Anda di halaman 1dari 49

REFERENSI ARTIKEL

Disusun Oleh:

Purnomo
Andimas E.
(G99161077)

Ridho
Frihadananta
(G99161082)

Ruti Annisa K.
(G99161087)

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
2016
PENDAHULUAN

Cedera
Olahraga

Mekanisme Regio

Traumatic Repetitive Ekstremitas Ekstremitas


Injury Injury Atas Bawah
CEDERA PADA EKSTREMITAS ATAS

Lengan Bawah,
Bahu Siku Pergelangan
Tangan, Tangan
Luksasio / subluksasio Lateral epikondilitis
dari artikulasio humeri (tennis elbow)
Luksasio / subluksasio dari
artikulasio
akromioklavikularis

Medial epikondilitis
Subdeltoid bursitis
(Golfer’s elbow)

Fraktur klavikula

Strain dari otot-otot atap


bahu (rotator cuff)
REGIO BAHU
LUKSASIO / SUBLUKSASIO DARI
ARTIKULASIO HUMERI

 Pada sendi bahu sering terjadi luksasio / subluksasio karena


tipe sendi ini adalah globoidea (kepala sendi yang masuk ke
dalam mangkok sendi kurang dari separuhya). Cedera pada
sendi bahu ini sering terjadi karena pemakaian sendi bahu
yang berlebihan atau body contact spor t. Sendi pada bahu
sangat lemah, karena sifatnya globoidea dan hanya diperkuat
oleh ligamentum dan otot -otot bahu saja.
 Tanda-tanda luksasio / dislokasi :
 Lengkung bahu hilang
 Tidak dapat digerak-gerakkan
 Lengan atas sedikit abduksi
 Lengan bawah sedikit supinasi.
 Apabila terjadi luksasio atau subluksasio dari artikulatio
humeri dapat dilakukan reposisi untuk mengembalikan posisi
sendi. Reposisi dapat dilakukan dengan dua cara:

A . Metode Stimson
 Metode Stimson dilakukan dengan penderita dibaringkan
tertelungkup dengan bagian lengan yang mengalami luksasio keluar
dari tepi tempat tidur, menggantung ke bawah.

B. Metode lainnya
Penderita dibaringkan terlentang di lantai. Penolong duduk pada sisi
sendi yang mengalami cedera. Kaki penolong menjulur lurus ke dada
si penderita, lengan yang lepas sendinya ditarik dengan kedua tangan
penolong dengan tenaga kuat, sehingga berbunyi “klik”, ini berarti
sendi masuk kembali.
LUKSASIO / SUBLUKSASIO DARI
ARTIKULASIO AKROMIOKLAVIKULARIS

 Sendi akromio klavikularis kerap kali mengalami cedera


karena jatuh atau trauma pada ujung bahu.
 Jika ligamentum akromio klavikularis dan ligamentum korako
klavikularis terputus, maka terjadilah luksasio atau dislokasi
total. Pada keadaan luksasio / subluksasio dari sendi ini,
maka dapat kita raba terangkatnya ujung klavikulare bagian
akromion lebih tinggi. Bila cedera sudah berlangsung lama,
pembengkakan sudah terjadi, maka ujung klavikulare sukar
teraba.
 Pada cedera ini harus dilakukan bebat agar klavikula melekat
kembali pada akromion dengan cara membuat ikatan
(strapping) yang melewati pergelangan bahu sampai di bawah
siku yang difleksikan. Strapping dipakai selama 3 minggu.
Jika strapping sudah dilepas,harus dilakukan latihan untuk
menggerakkan bahu dan siku. Bila dislokasinya total, maka
strapping harus dipertahankan 6 – 8 minggu.
SUBDELTOID BURSITIS

 Sendi bahu dapat berfungsi dengan gerakkannya yang halus


karena adanya bursa subdeltoid dan bursa ini dapat
meradang.bursa mukosa subdeltoid ini memberi pelicin pada
tendo yang berjalan pada atap bahu .

 Apabila terjadi cedera, maka akan sedikit membengkak


dengan bertambahnya cairan sinovia dan pada gerakan terasa
nyeri, biasanya cedera ini terjadi karena pukulan langsung
pada bahu, misalnya pada body contact spor t (frozen
shoulder).
 Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah metode RICE
(Rest, Ice, Compression, dan Elevation), serta memberi
sanggahan pada lengan atas dan bawah, yaitu lengan
digendong dengan mitela, kemudian dapat dilakukan heat
treatment. Mittela dipasang kira-kira selama 7 hari. Kalau
perlu diberi obat-obat anti inflamasi (anti peradangan).
FRAKTUR CLAVICULA

 Fraktur pada klavikula biasa terjadi karena sebab -sebab yang


tidak langsung, misalnya karena jatuh dengan posisi tangan
lurus ke bawah menebah lantai.

 Pada fase akut harus dilakukan metode RICE dan kemudian


dilakukan tindakan immobilsasi selama kira -kira 6 – 8
minggu, dengan membuat balutan seperti menggendong
ransel.
STRAIN DARI OTOT-OTOT ATAP BAHU
(ROTATOR CUFF)

 Istilah rotator cuff dipergunakan untuk jaringan ikat fibrosa


yang mengelilingi bagian atas tulang humerus. Ini dibentuk
dengan bersatunya tendon-tendon atap bahu (gambar 2).
Keempat tendon tersebut adalah :
 musculus supraspinatus
 musculus infraspinatus
 musculus teres minor
 musculus subscapularis
 Tendo yang paling sering kena adalah tendon supraspinatus.
Biasanya terjadi karena tarikan yang tiba -tiba, misalnya, jatuh
dengan tangan lurus atau abduksi yang tiba -tiba melawan
beban berat yang dipegang dengan tangan.

 Gejala yang dirasakan adalah nyeri di ujung bahu. Pada


extensi 45 o , penderita mulai merasa sakit, lebih -lebih setelah
lengan lebih tingi. Tetapi rasa sakit berkurang lagi setelah
lewat 120 o . Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan
metode RICE, kemudian dilakukan pemasangan mitella pada
lengan dengan posisi lengan bawah dalam posisi fleksi 90 o
selama 2-3 hari.
CEDERA PADA SIKU (ELBOW
INJURIES)
LATERAL EPIKONDILITIS (TENNIS ELBOW)

 Suatu keadaan yang sering terjadi dengan gejala nyeri dan


sakit pada posisi luar siku, tepatnya pada epikondilus
lateralis humeri. Biasanya terjadi karena pukulan top spin
back hand yang terus-menerus, jadi bersifat over use.

 Tarikan pada otot-otot tersebut akan menimbulkan mikro


trauma yang makin lama makin bertumpuk menjadi makro
trauma, sehingga akhirnya menimbulkan tennis elbow.
MEDIAL EPIKONDILITIS (GOLFER’S
ELBOW)

 Sejenis dengan tennis elbow, disebut juga medial epikondilitis


atau fore hand tennis elbow . Yang terkena di sini adalah
epikondilus medialis humeri. Mengenai patofisiologinya sama
dengan tennis elbow, hanya saja yang mengalami mikro
trauma adalah origo dari otot -otot yang melakukan fleksi
lengan bawah, jadi yang berorigo pada epikondilus medialais
humeri.
Terapi untuk back hand tennis elbow Terapi untuk fore hand tennis elbow.
CEDERA PADA LENGAN BAWAH,
PERGELANGAN TANGAN DAN TANGAN

 Cedera yang sering terjadi adalah teno sinovitis dari otot -otot
extensor lengan bawah, dan biasanya terjadi pada olahraga
dayung.

 Cedera pada pergelangan tangan jarang terjadi, tetapi bila


terjadi dapat sangat mengganggu. Kita mengenal cedera
pergelangan tangan Thrower’s wrist, akibat hiperekstensi
pada waktu melempar agar mendapat lemparan yang jauh,
dan ini biasa terjadi pada cabang -cabang olahraga melempar,
misalnya tolak peluru.
 Cedera pada jari-jari sangat jarang terjadi, dan cedera pada
ibu jari sering terjadi pada petinju, yaitu fraktura metacarpal I
(fraktur Bennet), dan dislokasi pada ibu jari dapat terjadi
terutama pada body contact sport.
CEDERA PADA EKSTREMITAS
BAWAH
CEDERA PADA LUTUT

Cedera Dislokasi Fraktur Cedera


Lutut Sendi Patella ACL

Cedera Cedera Cedera Meniscus


PCL MCL LCL Injury
CEDERA LUTUT

 Trauma pada lutut lebih sering terjadi pada sisi medial


dibandingkan pada sisi lateral.Ligamentum collaterale
laterale ( fibulare ) lebih kuat mengikat sendi daripada
ligamentum collaterale medial ( fibula).
 Kerusakan pada ligamentum collaterale terjadi sebagai akibat
dari pukulan pada lutut pada sisi yang berlawanan.
 Cedera pada ligament (sprain) dibagi menjadi beberapa
tingkatan, yaitu:
 Sprain tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamen dan
hanya beberapa serabut yang putus.

 Sprain tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut otot dari ligamen yang putus,
tetapi lebih setengah dari serabut ligamen masih utuh

 Sprain tingkat III


Pada cedera ini seluruh ligamen putus sehingga kedua ujungnya
terpisah.
Penanganan Strain dan Sprain
 Sprain/strain tingkat satu
 Pada keadaan ini, bagian yang mengalami cedera cukup
diistirahatkan untuk memberi kesempatan regenerasi.

 Sprain/strain tingkat dua


 Pada keadaan ini penanganan yang dilakukan adalah berdasarkan
prinsip RICE (Rest,Ice, Compession and Elevation). Tindakan istirahat
yang dilakukan sebaiknya dalam bentuk fiksasi dan imobilisasi
(suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat
digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Tindakan
imobilisasi dilakukan selama 3-6 minggu.
 Terapi dingin → fase awal cedera.
 Pada fase lanjut terapi dingin digantikan dengan terapi panas.
 Sprain/strain tingkat tiga

 Pada keadaan ini, penderita diberi pertolongan pertama dengan


metode RICE dan segera diikirim kerumah sakit untuk dijahit dan
menyambung kembali robekan ligamen, otot maupun tendo.
DISLOKASI SENDI

 Jarang terjadi
 Dislokasi biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma
dari depan dengan lutut dalam keadaan fleksi. Dislokasi
dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi.
 Dislokasi anterior lebih sering ditemukan dimana tibia
bergerak ke depan terhadap femur.

 trauma ini merupakan suatu trauma hebat yang selalu


menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligament yang besar
dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasi yang
terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus proneus dan
ateri poplitea.
 Tindakan reposisi dan manipulasi dengan pembiusan harus
dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi
hemartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 10 -15 0 .
Selama satu minggu dan
setelah pembengkakan menurun dipasang gips sirkuler di ata
s lutut selama 7- 8 minggu.
FRAKTUR PATELLA

 Mekanisme trauma Fraktur patella dapat terjadi dalam dua


cara :

 Kontraksi yang hebat otot kuadriseps, misalnya menekuk secara


keras dan tiba-tiba
 Jatuh dan mengenai langsung tulang patella.
 Klasifikasi Fraktur Patella :
 Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan bersifat trasversal
(fraktur crack )
 Tipe II : fraktur transversal dengan pergesera
 Tipe III : fraktur transversal pada kutub atas/bawah
 Tipe IV : fraktur komunitif
 Tipe V : fraktur vertical Fraktur transversal biasanya terjadi oleh
kontraksi yang hebat, sedangkan fraktur komunitif terjadi oleh
trauma langsung pada patella. Adanya trauma pada daerah lutut
disertai pembengkakan, nyeri dan hemartrosis. Mungkin
dapat diraba adanya ruang fragmen patella.
 Pengobatan pada fraktur patella bergantung pada jenis
frakturnya.
 Pada fraktur yang tidak bergeser, bila ada hamartrosis yang
besar, dilakukan aspirasi secara steril dan dipasang gips
slinder selama 4-6 minggu.
 Fisioterapi dilakukan selama gips terpasang.pada fraktur
yang bergeser , dimana terjadi fraktur transversal diperlukan
operasi dan rekontruksi kembali ekspansi ekstensor seta
tulang patella dengan menggunakan tension band-wiring .
CEDERA PADA ANTERIOR CRUCIATE
LIGAMENT (ACL)
 Cedera ACL sering terjadi pada olahraga high impact, seperti :
sepak bola, futsal, tenis, badminton, bola basket dan
olahraga bela diri. Dengan cedera ACL pasien akan sulit
sekali untuk dapat melakukan aktifitas olahraga high impact.
 Cedera ACL ligament memerlukan tindakan operasi
Arthoscopy agar pasien dapat pilih seperti semula.
Tanda ACL Injury:
 Saat cedera biasanya pasien mendengar suara seperti ada
yang patah dalam sendi dan pasien tiba -tiba merasa
kehilangan tenaga dan langsung jatuh. Kadang -kadang
setelah beberapa saat pasien dapat berjalan kembali tetapi
pincang, sendi lutut sulit digerakan karena nyeri dan diikuti
bengkak.
 Sering setelah cedera 1 -2hari , pasien dapat berjalan seperti
biasa. Keadaan ini bukan berarti ACL sudah sembuh. Pada
perkembangannya pasien akan merasakan bahwa lututnya
tidak stabil, gampang goyang dan sering timbul nyeri
CEDERA PADA POSTERIOR CRUCIATE
LIGAMENT (PCL)
 Gejala : nyeri, bengkak, gangguan gerak,instabilitas, posterior
drawer test (+)
 Terapi : repair bila terjadi avulsi
 Bila terjadi cedera pada PCL akan terjadi instabilitas lutut
 Cedera berasal dari depan tibia, biasanya saat lutut fleksi
(atlit)
 Treatment untuk nyeri dan pembengkakan dengan Rest,
Ice, Compression/ Tapping dan Elevation
 Bila terjadi avulsi surgery
CEDERA PADA MEDIAL COLLATERAL
LIGAMENT (MCL)
 Cedera yang terjadi dari sisi lateral dari lutut
 Terjadi “opening-up”pada sisi medial lutut

 Terdapat 3 gradasi MCL


 Inkomplit : nyeri tekan pada sisi medial, ligament masih utuh, gejala
biasanya minimal,dapat melakukan aktifitas setelah 1 minggu
 Komplit : nyeri dan bengkak, lutut tdk dptfleksi, instabilitas, perlu
knee brace, perlu wkt 6 minggu untuk dapat melakukan aktifitas
semula
Pemeriksaan MCL

 Fleksikan lutut 30 o
 Letakkan tangan kiri pada sisi lateral lutut-Letakkan tangan
kanan pada ankle atau betis-Tekan sendi lutut kearah medial
dengan tangan kiri pemeriksa
 Bila MCL komplit maka sendi akan “opening-up” pada sisi
medial
CEDERA PADA LATERAL COLLATERAL
LIGAMENT(LCL)

 Sering terjadi akibat cedera dari aspek medial


 Terdapat 3 gradasi LCL
 Grade 1. nyeri ringan pada sisi lateral sendi,tidak ada
pembengkakan, nyeri saat fleksi 30, joint laxity (-)
 Grade 2. Nyeri pd sisi lateral, pembengkakan,nyeri tekan dan joint
laxity (+)
 Grade 3. Total ruptur ligament, nyeri, instabilitas
 Pemeriksaan LCL

 Fleksikan lutut 30 0
 Letakkan tangan kiri pada sisi medial lutut
 Letakkan tangan kanan pada ankle atau betis
 Tekan sendi lutut kearah lateral dengan tangan kiri pemeriksa
 Bila LCL komplit maka sendi akan ”opening-up”pada sisi
lateral
MENISKUS INJURY (CEDERA BANTALAN
LUTUT)

 Cedera meniskus merupakan cedera yang sering terjadi pada


olahraga yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti
pada bolabasket, sepak bola atau bulu tangkis. Mekanisme
cedera meniskus adalah akibat gerakan berputar dari sendi
lutut dan juga akibat gerakan squat atau fleksi sendi lutut
yang berlebihan

 Gejala dan diagnosis cedera meniskus :


 Terdapat Pembengkakan
 Nyeri di sepanjang garis sendi
 Lutut berasa seperti mengunci
 Rehabilitasi non-operatif

 Pembedahan dengan cara membersihkan atau menghilangkan


meniskus yang robek
 Pembedahan dengan cara menjahit meniskus yang robek
CEDERA PADA ANKLE
SPRAIN

Tingkatan sprain

 Keseleo ringan biasanya hanya terjadi pada ligament


talofibula anterior, yang dapat mengakibatkan retak pada
sebagian tulang tertentu,
 keseleo tingkat sedang meliputi talofibula anterior dan
calcaneo fibula ligament dapat memperparah terjadinya
kerusakan pada struktur ligament.
 Keseleo tingkat parah meliputi kedua ligament seperti pada
posterior talofibula ligament dan dapat menimbulkan putus
urat otot yang kompleks atau kadangkadang retak atau patah
tulang
Gejala dan Tanda

Setelah cedera, penderita mengeluh sakit tersiksa yang


berlebihan pada aspek anterolateral pada sendi pergelangan
kaki. Perabaan di atas sakit tersebut hanya di bawah malleolus
lateral.
PENANGANAN

Keseleo tingkat ringan


 Berhenti dari aktivitas
 Pengompresan dengan es selama 20 sampai 30 menit
 Kaki yang keseleo harus tetap terangkat (dinaikkan ke atas)
sedapat mungkin
 Jika terjadi pembengkakan, pengomperasan dengan es harus
terus menerus diulang dalam satu hari. Buatlah popsicle
dengan es dengan jalan membekukan air dalam kantong
plastik atau cangkir kertas kemudian merobek bagian sisinya
untuk mengeluarkan es.
 Perawatan yang digunakan tersebut dinamakan metode RICE,
yaitu rest (istirahat), ice (pemakain es), compression
(pengomperasan), dan elevation (elevasi).
Keseleo tingkat sedang
 Sama seperti cedera keseleo ringan; yaitu penggunaan
metode RICE.
 Keseleo ini memerlukan perlindungan lebih, contohnya
pemakaian pembalut yang halus untuk menyembuhkan
ligament.
 Seseorang yang menderita keseleo tingkat sedang dengan
rasa sakit yang parah sebaiknya mendapatkan perawatan
yang professional, karena kemungkinan terjadi kerusakan
ligament.
 Sebaiknya dilakukan penyinaran roentgen untuk memastikan
kerusakan apa saja yang telah terjadi pada tulang tersebut.
 Penghentian aktivitas olahraga selama 2 sampai 3 minggu.
Keseleo tingkat parah
 Perawatan awal dapat dilakukan, seperti pada cedera keseleo
yang lebih ringan menggunakan metode RICE.
 Penggunaan crutch (tongkat ketiak) dapat juga digunakan
untuk mengistirahatkan secara total bagian pergelangan yang
kaki yang keseleo.
 Bila ligament pergelangan kaki benar -benar putus, dilakukan
pembedahan.
 Apabila semua ligament telah rusak namun pergelangan kaki
tetap stabil (dapat ditentukan dengan menekan pergelangan
kaki sampil menyinarinya dengan sinar X), perlu dipergunakan
pembalut dan gips selama 4 sampai 6 minggu. Setelah tahap
penyembuhan selesai dilkaukan program rehabilitasi.
SIMPULAN
 Terj adinya cedera ol ahraga dapat disebabkan karena metode latihan yang
salah, kelainan struktural yang menekan bagian tubuh ter tentu lebih
banyak dari pada bagi an tubuh yang lainnya dan adanya kelemahan pada
otot, tendon, dan ligame n. Umumnya cedera terjadi disebabkan oleh
penggunaan jangka panj ang, dimana terjadi pergerakan berulang sehingga
menekan jaringan yang peka. Saat akti vitas ter sebut, resiko cedera bisa
terajdi pada semua olahraga.
 Pemeriksaan sedini mungkin sangat diperlukan untuk mengetahui
seberapa berat cedera ter sebut memberi dampak pada struktur anatomi
daerah yang mengalami cedera.
 Tujuan dan strategi penatal ak sanaan ber variasi tergantung pada derajat
dan keparahan cedera yang diakibatkan ol eh olahraga pada pasien . D alam
penatalaksanaannya perl u melibatkan tim multidi sipli n profesi onal dan
par tisipasi penuh dari pasien.
 Tujuan terakhir dari penanganan cedera pada olahraga adalah untuk
mengembalikan pasien ke dalam
TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA

Arnheim, D.D.1985. Modern of Athletic Training. United state of


America: Times Mirror/Mosby College Publising.
Brunker, P dan Khan, K. 1993. Clinical Spor t Medicine. Australia: Mc.
Graw -Hill Book Company.
Giam C K, Dr dan Teh K C, Dr. 1993. Ilmu Kedokteran Olahraga.
Jakar ta Barat: Binurupa Aksara.
Hardianto Wibowo. 1995. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera
Olahraga. Jakar ta: EGC.
Lippincott Williams & WilkinsHarr y B. Skinner. 2006. Current
Diagnosis & Treatment in Or thopedics, Four th Edition , Chapter
4. Spor ts Medicine .
Lumongga Fitriani, Anatomi Sendi Lutut , Fakultas Kedokteran,
Univer sitas Sumatera utara,Digitized by USU digital librar y:2004
Paul M. Taylor dan Diana K. Taylor. 2002. Mencegah dan
mengatasi Cedera Olahraga. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Peterson, L dan Renstrom, P. 1990. Sport injuries: their
preventation and treatment. London: CIBA-GEIGY.
Rasjad Chairuddin. Pengantar ilmu Bedah Ortopedi. Bintang
Lamumpatue Makassar,2003 edisi ke II.
Soeharso, Sport Injuries, Media ortopedi. Edisi 2 agustus 2012,
Surakarta.
Wiley Blackwell.Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu
Bedah Orthopedi. Edisi ke 3. Bab 14 TraumaPenerbit Yasif
Watampone, Jakarta. Hal 441-448

Anda mungkin juga menyukai