Anda di halaman 1dari 46

ANOPSIA BILATERAL ET

CAUSA CORTICAL
BLINDNESS

OLEH :
LOVINA FALENDINI ANDRI
NPM H1AP11016

DOKTER PEMBIMBING KLINIK :


DR. MUHAMMAD IMAN INDRASYAH, SP. S

DEPARTEMEN NEUROLOGI RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU
PENDAHULUAN

Riwayat
penyaki
Ganggu t yang
an mendas
Terkait ari
Fisiologi Kehamil
s an
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. L
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 41 tahun
 Suku Bangsa : Jawa
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Sutoyo, Tanah Patah, Kota Bengkulu
 Status : Menikah
 Pekerjaan : IRT
 NRM : 77.03.74
 Tanggal Masuk : 28 April 2018
 Tanggal Keluar : 4 Mei 2018
ANAMNESIS (28 APRIL 2018)

Keluhan Utama : Kedua mata tiba-tiba tidak dapat melihat sejak 8 hari yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Nyeri kepala belakang disertai rasa panas


menjalar hingga ke tengkuk

Tiba-tiba kedua mata tidak dapat melihat saat


sedang menonton televisi
G5P4A0 31 minggu, antenatal care setiap bulan
pada bidan. Keempat anak lainnya sehat, lahir
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah kehilangan penglihatan selama 3
bulan pada tahun 2001 setelah dipukul mantan suaminya di bagian kepala

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit
serupa

Riwayat Kebiasaan : Pasien tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol


PEMERIKSAAN FISIK (28 APRIL 2018)

Status Present :
1. Keadaan umum: Tampak sakit sedang
2. Kesadaran: E4 M6 V5
3. Tekanan darah: 130/80 mmHg
4. Nadi: 80 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
5. Frekuensi nafas: 24 kali/menit, reguler
6. Temperatur: 36,5 0C
7. Keadaan gizi: Cukup
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

• Tanda rangsang meningeal (-)


• Saraf-saraf kranialis : Nervus optikus visus ODS 0
• Sistem motorik : DBN
• Sistem sensorik : DBN
• Fungsi luhur : DBN
• Fungsi otonom : DBN
• Refleks fisiologis : DBN
• Refleks patologis (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

28 April 2018 1 Mei 2018


 Leukosit : 13.500 /mm3  Leukosit : 12.600 /mm3

29 April 2018
 Kolesterol total : 238 mg/dl
 Trigliserida : 789 mg/dl
 Kolesterol HDL : 45 mg/dl
 Kolesterol LDL : 86 mg/dl
 Asam urat : 6,7 mg/dl
CT SCAN KEPALA TANPA KONTRAS (24 APRIL 2018)
Keterangan :
• Tak tampak soft tissue swelling extracranial.
• Girus, sulcus, dan fissura sylvii tak prominen.
• Batas white matter dan grey matter mengabur.
• Tak tampak lesi isodens, hipodens, atau hiperdens patologis di intraserebri
maupun intraserebeli. CT artefak hipodens menutupi midline brain stem.
• Sistema ventrikel dan cysterna tak melebar atau menyempit.
• Midline tak terdeviasi.
• Ganglia basalis, talamus, kapsula eksterna/ interna tak tampak kelainan.
• Sella dan parasella baik.
• Infratentorial : pons, serebelum, dan CPA tak tampak kelainan.
• Cavum orbita dan bulbus okuli tak tampak kelainan.
• SPN dan air cellulae mastoidea tampak normodens.
• Tak tampak discontinuitas pada neurocranium maupun viscerocranium yang
tervisualisasi.

Kesan:
• Edema cerebri. Tak tampak gambaran berniasi serebri maupun serebeli pada
CT Scan saat ini.
• Tak tampak masa.
DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Anopsia bilateral

Diagnosis Topis : Cortical blindness

Diagnosis Etiologik : Preeklampsia late onset (?)


PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGI

 Monitoring tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan,


temperatur) dan perkembangan gejala pada pasien.
 Tirah baring di tempat yang datar.
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
 IVFD RL 20 tpm
 Ranitidine 2x1 amp iv
 Metilprednisolone 3x125 mg iv
 Lapibal (Mecobalamin) 2x1 amp iv
 Hystolan (Isoxsuprine HCl) 2x10 mg po
 Clopidogrel 2x75 mg po
 Clobazam 1x10 mg po
 Levofloxacin 1x500 mg po
 KSR (kalium klorida) 3x600 mg po
PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia


Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
FOLLOW UP
ANATOMI
OTAK
TENTORIUM
RETINA
DEFEK LAPANG PANDANG
PERUBAHAN OKULAR SELAMA
KEHAMILAN
PERUBAHAN FISIOLOGI

Perubah
an
Peningka adneksa
tan TIO

Perubaha
n Kornea
GANGGUAN PENGLIHATAN SELAMA KEHAMILAN :
1. PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
 Terjadi akibat penyempitan atau spasme arteriol retina dengan penurunan
rasio arteri-vena retina (Cheung dan Scott, 2018).
 Kelainan okular : perdarahan retina, papiloflebitis, Elschnig spots, edema
makula, lesi pigmen epitel retina, arteri retina dan oklusi vena, neuritis optik,
atrofi optik, neuropati optik iskemik, ablasio retina dan kebutaan kortikal
(Cheung dan Scott, 2018).
2. KORIORETINOPATI SEROSA SENTRAL

 Penurunan ketajaman penglihatan ataupun kebutaan yang disebabkan oleh


korioretinopati serosa sentral terjadi karena adanya akumulasi cairan
subretina yang mengarah ke ablasio retina (Cheung dan Scott, 2018).
 Gejala yang sering timbul ialah adanya penurunan ketajaman penglihatan
unilateral (Cheung dan Scott, 2018).
3. GANGGUAN VASKULAR OKLUSIF

 Retinopati Purtscher terjadi akibat obstruksi arteriolar oleh agregasi leukosit


yang diinduksi komplemen, dan sering dilaporkan terjadi segera pasca partus
(Cheung dan Scott, 2018).
 Gejala yang sering timbul ialah kebutaan bilateral secara tiba-tiba pasca
partus, adanya defek lapang pandang yakni gambaran cotton-wool spots
dengan atau tanpa perdarahan intraretina (Cheung dan Scott, 2018).
RIWAYAT PENYAKIT MATA :
1. RETINOPATI DIABETIKUM

 Faktor risiko independen dalam perburukan retinopati diabetikum selama


kehamilan, ialah diabetes gestasional, hipertensi dengan atau tanpa
preeklampsia/ eklampsia, riwayat diabetes sebelum kehamilan, kontrol
glikemia yang buruk selama kehamilan, normalisasi kadar glukosa darah yang
cepat selama kehamilan, dan perubahan aliran darah retina (Cheung dan
Scott, 2018).
 Perawatan standar untuk retinopati diabetikum adalah dengan operasi
fotokoagulasi menggunakan laser (Cheung dan Scott, 2018).
2. TOKSOPLASMOSIS

 Toksoplasmosis okular laten dapat aktif kembali selama periode kehamilan,


dengan risiko toksoplasmosis kongenital yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan mereka yang terinfeksi TORCH (toxoplasma, rubella,
cytomegalovirus, herpes simplex virus) selama kehamilan (Cheung dan Scott,
2018).
 Spiramisin lebih direkomendasikan dibandingkan pirimetamin sebagai
pengobatan yang lebih aman, dan memiliki efektivitas yang sama (Cheung
dan Scott, 2018).
LAPORAN KASUS SERUPA :
1. EKLAMPSIA LATE ONSET DENGAN KEBUTAAN KORTIKAL BILATERAL

 Delapan hari pasca partus, pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat di


daerah frontal bilateral disertai pandangan kabur. Selama beberapa jam,
berkembang menjadi kebutaan kortikal bilateral akut. Evaluasi awal
menunjukkan tekanan darah 169/99 tanpa proteinuria. Koreksi urine dalam
24 jam berikutnya menunjukkan adanya proteinuria sebesar 0,28 gram.
Computed axial tomography/ CT scan otak menunjukkan lesi hipodens
bilateral pada hemisfer serebri, sedangkan pada MRI mengungkapkan
sinyal T2 berubah difus pada distribusi posterior. Angiogram serebral
normal. Dua puluh jam setelah timbulnya gejala pasien mengalami
perubahan status mental dan kejang tonik-klonik sebanyak 2 kali,
kemudian pasien mendapatkan terapi fenitoin (dilantin) dan magnesium.
Nyeri kepala dan penglihatan pasien dengan cepat membaik dalam 48 jam
kembali ke visus 20/20. Tekanan darah tertinggi selama di rumah sakit
2. KEBUTAAN KORTIKAL REVERSIBEL PADA EKLAMPSIA

 Wanita 28 tahun hamil 37 minggu, mengeluhkan nyeri kepala dan


hipertensi. Keesokkan harinya, ketajaman visus ODS menurun ke
persepsi cahaya. Setelah dilakukan sectio caesaria, pupil reaktif dan
fundus normal. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) otak menunjukkan
peningkatan sinyal di kedua lobus oksipital. Setelah satu bulan
kemudian, ketajaman penglihatan pasien kembali normal, visus ODS
20/20. Kebutaan kortikal merupakan komplikasi langkah pada
preeklampsia. Dalam kasus ini, kebutaan kortikal bersifat reversibel,
yang kemungkinan besar disebabkan oleh edema vasogenik daripada
vasospasme (Do dkk, 2002).
3, GANGGUAN PENGLIHATAN PADA PREEKLAMPSIA/
EKLAMPSIA

A. Retinopati hipertensi
 Perubahan retina yang dihasilkan dapat bermanifestasi sebagai
penurunan rasio vena retina, cotton-wool spots, perdarahan,
Elschnig spots, dan ablasio retina. Jaffe dan Schatz, menemukan
hubungan yang signifikan antara penurunan rasio arteriol-vena
dengan preeklampsia, vasospasme retina dan resistensi terhadap
aliran darah sebagai penjelasan yang mungkin berhubungan
dengan gejala visual (Samra, 2012).
 Spasme arteriol berat adalah temuan funduskopi yang paling
umum, terjadi pada 70% kasus eklampsia. Temuan funduskopi
lainnya termasuk penyilangan arteriovenosa, eksudat menyerupai
kapas, perdarahan retina, dan head swelling optikus (Samra, 2012).
B. SEROUS RETINA DETACHMENT (SRD)

 Patofisiologi SRD dalam kasus preeklampsia tidak diketahui secara


jelas. Biasanya ditemukan pada pasien preeklampsia berat atau
eklampsia, tanpa kelainan vaskular retina dan retina. Hayreh dkk.
menyatakan SRD pada preeklampsia terjadi karena iskemia koroidal
akibat hipertensi. Setelah melahirkan, cairan subretina direabsopsi
oleh pigmen epitelium retina, kemudian ketajaman penglihatan
kembali normal dalam beberapa minggu (Samra, 2012).
C. KEBUTAAN KORTIKAL

 Patofisiologi kebutaan kortikal pada preeklampsia/ eklampsia belum jelas.


Hal yang mungkin terjadi, akibat vasospasme serebral dan cedera iskemik
atau edema vasogenik karena peningkatan permeabilitas kapiler. Temuan
neuroimaging pada kebutaan kortikal berkisar pada temuan normal hingga
tipikal. Biasanya pada hasil CT Scan tampak lesi hipodens di lobus oksipital
bilateral dan MRI didapatkan lesi hiperdens pada T2-weighted. Lesi ini
bersifat reversibel, penglihatan akan kembali normal dalam 4 jam hingg 8
hari (Samra, 2012).
4. KEBUTAAN KORTIKAL BILATERAL – SINDROM ANTON

 Kebutaan kortikal merupakan gangguan neurologis yang langka, ditandai


dengan hilangnya penglihatan unilateral atau bilateral akibat lesi pada jaras
penglihatan anterior. Penglihatan binokular dengan refleks cahaya pupil yang
baik, namun terjadi gangguan penglihatan akibat lesi pada lobus oksipital
(Galetovic dkk, 2005).
 Sindroma Anton adalah bentuk anosognosia, komplikasi langka dari kebutaan
kortikal akibat lesi pada korteks asosiasi penglihatan (Galetovic dkk, 2005).
5. KEBUTAAN REVERSIBEL TERKAIT PREEKLAMPSIA

 Preeklampsia ditegakkan dengan temuan klinis berupa hipertensi dan


proteinuria yang terjadi secara bersamaan setelah 20 minggu kehamilan.
Preeklampsia merupakan penyakit sistemik dan mempengaruhi hampir
seluruh sistem tubuh seperti hematologi, kardiovaskular, ginjal,
gastrointestinal, hati, dan sistem saraf. Kejang pada eklampsia menandakan
terjadi gangguan pada sistem saraf. Gejala-gejala visual seperti fotofobia,
cotton-wool spots, diplopia, dan skotomata juga mengisyaratkan adanya
gangguan sistem saraf. Pandangan kabur adalah gejala visual yang paling
umum. Eklampsia dan preeklampsia dapat mempengaruhi jalur visual dari
segmen anterior ke korteks visual (Kathpalia dkk, 2018).
 Etiologi yang mendasari terjadinya kebutaan adalah vasospasme
yang meningkatkan resistensi terhadapa aliran darah, hal ini
berkaitan dengan hipertensi. Vasospasme menghasilkan disparitas
dalam aliran darah regional serebral yang mempengaruhi sirkulasi
posterior. Terjadi kegagalan dalam autoregulasi arteri serebral
posterior diikuti ekstravasasi cairan ke jaringan otak. Pembuluh
darah serebral posterior lebih rentan terhadap perubahan ini karena
inervasi simpatis yang kurang (Kathpalia dkk, 2018).
EDEMA PAPIL

 Edema papil merupakan suatu kongesti noninflamasi diskus optikus


yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Edema
papil biasanya timbul sebagai fenomena bilateral dan dapat
berkembang dalam beberapa jam hingga minggu. Edema papil
dapat terjadi pada berbagai usia, kecuali bayi karena fontanela
belum tertutup dengan sempurna (Indraswati dan Suhartono, 2008).
 Arteri retina sentralis berjalan bersama dengan nervus optikus dan
vena retina sentralis. Pintu masuk ini sangat sensitif terhadap
peningkatan tekanan intrakranial. Rongga subarachnoid
berhubungan dengan selaput nervus optikus. Oleh sebab itu bila
terjadi peningkatan tekanan intrakranial, peningkatan tersebut akan
diteruskan ke nervus optikus, dimana reaksi selaput nervus optikus
PENATALAKSANAAN

 Infus Manitol
 Kontrol hiperventilasi
 Drainase cairan serebrospinal
 Pemberian obat-obatan
 Terapi steroid
 Terapi pembedahan
 Radioterapi
PEMBAHASAN

 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang pada pasien ini, maka pasien didiagnosa menderita
anopsia bilateral ec cortical blindness.
 Tatalaksanan pada pasien cukup baik, yakni dengan pemberian
terapi steroid. Terjadi perbaikan yang cukup signifikan pada pasien,
saat masuk visus ODS pasien 0 kemudian setelah mendapatkan
perawatan visus ODS berangsur membaik.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai