Anda di halaman 1dari 8

PELAKSANAAN HAK PREROGATIF PRESIDEN

DALAM PENGAKATAN MENTERI

Krisna Leo Wahyuwidhika


NO.POKOK: 2013200031

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS HUKUM
2017
LATAR BELAKANG
Selama Indonesia merdeka dan pemerintahan dijalankan sendiri oleh bangsa kita. Undang-Undang
Dasar yang digunakan baru dua jenis, yakni: UUD 1945 dan UUD Sementara 1950. Kemudian di era
Reformassi diadakan amandemen UUD sampai empat kali, hasilnya banyak perubahan
konstitusional tertatanya tiga pemegang kekuasaan, yakni kekuasaan penyelenggara
pemerintahan dilakukan oleh presiden, pemegang kekuasan legislasi dilakukan oleh DPR, dan
kekuasaan yudikatif dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dan
Mahkamah Konstitusi.
Konstituante hasil pemilu pertama yang diserahi membentuk UUD tidak berhasil, karena dilanda
konflik kepentingan dan keburu dibubarkan oleh Presiden Sukarno. UUD Sementara 1950 hanya
relatif singkat berlakunya. Adapun UUD 1945 mengalami dua kali berlakunya dari 1945 dan
dilakukan empat kali amandemen sampai sekarang.
Pada tahun-tahssun pertama UUD 1945 diberlakukan bentuk Kabinet Presidensiel sangat
sederhana. Kabinet terdiri dari kementerian yang dipimpin oleh menteri yang mempunyai forto
polio, dan menteri negara yang zonder porto polio. Jumlah kementerian baik yang zonder
maupun yang porto-polio ada 20 kementerian. Sesuai dikehendaki oleh UUD 1945 Kabinet
Presidensiel menggunakan sebutan kementerian yang dipimpin oleh seorang menteri. Bagi
kementerian negara yang tidak mempunyai porto-polio yang menangani sesuatu urusan tertentu
yang belum tertampung dalam kementerian, sebutan-sebutan kementerian Negara dipimpin oleh
seorang menteri negara.
Menteri di zaman Reformasi ini menunjukkan kinerja yang labil karena sering kali berganti dengan
reshuffle kabinet. Boleh dikatakan hampir setiap tahun ada pergantian menteri. Sering kali gonta-
ganti menteri kabinet bisa menggambarkan tidak stabilnya pemerintahan. Para Menteri diangkat
presiden dari pimpinan partai yang berkoalisi dengan Presiden.
Calon menteri ini dipanggil melalui telepon untuk menghadap presiden di rumah kediamannya untuk
dilakukan kontrak politik. Jika kabinet sudah terbentuk dan mulai bekarja selang beberapa tahun,
maka partai politik yang merasa mempunyai andil dalam koalisi merasa kurang jatah lalu
berkampanye menyuarakan reshuffle kabinet. Selain itu, karena menteri dari pimpinan partai koalisi
sering kali kurang memperhatikan dari kompetensi individual dari menteri yang ditunjuk. Ada menteri
yang memimpin suatu kementerian, keahliannya tentang seluk-beluk kementerian yang dipimpinnya
sama sekali tidak dimiliki. Menteri dihadapan rakyat kurang berwibawa, rakyat sama sekali kurang
apreasinya. Beda dengan menteri zaman Sukarno dan Suharto mempunyai kewibawaan. Budaya
materialnya tidak jauh dengan gaya partai politik di awal kemerdekaan. Menteri merupakan
presentasi partai politik. Oleh karena itu, kehadiran menteri dalam kabinet sangat dekat
aspirasinya.Dengan kepentingan partainya.
Kedekatan aspirasinya ini termasuk bagaimana upaya untuk memperoleh fasilitas dan resources
lainnya untuk kelangsungan kehidupan partainya terutama dalam pembiayaan menghadapi pemilu
yang akan datang. Hampir semua partai sangat lemah resources kecuali partai penguasa dan partai
besar. Koalisi yang dibangun bukanlah koalisi yang kuat stabil dan panjang usianya. Kabinet reformasi
ini merupakan kabinet partai yang dibentuk dalam dasar Kabinet Presidensiel yang gamang.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah
ini, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah Presiden dapat menggunakan hak prerogatifnya dalam pengangkatan


menteri ?

2. Bagaimana batasan-batasan hak prerogatif Presiden dalam pengangkatan


menteri ?
Kerangka Teori
Dalam literature hukum, istilah pemerintah lebih ditujukan pada lembaga eksekutif. Akan tetapi, di Amerika Serikat, makna
pemerintah juaga digunakan ssuntuk memberikan gambaran mengenai semua cabang pemerintahan, yaitu legislatif, yudikatif,
dan eksekutif.
Hal demikian tentu tidak ditemukan terdapat dalam sistem pemerintahan negara Indonesia, yang meletakkan Presiden sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif yang apabila dikaitkan dengan gejala pemerintahan modern muncul fenomena “modern
executive business is concerned not only with executing laws,but olso, in many case, with initiating policy”.
Fenomena demikian sebenarnya menunjukkan terjadinya pergeseran yang serempak dibeberapa negara dalam memandang
kekuasaan pemerintah, khususnya diabad 20 dimana pihak eksekutif dianggap berwenanag untuk berprakasa (initiating),
menulis (writing), dan melaksanakan (executing) undang undang.
Di Indonesia, yang dimaksud dengan pemerintahan adalah “Presiden serta Wakil Presiden serta kabinet”. Yang mencerminkkan
suatu pemerintahan negara ditingkat pusat. Di sisi lain, ada juga yang memakai pemerintah sebagai “suatu lapangan kerja,
suatu tugas dari satu atau suatu gabungan alat-alat perlengkapan negara, khususnya yang kemudian disebut pemerintah”.
Dengan demekian, dalam sistems pemerintahan Indonesia, pemerintah adalah lebih utama ditujukan pada Presiden beserta
aparatur pelaksaannya.
Selain itu, konsep pemerintah juga bergantung pada system pemerintahan yang dijalankan dalam suatu Negara. Perbedaannya
dapar dilihat dari uraian bahwa,
“dalam sistem presidensiel menteri-menteri merupakan pembantu Presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam
sistem parlementer para Menteri dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Dalam sistem parlementer pula Perdana Menteri
beserta menteri-menterinya dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawab”, sedangkan raja dalam monarki
konstitusional dinamakan bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong)”.
Berdasarkan pemahaman tersebut sebenarnya mengandung makna sama dan sepadan bahwa pemerintah adalah institusi yang
memegang kekuasaan pemerintah atau mereka yang mendapatkan mandat rakyat untuk menjalankan dan menyelaenggarakan
pemerintahan negara. Untuk kasus Indonesia, bahwa mandat tidak diberikan oleh rakyat langsung, tetapi diserahkan oleh MPR,
sehingga kemudian “Presiden disebut mandataris MPR”. Akan tetapi setelah reformasi, Presiden tidak lagi menerima mandat
dari MPR, akan tetapi langsung oleh rakyat.
Metodologi Penelitian
 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa masalah
yang saling terkait dalam proses pembahasannya yang diharapkan mampu menambah bahan
penelitian bidang pengetahuan hukum, khususnya Hukum Tata Negara dan untuk mengetahui
bagaimana hak prerogatif dalam pengangkatan dan pemberhentian menteri
 Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan karaya ilmiah ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif adalag
suatu pendekatan yang banyak mengumpulkan data dari studi kepustakaan maupun pendapat
doktrin atan pendapat ahli hukum.
 Tipe Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian, maka tipe penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
tipe penelitian deskriptif. Maksudnya penelitian ini hanya mencari atau memaparkan hasil
penelitian yang bersumber dari studi kepusttakaan, undang-undang dan lain sebagainya.
 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau
studi kepustakaan.
 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada peraturan peraturan hukum yang berlaku serta dalam
hal ini penelitian dilakukan baerawal dari penelitian terhadap data sekunder.

Adapun cara-cara yang digunakan penulis untuk menhhimpun data pada penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, penelitian ini dilakukan dengan mengadakan kegiatan
menghimpun dan meneliti data-data yang berasal dari literatur, referensi, internet dan artikel-artikel media cetak yang berkaitan dengan kajian penelitian yang penulis buat.

 Kegunaan Penelitian

Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan tenteng hukum, tentang hak presiden khususnya hak prerogative presiden dalam
pengangkatan dan pemberhentian menteri.

Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis dalam penyelesaian program studi strata satu jurusan ilmu hukum pada fakultas hukum universitas
muhammadiyah Jakarta.

 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian yuridis normatif ini, metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan (library research), untuk memperoleh data sekunder meliputi:

 Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti peraturan-peraturan perundang undangans.

 Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku hukum, hasil penelitian hukum, hasil-hasil penelitian, hasil
karya analisis ahli hukum.

 Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus
Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

 Teknik Pengolahan Data

Untuk menjawab rumusan permasalahan dalam penelitian ini digunakan metode penelitian analisis kualitatif, yaitu data sekunder berupa bahan-bahan primer, sekunder dan
tersier dihubungkan satu sama lain dan/atau ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian.
SEKIAN

&

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai