Pendahuluan
• Depresi pada Lansia sering berhubungan dengan
penyakit medis dan hendayanya. Dengan
bertambahnya usia sering diiringi oleh hilangnya
fungsi sosial dasar yg mendukung, kematian
pasangan, pensiun dan pindah tempat tinggal.
• Depresi pada Lansia sering tidak terdiagnosis dan
terawat .
• Depresi Pd Lansia cendrung berlangsung lama dan
meningkatkan resiko kematian.
Epidemiologi
• Depresi pada usia lanjut didapatkan pada
sekitar 6 juta orang Amerika yang berusia 65
tahun lebih, tetapi hanya 10% yang menerima
perawatan adekuat.
• Depresi dapat dipicu oleh penyakit kronik yang
umumnya diderita usia lanjut, seperti
diabetes, stroke, jantung, kanker, paru-paru,
Parkinson, dan artritis.
• Pasien usia lanjut dengan depresi lebih cenderung
bunuh diri dari pada orang muda dengan depresi.
Terjadi 19% kematian karena bunuh diripada usia
lanjut berusia 65 tahun keatas.
• Laki-laki ras kulit putih usia lanjut mempunyai resiko
terbesar dengan rerata bunuh diri pada usia 80-84
tahun, lebih dari 2 kali populasi normal. National
Institute of Mental Health menganggap depresi pada
usia 65 tahun sebagai masalah utama kesehatan
umum.
• Depresi pada geriatri biasanya berkaitan dengan
somatik, afek melemah, perasaan diskriminasi,
harapan terhadap masa depan berkurang dan
penghargaan terhadap diri sendiri rendah.
• Penyakit kronik yg berhubungan dg resiko depresi
Stroke 30-60%, Jantung Koroner 8-44%, kanker 1-
40%, Parkinson 40% dan DM 17-31%.
Patogenesis
• Bukti-bukti menyatakan bahwa terdapat dasar
depresi genetik pada semua orang pada semua
umur.
• Selain itu juga terdapat bukti penting bahwa
riwayat depresi adalah faktor resiko untuk
terjadinya depresi di masa depan sepanjang
hidupnya.
• Usai lanjut dengan depresi mempunyai rerata
lebih tinggi dalam ketidak mampuan kognitif dan
kejadian atrofi serebral.
Evaluasi
• DSM IV 9 kriteria untuk depresi, yaitu gangguan
mood, gangguan tidur, minat menurun pada
aktivitas, merasa bersalah dan tidak berharga, kurang
tenaga (tidak berdaya), tidak konsentrasi, sulit
membuat keputusan, anoreksia atau berat badan
turun, gerakan psikomotor atau retardasi, dan
keinginan bunuh diri.
• Penapisan pada depresi usia lanjut dilakukan dengan
geriatric depressian scale (GDS).
• Berbagai obat-obatan ternyata mampu memicu
terjadinya depresi. Dari beberapa studi
ditengarai golongan obat yang memicu depresi
• Telah dilaporkan keluhan nyeri yang terus
menerus, kelelahan, insomnia, sakit kepala,
kebiasaan tidur yang berubah, nafsu makan
yang menurun, gejala gastrointestinal yang tidak
bisa dijelaskan, dan tanda-tanda isolasi sosial,
kemandirian menurun, ketergantungan
meningkat, menunda penyembuhan dari kondisi
medis atau pembedahan, penolakan
pengobatan/perawatan RS, mungkin juga
merupakan gejala depresi.
Management
• Penatalaksanaan yang efektif memerlukan
pendekatan biopsikososial, kombinasi
farmakoterapi.
• Terapi biasanya membuat kualitas hidup
meningkat, kapasitas fungsi yang membaik,
kemungkinan status kesehatan medis yang
meningkat, peningkatan harapan hidup dan
penurunan biaya perawatan kesehatan.
• Peningkatan seharusnya menjadi bukti awal dalam 2
minggu setelah permulaan terapi. Efek terapi penuh
mungkin perlu beberapa bulan. Penyembuhan dari
episode depresi berat biasanya perlu waktu 6-12
bulan.
• Penelitian menunjukan pasien usia lanjut dengan
depresi membaik dengan perawatan yang agresif dan
menetap. Jadi terapi pasien usia lanjut harus
dilanjutkan dalam waktu yang lama daripada pasien
muda dengan keadaan yang sama.
Farmakoterapi
• Farmakoterapi untuk episode akut depresi
biasanya efektif dan tidak ada komplikasi.
Kurangnya pemakaian, salah pemakaian, dan
dosis antidepresi yang tidak tepat adalah
kesalahan umum para dokter.
• Hanya 10-40% pasien usia lanjut dengan
depresi diberikan obat.
• Indikasi itu layak bukan hanya untuk depresi primer
namun juga depresi yang berkaitan dengan kondisi
medis seperi usia, penyakit jantung, paru-pari,
artritis, dan strok.
• Bagaimanapun dokter harus mempertimbangkan
metabolisme obat yang mungkin dipengaruhi oleh
perubahan fisik akibat dari masalah penuaan dan
medis.
• Pemilihan Obat Anti Depresan
• Pengaturan Dosis dan Lama Pemberian.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI)
• SSRI menjadi pilihan terapi yang paling diinginkan atas
depresi dengan atau tanpa gambaran psikotik, karena
penyesuaian dosis tidak diperlukan, mirip dengan anti
depresi trisiklik atau inhibitor.
• Efek samping gastrointestinal mungkin menurun dengan
dosis titrasi. Disfungsi seksual, misalnya libido menurun,
ejakulasi tertunda, terjadi pada 15-30% pasien tetapi lebih
jarang pada pasien yang mendapat terapi fevoksamin
(luvok) dan non SSRI (bupropion, neprapid, dan
mefazodon).
Anti Depresan Trisiklik
• Golongan sering dipakai adalah: Despiramin,
merpramin dan notriptilin.
• Gol Amitriptillin SE anti kolinergik.
• Gol Doksepin dan imipramin dihindari pada
pasien Lansia.
MAO
• Meskipun MAO dianggap berbahaya dan sulit,
odbat seperti fenizilin cukup aman dan efektif pada
pasien usia lanjut. Respons terapi penuh bisa
dicapai setelah 5-7 minggu. Hipotensi, hipertensi,
dan interaksi makanan dengan obat paling
bermasalah.
• Pemberian obat lebih dari 1 kelas, bisa
meningkatkan resiko perubahan sindrom serotonin
(status mental, hiperefleksia, agitasia, mioklonus,
diaforesis, tremor, diare, inkoordinasi, menggigil,
demam).
Tanggapan terapi
• Jika pasien tidak memberikan respon terhadap satu
antidepresi, obat dari kelas lain bisa menggantikan.
• Jika ada respon parsial meskipun sedikit, obat kedua
dari kelas yang sama atau yang berbeda, bisa
ditambahkan dengan dosis terendah. Monoterapi
lebih disukai. Obat tidak dilanjutkan bila resikonya
panjang, cemas, sakit kepala, dan menimbulkan
gejala flu.
Psikoterapi
30
• Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri
• P3G
• Comprehensive Geriatric Assessment
Prosedur evaluasi multidimensi di mana berbagai masalah
pada pasien geriatri diungkap, diuraikan, semua aset
pasien (berbagai sumber dan kekuatan yang dimiliki
pasien) ditemu-kenali, jenis pelayanan yang dibutuhkan
diidentifikasi, rencana asuhan dikembangkan secara
terkoordinir, yang semua itu berorientasi kepada
kepentingan pasien.
31
• Tujuan : agar pasien dapat mencapai derajat
kesehatan optimal serta memiliki kemampuan
fungsional tertinggi
32
Komponen P3G
• Pendekatan interdisiplin
• Intensitas perawatan lebih tinggi
• Rehabilitasi medik langsung merawat tanpa konsul
• Tempat/ruang rawat bersifat khusus shg
penatalaksanaan rehabilitasi dan psikiatrik dapat
lebih menyatu dan terfokus
• Terdapat sarana komunikasi intens para pakar
• Terdapat sarana komunikasi intens antara unsur-
unsur terkait (IPD, Rehab Medik, Psikiatri, ahli
farmasi, perawat gerontik, dan ahli gizi)
• Kewaspadaan akibat bahaya iatrogenesis lbh tinggi 33
Komponen P3G
• Terdapat tim keperawatan gerontik
• Tindak lanjut/follow up terus menerus yg diikuti
dengan perubahan atau penyesuaian tujuan
pengobatan spesifik secara berkala sesuai
perkembangan yg terjadi
34
Tim terpadu geriatri (sederhana)
1. Dokter spesialis penyakit dalam
2. Dokter spesialis lainnya sesuai dengan jenis penyakit
pasien geriatri
3. Dokter
4. Perawat yg telah mengikuti pelatihan perawat
gerontik atau pelatihan keterampilan inteligensia
5. Apoteker
6. Tenaga gizi
7. Fisioterapis
8. Okupasi terapis 35
• Tim terpadu geriatri (paripurna)
1. Dokter spesialis penyakit dalam konsultan geriatri
2. Dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi
3. Dokter spesialis kedokteran jiwa/psikiater
4. Dokter spesialis lainnya sesuai dengan jenis penyakit pasien geriatri
5. Dokter
6. Perawat yg telah mengikuti pelatihan perawat gerontik atau
pelatihan keterampilan inteligensia
7. Apoteker
8. Tenaga gizi
9. Fisioterapis
10. Okupasi terapis
11. Terapis wicara
12. Perekam medis
13. Psikolog
14. Pekerja sosial
36
Efektivitas perawatan
• Lama rawat memendek
• Lama imobilisasi memendek
• Skor ADL (activity of daily living) meningkat dengan
cepat
• Tidak timbul ulkus dekubitus pada rawatan >2 minggu
• Tidak muncul polifarmasi
• Tidak muncul ES krn interaksi obat
• Tidak muncul efek deconditioning
• Depresi cepat terdeteksi dan terkelola
• Demensia cepat terdeteksi dan terkelola
• Biaya perawatan akan berkurang
37
Komponen P3G
1. Status fisik medik
2. Status fungsional
3. Status kognitif
4. Status emosional/psiko-afektif
5. Status nutrisi
6. Status sosial ekonomi
38
STATUS FISIK MEDIK
• ANAMNESIS LENGKAP Anamnesis sistem
organ
• PEMERIKSAAN FISIK LENGKAP
39
ANAMNESIS SISTEM
Jantung dan pembuluh nyeri/rasa berat di dada tidak ada, sesak napas tidak
darah ada, bengkak kaki/tungkai tidak ada
Paru sesak napas tidak ada, demam tidak ada, batuk tidak
ada
Saluran cerna nafsu makan menurun sebelum operasi, gangguan
menelan tidak ada, gangguan mengunyah ada
karena gigi pasien banyak yang copot, sakit perut
tidak ada, perut kembung tidak ada, mencret tidak
ada, tinja berdarah tidak ada
Ginjal dan saluran kemih gangguan berkemih tidak ada, nyeri berkemih tidak
ada, pancaran air kemih kurang tidak ada, air kemih
menetes tidak ada, bangun malam untuk berkemih >
5 kali
Muskuloskeletal kekakuan sendi tidak ada, bengkak sendi tidak ada,
nyeri otot tidak ada
40
ANAMNESIS SISTEM
Hematologi mudah lebam di kulit tidak ada, bila luka perdarahan cepat
berhenti, pembengkakan kelenjar getah bening tidak ada
Endokrin/metaboli benjolan di leher tidak ada, gemetaran tidak ada, tidak lebih
sme suka udara dingin, banyak keringat tidak ada, lekas lelah
disangkal, berat badan turun tidak diketahui, operasi gondok
tidak ada, rasa haus bertambah ada, mudah mengantuk tidak
ada, tidak tahan dingin tidak ada, sering lupa tidak ada,
mudah tersinggung tidak ada
41
ANAMNESIS SISTEM
Saraf dan pusing/sakit kepala ada, sulit konsentrasi tidak ada, pingsan
penginderaan sesaat tidak ada, gangguan penglihatan saat membaca,
gangguan pendengaran ada, rasa baal/kesemutan ada,
kesulitan tidur tidak ada, kelemahan anggota tubuh tidak
ada, lumpuh tidak ada, kejang tidak ada
Jiwa sering lupa tidak ada, kelakuan aneh tidak ada, mengembara
tidak ada, murung tidak ada, sering menangis tidak ada
42
ACTIVITIES OF DAILY LIVING (INDEKS ADL BARTHEL)
43
STATUS KOGNITIF
GERIATRIC DEPRESSION SCALE 15 (GDS 15)
45
Abbreviated Mental State (AMT)
46
Mini Nutritional Assessment (MNA)
Mini Nutritional Assessment (MNA)
tanatologi
PENGERTIAN
MATI SURI
MATI
MATI OTAK
MATI BATANG
OTAK
MATI SOMATIS/KLINIS
• Berhentinya ketiga sistem penunjang
kehidupan yaitu sistem respirasi,
kardiovaskuler, & sistem saraf pusat secara
permanen/irreversibel.
MATI SURI/APPARENT DEATH
• Berhentinya ketiga sistem penunjang
kehidupan yang tidak permanen/reversibel.
• Contohnya : Tenggelam,kesetrum,keracunan
barbiturat.
MATI SELULER/MOLEKULER
• Kematian sel2 organ dan jaringan tubuh yg
timbul beberapa saat setelah kematian
somatis.
• Daya tahan hidup masing-masing
organ/jaringan berbeda-beda.
• Penting dalam transplantasi organ.
• Contoh : kornea bisa di transplantasi 6 jam
postmortem.
MATI OTAK & BATANG OTAK
• Mati otak adalah kerusakan kedua hemisfer
otak yg irreversibel, kecuali batang otak &
serebelum. Kedua sistem yg lain masih
berfungsi dgn bantuan alat.
• Mati Batang Otak (MBO) adalah kerusakan
seluruh isi intrakranial yg irreversibel. Orang
dikatakan tidak dapat hidup lagi,alat bantu
bisa dilepas.
TANDA KEMATIAN
• Perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
• Perubahan yg terjadi sesaat setelah kematian
disebut tanda kematian primer/tidak pasti.
• Perubahan yg terjadi beberapa waktu setelah
kematian disebut tanda kematian
sekunder/pasti.
TANDA-TANDA KEMATIAN
Tanda kematian Primer Tanda kematian Sekunder
• Berhenti Sistem • Penurunan suhu/Algor
Kardiovaskuler Mortis
• Berhentinya Sistem • Lebam mayat/Livor Mortis
Respirasi • Kaku mayat/Rigor Mortis
• Berhentinya sistem Saraf • Pembusukan/Decomposisi
Pusat • Mumifikasi
• Adiposera
PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR
MORTIS)
• Penurunan suhu tubuh setelah meninggal
sampai sama dengan suhu lingkungan,karena
pusat pengatur suhu tubuh (Hipotalamus)
tidak berfungsi lagi.
• Hal ini terjadi karena proses pemindahan
panas dari suatu benda ke benda yg lebih
dingin, melalui cara radiasi, konduksi,
evaporasi dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh berbentuk
seperti sigmoid atau huruf S.
Penurunan suhu tubuh lebih cepat bila :
Suhu keliling lebih rendah
Kelembaban rendah
Tubuh yg kurus
Posisi terlentang
Tidak berpakain/pakaian tipis
Orang tua & anak2
• Perkiraan saat mati dengan penurunan suhu
tubuh sulit dilaksanakan karena suhu lingkungan
harus dianggap konstan
• Formula untuk suhu dalam o c :
PMI : 37oc – RT o c + 3
• Formula untuk suhu dalam o F :
PMI : 98,6oF-RToF/1,5
LEBAM MAYAT/LIVOR MORTIS
• Bercak warna merah ungu (livide) pada bagian
terendah tubuh dan yg bebas tekanan.
• Mekanismenya : Orang setelah meninggal sistem
kardiovaskulernya berhenti, terjadi stasis aliran
darah, pengaruh gaya gravitasi darah menuju
bagian tubuh yg terendah tapi masih dalam
pembuluh darah.
• Darah tetap cair karena masih ada aktivitas
fibrinolisin yg berasal dari endotel pembuluh
darah.
• Lebam mayat mulai nampak 30 menit-1 jam
postmortem. Menetap 6-8 jam postmortem.
Jadi sebelum 6 jam pada penekanan masih
hilang atau memucat.
• Lebam mayat menetap disebabkan karena
pembuluh darah sudah penuh terisi sel-sel
darah & otot-otot pembuluh darah sudah
mengalami kekakuan.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi cepatnya
muncul lebam adalah :
Kadar Hb yang tinggi (Polisetimia),sebaliknya
kadar Hb yg rendah,dan perdarahan
memperlambat munculnya lebam.
Lebam mayat :
Lebam mayat dapat digunakan untuk :
1. Tanda pasti kematian
2. Memperkirakan sebab kematian
3. Mengetahui perubahan posisi mayat,setelah
lebam mayat menetap
4. Memperkirakan saat kematian
KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)
• Kekakuan otot baik otot volunter maupun non
volunter yang terjadi setelah meninggal,dan
didahului oleh relaksasi primer.
• Mekanismenya:
Setelah meninggal,lama-lama kadar ATP habis
sehingga protein otot (aktin & miosin)
menggumpal & otot kaku.
Kaku mayat dibuktikan dgn memeriksa
persendian.
Mulai muncul 2 jam postmortem pada otot-
otot kecil,menetap 12 jam sampai 24
jam,setelah 24 jam menghilang.
Faktor yang mempercepat terjadinya kaku
mayat :
A. Aktivitas fisik
B. Suhu tubuh & lingkungan yg tinggi
C. Bentuk tubuh kurus
Kaku mayat :
Terdapat kekakuan pada mayat yg menyerupai
kaku mayat :