial Pressure). Sehingga Pasien dengan tekanan
intrakranial (TIK) meningkat sebaiknya tidak dilakukan teknik hipotensi kendali sampai
duramater dibuka, karena penurunan tekanan darah dapat meningkatkan risiko iskemia otak.
Jantung Paru
1
2

• Harus dijaga agar suplai


oksigen cukup untuk • Untuk menghindari perubahan
metabolisme miokard. oksigenasi dan eliminasi CO2
maka ventilasi kendali lebih
disukai.
• Obat-obat yang dapat
menurunkan metabolisme
miokard dapat melindungi
jantung dari iskemia miokard.

• Pada pasien normotensi,


perubahan EKG iskemik akan
terlihat pada tekanan diastolik
dibawah 30-40 mmHg.
Ginjal Hepar
1
2
• Aliran darah ginjal setara • Selama anestesi dengan
dengan 20-25 % dari teknik hipotensi terkendali,
Cardiac output. aliran darah hepar akan
berkuang karena tidak
• Ginjal mempunyai mempunyai autoregulasi.
autoregulasi yang baik pada
MAP 60-160 mmHg. • Penurunan MAP hingga 50-
60 mmHg cukup aman
• Pada MAP dibawah 75 karena tidak terjadi
mmHg, laju filtrasi perubahan fungsi hepar.
glomerulus akan menurun,
terjadi oliguria tetapi fungsi
sel tidak selalu terpengaruh.
1. Pengukuran tekanan
Monitoring
2. Monitor EKG untuk mendeteksi adanya perfusi miokard
yang tidak adekuat

3. Pemeriksaan AGD untk menentukan kecukupan


oksigenasi dan ventilasi, pH, PaCO2, PaO2, dan oksigen
content

4. Monitor pulse oksimetri dan suhu

6. Jika diperkirakan akan terjadi kehilangan banyak darah,


pemasangan CVC diperlukan.

7. Pemantauan produksi urin untuk memantau fungsi ginjal


dan perfusi jaringan

8. Monitor fungsi neurologis menggunakan EEG untuk


memantau gelombang otak dan iskemia serebral
Komplikasi

• Hipoperfusi dan iskemia jaringan pada otak mengakibatkan pusing, sulit


dibangunkan, anoksia, trombosis atau infark serebrum.

• Pada mata mengakibatkan pandangan kabur sampai kebutaan.


• Pada ginjal menyebabkan oliguria, anuria sampai gagal ginjal.

• Pada jantung menyebabkan trombosis koroner, infark, henti jantung


• Pada sistem kardiovaskular menimbulkan kolaps atau Rebound hipertension.
PEMBAHASAN
Pre-operatif
pada tahap perioperatif dilakukan anamnesa untuk melihat apakah pasien memiliki riwayat
penyakit yang dapat menjadi penyulit operasi. Pada pasien termasuk ASA II dengan anemia,
dimana Hb 11,6 gr/dL namun tanpa penyulit jalan nafas. Pada pasien juga tidak ditemukan
adanya kelainan kardiovaskular, seperti darah tinggi, kelainan vaskular seperti diabetes, kelainan
pada ginjal, gangguan pernapasan, intoleransi terhadap obat-obatan hipertensi, gangguan
iskemia cerebral.
Pasien dipuasakan selama 6 jam sebelum operasi yang bertujuan untuk memperkecil
kemungkinan adanya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah saat dilakukan intubasi
Intraoperatif
dilakukan anestesi umum dengan intubasi dan teknik hipotensi. Tujuan teknik hipotensi
dilakukan pada operasi ini untuk meningkatkan lapang pandang / visualisasi dari operator serta
mengurangi perdarahan pada pasien.
Dilakukan maneuver posisi kepala, yaitu menaikan kepala 10-15o pada pasien sebelum dimulai
anastesi, maneuver kepala ini bertujuan untuk meningkatkan curah balik vena dan membantu
menurunkan tekanan vena dan arteri.
Pemberian obat selama premedikasi dan induksi seperti propofol, pelumpuh otot serta analgesic
mempunyai efek samping untuk menurunkan tekanan darah. Oleh karenanya dengan pemberian
yang adekuat ditambah dengan gas anastesi yang diberikan secara terus menerus secara
adekuat cukup untuk menurunkan MAP pada pasien dan mempertahankan MAP pasien pada
batas 50-70 mmHg sesuai yang diharapkan.
Agen anestesi gas diberikan untuk pembiusan dan juga sebagai obat hipotensi. Gas anestesi
yang digunakan adalah sevoflurane.
Monitoring MAP dilakukan selama operasi, jika MAP tidak memenuhi target, atau MAP tinggi
>70 mmHg dapat diberikan agen anastesi berupa golongan adrenergic, yaitu klonidin 1,5 mcg/
kgBB
Postoperatif
Post operasi pasien diobservasi tanda vital, diberikan O2 nasal kanul dan mobilisasi bertahap.
Post operatif pasien dipantau dengan memperhatikan aldrette skor pada pasien yakni
kesadaran, pernafasan, tekanan darah, dan aktivitas, serta warna kulit. Skor pada pasien adalah
diatas 8 sehingga diperbolehkan untuk keruang rawat inap.
Untuk penanganan nyeri diberikan parasetamol 3 x 1 gr IV dan ketorolac 3 x 30 mg IV, sedangkan
untuk mual dan muntah diberikan ondansentron 3 x 4 mg IV bila perlu
KESIMPULAN
Pada operasi telinga, karena merupakan operasi microsurgery teknik anestesi yang dipilih
seharusnya dapat memberikan kondisi operasi yang baik pada operator. Tujuannya haruslah
mengurangi perdarahan, terutama pada daerah yang dioperasi.
Pada teknik anestesi hipotensi penting untuk mengontrol MAP (Mean Arterial Pressure) agar
turun namun tetap stabil. MAP dapat dimanipulasi dengan mengurangi resistensi vaskular
sistemik atau cardiac output, atau keduanya.

Anda mungkin juga menyukai