Anda di halaman 1dari 30

RESUSITASI JANTUNG

PARU
FEBRIAN PUTRA
PENDAHULUAN

Resusitasi Jantung Paru


Dan
Emergency Cardiac Care
(CPR-ECC)

Harus SEGERA dipertimbangkan, disaat setiap individu mengalami


oksigenasi dan perfusi organ vital yang tidak adekuat.
TIDAK HANYA saat terjadinya henti napas atau henti jantung
• Pengenalan kejadian impending
• Aktivasi Sistem Respon
Emergensi
• Bantuan Hidup Dasar
• Defibrilasi
• Ventilasi
• Farmakoterapi

Emergency
Cardiac Care
A-B-C C-A-B
A

AIRWAY – initial ASSESSMENT

• Pasien diposisikan supine pada permukaan yang keras


• Setelah memberikan kompresi dada awal, jalan napas dievaluasi.
• Obstruksi jalan napas yang paling sering terjadi : turunnya lidah bagian belakang
atau epiglotis  Head Tilt Chin Lift atau Jaw Trust
(Jika tidak terdapat bukti adanya instabilitas servikal)
Gambar 1. Hilangnya kesadaran biasanya diikuti dengan hilangnya tonus otot submandibular (A).
Sumbatan jalan napas oleh lidah dapat dihilangkan dengan head-tilt chin-lift (B) atau jaw-trust (C).
Pada pasien dengan kemungkinan cedera spinal, sudut rahang dapat diangkat secara anterior tanpa
melakukan hiperekstensi pada leher (Morgan)
• Muntahan atau benda asing yang nampak di mulut

 hilangkan

• Pasien sadar  finger sweep atau Heimlich manuver


Gambar 2. Heimlich manuever dapat dilakukan dengan posisi pasien berdiri (A) atau berbaring (B).
Tangan diposisikan sedikit dibawah diatas pusat dan dibawah prosesus xipoideus dan kemudian tekan
kearah abdomen dengan cepat dan mendorong kearah atas. Manuver ini dapat diulang.
•Tidak ada pernafasan yang adekuat

 bantuan ventilasi

•Bantuan nafas diberikan secara perlahan (inspirasi ½-1 detik), tidal


volume yang lebih kecil (700-1000ml), lebih kecil lagi jika menggunakan
suplementasi O2 (400-600ml)

•Inisiasi penggunaan artificial airway

•Kompresi dada tidak boleh terinterupsi lebih dari 10 detik


Alternatif bantuan jalan napas
• Esophageal–tracheal Combitube (ETC)

• Laryngeal mask airway (LMA)

• pharyngotracheal lumen airway

• King laryngeal tube

• Cuffed oropharyngeal airway


Tabel 1. Rangkuman rekomendasi teknis BHD
Konfirmasi pemasangan ETT dengan PETCO2, capnograf atau alat
capnografi.
Lainnya  auskultasi
Setelah pemasangan, dilakukan fiksasi menggunakan plester yang baik
Jika pemasangan tidak dapat dilakukan (trauma wajah, trauma servikal)
 Krikotirotomi atau trakeostomi
B
•Breathing - Pernapasan
•Apnea  tidak adanya pergerakan dinding dada, sura napas dan aliran
napas
•Mouth-to-mouth atau Mouth-to-Mask harus segera diberikan
•Bantuan napas yang baik adalah VT 700-1000ml, 8-10 kali permenit
pada dewasa (dengan adanya alat bantu napas) atau dengan rasio 30
kompresi dada dan 2 ventilasi (jika belum terdapat alat bantu napas)
•Konfirmasi  naiknya dinding dada dan terabanya hembusan napas
saat ekspirasi
C
Circulation - Sirkulasi
Kompresi dada harus dimulai sebelum melalukan bantuan napas
KOMPRESI DADA
• Kedua tangan berada di separuh bagian bawah tulang dada
(sternum).
• Letakkan tumit salah satu tangan di titik kompresi tersebut, tangan
satunya diletakkan di atas tangan yang melakukan kompresi, dengan
posisi jari bersilangan atau ekstensi, namun tidak menyentuh dinding
dada
• Bahu penolong diposisikan tepat diatas tangan, dengan siku terkunci,
sehingga kompresi menggunakan berat badan penolong
Gambar 3. Posisi saat melakukan kompresi dada
• Kedalaman Kompresi 1 1/2-2 inci ( 4-5 cm ) pada dewasa, 1-1 ½ inci (2-4cm) pada
anak, ½-1 inci (1 ½-2 ½ cm) pada bayi

• Pada bayi kompresi dilakukan dengan menggunakan jari tegah dan jari manis pada
sternum, sejajar dengan puting.

• Rekoil penuh setelah setiap kali kompresi

• Perbandingan kompresi dengan ventilasi adalah 30 : 2

• Kecepatan kompresi 100-120 kali/menit

• Pada pasien yang sudah terintubasi kompresi dilakukan selama 2 menit


EFEKTIFITAS KROMPESI DADA
Menilai kompresi dada yang adekuat :
◦ PETCO2  >10mmHg

◦ CPP  >20mmHg

◦ SCVO2  >30%
DEFIBRILASI
Defibrilasi harus diberikan dalam waktu 2-4 menit dari kejadian henti jantung
Pilihan  Monofasik dan Bifasik
Bifasik lebih direkomendasikan :
karena membutuhkan energi yang lebih kecil untuk keberhasilan defibrilasi,
dan secara teori memberikan resiko kerusakan otot jantung yang lebih kecil
AED  bifasik
Tabel 2. Energi yang dibutuhkan untuk kardioversi
RESUSITASI JANTUNG PARU
INVASIF
Thoracotomy and open-chest cardiac massage
Tidak rutin dilakukan karena tingginya angka komplikasi
Membantu pada kondisi tertentu, dimana resusitasi jantung paru biasa
kurang efektif
 trauma tusuk atau tumpul dada, trauma tusuk abdomen, deformitas
berat dada, tamponade perikardium, emboli paru
AKSES INTRAVENA
•Lidokain, epinefrin, sulfas atropin, naloxone, dan vasopressin bisa
diberikan melalui ETT, dengan dosis 2-2 ½ kali lebih tinggi, diencerkan
menjadi 10 ml (pada dewasa)
•Ideal  akses sentral (jika sudah ada)
•Jika belum ada  akses perifer
•Karena terdapat keterlambatan sirkulasi mencapai jantung, diberikan
flush (20 ml pada dewas) dan mengangkat ekstremitas selama 10-20
detik
•Pada anak  akses intraoseus
PRECORDIAL THUMP
Dapat dipertimbangkan, untuk kejadian VT tidak stabil yang disaksikan,
dan alat defibrilasi belum tersedia
Gambar 4. Algoritme henti

jantung (Pedoman AHA 2015)


RULE OF TENS
(dan kelipatannya)
Kurang dari 10 detik untuk memeriksa pulsasi
Kurang dari 10 detik untuk menjaga Airway
Target kompresi dada dengan PETCO2 lebih dari 10, tekanan diastolik
arteri lebih dari 20 dan SCVO2 lebih dari 30.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai