Bangunan Rumah Adat "Leopo" dan "Lakhoun", sebagai
bangunan tempat tinggal dimana kegiatan sehari-hari
penghuninya berlangsung, rumah adat adalah tempat berlangsungnya upacara-upacara dalam siklus kehidupan sehari-hari. Makna lain dari Leopo dan lakhoun adalah merupakan identitas sebagai salah satu diantara beragam suku bangsa di Indonesia, dan juga sebagai gambaran tentang manusia yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. Rumah adat sebagai tempat berkumpul dan menyatuhkan anggota mata rumah, baik yang masih hidup maupun leluhur yang sudah meninggal, melindungi penghuninya dari bahaya-bahaya yang dapat mengganggu, ditunjukan dengan sayap rumah yang menutup pada malam hari, disamping melindungi penghuninya dalam mencari nafkah. . Leopo sebagai tempat upacara dan penyembahan kepada leluhur. Dengan demikin, rumah adat orang oirata menggambarkan kosmologi orang oirata.Sistem kepercayaan mereka terhadap alam semesta dan suatu totalitas hubungan antara mereka (masyarakat) dengan dunia supernatural (termasuk roh-roh leluhur) Rumah adat ini sudah ada sejak para leluhur atau moyang pertama yang menduduki pulau kisar ini.Yang merupakan moyang pertama orang oirata yang mendiami atau menduduki tanah pulau Kisar adalah moyang dari Soa Hanoo. Pagar Batu Pagar tembok, menggambarkan suasana bangunan Rumah Adat pada zaman dahulu, yang pada umumnya masyarakat Desa Oirata masih mendiami negeri lama, yang kini tinggal puing- puing atau bekas susunan bebatuan tembok rumah maupun pagar yang terbuat dari batu. Bentuk rumah adat ini dimiliki oleh semua masyarakat atau mata rumah, tetapi yang merupakan rumah tua atau rumah adat itu dimiliki hanya oleh tua-tua adat dalam mata rumah masing-masing.Karena pada saat melakukan ritual adat, hanya di rumah tua atau rumah adat dalam mata rumah tersebut. Bentuk rumah adat masyarakat oirata terdiri dari dua bangunan yaitu bangunan untuk perempuan atau disebut dengan “leopo” dan bangunan untuk laki-laki yaitu “lakhoun Leopo yang disebut rumah perempuan berdiri di atas susunan batu pipih atau batu karang yang merupakan fondasi rumah kurang lebih setengah meter. Tiang-tiang yang membentuk bangunan ini dilandasi dengan batu yang pipih atau datar. Bangunan berlantai tanah. Dinding di atas fondasi terdiri dari susunan batu pipih yang direkatkan dengan tanah liat setinggih ± 70 cm. di atas dinding batu, didirikan dinding yang terbuat dari anyaman bambu yang biasanya disebut oleh orang Oirata ialah (Reken) dinding bangunan ini yang terbuat dari anyaman daun lontar (koli).Sambungan-sambungan kayu dan tiang mempergunakan pasak kayu.Sedangkan ikatan-ikatan pada tiang dan kayu-kayu kerangka rumah terbuat dari bambu.Untuk ikatan atap, dipakai tulang daun koli yang disebut (kesir).Atap (tawar) bangunan ini terbuat dari anyaman daun lontar (kolk00000i), dengan tulang-tulang atap dari batang bambu (ete upur). Bagian utara ini merupakan bagian depan rumah yang menghadap atau berhadapan dengan rumah laki-laki (Lakhoun) Bagian depan (utara) dan bagian timur leopo Bagian bawah yaitu bagian lantai terdapat dua degu-degu atau yang disebut dengan (la’u-la’u), berbentuk empat persegi panjang.Degu-degu (la’u-la’u) yang pertama terdapat pada bagian utara dimana terletak sebuah jendela.Degu-degu ini disebut La’u-la’u lapai (degu-degu besar).Panjang la’u-la’u lapai sekitar dua meter setengah. Dia atas la’u-la’u lapai ini para wanita yang sudah menikah menyiapkan sirih pinang. Degu-degu yang ke dua terletak di sebelah timur dimana terletak jendela di atas degu-degu (la’u-la’u) tersebut. Degu- degu di bagian timur ini namanya “lepanu la’u-la’u” yang juga merupakan “bilik kudus”. Karena tempat ini hanya dikhususkan untuk orang-orang yang tertentu, dan tidak bisa sembarangan orang masuk atau melewati area ini.Jika aturan ini diabaikan atau dilanggar, berarti ada musibah yang harus di terima oleh si pelanggar. Bilik kudus ini merupakan tempat tua-tua adat laki-laki (ahanawar) mempersiapkan material adat untuk pelaksanaan kegiatan ritual adat nantinya diloteng (le-iya). Material adat ini berupa sebuah Nyiru yang berisi sepasang pakaian adat seperti kain tenun (kain tana) dan baju hitam, satu ples sopi dan tempat sirih pinang. Di dalam ruangan terdapat sebuah tangga (ker) yang terbuat dari kayu yang ditopang oleh dua buah batu sebagai fondasi.Tangga (ker) ini berfungsi untuk naik ke ruangan tengah yang di sebut loteng atau (le-iya) dan para-para di bagian atas atau yang disebut domorakan. Tangga kayu ini memiliki anak tangga yang berjumlah ganjil, yaitu lima kayu injakan. Biasanya anak tangga bagian tengah dipasang longgar.Hal ini bermakna untuk menjaga Keseimbangan (dalam rumah maupun dalam mata rumah). leiya ini disebut sebagai “Bilik Maha Kudus”. Bilik maha kudus ini merupakan tempat meletakan penyembahan terakhir untuk supernatural. Bilik ini tidak boleh dinaiki oleh perempuan, karena dipercaya akibatnya adalah si perempuan tidak akan memiliki keturunan di samping dapat terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Persembahan yang di letakan di bilik maha kudus (leiya) di letakan di tempat persembahan yang disebut dengan lokor-lokor yang terbuat dari anyaman daun koli dan daun kelapa. Lokor- Lokor berisi persembahan ini kemudian di gantung di bagian manumata rumah. Sejajar dengan le-iya (loteng), terdapat sebuah dego- dego atas yang terletak di sebelah barat (menempel di sisi selatan). Dego-dego ini disebut dengan istilah kodo yang berfungsi sebagai tempat mele- takan persembahan dari wanita yang belum menikah. Rumah leopo yang bubungannya (huina) berbentuk kerucut, mempunyai dua manumata (panu) yaitu, manumata timur (pantimur) dan manumata barat (panwarat). Sebagai rumah dalam sebuah mata rumah, kontruksi leopo dilengkapi dengan “sayap” di bagian sisi rumah, yaitu sepanjang sisi timur dan utara dimana terdapat pintu dan jendela yang tidak berdaun atau tidak ada sesuatu yang menutupi ke dua pintu ini. Lembaran sayap-sayap ini dibuat dari anyaman daun koli, dijahit pada bambu yang menyambung dari atap.Seperti sayap unggas, sayap-sayap rumah ini bisa menutup dan membuka.Sebagai engselnya adalah ikatan pada bambu yang menyambungnya pada ujung Fungsi sayap-sayap rumah adat orang oirata yang membuka dan menutup ini menunjukan makna dari fungsi rumah adat sebagai rumah dalam mata rumah yang bagaikan seekor induk ayam yang melindungi anak-anaknya pada malam hari, terlindung dari gangguan mahkluk-mahkluk atau roh-roh jahat.Sedangkan pada siang hari membuka untuk melepaskan anak-anaknya keluar mencari makan Lakhoun sebagai pasangan leopo, merupakan rumah laki-laki.Lakhoun berdampingan dengan leopo, dan sama dengan leopo, dibangun memanjang dari arah timur ke barat, kurang lebih sepanjang leopo. Bagian selatan yang berhadapan dengan leopo merupakan bagian depan lakhoun. Sama seperti leopo, lakhoun didirikan di atas susunan batu pipih atau batu karang yang merupakan fondasi rumah kurang lebih setengah meter. bangunan lakhoun lebih sederhana daripada leopo.Bangunan lakhoun berupa bangunan empat persegi panjang yang berlantai tanah dan agak berbeda daripada leopo.Karena lantai di bawah degu- degu/lau-laulakhoun digali agak kedalam kurang lebih setengah meter.Menurut tetua adat bahwa ini berfungsi jika ada seorang bayi dalam mata rumah meninggal, tempat ini dijadikan kuburan untuk anak- anak. Bangunan ini didirikan di atas tiang-tiang penunjang berbentuk balok-balok bersegi empat (berbentuk panggung).Tiang-tiang utama yang sekaligus menopang seluruh bangunan lakhoun berjumlah dua belas buah.Bangunan empat persegi panjang ini terbuka bagian sisi panjang yaitu sisi utara dan selatan, dinding hanya terdapat pada ke dua sisi timur dan barat. Dinding terbuat Ruangan pada lakhoun yang hanya satu ruang berbentuk degu-degu atau disebut masyarakat setempat dengan istilah lau-lau (la’u-la’u).padalau-lau duduk para laki-laki untuk merundingkan hal-hal yang berkaitan dengan adat dan upacara adat. Sama dengan leopo, lakhoun juga memiliki “sayap” (o’omanai) yang dibuka pada siang hari dan di tutup pada malam hari.Sayap lakhoun terdapat pada keempat sisi rumah. Makna dari sayap ini sama seperti leopo, yaitu melindungi penghuninya dari gangguan mahkluk-mahkluk atau roh-roh pada waktu malam, dan membiarkan penghuninya keluar pada siang hari untuk mencari hidup menurut para tua-tua adat peranan rumah adat tidak boleh dihilangkan. karena rumah adat leopo dan lakhoun selain perannya untuk tempat tinggal, leopo dan lakhoun berperan juga sebagai tempat upacara adat (spiritual) yang berhubungan dengan leluhur- leluhur mereka. Dan merupakan peninggalan dari leluhur-leluhur.Oleh sebab itu, mata rumah-mata rumah tertentu, masih tetap mempertahankan kebudayaan ini (rumah adat leopo dan lakhoun). . Fungsi Rumah Adat Fungsi rumah adat leopo dan Lakhoun selain sebagai tempat tinggal, Leopo dan Lakhoun, juga sebagai; Leopo berfungsi seperti museum, dimana Leopo sebagai tempat penyimpanan berbagai benda pusaka peninggalan leluhur yang dianggap sakral karena bernilai budaya, misalnya emas, pedang, belanga dan piring yang dibuat dari tanah, dan lain sebagainya. Leopo juga berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan sakral, misalnya doa adat untuk penerimaan anggota keluarga yang baru, bertalian dengan kawin adat. Lakhoun merupakan pasangan dari rumah adat Leopo yang berfungsi juga sebagai tempat diadakannya musyawarah mufakat oleh para tua-tua adat untuk melangsungkan upacara-upacara adat. Setelah anggota mata rumah (tuan rumah = leowaya)berunding untuk mendirikan rumah adat, maka ditentukanlah bas rumah (sonleren) atau “tuan batas”/ “tuan tali sifat” yang akan memimpin pembangunan rumah. Bas rumah adalah orang yang mempunyai keahlian untuk menghitung dan menentukan ukuran-ukuran bagian-bagian rumah.Tuan tali sifat biasanya dimiliki oleh masing- masing. Alat ukur yang dipakai dalam pembangunan rumah adat, berupa bambu belah berukuran lebar ± 3 cm. Setelah pembangunan rumah adat selesai, biasanya tali sifat ditinggalkan di rumah tersebut, yaitu disisipkan di bubungan, memanjang tidak boleh dipakai untuk pembangunan rumah lain atau dikeluarkan dari rumah itu atau dipindahkan ke rumah lain, sebab bila hal ini terjadi maka akan membawa celaka pada rumah dan anggota rumah adat pemiliknya. membangun rumah adat,harus perhitungkan bulan Cina salah satu hal yang terpenting adalah mendirikan tiang bermula (tut’ka) .Tiang ini terletak di sebelah timur (di antara kedua sayap). Menurut kotika, waktu yang baik untuk mengambil batang pohon koli untuk tiang pertama dan tiang-tiang lainnya adalah pada “bulan kecil” (bulan hilang, bulan gelap, bulan mati), karena kayu yang ditebang pada masa itu akan kuat, tidak mudah dimakan rayap. Tiang bermula didirikan pada waktu subuh antara pukul 05.00 – 05.30. Rumah perempuan (Leopo.Pintu (oomana) di sebelah utara yang menghadap. Dalam acara ini, tuan tali sifat menuturkan asal perkakas-perkakas pertukangan yang dipakai untuk mendirikan rumah (dahulu perkakas-perkakas itu ada yang terbuat dari tanah liat). Biasanya setelah pembangunan rumah, perkakas-perkakas rumah itu disimpan di Leiya (loteng). Sayap rumah Adat
Sayap-sayap ini juga biasa disebut dengan oomana mereka
menggunakan bahan-bahan yang sederhana, karena bahan-bahan tersebut sangat cocok dengan kondisi iklim yang ada di Pulau Kisar. Jadi, rumah Adat apapun bentuknya, dan apapun etnisnya, merupakan bagian dari sebuah budaya peninggalan para leluhur kita yang harus dilestarikan.