Anda di halaman 1dari 20

PRAKTEK KERJA

LAPANGAN
PTPN X - PG. GEMPOLKREP MOJOKERTO
AZIS AL FARISSIWI 1531010229
DEDY HIMAWAN FIRMANTO 1531010212
Sejarah PG.Gempolkrep

Pabrik Gula Gempolkrep yang merupakan salah satu pabrik gula yang
termasuk bagian dari PT. PERKEBUNAN XXI-XXII (PERSERO) dahulu merupakan
pabrik gula milik Belanda yaitu Suiker Pabrik Gula Gempolkrep, dengan nama NV.
CULTUUR MAATSCHAPPIL GEMPOLKREP yang merupakan milik dari N.V KOOY A
COSTER VAN VOOR HOUT yang didirikan pada tahun 1849.
Lokasi dan tata letak pabrik

Pabrik Gula Gempolkrep berada didesa Gempolkrep, kecamatan Gedeg,


kabupaten Mojokerto. Lokasi pabrik ini berada didaerah yang strategis ditinjau
dari letak bahan baku, transportasi, sumber air maupun sumber tenaga kerja
Hal yang menjadi pertimbangan
PG.Gempolkep
 A. factor utama
 1. bahan baku
 2. Persediaan Air
 3. Keadaan Tanah
 Iklim

 B. Faktor khusus
 1. Tenaga Kerja
 Transpoertasi
 Pengankutan
STRUKTUR ORGANISASI PABRIK
Produk yang Dihasilkan

Produk utama yang dihasilkan oleh PG. Gempolkrep ini adalah gula SHS
(Superior High Sugar) dengan kapasitas giling sekitar ± 7000 ton tebu/hari.
Sedangkan produk atau hasil samping dari pabrik gula ini adalah ampas tebu,
tetes, dan blotong. Hasil yang berupa ampas tebu tidak dijual tapi digunakan
sendiri oleh perusahaan sebagai bahan bakar ketel uap.
Bahan Baku

Pabrik Gula Gempolkrep menghasilkan produk utama gula SHS GKP I dan hasil
sampingnya adalah ampas, tetes dan blotong. Terdapat 2 bahan baku yang
digunakan dalam produksi gula di PG Gempolkrep, yaitu bahan baku utama dan
bahan baku pembantu.
Bahan Baku Penunjang
 a. Bakterisida dan fungisida
 b. Asam Phosphat (H3PO4)
 c. Kapur Tohor (CaO)
Kapur tohor diampur dengan air panas, kemudian dimasukkan kedalam kalk blus
tromol sehingga terbentuk hidroksida kuat dengan reaksi sebagai berikut:
CaO + H2O Ca(OH)2 + kalor
Tromol akan terus berputar sehingga terbentuk larutan susu kapur yang masih kotor
dan kasar lalu ke vibrating screen, setelah itu masuk ke bak pengaduk I dan
pengaduk II agar larutan homogeny
 d. Sulfur
 Sulfur di gunakan dalam pembuatan gas SO2, yang di gunakan pad aproses
pemurnian. Perolehan sulfur di dapat kan dengan belerang di masukan ke tobong
belerang di dalam tobong di panaskan hingga 160oC, kemudian cair pada suhu
200oC
Terdapat standart mutu tebu yang di
gunakan oleh PG Gempolkerp yaitu
 a. Usia tebu minimal 12 bulan
 b. Kematangan tebu (massa awal, tengah dan akhir)
 c. Tebu har MSB
 d. Brix minimal 18 bebas dari kotoran dan akar
 e. Tebu yang digunakan tidak boleh di biarkan lebih dari 20 jam
 f. Bebas dari factor yang mempengaruhi rendemen seperti daduk, pucuk
tanah, akar dan tebu mati maximal 5%.
Uraian Proses Produksi

 Stasiun Persiapan (Penerimaan dan Penimbangan)


Stasiun persiapan ini bertujuan untuk menempatkan tebu yang telah
ditebang dari kebun dan untuk menimbang tebu sebelum selanjutnya akan
dikirim ke stasiun penggilingan.
 Stasiun Penggilingan
Pada stsiun ini, dilakukan penggilingan tebu yang bertujuan untuk mengabil nira
sebanyak – banyaknya dengan jalan pemerahan. Hasil dari gilingan yakni berupa
nira yang nantinya akan diolah lebih lanjut serta ampas yang digunakan sebagai
bahan bakar untuk membuat uap di Stasiun Boiler
 Gilingan I
Tugas pada gilingan tebu I dan seterusnya pada dasarnya mempunyai prinsip
yang sama yakni memisahkan cairan tebu (nira) dengan ampas yang dilakukan
dengan pemerasan.
 Gilingan II
Selanjutnya ampas dari gilingan I dicampur dengan hasil nira dari gilingan III.
Proses penggilingan sama seperti gilingan I. Hasil yang diperoleh adalah nira perahan
II (NPL2) dan ampas gilingan II (a2). Hasil nira gilingan I dan II atau disebut juga
dengan nira mentah (NM) ditampung dalam tangki penampung
 Gilingan III
Selanjutnya ampas dari gilingan II (a2) dicampur dengan hasil nira dari gilingan
IV. Untuk proses penggilingan sama seperti gilingan I. Hasil yang diperoleh yakni nira
perahan III (NPL3) dan ampas gilingan III (a3)
 Gilingan IV
Selanjutnya ampas dari gilingan III (a3) dicampur dengan air imbibisi yang
didapat dari hasil samping stasiun penguapan dan hasil nira gilingan V (NPL V).
Untuk proses penggiligannya sama dengan gilingan I.
 Gilinga V
Selanjutnya ampas dari gilingan IV dicampur dengan air imbibisi yang didapat
dari hasil samping stasiun penguapan. Untuk proses penggilingannya sama seperti
penggilingan sebelumnya. Dari gilingan V ini dihasilkan nira perahan V (NPL 5) dan
ampas gilingan V (a5).
Stasiun Pemurnian

 a. Secara Fisika
Kotoran – kotoran yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari nira
akan mengendap (misal: lumpur, pasir) sedangkan yang berat jenisnya lebih
ringan akan mengapung (misal: serabut tebu yang terikut nira).
 b. Secara Kimia
Dengan menambahkan susu kapur pada nira sehingga akan terbentuk
endapan dan diilanjutkan dengan penambahan belerang pada nira sehingga
kotoran akan mengapung yang nantinya akan mempermudah pemisahanya
dengan nira.
Stasiun Penguapan

Stasiun ini bertujuan untuk memekatkan nira jernih dengan cara


menguapkan air yang terkandung didalamnya sehingga dapat mempercepat
proses kristalisasi dalam stasiun pemasakan. Penguapan air terjadi karena adanya
perpindahan panas dari bahan pemanas kepada nira.
Proses penguapan yang terjadi di stasiun penguapaan adalah pengurangan kadar
air yang ada didalam nira yakni ± 80%. Badan Penguapan / Evaporator yang
digunakan oleh PG. Gempolkrep adalah 8 unit Evaporator dan 2 unit FPPE (tidak
beroperasi). Dalam operasionalnya PG. Gempolkrep menggunakan system
Quintupple Effect Evaporator, dengan menggunakan 5 unit badan penguapan yang
disusun secara seri maupun parallel dengan pembagian sebagai berikut:
 Evaporator 1 dan 2 secara bergantian berfungsi sebagai Badan pengupan I. Jika
salah satu dilakukan proses pembersihan dan sekrap (pembersihan terhadap
kerak yang timbul), maka satunya akan menggantikan dan off untuk sementara
waktu.
 Evaporator 3 dan 4 berfungsi sebagai Badan Penguapan II, jika salah satu
dilakukan proses pembersihan dan sekrap (pembersihan terhadap kerak yang
timbul), maka Evaporator 5 menggantiknya (berfungsi sebagai Badan Penguapan
III).
 Evaporator 5 berfungsi sebagai Badan Penguapan III, jika mengalami proses
pembersihan atau mengalami sekrap (pembersihan terhadap kerak yang timbul)
maka Evaporator 6 menggantikannya (berfungsi sebagai Badan Penguapan III).
 Evaporaator 6 berfungsi sebagai Badan Penguapan IV, jika mengalami proses
pembersihan dan sekrap (pembersihan terhadap kerak yang tiimbul) maka
Evaporator 7 menggantikannya (berfungsi sebagai Badan Penguapan IV)
 Evaporator 7 berfungsi sebagai Badan Penguapa V, jika mengalami proses
pembersihan dan sekrap (pembersihan terhadap kerak yang timbul) maka
Evaporator 8 menggantikannya (berfungsi sebagai Badan Penguapan V)
Stasiun Masakan
 Masakan D
Awal dari masakan D2 adalah pembuatan bibitan D yaitu dengan cara menarik stroop A sebanyak ± 200 HL dsn
dimasak didalam vacum pan samapai molekul – molekul sukrosa yang terdapat pada stroop A melewati kondisi
lewat jenuh atau supersaturated. Kemudian ditambahkan fondan sebanyak 150 cc. Ketika HK mencapai ± 56 – 59,
maka ditambahkan lagi stroop A hingga volume mencapai 400 HL dan dituakan sampai kristal terlihat menggunakan
mikroskop. Setelah itu bibitan dibagi menjadi 2 yang nantinya akan dibuat sebagai masakan D2
 Masakan D1
Untuk bahan baku masakan D1 digunakan hasil dari masakan D2 dan stroop C. Pertama pan divacumkan sampai
tekanan ± 65 cmHg, kemudian masakan D2 dimasukkan hingga ± 200 HL dan dijaga suhunya agar tetap sampai
65oC. Setelah kristal terbentuk, masakan dituakan, kemudian ditambahkan stroop C sampai volume 400 HL.
Kemudian masakan dituakan lagi smapai HK ± 56 – 59. Setelah tua, masakan masuk ke palung pendingin D dan
dipompakan ke RCC (Rapid Cool Crystalyzer) kemudian masuk ke putaran D. Untuk ukuran kristal pada masakan D1
adalah 0,1 – 0,3 mm.
 Masakan C
Bahan yang digunakan untuk masakan C adalah stroop A, D-klare, dan gula D II (babonan D). Pan divacumkan
sampai tekanan 65 cmHg, kemudian D-klare dan stroop A ditambahkan sampai volume ± 200 HL. Kemudian
ditambahkan gula D II (babonan D) sebanyak ± 50 HL. Untuk gula C standar nilai HK nya adalah 70 – 72. Bila HK
yang didapatkan terlalu rendah maka ditambahkan stroop A sampai volumenya 350 HL. Untuk ukuran kristal yang
diinginkan pada Masakan adalah 0,4 – 0,6 mm. Jika ukuran telah memenuhi standar maka gula akan diturunkan
dipalung pendingin dan diproses di putaran C.
 Masakan A
Awal pembuatan masakan ini adalah pembuatan bibitan A. Bibitan A dibuat menggunakan bahan nira
kental, klare SHS, dan gula C (babonan C). Ketiga bahan tersebut dimasukkan sampai volume 200 HL untuk
dimasak dan dituakan. Selanjutnya untuk membuat masakan A2, bibitan A kemudian ditambah dengan nira
kental sebanyak ± 200 HL dan dituakan. Untuk menghilangkan kristal palsu, ditambahkan air panas secukupnya,
kemudiam dituakan lagi. Secara bertahap ditambahkan nira kental sampai volumenya mencapai 400 HL.
 Masaukan A1
Bahan yang digunakan adalah hasil masakan A2 dan nira kental. Setelah pan divacumkan, masakan A2
dimasukkan sebanyak 200 HL. Masakan dituakan sambil diamati ukuran kristalnya. Apabila masih lembut, maka
dapat ditambahkan dengan nira kental secukupnya. Namun, apabila ukuran ukurannya cukup besar, maka
penambahannya secara perlahan. Lalu ditambahkan nira kental hingga volume ± 400 HL. Sesekali masakan
disiram dengan air panas untuk menghindari kristal palsu. Jika ukuran kristal mencapai 0,9 – 1,1 mm, maka
masakan siap diturunkan ke palung pendingin A dan selanjutnya masuk ke putaran A. Pada stasiun masakan,
apabila masih pada kondisi awal giling maka nira kental dapat menggantikan bahan stroop A, D-klare, gula C
dan gula D. Dalam kondisi umum, nira kental dapat ditambahkan dalam setiap proses pada vacum pan bila HK
masakan rendah.
Stasiun Penyelesaian

Tujuan dari stasiun penyelesaian aadalah untuk mengeringkan gula SHS


(produk) dan mengemas gula sebagai produk akhir.
Produk kristal gula yang diambil hanya berasal dari putaran A atau yang lebih
dikenal dengan gula SHS (Super High Sugar). Gula ini kemudian dilewatkan
melalui Grasshoper (talang goyang) menuju alat sugar dryer. Alat tersebut
merupakan pengering dengan menghembuskan udara bersuhu 50oC yang
dilanjutkan menuju alat pendinginnya (Cooler) yang mempunyai suhu 30oC,
Setelah mengalami pengeringan pada Sugar Dryer Cooler (SDC), gula tersebut
kemudian dibawa ke Vibrating Screen menggunakan Bucket Elevator. Tujuan dari
Vibrating Screen adalah untuk memisahkan gula SHS menjasi 3 ukuran yakni:
 Ukuran Kasar
Berupa gula krikilan dengan diameter kristal lebih besar dari 1,1 mm,
dipisahkan dengan ayakan 8 x 8 mesh.
 Gula Sedang
Gula produk dengan diamtear 0,9 – 1,1 mm akan dipisahkan dengan 23 x 23
mesh.
 Gula halus
Gula halus dengan diameter kurang dari 0,9 mm Untuk gula halus dan krikilan
akan dilebur kembali dan dicampur dengan air panas kemudian dimasukkan ke
tangki peleburan (Smelting Tank), sedangkan gula yang berukuran sedang dibawa
menggunakan Bucket Elevator menuju ke Sugar Bin. Bagian bawah Sugar Bin
terdapat dua buah Sugar Weight yang menimbang gula seberat 50 Kg. Gula yang
sudah tertimbang masuk pada kemasan yang disediakan operator. Pengisian
dilakukan manual, operator yang kurang lebih berjumlah 4 orang membuka katup
Sugar Weight. Gula yang sudah berada dalam karung diangkut mennggunakan Belt
Conveyor menuju timbangan akhir. Gula ditimbang lagi untuk memastika berat
sudah memnuhi 50 Kg. Setelah gula dikemas, gula kemudian diangkut menuju
gudang

Anda mungkin juga menyukai