Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN


TOL TRANS JAWA TERHADAP KETERSEDIAAN
BERAS YANG BERKELANJUTAN DALAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Tim Peneliti :

Tanti Novianti
Rita Nurmalina
Yudiyanto
Dibiayai DIPA IPB
Nomor : 36/I3.24.4/SPK/BG-PD/2009
Tanggal 30 Maret 2009

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
November, 2009
Outline

Pendahuluan

Tujuan

Metode Penelitian

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


Pendahuluan
• Beras merupakan komoditas strategis yang
tetap mendapat prioritas tinggi dlm program
pembangunan nasional (bahan makanan
pokok yag dikonsumsi oleh hampir seluruh
rakyat Indonesia)
• Ketahanan pangan di Indonesia sangat erat
kaitannya dengan beras
• Permasalahan dalam mewujudkan
penyediaan beras terkait dengan adanya
pertumbuhan permintaan beras yang lebih
cepat daripada pertumbuhan penyediaannya
Lanjutan…….
• Permintaan beras meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan
ekonomi, daya beli dan perubahan selera
• Kapasitas produksi beras nasional
pertumbuhannya relatif lebih lambat atau bisa
dikatakan relatif stagnan
• Terpenuhinya kebutuhan beras dihadapkan
tidak saja pada perubahan secara global
(perubahan harga dan dinamika perdagangan
dunia) tetapi juga dihadaan pada penurunan
kuantitas & kualitas SDA yg semakin langka &
adanya anomali iklim yg frekuensinya semakin
sering
Lanjutan…….
• Oleh karena itu kebijakan dalam menciptakan
sistem ketahanan pangan yang tangguh dan
berkesinambungan (sustainable food security)
serta penataan kembali terhadap kebijakan yang
berlaku sangat diperlukan
Tujuan Penelitian
Tahun 1
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menilai keberlanjutan
sistem ketersediaan beras nasional dan di beberapa wilayah
Indonesia. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk :

2 3

1 4
Menilai indeks dan Mengidentifikasi
status keberlanjutan atribut/peubah yang
Menilai indeks multidimensi dari sensitif berpengaruh Menentukan faktor
keberlanjutan masing- masing-masing pada sistem dominan dalam
masing dimensi wilayah di Indonesia ketersediaan beras keberlanjutan
(ekologi, ekonomi, (Jawa, Sumatera, ketersediaan beras
sosial budaya, Sulawesi,
teknologi, dan Kalimantan, dan
kelembagaan) wilayah lainnya) dan
nasional
Tahun 2
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membangun model neraca
ketersediaan beras yang berkelanjutan untuk mendukung ketahanan
pangan nasional. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:

1 2 3

Merancang bangun Menganalisis Merumuskan


model ketersediaan ketersediaan beras strategi dan
beras nasional yang di masa yang akan alternatif kebijakan
berkelanjutan pada datang, apakah dalam neraca
masa yang akan defisit atau surplus ketersediaan beras
datang dengan nasional yang
pendekatan sistem berkelanjutan
dinamis
Metode Penelitian
Cakupan Penelitian Jenis dan Sumber Data

• Data primer & sekunder


• Perhitungan ketersediaan beras tk. • Menggunakan data yang dikumpulkan oleh
Nasional yg berkelanjutan menggunakan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian
sistem dinamis (BPTP) di 8 provinsi yg mewakili seluruh
• Periode analisis 2008-2025 ekosistem padi

Metode Analisis

• Analisis Multi Dimensional Scaling (MDS)


• Analisis Prospektif
• Analisis Sistem Dinamis (thn Ke-2)
Kategori Status Keberlanjutan

Nilai Indeks Kategori

0.00-25.00 Buruk : Tidak berkelanjutan

25.01-50.00 Kurang : Kurang berkelanjutan

50.01-75.00 Cukup : Cukup berkelanjutan

75.01-100.00 Baik : Sangat berkelanjutan


Simulasi yang dilakukan 8 skenario

A. Simulasi Model Pengaruh Perubahan Kebijakan pada


Penyediaan Beras

1. Model 1 : Model Tanpa Perubahan Kebijakan (Business As Usual)


2. Model 2 : Adanya Kebijakan Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa
3. Model 3: Adanya Kebijakan Pembangunan Jalan Tol Trans-Jawa
Diikuti Dengan Pembukaan Lahan Potensial
4. Model 4: Adanya Kebijakan Pengurangan Subsidi Pupuk Yang
Dapat Berpengaruh Pada Penurunan Produktivitas
5. Model 5: Adanya Kebijakan Peningkatan Indeks Pertanaman Padi

B. Simulasi Model Adanya Perubahan Kebijakan pada


Kebutuhan Beras

6. Model 6 : Adanya Perubahan Kebijakan pada Kebutuhan Beras


7. Model 7 : Adanya Kebijakan Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita
Melalui Diversifikasi Pangan
8. Model 8 :Penurunan Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi Per
Kapita
Hasil dan Pembahasan
Status
Ketersediaan
Beras yang
Berkelanjutan
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan
Ketersediaan Beras : Tingkat Nasional & Regional

Dimensi Dimensi
Ekonomi Ekologi

Dimensi Keberlanjutan
Kelembagaan Ketersediaan Beras Dimensi
Nasional & Regional Sosial Budaya

Dimensi
Teknologi
Indeks Keberlanjutan Ketersediaan Beras Multidimensi di
Tingkat Nasional sebesar 65.51. Artinya, secara nasional
berada dalam status cukup berkelanjutan

Multi Dimensi Nasional


60

UP
40
Other Distingishing Features

20

0
BAD
0 20 40 60 80 GOOD100 120
64.51
-20

-40
DOWN

-60
Ke be rlanjutan Siste m Ke te rse diaan Be ras Nasional
Real Rice References Anchors
RAPFISH Ordination
Regional

60

UP

40
Other Distingishing Features

36,79
20
33,37 39,38

56,13 Real Fisheries


0 BAD GOOD References
0 20 40 60 80 100 120 Anchors
67,23

-20

-40

DOWN

-60
Fisheries Sustainability

Hasil analisis multiimi regional : Wilayah Jawa (67,23)


dan Sumatera (56,13) termasuk dlm kategori cukup
berkelanjutan
Keberlanjutan Ketersediaan Beras

No Dimensi Nasional Regional

1 Ekologi • Indeks 69.64. • Indeks berkisar 48,01 – 80,08


• Kategori cukup berkelanjutan. • Jawa masuk ke dalam kategori
• Analisis leverage 5 atribut yang kurang berkelanjutan, Kalimantan
sensitif : termasuk kategori baik.
(1) produktivitas usahatani, • Analisis leverage 5 atribut yang
(2) konversi lahan sawah, dominan atau sensitif :
(3) kesesuaian lahan, (1) ketersediaan lahan dengan
(4) jumlah bulan kering, sistem irigasi,
(5) ketersediaan lahan dengan (2) produktivitas usahatani,
sistem irigasi, dan (3) konversi lahan sawah,
(6) curah hujan (4) kesesuaian lahan, dan
(5) pencetakan sawah
No Dimensi Nasional Regional

2 Ekonomi • Indeks 43.48 • Jawa : 70,52 (Cukup)


• Kategori kurang • Sumatera : 66,86 (Cukup)
berkelanjutan • Sulawesi : 43,47 (Kurang)
• Analisis leverage ada 4 • Kalimantan : 33,53 (Kurang)
atribut yang sensitif : • Lain-lain : 37,55 (Kurang)
(1) Perubahan upah riil buruh • Hasil analisis leverage 5 atribut
tani, yang sensitif
(2) Jumlah RT pertanian (1) Perubahan upah riil buruh tani,
dengan luas lahan yang (2) Jumlah RT pertanian dengan
lebih besar dari 0.5 hektar luas lahan yang lebih besar
yang dikuasai, dari 0,5 hektar yang dikuasai,
(3) Jumlah tenaga kerja (3) Nilai tukar petani yang dalam
pertanian, dan penelitian ini yaitu rasio
(4) PDRB penerimaan dengan
pengeluaran,
(4) Jumlah tenaga kerja pertanian
dan
(5) Produksi padi
No Dimensi Nasional Regional

3 Sosial • Indeks 53.74 • Jawa : 67,89 (Cukup)


Budaya • Kategori cukup • Sumatera : 44,32 (Kurang)
berkelanjutan • Sulawesi : 39,79 (Kurang)
• Hasil analisis leverage 5 • Kalimantan : 41,02 (Kurang)
atribut yang sensitif ; • Lain-lain : 28,94 (Kurang)
(1) RT pertanian yang pernah • Hasil analisis leverage 5 atribut
mengikuti penyuluhan dominan :
pertanian, (1) Penduduk,
(2) Pertumbuhan penduduk, (2) Pertumbuhan konsumsi
(3) Rumah tangga petani padi, perkapita,
(4) Perempuan berpendidikan, (3) RT pertanian yang pernah
(5) Persentase desa yang mengikuti penyuluhan
tidak memiliki akses pertanian,
penghubung. (4) Persentase desa yang tidak
memiliki akses penghubung
(5) Perempuan berpendidikan
No Dimensi Nasional Regional

4 Kelembagaan • Indeks 91.70 • Jawa : 76,15 (Baik)


• Kategori Baik • Sumatera : 72,32 (Cukup)
• Hasil analisis leverage 3 • Sulawesi : 37,04 (Kurang)
atribut yang sensitif ; • Kalimantan : 33,37 (Kurang)
(1) Kelompok taruna tani, • Lain-lain : 56,98 (Cukup)
(2) Kelembagaan STPP, • Hasil analisis leverage 4 atribut
(3) Perkembangan KUD dominan :
(1) Keberadaan lembaga
pemerintah yang terkait
dengan benih (BPSBTPH),
(2) Keberadaan lembaga
keuangan mikro,
(3) Keberadaan lembaga
pemerintah BPTPH (Balai
Penelitian Tanaman Pangan
dan Hortikultura)
(4) Keberadaan lembaga
pemerintah BPTP (Balai
Pengkajian Teknologi
Pertanian)
No Dimensi Nasional Regional

5 Teknologi • Indeks 77,19 • Jawa : 81,04 (Baik)


• Kategori Baik • Sumatera : 55,39 (Cukup)
• Hasil analisis leverage 5 • Sulawesi : 36,81 (Kurang)
atribut yang sensitif ; • Kalimantan : 17,56 (Tidak)
(1) Mesin perontok padi, • Lain-lain : 30,39 (Kurang)
(2) Mesin pengering gabah, • Hasil analisis leverage 4 atribut
(3) Mesin pemberantas jasad dominan :
pengganggu (1) Mesin pengering gabah,
(4) Alat pemberantas tikus, (2) Mesin pembersih gabah,
(5) Pompa air (3) Pompa air
(4) Mesin pemberantas jasad
pengganggu
Pemodelan Ketersediaan Beras
yang Berkelanjutan
Struktur Sub Model Penyediaan Beras Nasional
Produksi_beras

f r_bhn_Baku_Ind

Konsumsi_perkapita_kota

Penduduk_Kota Kebutuhan_Bahan_Baku_Industri
Lj_pertumbuhan_kota
Kebutuhan_beras_kota
Fraksi_pertumbuhan_kota

KEBUTUHAN_BERAS_NASIONAL
Kebutuhan_konsumsi_beras_RT_nasional

Penduduk_Desa Kebutuhan_beras_desa
Lj_pertumbuhan_desa

Fraksi_pertumbuhan_desa

Konsumsi_perkapita_desa
Simulasi Model
Simulasi Model
Model Pengaruh
Adanya Perubahan
Perubahan
Aktual Kebijakan pada
Kebijakan pada
Kebutuhan Beras
Penyediaan Beras

Pemodelan Sistem Ketersediaan Beras


yang Berkelanjutan
Model Aktual : Tanpa Perbahan Kebijakan (Business As
Usual) ..sbg Model1
Model aktual berdasarkan keadaan empiris di lapangan dgn
kebijakan pemerintah yg dilakukan saat ini. Peubah dan data
empirik yg digunakan :

1. Jumlah Penduduk: adalah jumlah penduduk kota dan desa di Indonesia.


Nilai awal yang dipakai adalah jumlah penduduk kota dan desa tahun 2008
yaitu sebesar 98.790.623 jiwa dan 129.709.825 jiwa. Laju pertumbuhan
penduduk 2000-2008 yaitu bernilai 1,36 persen per tahun (BPS, 2008
Olahan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus).
2. Konsumsi beras Per Kapita terdiri atas konsumsi beras per kapita kota
sebesar 123,8 kilogram per kapita per tahun dan beras per kapita desa
sebesar 142 kilogram per kapita per tahun. Data konsumsi beras per kapita
per tahun diperoleh dari konsumsi per kapita tahun 2007 (Pengeluaran
untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2007; BPS 2007))
Model Aktual : Tanpa Perbahan Kebijakan (Business As
Usual) ..sbg Model1
3. Produksi Padi adalah total produksi berdasarkan luas lahan basah (sawah)
dan luas lahan kering (ladang) pada tingkat teknologi tertentu. Indikator
teknologi adalah produktivitas padi, IP padi, rendemen dan tercecer.
4. Intensitas pertanaman (IP) untuk lahan sawah didapatkan dari pembagian
luas panen dengan luas lahan baku sawah yaitu 1,441 (Bulog, 2009) persen
sedangkan untuk lahan kering 0.89 persen Rendemen yang dipakai dalam
analisis sebesar 63,2 persen. Nilai ini sesuai dengan informasi yang
didapat dari Neraca Bahan Makanan Indonesia 2006-2007 Badan Ketahanan
Pangan, Deptan (2008).
5. Produktivitas padi lahan basah pada tahun 2008 sebesar 5,069 ton/hektar
dan lahan kering pada tahun 2008 sebesar 2,947 ton/hektar dengan
pertumbuhan produktivitas padi lahan basah sebesar 1,97 persen pada
tahun (2005-2008) dan pertumbuhan produktivitas padi lahan kering
sebesar 4,83 persen (2005-2008). Nilai produktivitas pertumbuhan
didasarkan pada nilai produktivitas nasional tahun 2008 dari BPS dan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Statistik Pertanian, Deptan
(2008)
Model Aktual : Tanpa Perbahan Kebijakan (Business As
Usual) ..sbg Model1
6. Luas lahan padi terdiri atas luas lahan padi sawah dan padi ladang. Luas
lahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah luas baku sawah. Nilai awal
luas padi sawah tahun 2005 adalah 8.400.030 hektar ini merupakan luas
baku sawah tahun 2005 dan luas padi ladang adalah 1.165.000 hektar pada
tahun 2005
7. Konversi lahan sawah untuk kepentingan non pertanian 110.000 hektar
(tahun 2005), lahan kering 31.276 dan meningkat setiap tahun dengan trend
0,26 persen per tahun (Isa, 2006). Pembukaan lahan sawah tetap setiap
tahun sebesar 31.427 hektar/tahun, sedangkan pembukaan lahan kering
tetap setiap tahun sebesar 10.000 hektar
8. Impor adalah 2,49 persen dari kebutuhan beras nasional rata-rata dalam
kurun waktu 2007-2008. Ekspor adalah 0,0018 persen dari produksi beras
nasional rata-rata dalam kurun waktu 2007-2008 (Badan Ketahanan Pangan,
Deptan (2008) dan BPS (2007-2008)).
Model Aktual : Tanpa Perbahan Kebijakan (Business As
Usual) ..sbg Model1
9. Kebutuhan benih atau bibit diasumsikan sebesar 0,9 persen dari produksi
padi, pakan ternak sebesar 0,44 dari produksi padi dan 0,17 persen dari
penggunaan beras non makanan dan bahan baku industri sebesar 0,56
persen dari produksi padi dan 0,66 persen dari beras, tercecer padi sebesar
5,4 dari produksi GKG (Rapat Koordinasi Data Konsumsi Beras nasional
(15 Des 2005) DKP, 2006). Tercecer beras untuk penggunaan non pangan
yaitu sebesar 2,50 persen dari produksi beras (NBM Indonesia 2007, BKP
(2008)).
10. Stok beras nasional 2008 dalam penelitian ini merupakan stok masyarakat
tahun 2008 sebesar 1.703.496 ton beras. Data ini diperoleh dari Badan
Ketahanan Pangan (2009)
11. Ketersediaan beras adalah neraca ketersediaan beras merupakan selisih
antara penyediaan beras dan kebutuhan beras. Neraca beras positif berarti
surplus dan bila neraca negatif berarti defisit. Ketersediaan beras yang
berkelanjutan bila neraca ketersediaan positif sepanjang waktu
Model 1 : Model Tanpa Perubahan Kebijakan (Business As
Usual)

Neraca ketersediaan beras positif atau dengan perkataaan lain bahwa bila
kebijakan-kebijakan yang dilakukan saat ini tidak berubah (status Quo)
seperti misalnya kebijakan subsidi pupuk urea, subsidi pupuk NPK , subsidi
pupuk organik dan penguatan modal melalui PUAP, kebutuhan beras nasional
dapat dipenuhi dari penyediaan dalam negeri sampai dengan tahun 2020.
Setelah itu pada tahun 2021 ketersediaan beras nasional mulai mengalami
defisit
Model 2 : Adanya Kebijakan Pembangunan Jalan Tol Trans
Jawa
Model 3:
Adanya Kebijakan Pembangunan Jalan Tol Trans-Jawa Diikuti
Dengan Pembukaan Lahan Potensial
Model 4:
Adanya Kebijakan Pengurangan Subsidi Pupuk yang dapat
Berpengaruh pada Penurunan Produktivitas
Model 5:
Adanya Kebijakan Peningkatan Indeks Pertanaman Padi
Model 6 :
Adanya Kebijakan Pengelolaan Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Model 7 :
Adanya Kebijakan Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Melalui
Diversifikasi Pangan
Model 8 :
Penurunan Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi Per Kapita
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada
Sistem yang Dikaji
2.50

Produktivitas Usahatani
2.00
Ketersediaan Sistem Irigasi
BPTP
Kesesuaian Lahan Konversi Lahan Sawah
Pencetakan Sawah
1.50
Pengaruh

Pertumbuhan Konsumsi
Penduduk Per Kapita Produksi Padi
1.00 Jumlah RT Pertanian
Perubahan Upah Riil Buruh Pompa Air
Dengan Luas Lahan Yang
Tani Mesin Pemberantas Jasad
Mesin Pengering Gabah Dikuasai
Nilai Tukar Petani Pengganggu
Mesin Pembersih Gabah
Jumlah TK Pertanian LKM BPSBPTPH
0.50 BPTPH
Perempuan Berpendidikan RT Pert Yang Pernah
Mengikuti Penyuluhan Pert
% Desa Tidak Memiliki
Akses Penghubung
- -
- 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80
Ketergantungan
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada
Sistem yang Dikaji
2.50

Produktivitas Padi
2.00 Penggunaan Pupuk

Teknologi Pengendalian HPT Benih Mutu


Perda (Peraturan Daerah)
Sarana Irigasi
1.50
Pengaruh

Koordinasi dan Kerjasama Antar


Sektor
Kelembagaan Panen

1.00 Kurangnya Permodalan


Akses Informasi Teknologi
Teknologi PHTKeterbatasan TK Pengetahuan Petani Rendah
Teknologi Pemupukan Berimbang Harga Saprodi Tinggi Pendapatan Kelembagaan Penyuluhan
Penyuluhan Tidak Berkelanjutan Teknologi Tata Air Kelompok Tani Akses Penghubung
Teknologi Pasca Panen
0.50 Harga Gabah
Teknologi PTT

- -

- 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80


Ketergantungan
Hal yang menarik dari simulasi-simulasi sebelumnya :
Dari sisi kebutuhan beras : upaya penurunan
konsumsi per kapita cukup berhasil dalam
meningkatkan ketersediaan beras nasional. Hal ini
dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan.

Sementara anggapan yang lain menekan


pertumbuhan penduduk merupakn solusi utama
dalam meningkatkan neraca ketersediaan beras
(ketahanan pangan)
Strategi
Kebijakan mengelola pertumbuhan
konsumsi perkapita penduduk desa dan
kota melalui program diversivikasi pangan

Selain mengelola atribut-atribut Perlu dilakukan upaya peningkatan nilai


sensitif dimensi ekologi di Jawa, juga indeks keberlanjutan sistem
disarankan mengelola atribut-atribut ketersediaan beras di tingkat nasional
sensitif dimensi sosial budaya yang dengan cara mengelola 23 atribut
diarahkan ke wilayah Sumatera sensitif, terutama 9 faktor dominan
yang sangat berpengaruh pada sistem
ketersediaan beras yang berkelanjutan

Perbaikan dari sisi penyediaan beras terutama


melalui peningkatan produktivitas dan
peningkatan Indeks Pertanaman (IP) baik
untuk lahan sawah maupun lahan kering serta
melalui perbaikan dari sisi permintaan atau
kebutuhan beras
Kesimpulan & Saran
Kesimpulan
Nilai indeks keberlanjutan sistem ketersediaan beras (IKB-Rice)
multidimensi Nasional adalah 64.51 status cukup berkelanjutan.
Sedangkan nilai indeks keberlanjutan sistem ketersediaan beras
antar wilayah di Indonesia (IKB-Rice Regional) sangat beragam,
berkisar antara 33.37 – 67.23.

Wilayah Jawa dan Sumatera termasuk dalam kategori status cukup


berkelanjutan, sedangkan Wilayah Kalimantan, Sulawesi dan
wilayah lainnya (Balidan Indonesia Bagian Timur) termasuk ke
dalam kategori kurang berkelanjutan.

Di tingkat nasional, dimensi yang sudah cukup berkelanjutan


adalah kelembagaan dan yang kurang berkelanjutan adalah
ekonomi.
Kesimpulan
Atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap keberlanjutan
sistem ketersediaan beras di tingkat regional sebanyak 23
atribut :

Ekologi : (1) ketersediaan lahan dengan sistem irigasi, (2)


produktivitas usahatani, (3) konversi lahan sawah, (4)
kesesuaian lahan, (5) pencetakan sawah.

Ekonomi : (1) perubahan upah riil buruh tani, (2) jumlah RT


pertanian dengan luas lahan > 0.5 Ha, (3) nilai tukar
petani, (4) jumlah tenaga kerja pertanian, (5) produksi
padi.
Sosial budaya : (1) penduduk, (2) pertumbuhan konsumsi per
kapita, (3) RT pertanian yang pernah mengikuti
penyuluhan pertanian, (4) persentase desa yang
tidak memiliki akses penghubung, (5) perempuan
berpendidikan.
Kesimpulan

Kelembagaan : (1) keberadaan lembaga pemerintah yang terkait


dengan benih (BPSBTPH), (2) keberadaan lembaga
keuangan mikro, (3) keberadaan lembaga
pemerintah BPTPH, (4) keberadaan lembaga
pemerintah BPTP.

Teknologi : (1) mesin pengering gabah, (2) mesin pembersih gabah,


(3) pompa air, (4) mesin pemberantas jasad
pengganggu.
Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis prospektif dari 23 atribut yang sensitif di


tingkat regional didapatkan 9 atribut atau faktor dominan yang
berpengaruh pada sistem.

Empat faktor kunci yang mempunyai pengaruh kuat antar faktor


walaupun dengan ketergantungan yang kurang kuat, yaitu :
(1) ketersediaan sistem irigasi, (2) kesesuaian lahan, (3) penduduk
dan (4) pertumbuhan konsumsi per kapita

Lima faktor kunci yang mempunyai pengaruh kuat antar faktor


walaupun dengan ketergantungan yang kuat, yaitu :
(1) produktivitas usahatani, (2) konversi lahan sawah, (3)
pencetakan sawah, dan (4) adanya kelembagaan BPTP dan (5)
produksi padi.
Kesimpulan

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa metoda Rap Rice cukup baik
untuk dipergunakan sebagai salah satu alat untuk mengevaluasi
keberlanjutan sistem ketersediaan beras di tingkat nasional
maupun regional atau beberapa wilayah di Indonesia secara cepat
(rapid appraisal).

Hasil simulasi terhadap Model1 aktual (tanpa ada perubahan


kebijakan) menunjukkan bahwa neraca ketersediaan beras positif
hingga tahun 2020 dan mulai negatif pada tahun 2021 sampai
dengan akhir periode simulasi yaitu 2025 dengan kecenderungan
defisit yang meningkat. Ini menunjukkan bahwa neraca
ketersediaan beras berkelanjutan dalam jangka pendek (5 tahun),
jangka menengah (10 tahun) tapi tidak berkelanjutan dalam jangka
panjang.
Kesimpulan

Hasil simulasi beberapa model sistem ketersediaan beras


menunjukkan bahwa dari sisi penyediaan beras (supply side)
adanya kebijakan peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dan
perubahan produktivitas memberikan sumbangan atau pengaruh
yang lebih besar dibandingkan model-model lainnya (peningkatan
pembukaan lahan dan konversi) terhadap pertumbuhan
ketersediaan beras masa depan

Sedangkan dari sisi kebutuhan beras (demand side) kebijakan


penurunan konsumsi per kapita melalui program diversifikasi
pangan memberikan sumbangan atau pengaruh yang lebih besar
dibandingkan dengan penururunan pertumbuhan jumlah penduduk
melalui program keluarga berencana.
Kesimpulan

Neraca ketersediaan beras akan positif dan berkelanjutan di masa


yang akan datang bila diusahakan melalui berbagai upaya
kebijakan secara bersama sama yaitu melalui faktor-faktor kunci
dari subsistem penyediaan dan subsistem kebutuhan.
Saran
Kebijakan mengelola pertumbuhan
konsumsi perkapita penduduk desa dan
kota melalui program diversivikasi pangan

Selain mengelola atribut-atribut Perlu dilakukan upaya peningkatan nilai


sensitif dimensi ekologi di Jawa, juga indeks keberlanjutan sistem
disarankan mengelola atribut-atribut ketersediaan beras di tingkat nasional
sensitif dimensi sosial budaya yang dengan cara mengelola 23 atribut
diarahkan ke wilayah Sumatera sensitif, terutama 9 faktor dominan
yang sangat berpengaruh pada sistem
ketersediaan beras yang berkelanjutan

Perbaikan dari sisi penyediaan beras terutama


melalui peningkatan produktivitas dan
peningkatan Indeks Pertanaman (IP) baik
untuk lahan sawah maupun lahan kering serta
melalui perbaikan dari sisi permintaan atau
kebutuhan beras
Terima Kasih
IPB
“Searching and Serving the Best”

Anda mungkin juga menyukai