Anda di halaman 1dari 44

‫ﺒﺴﻡﺍﷲﺍﻠﺭﺤﻤﻦﺍﻠﺮﺤﻴﻡ‬

ANESTESI SPINAL PADA


SEKSIO SESAREA
Oleh :
Dede Iskandar

Pembimbing:
dr.Joni Budhi S, Sp.An

Laboratorium Anestesi & Reanimasi RSUD Kanjuruhan Kepanjen – PPD UNISMA


Identitas
 Nama : Ny. J
 Umur : 36 tahun
 Alamat : Malang
 Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Status : Menikah
ANAMNESA
1. Keluhan utama : Kenceng-kenceng
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan merupakan
rujukan dari bidan dengan kala I memanjang.
Awalnya jam 07.00 WIB Pasien mengeluh perut terasa
kencang, kemudian pasien memeriksakan diri ke
bidan. Kemudian diperiksa oleh bidan pasien sudah
pembukaan 4. Selanjutnya pukul 15.00 WIB diperiksa
lagi tetap pembukaan 4. Kemudian pasien dirujuk ke
RSUD Kanjuruhan. Pada saat observasi pasien
didapatkan DJJ yang menurun yakni 118x/menit.
• Riwayat Penyakit Sistemik yg pernah di alami :
– HT, DM, Peny. Jantung (disangkal),
– Asma (-), Alergi (-)
– Kejang (-)
• Riwayat Penyakit Keluarga :
– HT, DM, Peny. Jantung (disangkal),
– Asma (-), Alergi (-)
– Kejang (-)
• Riwayat Pengobatan
– Pasien tidak pernah operasi sebelumnya
Keadaan umum : Cukup, GCS E4V5M6
Pemeriksaan Tensi : 120/80 mmHg
Fisik Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 37˚C
RR : 18 x/mnt

Kulit : cianosis (-), ikterikk (-), turgor menurun (-)


Kepala :
Mata : anemi -/-, ikterik -/-, edema palpebra -/-
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), mulut sukar membuka (-), gigi menonjol
kedepan (-),tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), uvula ditengah.
Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-
),trakea ditengah, JVP tidak meningkat,
Thorax :
Paru : suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung : Irama reguler, BJ I, BJ II normal, BJ tambahan (-)
Abdomen :
Inspeksi : melebar, bekas luka operasi (+), linea nigra (+),
Palpasi : TFU 3 jari bawah px, letak kepala.
Perkusi : timpani,
Auskultasi : Bising Usus (+) normal, DJJ 118 x/menit
Ekstremitas : Akral hangat, jari tabuh (-), odem (-)
 Airway : jalan napas bebas.
 Breathing : RR18x/menit, Sesak (-),
Asma (-), Suara Napas tambahan (-)
 Circulation :Tensi 120/80 mmHg,
Nadi 80x/menit, teraba cukup, regular,
Perfusi: merah, hangat, kering
 Dissability : Compos mentis, GCS:
E4V5M6
 Status Fisik : ASA I
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap

Jenis Pemeriksaan Hasil Normal Satuan

Hemoglobin 12,0 L.13,5-18 P.12-16 g/dl

Hitung Lekosit 25.610 4.000 - 11.000 sel/cmm

Hitung Eritrosit 4,47 4,0 - 5,5 Juta/cmm

Hitung Trombosit 159.000 150.000 - 450.000 sel/cmm

Hematokrit 37 L. 40-54 P. 35-47 %

Masa Perdarahan 1’00” <=5 Menit

Masa Pembekuan 10’30” < = 15 Menit

GDS 180 <140 Mg/dl


RESUME
 Ny J, 36 tahun hamil usia kehamilan 39-40 mingu datang
dengan keluhan kenceng-keceng dan Pasien mengeluh
perut terasa kencang, pasien memeriksakan diri ke bidan.
Kemudian diperiksa oleh bidan pasien sudah pembukaan 4.
8 jam kemudian diperiksa lagi, dan hasilnya tetap
pembukaan 4. Setelah itu pasien dirujuk ke RSUD
Kanjuruhan.. TFU 3 jari bawah px, letak kepala, punggung
kanan.
 Dari pemeriksaan fisik VS : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
80x/menit, RR 18x/menit, suhu 370C. Pada pemeriksaan fisik
Airway: jalan napas bebas. Breathing : RR18x/menit, Sesak (-
), Asma (-) Suara Napas tambahan (-). Circulation : Tensi
120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, teraba cukup, regular, Perfusi
merah, hangat, kering. Dissability : Compos mentis, GCS:
E4V5M6. Status Fisik : ASA I. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis.
GIV P3003 Ab 000 uk 39-40
minggu dengan kala I
Memanjang
Terapi
 IVFD RL 20 tpm, O2 3 liter/menit
 Diagnosis Pra Bedah : GIV P3003
Ab 000 uk 39-40 minggu dengan
kala I memanjang.
 Tindakan Bedah : Seksio Sesarea
 Status ASA : I
 Jenis / Tindakan Anastesi :
Anestesi regional (Subarachnoid block)
Premedikasi : Metoclopramid 10 mg, midazolam
2 mg
Anestesi Lokal : Bupivacain 0,5% (hiperbarik) 15
mg
ketamin 100 mg, propofol 50 mg.
Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem
diberikan oxytocin 20 IU (10 UI diberikan secara
bolus IV, 10 IU diberikan per-drip) dan pospargin
IV bolus 0,2 mg. Ketorolac 30 mg bolus IV
diberikan sesaat sebelum operasi selesai
Recovery
 Setelah operasi selesai dan pasien dalam keadaan sadar, pasien dipindahkan ke ruang recovery dan
diobservasi Bromage Score pasien ini didapatkan bromage score 1. Jika Bromage score ≤ 2, maka
pasien bisa dipindahkan ke ruang.

Bromage Score
Gerakan penuh dari tungkai 0

Tak mampu ekstensikan tungkai 1

Tak mampu fleksi lutut 2

Tak mampu fleksi pergelangan 3


kaki
Tinjauan pustaka
Seksio sesarea adalah Indikasi:
pembedahan untuk melahirkan a. Berasal dari ibu
janin dengan membuka dinding i. Induksi persalinan yang gagal
perut dan dinding uterus ii.Proses persalinan tidak maju (distosia
persalinan)
iii. Disproporsi sefalopelvik
Kontra indikasi : b. Uteroplasenta
•infeksi piogenik dinding abdomen i.Bedah uterus sebelumnya (sesar
klasik)
•janin abnormal yang tidak dapat
ii.Riwayat ruptur uterus
hidup, iii. Obstruksi jalan lahir (fibroid)
•janin mati (kecuali untuk iv. Plasenta previa, abruptio plasenta
menyelamatkan nyawa ibu) berukuran besar
•kurangnya fasilitas, perlengkapan c. Janin
atau tenaga yang sesuai. i. Gawat janin/ hasil pemeriksaan janin
tidak meyakinkan
ii. Prolaps tali pusat
iii. Malpresentasi janin
Menurut Sarono Prawirohardjo dalam buku pelayanan maternal dan
neonatal fase laten memanjang adalah suatu keadaan pada kala I
dimana pembukaan serviks sampai 4 cm dan berlangsung lebih dari 8
jam.

Menurut Rustam Mochtar (Sinopsis Obstetri) pada dasarnya fase laten


memanjang dapat disebabkan oleh :
1. His tidak efisien (adekuat)
2. Tali pusat pendek
3. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
4. Kesalahan petugas kesehatan memastikan bahwa pasien sudah
masuk dalam persalinan (inpartu) atau belum
Sistem Respirasi

 Hiperventilasi sesudah trimester – I


 Vaskularisasi mukosa saluran nafas ↑
› memudahkan terjadinya perdarahan
› edema pada nasal, oropharynx, larynx, dan trachea
 Ventilasi alveolar ↑ 70 %
 Volume tidal ↓ 40 %
 RR ↑ 15 %
 lebih mudah terjadinya hipoksia o.k :
› cadangan O2
› kemungkinan terjadinya airway clossure
› O2 consumption ↑
› Venous return ↓ pada posisi terlentang
Sistem
Kardiovaskuler
 Volume darah ↑ 35 %
 Volume plasma ↑ 45 %

 : DILUTIONAL ANEMIA
menyebabkan
(PHYSIOLOGICAL ANEMIA)
 CO ↑ 40 %
 SV ↑ 30 %
 HR ↑ 15 %
Sistem
Kardiovaskuler
“SUPINE HYPOTENSION SYNDROME”
 > 15 % wanita hamil, bila dalam posisi
 tidur terlentang terutama pada saat aterm, akan
menunjukkan tanda-tanda syok :
• hipotensi
• pucat
• berkeringat dingin
• mual, muntah

dalam keadaan “supine position” terlihat adanya : obstruksi


total pada vena cava inferior akibat penekanan oleh uterus
yang hamil + janin
Sistem Gastrointestinal

 letak gaster lebih horizontal


 sudut gastroesophageal lebih tajam dan letak pilorus
 berubah, menyebabkan waktu pengosongan lambung ↓
 competency “lower oesophagial sphinchter” ↓
 memudahkan terjadinya regurgitasi
 motilitas gaster ↓
 sekresi gastrin ↑ sekresi HCl ↑ pH < 2,5

Klinis :
 penderita pada kehamilan dan persalinan resiko regurgitasi
dan aspirasi
Sistem Syaraf pusat

 MAC dari obat anestesi inhalasi ↓ 40 %,


 mekanismenya belum jelas, diduga disebabkan faktor hormonal
dan opiat endogen yang ff , selain progesteron ↑ 10 - 20 %
 Adanya :
Pembengkakan pada vena epidural Volume CSF
Tekanan CSF o.k. penekanan pada vena cava
Kontraksi dari uterus (HIS)
Neurosensitivity terhadap obat anestesi lokal
 Jika dibutuhkan dosis Anastesi Lokal yang (30-50%), untuk
menghasilkan blokSAB pada level yang sama pada wanita hamil
 pembengkakan pada vena-epidural menyebabkan ruang
subarachnoid dan ruang epidural menjadi lebih sempit, sehingga
membutuhkan MAC ↓ dari pada wanita tidak hamil.
 Anesthesi regional adalah hambatan
impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara, dengan hambat impuls
syaraf sensorik. Fungsi motorik
saraf dapat terpengaruh baik sebagian
maupun seluruhnya.
 Untuk mencapai cairan serebrospinalis,
maka jarum suntik akan menembus :
kulit -> subkutis -> lig. Suoraspinosum ->
lig. Interspinosum -> lig. Flavum -> ruang
epidural -> durameter -> ruang sub
araknoid.
Ketinggian segmental anatomic
 C3-C4 Clavicula
 T2 Ruang interkostal kedua
 T4-5 Garis putting susu
 T7-9 Arcus subcostalis
 T10 Umbilikalis
 L1 Daerah inguinal
 S1-4 Perineum
Indikasi
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rectum perineum
Bedah obstetric ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bedah
pediatric biasanya dikombinasi dengan
anestesi umum ringan
 Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut
(pulse oximeter) dan EKG
 Peralatan resusitasi / anestesi umum
 Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung
bamboo runcing, quincke-babcock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil
(pencil point, whitecare)
 Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral
 Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di
daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal).
Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua
krista iliaka dengan tulang punggung, ialah L4–L5.
 Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah
punggung pasien.
 Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan
pada bidang medial dengan sudut 10-30° terhadap
bidang horizontal ke arah kranial.
 Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
 Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke
dalam ruang subaraknoid
 Tutup luka tusukan dengan kasa steril.
 Penyebaran Anestesi Lokal Tergantung
› Faktor utama
 Berat jenis anestesi lokal
 Posisi pasien
 Dosis dan volume anestesi lokal
› Faktor tambahan
 Ketinggian suntikan
 Kecepatan suntikan
 Ukuran jarum
 Keadaan fisik pasien
 Tekanan intraabdominal
Anestesi Lokal Berat Sifat Dosis
Jenis

Lidokain (Xylobain,
Lignokain) 1.006 Isobarik 20-100 mg (2-5
2% plain 1.033 Hipebarik ml)
5% dalam dextrose 75% 20-50 mg (1-2
mg)

Bupivikain (Markain)
0.5% dalam air 1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)
0.5% dalam dextrose 8,25% 1.027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3 ml)
Pengaturan Level Analgesia
1. Sadle block anesthesia : zona sensoris anestesi
kulit pada segmen lumbal bawah dan sakral.
2. Low spinal anesthesia : level anestesi kulit
sekitar umbilikus (T10) dan termasuk segmen
torakal bawah, lumbal dan sakral.
3. Mid spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T6
dan zona anestesi termasuk segmen torakal,
lumbal, dan sacral.
4. High spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T4
dan zona anestesi termasuk segmen torakal 4-
12, lumbal, dan sacral.
Spinal Anestesi

Komplikasi Tindakan :
1. Hipotensi berat Komplikasi Pasca Tindakan :
2. Bradikardi 1. Nyeri tempat suntikan
3. Hipoventilasi 2. Nyeri punggung
4. Trauma pembuluh darah 3. Nyeri kepala karena kebocoran
5. Trauma saraf liquor
6. Mual muntah 4. Meningitis
7. Gangguan pendengaran 5. Retensio urin
8. Blok spinal tinggi atau blok
total
Pembahasan
ANESTESI

Anestesi untuk tindakan secsio caesarea pada


pasien ini menggunakan regional anestesi
dengan teknik spinal anestesi,

Anestesi spinal (blok subarakhnoid) merupakan


pilihan utama dalam tindakan seksio sesarea.

Alasan pemilihan anestesi spinal karena


 Ibu tetap sadar
 Aspirasi dapat dicegah
 Efek depresi terhadap janin ↓
Pelaksanaan Anestesi Spinal

Pasien di jadwalkan untuk menjalani


operasi secsio cesarea. Sebelum operasi
pasien di infus dengan RL dan
dipuasakan. Keadaan pasien tampak
cukup, tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 80 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 37˚C
Pada pasien ini diberikan premedikasi
yaitu metoclopramide sebanyak 10 mg
secara intravena.
Pemberian obat anti mual dan muntah ini
merupakan usaha untuk mencegah
adanya aspirasi dari asam lambung
 Isinya adalah metoklopramide HCL
sebagai obat sisipan untuk mencegah
emesis.
 Farmakologi :
Secara langsung menghambat reseptor
dopamin dan meningkatkan ambang
rangsang pada CTZ (Chemoreceptor
Trigger Zone) medulla meningkatkan
kontraksi antrum lambung, peristaltik
duodenum dan jejunum.
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan
kepala menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba.
Dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua crista illiaca
dengan tulang punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu
ditentukan tempat tusukan pada garis tengah, Dengan target
memblok saraf simpatis, motorik dan autonom.
Kemudian disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin.
Jarum spinal ditusukkan dengan arah median, sampai dengan
keluarnya LCS (jernih) kemudian dipasang spuit yang berisi
bupivacaine 20 mg dan dimasukkan secara perlahan-lahan.

Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui


penurunan tekanan darah yang bermakna.
 Bupivakain HCL 5% 15mg
Tiap ampul Buvanest Spinal
› Komposisi :
0,5 % Heavy mengandung:
Bupivacaine HCl 5 mg/mL dan
Dextrose monohydrate 80 mg/mL
› Farmakodinamik
Anestetik lokal menghambat pembentukan
dan penjalaran impuls saraf dengan
meningkatkan ambang eksitasi elektrik
dalam saraf, memperlambat penyebaran
impuls saraf, dan mengurangi kecepatan
bangkitan aksi potensial.
Farmakokinetik
 kadar puncak bupivacaine dalam darah
dicapai dalam 30-45 menit, diikuti oleh
penurunan kadar sampai kadar tidak
bermakna selama 3-6 jam kemudian.
 Mula kerja bupivacaine cepat dan
anestesia bertahan lama
 Bupivacaine terutama dimetabolisme di
hati melalui konjugasi dengan asam
glukuronat dan metabolit utamanya
adalah 2,6 pipecoloxilidine
 Setelah dilakukan insisi, Pada pasien
mengeluh kesakitan. Kemudian diberikan
ketamin 50 mg tetapi pasien masih
mengeluh kesakitan. Diberikan lagi ketamin
50 mg. Pemberian ketamin ini bertujuan
untuk menurunkan keluhan neyeri pasien
dan agar pasien merasa tenang.
Kemudian diberikan propofol sebanyak
50mg/iv. Tujuan dari pemberian propofol
mempunyai efek sedasi yang dapat
mengurangi kecemasan ibu.
 .
 Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta
diklem diberikan :
 Oksitosin 20 IU, 10 UI diberikan secara bolus
IV dan 10 IU diberikan per-drip.
 Pemberian oksitosin bertujuan untuk
mencegah perdarahan dengan
merangsang kontraksi uterus secara ritmik
atau untuk mempertahankan tonus uterus
post partum.
 Kemudian diberikan Ketorolac 30 mg
secara intravena beberapa saat sebelum
operasi selesai.
 Ketorolac 30 mg secara intravena
diberikan beberapa saat sebelum
operasi selesai. Ketorolac adalah
golongan NSAID (Non steroidal anti-
inflammatory drug) yang bekerja
menghambat sintesis prostaglandin.
Ketorolac diberikan untuk mengatasi
nyeri akut jangka pendek post operasi,
dengan durasi kerja 6-8 jam.
 Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti
dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus
diberikan dosis efektif terendah.
 Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-
narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid
yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-
inflamasi.
 Ketorolac tromethamine menghambat sintesis
prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik
yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek
terhadap reseptor opiat.
 Pada pasien ini berikan cairan infus RL. (ringer laktat) sebagai cairan
fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.
 kebutuhan cairan pada pasien ini :
 BB = 60 kg
Maintenance = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 60 kg = 120 cc/jam
Pengganti puasa = 2 x maintenance = 2 x 120 cc = 240 cc/jam
Stress operasi = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 60= 420 cc/jam

 Pemberian Cairan :
1 jam pertama = (50 % X pengganti puasa ) + maintenance + stress
operasi + jumlah perdarahan
= (50 % X 240) +120 + 420 +300 = 120 + 120 + 420 + 300 = 960 cc
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai