Anda di halaman 1dari 68

CLINICAL SCIENCE SESSION

(CSS)
Trauma Maksilofasial
Presentan:
Gine Yunia Haefi 12100117002
Tri Kusyantini 12100117007
Bakti Gumelar 12100117113
Febi Ramdhani Rachman 12100117143

Preseptor:
dr. Hj. Tety H. Rahim, Sp.THT-KL., M.Kes., M.HKes

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN-KEPALA LEHER


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL IHSAN BANDUNG
2018
Anatomi Tulang Tengkorak
o Cranium (skull) adalah
bagian superior
tengkorak yang bulat
dan besar, yang
menutupi otak dan
terbuat dari tulang-
tulang cranial.
Terdiri dari:
Neurocranium
o Merupakan bagian
cranium yang melapisi
otak dan pelapis
membranousnya,
cranial meninges. Juga
mengandung
bagianproximal cranial
nerve dan perdarahan
otak.
o Terdiri dari:
o Calvaria (skull cup) :
bagiap atap tengkorak
o Floor (cranial base) :
basis cranii
Viscerocranium
Tulang wajah atau disebut
juga dengan viscerocranium
terdiri dari beberapa tulang
yang tidak beraturan, yaitu :

o Nasal Bones ( 2 )

o Maxilla ( 2 )

o Zygomatic bones ( 2 )

o Palatine bones ( 2 )

o Inferior Nasal Conchae ( 2 )

o Mandibulla ( 1 )

o Vomer ( 1 )
Tulang Nasal
Sepasang nasal bones
bertemu di tengah –
tengah dan menbentuk
bridge of nose. Pada
bagian akhir nasal bones
disusun oleh cartilage.
Tulang Maksilla
o Tulang maksilaris membentuk
bagian rahang atas.

o Saling berhubungan dengan


semua tulang – tulang di
wajah kecuali mandibula.
Membentuk bagian dasar
orbit, dinding lateral dan
dasar nasal cavity, hampir
seluruh hard palate.

o Maxilla terdiri dari :


o Maxillari sinus
o Alveolar process :
mengandung socket (alveoli)
untuk gigi atas
o Palatine process
o Infraorbital foramen
o Inferior orbital fissure
Tulang Zigomatik

o Disebut juga tulang pipi. Membentuk bagian puncak


pipi, dan dinding lateral dan dasar orbit.
o Berhubungan dengan maxilla, frontal bones, sphenoid
bones, dan temporal bones.
Tulang Palatine

o Tulang palatine berbentuk seperti huruf L, membentuk


bagian posterior hard palate, bagian dasar dan dinding
lateral nasal cavity, dan sebagian kecil dasar orbit.
o Horizontal plates dari palatine bone membentuk bagian
posterior dari hard palate yang memisahkan nasal cavity
dari oral cavity.
Inferior Nasal Concha

o Berada di inferior dari middle nasal conchae ethmoid


bone.
o Scroll – like bone yang membentuk bagian inferior dinding
lateral dari nasal cavity dan memproyeksikan kedalam
nasal cavity.
Tulang Mandibula

o Tulang mandibula membentuk bagian rahang bawah.


o Merupakan tulang yang terkuat, dan terbesar dari facial
bones.
o Satu-satunya tulang yang dapat bergerak pada skull bones.
Otot-otot Wajah
Regio Kepala
TRAUMA
MAKSILOFASIAL
• Suatu ruda paksa yang
mengenai wajah dan jaringan
Definisi sekitarnya yang menyebabkan
hilangnya kontinuitas tulang-
tulang wajah.

• 6% dari seluruh trauma


• usia 21-30 tahun (29%), usia 11-
Epidemiologi 20 tahun (22,3%) dan 31-40
tahun (21%)
Etiologi

Dewasa Anak

• Kecelakaan lalu lintas (40- • Kecelakaan lalu lintas (10-


45%) 15%)
• Penganiayaan/berkelahi • Penganiayaan/berkelahi
(10-15%) (5-10%)
• Olahraga (5-10%) • Olahraga, termasuk naik
• Jatuh (5%) sepeda (50-65%)
• Lain-lain (5-10%) • Jatuh (5-10%)
Faktor Predisposisi
• Faktor lokal
• Kista
• Osteomielitis
• Tumor
• Gigi molar tiga
• Faktor sistemik
• Penyakit sistemik yang memengaruhi
pembentukan struktur tulang
Manifestasi Klinis
• Deformitas, memar, • Cedera kelopak mata
abrasi, laserasi, edema
• Echhymosis
• Luka tembus
• Epistaxis
• Asimetris atau tidak
• Defisit pendengaran
• Adanya
maloklusi/trismus, • Gangguan saraf sensoris
pertumbuhan gigi yang berupa anesthesia atau
abnormal hipestesia dari ketiga
cabang saraf ke V
• Otorrhea/rhinorrhea
• Gangguan saraf motorik
• Telecanthus, battle’s berupa parese atau
sign, racoon’s sign paralisis dari saraf ke VII
Klasifikasi
Trauma Jaringan Lunak
Fraktur Tulang Wajah
Wajah
• Ekskoriasi; • Fraktur tulang hidung;
• Luka sayat (vulnus • Fraktur tulang zigoma
scissum); dan arkus zigoma;
• Luka robek (vulus • Fraktur tulang maksila
laceratum); (mid-facial fracture);
• Luka tusuk (vulnus • Fraktur tulang orbita;
punctum); • Fraktur tulang mandibula
• Luka bakar (combustio);
• Luka tembak (vulnus
sclopetum)
Klasifikasi berdasarkan Anatomi

Fraktur Sepertiga Atas Wajah


•Anterior table
•Posterior table dan basis kranii
•Kompetensi dural (adanya kebocoran
cairan serebrospinal)
•Kompleks Nasal-Orbital-Ethmoid (NOE)
dan saluran nasofrontal
Fraktur Sepertiga Tengah Wajah
• Fraktur Nasal-Orbita-Ethmoid (NOE)
• Fraktur yang kompleks,
• Cedera kekuatan tinggi pada
daerah nasal dapat mematahkan
dan menggeser struktur tulang nasal,
prosesus nasal, tulang lakrimal dan
tulang ethmoid.
Fraktur Sepertiga Tengah Wajah
•Fraktur Kompleks Zigomatik
•Tulang zigomatik berhubungan dengan
tulang maskila, frontal dan temporal
yang biasanya terlibat ketika terjadi
fraktur zigomatik, sehingga dikatakan
fraktur kompleks zigomatik atau fraktur
zigomatikomaksila kompleks atau fraktur
tripod.
Fraktur Sepertiga Tengah Wajah
• Fraktur Maksila
• Dominan pada generasi muda
• Dapat menyebabkan terjadinya distorsi pada
kontur pasien dan keterlibatan pada sistem
mastikasi, sistem okular, olfactory apparatus
dan jalur napas nasal.
• Fraktur maksila sering berhubungan dengan
cedera seperti laserasi, fraktur maskilofasila
lain, cedera ortopedik dan cedera neurologi.
Fraktur Sepertiga Bawah
Wajah
•Fraktur mandibula adalah
fraktur yang umum terjadi
pada pasien trauma
maksilofasial.
FRAKTUR
ORBITA
Definisi
Fraktur dinding orbita adalah
terputusnya kontinuitas atau jaringan-
jaringan pada dinding orbita dengan
atau tanpa terlibatnya tulang-tulang di
daerah sekitarnya. Kecelakaan lalu
lintas merupakan faktor etiologi yang
dominan, selain itu perkelahian, senjata
yang tumpul atau tajam.
Teori Fraktur Orbita

• Kenaikan tekanan infraorbital yang terjadi secara mendadak apabila


suatu objek yang lebih besar dari diameter orbital rim memukul bola
mata.

• Suatu objek yang mengenai orbita dengan keras akan


mengakibatkan daya yang menekan pada inferior orbital rim dan
seterusnya akan merusak dinding inferior orbital.
Klasifikasi
Pertama
• Fraktur yang secara relatif eksternal dan
melibatkan orbital rim serta tulang-tulang
yang berdekatan, sebagai contoh fraktur
pada nasoethmoid (nasoorbital) dan fraktur
malar

Kedua
• Fraktur yang melibatkan tulang secara
internal di dalam kavitas orbita
Manifestasi Klinis
•Enopthalmus
•Exopthalmus
•Diplopia
•Asimetris wajah
•Gangguan saraf sensoris
FRAKTUR TULANG HIDUNG
o Merupakan fraktur yang
paling sering dari cedera
tulang wajah
o Tanda-tanda fraktur
hidung
1. Depresi atau
pergeseran tulang-
tulang hidung
2. Edema hidung
3. Epistaksis.
4. Fraktur dari kartilago
septum disertai
pergeseran atau pun
dapat di gerakan
Klasifikasi
- Fraktur Hidung Sederhana
Merupakan fraktur pada tulang hidung saja sehingga
dapat dilakukan reposisi fraktur tersebut dalam analgesi
lokal.

- Fraktur Tulang hidung terbuka


Menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung
tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau
mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan
pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau
direkonstruksi pada saat tindakan.

- Fraktur Tulang Nasoorbitoetmoid Kompleks


Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan
dengan beban berat akan menimbulkan fraktur yang
hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan
frontal
FRAKTUR HIDUNG SEDERHANA
o Dapat dilakukan perbaikan dari fraktur tersebut
dengan menggunakan anestesi lokal atau anestesi
umum pada pasien yang tidak kooperatif.
o Anestesi lokal dapat dilakukan dengan pemasangan
tampon lidokain 1-2% yang dicampur dengan
epinefrin 1:1000.
o Tampon kapas yang berisi obat anestesi lokal ini
dipasang masing-masing 3 buah pada setiap lubang
hidung.
o Tampon pertama diletakkan pada meatus superior persis
di bawah tulang hidung.
o Tampon kedua diletakkan antara konka media dan
septum serta bagian distal dari tampon tersebut
diletakkan dekat dengan foramen sfenopalatina.
o Tampon ketiga diletakkan antara konka inferior dan
septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan
selama 10 menit.
o Teknik reduksi fraktur tulang hidung
o Pemberian anestesi lokal yang baik dapat memberikan
hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur
tulang hidung. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam
sesudah trauma dimana pada waktu ini edema yang
terjadi mungkin masih sedikit. Akan tetapi tindakan
reduksi anestesi lokal masih dapat dilakukan sampai 14
hari sesudah trauma.
Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah:
1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture
Elevator).
2. Cunam Ash.
3. Cunam Walsham.
4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian).
5. Pinset hidung yang panjang.
Fraktur Tulang Hidung Terbuka
o Fraktur tulang hidung terbuka menyebabakan
perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang
juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum
rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit
dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau di
rekonstruksi pada saat tindakan.
Fraktur Tulang Nasoetmoid
o Jika nasal pyramid rusak karena tekanan atau
pukulan dengan beban berat akan terjadi fraktur
hebat pada tulang hidung, prosesus frontal pasien
maksila, dan prosesus nasalis pasien frontal.
o Bagian dari nasal pyramid yang terletak antara dua
bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah
fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila, dan fraktur
nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi
atau sekuele dibelakang hari.
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1. Komplikasi neurologik:
a) Robeknya duramater.
b) Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan
timbulnya meningitis.
c) Pneumosefalus.
d) Laserasi otak.
e) Avulsi dari nervus olfaktorius.
f) Hematoma epidural atau subdural.
g) Kontusio otak dan nekrosis jaringan.
2. Komplikasi pada mata
a) Telekantus traumatika.
b) Hematoma pada mata.
c) Kerusakan nervus optikus yang mungkin
menyebabkan kebutaan.
d) Epifora.
e) Ptosis.
f) Kerusakan bola mata.
3. Komplikasi pada hidung
a) Perubahan bentuk hidung.
b) Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh
fraktur, dislokasi, atau hematoma pada septum.
c) Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia).
d) Epistaksis posterior yang hebat yang disebabkan
karena robeknya arteri etmoidalis.
e) Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan
sinusitis frontalis atau mukokel.
o Fraktur nasoetmoid ini sering kali tidak dapat diperbaiki
hanya dengan reduksi sederhana secara terbuka disertai
pemasangan tampon hidung atau fiksasi dari luar.
o Kerusakan dari duktus nasolakrimalis menyebabkan air
mata selalu keluar.
o Tindakan reduksi pada kondisi seperti ini memerlukan
penangan yang lebih hati-hati dan teliti untuk
mengembalikan tulang-tulang yang patah pada posisi
semula dan mengikatnya dengan kawat baja (stainles
steel).
o Pada fraktur tersebut di atas mungkin juga diperlukan
tindakan reposisi dari medial kantus.
Fraktur Tulang Zigoma
o Merupakan fraktur dengan urutan kedua tersering setelah
fraktur os nasalis.
o Umumnya fraktur zigoma ini jarang berdiri sendiri. Garis
fraktur biasanya dapat meluas ke arah orbital rim dan ke
arah lantai orbita
Gejala Fraktur Zigoma
1. Pipi menjadi lebih rata (jika dibandingkan dengan sisi
kontralateral atau sebelum trauma).
2. Diplopia dan terbatasnya gerakan bola mata.
3. Edema periorbita dan ekimosis.
4. Perdarahan subkonjungtiva.
5. Enopthalmos (fraktur dasar orbita atau dinding orbita).
6. Ptosis.
7. Terdapatnya hipestesia atau anesthesia karena kerusakan
saraf infra-orbitalis.
8. Terbatasnya gerakan mandibula.
9. Emfisema subkutis.
10. Epistaksis karena perdarahan yang terjadi pada antrum.
Penanggulangan Fraktur Tulang
Zigoma
1. Reduksi tidak langsung dari fraktur zigoma (oleh
Keen dan Goldhwaite)
2. Reduksi terbuka dari tulang zigoma
Fraktur Arkus Zigoma
o Fraktur arkus zigoma tidak
sulit untuk dikenali sebab
pada tempat ini timbul rasa
nyeri pada waktu bicara
atau mengunyah. Kadang-
kadang dapat timbul
trismus.

o Gejala ini timbul karena


terdapatnya perubahan
letak dari arkus zigoma
terhadap prosessus
koronoid dan otot
temporal.

o Fraktur zigoma yang


tertekan atau terdepresi
dapat dengan mudah
dikenali dengan cara
palpasi.
Reduksi Fraktur Arkus Zigoma
o Fraktur ini dapat ditanggulangi dengan melakukan
elevasi arkus zigoma. Pada tindakan reduksi ini
kadang-kadang diperlukan reduksi terbuka dan
selanjutnya dipasang mini plate pada arkus zigoma
yang patah tersebut.
o Insisi pada reduksi terbuka dilakukan di atas arkus
zigoma, diteruskan ke bawah sampai bagian zigoma
di preaurikular.
o Tindakan reduksi ini dapat merusak cabang frontal
dari nervus fasialis sehingga harus dilakukan tindakan
proteksi.
Fraktur Tulang
Maksila
Klasifikasi
Mathog menggunakan
pembagian fraktur
maksila Le Fort dalam 3 Le Fort I
kategori

Le Fort II

Le Fort III
Fraktur Maksila Le Fort I
(Fraktur Guerin)
o Meliputi fraktur
horizontal bagian
bawah antara maksila
dan palatum/arkus
alveolar kompleks
o Garis fraktur berjalan ke
belakang melalui
lamina pterigoid
o Fraktur ini bisa unilateral
atau bilateral.
Fraktur Maksila Le Fort I
(Fraktur Guerin)
o Kerusakan ini akibat arah
trauma dari
anteroposterior bawah
yang dapat mengenai:
o Nasomaksila dan
zigomatikomaksila
vertical buttress.
o Bagian bawah lamina
pterigoid.
o Anterolateral maksila.
o Palatum durum.
o Dasar hidung.
o Septum.
o Apertura piriformis.
Fraktur Maksila Le Fort II
(Fraktur Piramid)
o Berjalan melalui tulang
hidung dan diteruskan
ke tulang lakrimalis,
dasar orbita, pinggir
infraorbita dan
menyeberang ke
bagian atas dari sinus
maksila juga ke arah
lamina pterigoid
sampai ke fossa
pterigoplatina.
Fraktur Maksila Le Fort II
(Fraktur Piramid)
o Fraktur pada lamina
kribiformis dan atap sel
etmoid dapat merusak
sistem lakrimalis.
Fraktur Maksila Le Fort III
(Craniofacial Dysjunction)
o Suatu fraktur yang
memisahkan secara
lengkap antara tulang
wajah dan tulang
kranial.
o Fraktur Le Fort III
biasanya bersifat
kominutif yang disebut
kelainan dishface.
Fraktur Maksila Le Fort III
(Craniofacial Dysjunction)
o Garis fraktur berjalan
melalui sutura
nasofrontal dan
diteruskan sepanjang
taut etmoid melalui
fisura orbitalis superior
melintang kearah
dinding lateral ke
orbita, sutura
zigomatiko frontal dan
sutura temporo-
zigomatik
Diagnosis
o Anamnesis o Palpasi
 Mekanisme cedera  Krepitasi
 Malfungsi berupa trismus
dan rasa sakit waktu o Cerebrospinal
mengunyah Rhinorrhea atau
Otorrhea jika terjadi
 Nyeri cedera parah
o Inspeksi o Radiologi
 Epistaksis o Foto polos
 ekimosis (periorbital, o CT Scan
konjungtival, dan skleral)
 Edema
 hematoma
 oklusi
Penanggulangan
o Penanggulangan fraktur maksila (mid facial fracture)
sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang
bawah dapat menutup
o Dilakukan fiksasi inter-maksilar sehingga oklusi gigi
menjadi sempurna
o Pada tindakan ini banyak digunakan kawat baja atau
mini-plate sesuai garis fraktur.
o Fiksasi yang dipakai pada fraktur maksila ini dapat
berupa:
o Fiksasi inter maksilar menggunakan kawat baja untuk gigi.
o Fiksasi inter maksilar menggunakan kombinasi dari reduksi
terbuka dan pemasangan mini plate.
o Fiksasi dengan pin.
Komplikasi
o Perdarahan
o Edema
o Kebutaan
o obstruksi sistem lakrimal
o anestesia/hipoestesia infraorbital
o devitalisasi gigi
o ketidakseimbangan otot ekstraokuler, diplopia, dan
enoftalmus
o Kenampakan wajah juga dapat berubah (memanjang,
retrusi)
Fraktur Tulang
Mandibula
Definisi
o Fraktur mandibula adalah fraktur yang umum terjadi
pada pasien trauma maksilofasial
o Disebabkan oleh kondisi mandibula yang terpisah
dari kranium
Klasifikasi
Klasifikasi fraktur mandibular berdasarkan istilah
yang diambil dari Dorland’s Illustrated Medical
Dictionary, yaitu

oSimpel atau tertutup :

Fraktur yang tidak menimbulkan luka terbuka


keluar baik melewati kulit, mukosa, maupun
membran periodontal.

oCompound atau terbuka

Fraktur yang disertai dengan luka luar termasuk


kulit, mukosa, maupun membran periodontal,
yang berhubungan dengan patahnya tulang.

oKominutif

Fraktur yang mengakibatkan tulang menjadi


pecah atau hancur.

oGreenstick

Salah satu korteks tulang patah, satu sisi lainnya


melengkung.

oPatologik

Fraktur yang terjadi sebagai cedera yang ringan


dikarenakan adanya penyakit tulang.
o Multipel

Ada dua atau lebih garis fraktur


pada tulang yang sama tidak
berhubungan satu sama lain.

o Impacted

Fraktur yang salah satu fragmennya


terdorong ke bagian lainnya.

o Atropik

Fraktur yang spontan terjadi akibat


dari atropi tulang, seperti pada
rahang edentulus.

o Indirect

Titik fraktur yang jauh dari tempat


dimana terjadinya cedera.

o Complicated atau kompleks

Fraktur letaknya berdekatan


dengan jaringan lunak atau
bagian – bagian lainnya.
Klasifikasi
Dingman dan Natvig
mendefinisikan berdasarkan lokasi
anatomi
o Midline
Fraktur diantara insisivus sentralis
o Parasymphyseal
Fraktur yang terjadi dalam wiliyah
simfisis
o Simfisis
Berbatasan dari garis vertikal
sampai distal gigi kaninus
o Body
Dari distal simfisis hingga ke garis
yang bertepatan dengan
perbatasan alveolar dari otot
masseter (termasuk gigi molar 3)
o Angle
Area segitiga yang berbatasan
dengan batas anterior otot
masseter hingga perlekatan
posterosuperior otot masseter
(distal gigi molar 3).
o Ramus
Berbatasan dengan bagian
superior angle hingga
membentuk dua garis apikal
pada sigmoid notch.
o Prosesus kondiloideus
Area pada superior prosesus
kondilus hingga ramus.
o Prosesus koronoideus
Termasuk prosesus koronoid pada
superior mandibula hingga ramus.
o Prosesus alveolaris
Regio yang secara normal terdiri
dari gigi.
Diagnosis
o Anamnesis o Palpasi
 Mekanisme cedera  Krepitasi
 Malfungsi berupa trismus dan
rasa sakit waktu mengunyah o Gangguan jalan nafas yang
terjadi akibat kerusakan pada
 Nyeri mandibula yang
menyebabkan perubahan
o Inspeksi posisi, trismus, hematoma, dan
 ekimosis edema pada jaringan lunak
 Edema o Radiologi
 Deformitas o Foto polos
 hematoma o CT Scan
 oklusi
 Jika terjadi perpindahan tempat
dari fragmen-fragmen pasien
tidak bisa menutup geligi anterior
dan mulut menggantung kendur
dan terbuka
 Gigi patah
Komplikasi
o Infeksi
o Osteomyelitis
o Malunion
o Nonunion
o Asimetris wajah
Penanganan Fraktur Mandibula
o Tergantung pada lokasi fraktur, luasnya, dan keluhan
yang diderita, lokasi fraktur ditentukan dengan
pemeriksaan radiografi seperti foto polos pada posisi PA,
lateral, towne, lateral oblik, kiri dan kanan
o Penggunaan Mini atau mikro plate pada fraktur
mandibula oleh karena:
o Populer sejak tahun 1970an.
o Tidak menimbulkan kallus.
o Mini plate dipasang dengan menggunakan sekrup.
o Bersifat lebih stabil tidak memberikan reaksi jaringan.
o Dapat dipakai dalam jangka waktu yang lama.
o Mudah dikerjakan.
o Kekurangan metode ini adalah sulit didapat dan mahal.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai