Anda di halaman 1dari 20

Clinical Science Session

Quality in Practice: Preventing and


managing neonatal sepsis in Nicaragua

Pembimbing: dr. H. Mustarim, Sp.A (K), M.Si.Med

Yodi Wijaya | G1A216036


Pendahuluan
• Diagnosis infeksi bayi baru lahir yang salah dan berlebihan di Nikaragua
menyebabkan kepadatan di unit perawatan intensif neonatus dan rawat
inap yang tidak perlu.

• Penelitian dasar di 9 RS menemukan bahwa tidak ada penggunaan


desinfektan, sterilisasi atau kebersihan tangan dan diagnosis
sepsis neonatus yang tepat terutama didasarkan
pada manifestasi klinis.
Kualitas Permasalahan
• (MINSA) memberikan pencegahan dan layanan perawatan yang diselenggarakan di 17 Sistem
Perawatan Kesehatan Lokal (SILAIS). + 42,6% populasi hidup di bawah garis kemiskinan,
Rasio kematian ibu adalah 66,73/100 000 kelahiran hidup & 73,8% kelahiran dibantu oleh
petugas yang terampil. Kematian neonatus tahun 2006 adalah 16/1.000 kelahiran, Penyebab
utama kematian tahun 2009 adalah gangguan pernapasan, infeksi dan asfiksia dan kematian
bayi adalah 33/1000 kelahiran
• Diagnosis infeksi bayi baru lahir yang salah atau
berlebihan menyebabkan kepadatan di (NICU) dan
rawat inap lama yang tidak perlu pada BayiBL,
penambahan SDM pada unit, dan penggunaan antibiotik
berlebih yang menghabiskan biaya merupakan masalah.
• MINSA jarang menangani infeksi intra-rumah sakit,
hasilnya hanya sedikit informasi untuk penyedia dan
tidak adanya data yang dikumpulkan (USAID) (HCI)
saat dimulai intervensi.
Penilaian Awal
MINSA meminta bantuan dari USAID pada area pengendalian infeksi dan pencegahan.
September 2007, melakukan penilaian awal untuk menentukan praktik yang berkaitan
dengan antiseptik, disinfektan, sterilisasi dan mencuci tangan di 9 rumah sakit MINSA di 9
dari 17 negara SILAIS. Penilaian menemukan hal berikut

(i) Campuran chlorhexidine dengan cetrimide digunakan untuk mendisinfeksi permukaan non-
logam, bukan larutan klorin, yang dianggap lebih murah dan lebih efektif.
(ii) Mayoritas instrumen kritikal disterilisasi menggunakan campuran klorheksidin yang sama,
bukan disterilkan di autoklaf.
(iii) Instrumen disterilisasi untuk periode waktu tertentu saja di autoklaf.
(iv) Ruang operasi dibagi untuk pasien infeksi dan tidak infeksi, dan didesinfeksi dengan
glutaraldehid, kadang-kadang ruang akan ditutup selama beberapa jam atau hari.
(v) Banyak staf tidak terbiasa dengan konsep mencuci tangan dan gel alkohol sebagai antiseptik.
Gel alkohol tidak termasuk dalam daftar dasar permintaan MINSA dan karenanya tidak
tersedia di banyak fasilitas.
Penilaian Awal
• Berdasarkan hasil ini, awal 2008, MINSA mengusulkan untuk mempromosikan
penggunaan desinfektan yang rasional, sterilisasi dan kebersihan tangan di rumah sakit
pada unit kebidanan dan neonatus di area dengan risiko tinggi infeksi (operasi, ruang
pengiriman, NICU) di 9 RS untuk mengurangi risiko infeksi intra-rumah sakit pada
neonatus.
• Selain mencegah infeksi intra-rumah sakit, MINSA juga tertarik menangani sepsis
neonatus dini (faktor risiko ibu, bukan infeksi intra-rumah sakit) yang menjadi penyebab
utama kematian di antara Bayi baru lahir
• 2009, bagan Ulasan yang dilakukan oleh HCI menemukan bahwa pada grafik tidak
dimasukkan dokumentasi gejala klinis atau hasil tes laboratorium dan staf medis tidak
menggunakan standar protokol untuk diagnosis dan manajemen.
• Tenaga medis tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang faktor risiko ibu untuk onset
dini sepsis Bayi baru lahir, dan seringkali kecurigaan klinis tidak didukung oleh tes
laboratorium.
Penilaian Awal
• Seringkali, jika teridentifikasi faktor risiko ibu pada sepsis neonatorum, pengobatan antibiotik
dimulai, tetapi sering faktor-faktor risiko tidak didokumentasikan dengan baik. Setelah
meninjau catatan klinis 33 kasus sepsis neonatorum Maret 2009 di RS Jinotega, 20 tidak
diidentifikasi faktor risiko ibu dan 15 memiliki hitung darah lengkap normal (CBC) atau secara
kualitatif nilai CRP normal, belum didiagnosis sebagai sepsis berdasarkan kriteria klinis atau
diidentifikasi sebagai 'berisiko sepsis.
• Kebanyakan kasus hanya didasarkan pada manifestasi klinis yang sering tidak spesifik dan juga
diamati dalam kondisi non-infeksi. tes laboratorium diminta atas kebijaksanaan masing-
masing dokter. Tidak ada kasus ditemukan terdapat tes kultur darah atau hitung jumlah sel
granulosit immature. Selain itu, dokter dan perawat tidak memiliki keyakinan dalam hasil tes
yang dilaporkan oleh laboratorium karena sudah terbentuk opini tentang kasus ini dan
sebagainya, hasil laboratorium dianggap tidak dapat diandalkan.
• Praktek-praktek inilah yang mengakibatkan adanya rawat inap yang tidak perlu atau
berkepanjangan, permintaan yang tinggi untuk tempat tidur, staf dan penggunaan antibiotik
yang berlebihan.
Solusi Pilihan
• Intervensi pertama, dikembangkan teknik baru dan pedoman untuk penggunaan
disinfektan, sterilisasi dan kebersihan tangan, yang disetujui oleh MINSA dan disebarluaskan
secara nasional hingga tahun 2008
• Pedoman tersebut menentukan proses desinfeksi untuk ruang operasi yang memungkinkan
ketersediaan untuk semua jenis intervensi bedah dalam 20 menit setelah desinfeksi dengan
klorin dan benzalkonium khlorida. Panduan ini juga menstandarisasi waktu dan suhu
sterilisasi autoklaf.
• Diadakan pelatihan di 9 RS. Pada pedomannya, menekankan klasifikasi risiko transmisi infeksi
spaulding intra-rumah sakit dan klasifikasi EPA yang berbeda untuk desinfektan
• HCI bekerja dengan staf di setiap rumah sakit untuk menerapkan siklus peningkatan cepat
(mengikuti Plan– Do – Study – Act cycle) untuk meningkatkan dan mengukur (bulanan)
kepatuhan terhadap pedoman di area dengan risiko infeksi tinggi.
Implementasi
• Intervensi pertama, berpusat pada penggunaan disinfekatan dan kebersihan yang
rasional, dilakukan di 9 RS, dan kemudian diperluas ke 9 RS tambahan. Penggunaan alkohol
gel menjadi metode utama untuk mengendalikan infeksi melalui kontak tidak langsung.
• HCI mengajukan petisi kepada MINSA memasukkan gel alkohol pada daftar dasar persediaan
untuk didistribusikan ke semua fasilitas kesehatan secara nasional.
• Chlorhexidine-cetrimide dihapus dari daftar persediaan dasar karena merupakan desinfektan
yang tidak efektif.

• Intervensi kedua,diarahkan mengatasi sepsis neonatus , dimulai di RS Jinotega April


2009, direktur medis, kepala perawat neonatologi, kepala kebidanan, kepala laboratorium, dan
direktur epidemiologi dan kantor catatan medis membentuk tim multidisiplin untuk masalah
ini.
• Tim dilatih metodologi peningkatan kualitas untuk mengidentifikasi kesenjangan dan
penyebab dan melaksanakan siklus cepat untuk memperkenalkan perubahan yang harus
mereka atasi. Tim juga dilatih tentang definisi klinis sepsis neonatus, faktor risikonya,
manifestasi klinis dan tes laboratorium yang tersedia untuk konfirmasi diagnosis.
Implementasi
Perubahan yang diterapkan oleh tim sebagai berikut:
1. Dokter kandungan mencatat faktor risiko ibu untuk sepsis neonatus di grafik sehingga mudah diidentifikasi
dan diperhitungkan oleh dokter anak.
2. Daftar faktor risiko ibu dirancang sebagai kriteria untuk masuk ke NICU
3. Paket lima tes laboratorium:
1. kultur darah Tes ini (kecuali Kultur Darah), diulang dalam 24 jam jika Negatif
2. leukosit,
3. rasio neutrofil immature
4. CRP dan
5. trombosit.
4. Personil laboratorium dilatih untuk mengembalikan hasil dalam 2 jam.
5. Jika tes laboratorium kedua negatif pada 48 jam, dipulangkan dan kontrol ulang dalam 48 jam.
6. Seorang dokter anak ditunjuk untuk berkoordinasi dan memantau pelaksanaan perbaikan setiap hari.
7. Diagnosis dicatat pada saat pulang sehingga bisa ditinjau oleh koordinator QI.
8. Desain algoritma diagnosis dan manajemen sepsis neonatus (Gbr. 1) : definisi sepsis, faktor risiko, tes
laboratorium dan alur keputusan berdasarkan hasil tes.
Dari Mei 2009 hingga November 2010, > 6 RS mengadopsi bentuk dan algoritme ini, dan mencapai hasil serupa
dalam waktu yang kurang dibandingkan RS Jinotega.
ALGORITMA DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN SEPSIS NEONATUS
Evaluasi
• (Gambar 2) menunjukkan Penggunaan tiga disinfektan utama: klorin, glutaraldehyde dan benzalkonium di
18 RS selama Oktober 2007 hingga November 2008.
• 9 RS pertama mencapai 100% penggunaan yang tepat dari ketiga disinfektan tersebut dalam periode 12 bulan
• 9 RS kedua mencapai 100% penggunaan yang tepat hanya dalam 7 bulan.
• 9 RS kedua lebih cepat karena menerapkan pelajaran dan pelatihan dari grup pertama.

• Di RS Jinotega, tim mampu mengurangi diagnosis sepsis yang salah selama 4 bulan periode. April 2009,
ketika perbaikan dimulai, paket tes laboratorium diterapkan pada 0% bayiBL dengan mengidentifikasi faktor
risiko sepsis neonatus. Mei, Juni dan Juli 2009, paket itu diterapkan pada 53, 46 dan 93 bayi baru lahir yang
diidentifikasi, masing-masing. Diagnosis sepsis dikonfirmasi berupa 29/47 kasus April, 24/53 Mei, 3/57 Juni
dan 1/42 Juli.

• Sejak itu, diagnosis sepsis menjadi peristiwa langka, bahkan untuk bayi baru lahir yang diidentifikasi dengan
faktor risiko, dan jumlahnya menurun menjadi 6-10 per bulan.

• Perbaikan ini hasil dari klarifikasi dan identifikasi ibu dengan faktor risiko sepsis neonatus dengan benar,
secara konsisten kasus-kasus dikonfirmasi dengan hasil laboratorium.
Spreading the appropriate use of disinfectants in 18 hospitals in Nicaragua (October
2007–November 2008).
Evaluasi
• Dibandingkan RS yang tidak mengkonfirmasi diagnosis sepsis menggunakan tes laboratorium,
diagnosis sepsis berkurang sebanyak 2% dalam 1 tahun, 7 RS berkurang sebanyak 84% dalam
periode tsb (Tabel 1). Di 7 RS ini, kejadian sepsis 48/1000/bulan, setelah intervensi, menurun
menjadi 16/1.000/bulan (P <0,001) (Gambar 3). Penurunan yang tajam dalam kasus yang
dilaporkan menunjukkan terjadi diagnosis sepsis neonatus yang berlebihan dan intervensi
dilakukan untuk memperbaiki masalah ini.

• Data Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis 1-2/1000 kelahiran hidup. Angka kematian
Sepsis Neonatorum di Nikaragua sebelum intervensi 1,55/1.000 kelahiran dan turun menjadi
0,64/1.000 kelahiran selama periode intervensi.

• Versi awal algoritma manajemen sepsis direvisi, dan diperluas ke 10 RS pada Desember 2011,
untuk 18 dari 22 RS di Nikaragua. Di edisi terbaru pedoman tsb (saat ini sedang diperbarui),
MINSA telah memasukkan algoritma yang dikembangkan oleh Rumah Sakit Jinotega untuk
mendiagnosis sepsis neonatus dengan benar dan akurat.
Gbr. 3. diagnosis sepsis di 7 RS yang berpartisipasi dalam intervensi peningkatan kualitas di
Nikaragua, Januari 2009– Agustus 2011. López et al.
Hasil yanng didapat
• Intervensi untuk meningkatkan pengawasan, diagnosis, dan manajemen sepsis neonatus
menggambarkan kebutuhan untuk menggali lebih lagi dalam memahami tingginya tingkat
sepsis neonatus, meningkatkan manajemen antisepsis / kebersihan tangan dan bayi baru lahir
sepsis.
• persetujuan MINSA dan hubungan HCI yang baik dengan MINSA adalah kunci untuk
mengatur bantuan teknis di setiap rumah sakit.
• Tim mencapai hasil yang lebih baik jika mereka memiliki otoritas manajemen rumah sakit
untuk menerapkan perubahan. Itu juga perlu untuk mengajarkan tim tentang metodologi QI
sebagai jalur untuk mengidentifikasi solusi masalah.
• Perubahan organisasi dilaksanakan melalui siklus cepat terkait dengan diagnosis dan verifikasi
sepsis neonatus melalui penggunaan tes laboratorium yang telah menunjukkan efektivitasnya
dalam mengurangi jumlah bayi yang baru lahir dirawat degan sepsis.
• Biaya terapi antibiotik dan persediaan lainnya telah dikurangi, memungkinkan staf neonatologi
lebih banyak waktu untuk mengobati bayi baru lahir lain yang kritis.
Ucapan terima kasih
• Para penulis mengucapkan terima kasih kepada staf dari rumah sakit yang
berpartisipasi dalam inisiatif ini untuk waktu dan dedikasi mereka,
terutama para profesional dari Rumah Sakit Jinotega yang memimpin
pelaksanaan perubahan di fasilitas itu. Para penulis juga berterima kasih
kepada Kementerian Kesehatan Nikaragua untuk dukungannya terhadap
perubahan dan diimplementasikannya intervensi di rumah sakit ini.
Pendanaan

• Penelitian ini didukung oleh orang-orang Amerika melalui Badan Negara


untuk Pembangunan Internasional (USAID) Proyek Peningkatan Perawatan
Kesehatan. HCI dikelola oleh University Research Co., LLC (URC) di bawah
ketentuan nomor kontrak (GHN-I-03-07-00003-00).
TERIMA KASIH
Abstrak
• Kualitas Permasalahan. Diagnosis infeksi bayi BL yang salah dan berlebihan di Nikaragua menyebabkan kepadatan di unit
perawatan intensif neonatus dan rawat inap yang tidak perlu.
• Penilaian awal. penelitian dasar di 9 RS menemukan bahwa tidak ada penggunaan disinfektan, sterilisasi atau kebersihan
tangan dan diagnosis sepsis neonatus yang tepat terutama didasarkan pada manifestasi klinis.
• Solusi Pilihan. 2007, Kementerian Kesehatan (MINSA), dengan USAID mengembangkan pedoman dan menerapkan
peningkatan kualitas dalam pencegahan dan pengendalian infeksi untuk mengurangi infeksi neonatus. MINSA juga
memperkenalkan algoritma untuk identifikasi yang benar pada ibu dengan faktor risiko dan tes laboratorium standar untuk
sepsis neonatus.
• Pelaksanaan. Intervensi, mengembangkan pedoman nasional tentang penggunaan disinfektan dan kebersihan tangan yang
benar; pelatihan staf medis tentang pedoman; merevisi daftar pasokan medis dasar antisepsis yang sesuai; mendefinisikan
paket tes diagnostik untuk sepsis neonatal dan secara sistematis mengukur kepatuhan terhadap prosedur baru tsb.
• Evaluasi. 18 rumah sakit menggunakan disinfektan yang tepat dalam periode 12 bulan. Di tujuh rumah sakit yang
diperkenalkan perbaikan dalam diagnosis dan manajemen sepsis neonatal, penerapan standarisasi paket laboratorium pada
kasus sepsis dicurigai meningkat dari 0% pada bulan April 2009 menjadi 93% pada bulan Juli 2011, dan insiden median sepsis
neonatal berkurang menjadi 67%.
• Pelajaran yang dipetik. Perubahan organisasi yang diimplementasikan untuk diagnosis dan verifikasi sepsis neonatus
menyebabkan penurunan dalam penerimaan dan pengeluaran antibiotik untuk bayi sepsis yang baru lahir, memungkinkan
sumber daya diarahkan untuk mengobati bayi lain yang baru lahir sakit secara kritis.

Anda mungkin juga menyukai