Anda di halaman 1dari 108

ANAMNESIS &

PEMERIKSAAN FISIK
PADA ANAK
ANAMNESIS
 Pengertian
 Anamnesis : pemeriksaan yang dilakukan
dengan wawancara

 Autoanamnesis: langsung ke pasien


 Aloanamnesis : semua keterangan diperoleh
selain dari pasiennya sendiri
 Orang tua
 Wali
 Keterangan dari dokter yang merujuk
Peran anamnesis
 Berperan sangat penting dalam diagnosis dan
tatalaksana penyakit anak
 Cara tercepat dan satu-satunya menuju diagnosis
 Misalnya: kejang demam

 Sering dapat ditentukan sifat dan beratnya penyakit


dan terdapatnya faktor-faktor yg mungkin menjadi
latar belakang penyakit, yang berguna dalam
menentukan sikap untuk tatalaksana

anamnesis merupakan bagian yang sangat penting


dan sangat menentukan dalam pemeriksaan klinis
Peran anamnesis
 Pada semua pasien anak:
* mencakup masalah yang berhubungan
dengan penyakit sekarang
* mencakup riwayat pasien sejak dalam
kandungan ibu sampai saat dilakukan
wawancara
* Harus tergambar status kesehatan dan
status tumbuh kembang secara keseluruhan.
Teknik Anamnesis

 Ciptakan suasana kondusif agar orang tua atau


pasien dapat mengemukakan keadaan pasien
dengan spontan dan wajar

 Pemeriksa harus bersikap empatik dan


menyesuaikan diri dengan keadaan sosial,
ekonomi dan pendidikan, serta emosi orang
yang diwawancarai.
Teknik anamnesis

 Anamnesis dilakukan dg wawancara secara tatap muka

 Keberhasilan anamnesis bergantung pada kepribadian,


pengalaman dan kebijakan pemeriksa

 Pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa sebaiknya


tidak sugestif dan sedapat mungkin dihindari
pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.
Langkah – langkah anamnesis

 Sistematika
 Identitas pasien
 Keluhan utama dan keluhan tambahan
 Riwayat perjalanan penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat pasien dalam kandungan ibu
 Riwayat kelahiran
 Riwayat makanan, imunisasi, riwayat TK & keluarga
Identitas Pasien

 Merupakan bagian yang penting dlm anamnesis

 Tujuan: memastikan bahwa yang diperiksa


benar-benar anak yang dimaksud dan tidak
keliru dengan anak lain

 Identitas terdiri dari


 Nama
 Umur : tanggal lahir
Identitas pasien
 Jenis kelamin:
 Guna: identitas dan penilaian data pemeriksaan klinis
 Nama Orang tua
 Guna: agar tidak keliru dengan penderita lain
 Alamat
 Guna: agar dapat dihubungi, untuk kunjungan rumah, untuk
penelitian dan mempunyai arti epidemiologis
 Umur/pendidikan/pekerjaan Orang tua
 Guna; identitas,,menggambarkan keakuratan data,dan dapat
ditentukan pola pendekatan anamnesis
 Agama & suku bangsa
 Guna: memantapkan identitas, berhubungan dengan perilaku
tentang kesehatan & penyakit
Riwayat Penyakit

 Keluhan Utama

 Keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien


dibawa berobat

 Keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang


pertama disampaikan oleh OrangTua.

 Keluhan utama tidak harus sejalan dengan diagnosis


utama
Riwayat Perjalanan Penyakit

 Disusun cerita yang kronologis, terinci dan jelas sejak


sebelum terdapat keluhan sampai ia berobat

 Apakah pasien sdh berobat sebelumnya.Bila pasien


telah berobat sebelumnya tanyakan kapan, kepada
siapa, obat apa yang diberikan dan bagaimana hasilnya

 Perlu ditanyakan perkembangan penyakit, kemungkinan


terjadinya komplikasi, adanya gejala sisa, bahkan juga
kecacatan.
Riwayat Perjalanan Penyakit

 Pada dugaan penyakit menular, perlu ditanyakan


apakah ada anggota keluarga serumah atau anak lain
menderita penyakit yang sama

 Pada dugaan peny. keturunan ( mis: asma) ditanyakan


adakah orang tua, saudara sedarah ada yang
mempunyai stigmata alergi.

 Perlu pula diketahui penyakit yang mungkin berkaitan


dengan penyakit sekarang (mis; penyakit kulit
mendahului penyakit ginjal).
Hal-hal berikut perlu diketahui
mengenai keluhan atau gejala
 Lamanya keluhan berlangsung
 Bagaimana sifat terjadinya gejala:
 Mendadak/perlahan-lahan/terus menerus/berupa
bangkitan/hilang timbul/berhubungan dengan waktu
 Keluhan lokal dirinci lokalisasi dan sifatnya:
 Menetap/menjalar/menyebar/sifat penyebarannya/berpindah
 Berat-ringannya keluhan dan perkembangannya
 Menetap/cenderung bertambah berat/cenderung berkurang
 Terdapatnya hal yang mendahului keluhan
 Apakah keluhan tersebut pertama kali atau berulang
 Apakah ada saudara atau tetangga menderita yg sama
 Upaya yang telah dilakukan
 Keluhan2 yang sering pada anak:
 Demam
 Keluhan yang sering dikemukakan
 Yang perlu ditanyakan
 Lama demam
 Apakah timbulnya mendadak, remiten, intermitten, kontinu
 Apakah terutama terjadi pada malam hari, atau berlang-
sung beberapa hari kemudian menurun lalu naik lagi dsb
 Apakah pasien menggigil, kejang, kesadaran menurun,
meracau, menggigau, mencret, muntah, sesak nafas,
terdapatnya manifestasi perdarahan
 Batuk
 Yang perlu ditanyakan
 Berapa lama
 Apakah batuk sering berulang atau kambuh
 Sifat batuk: spasmodik, kering, produktif/banyak dahak
 Dirinci sifat dahaknya: kekentalan,warna, bau serta
adanya darah pada dahak
 Keluhan lain yg menyertai batuk: sesak napas, mengi,
berkeringat pd malam hari, sianosis, berat badan menurun,
apakah pasien memerlukan perubahan posisi, muntah dsb
 Terdapatnya orang disekitar pasien yang juga batuk dapat
memberi petunjuk diagnosis.
 Mencret
 Keluhan mencret sering menyertai gangguan
traktus gastrointestinalis atau keluhan penyerta
penyakit lain
 Perlu diketahui:
 Apakah mencret berlangsung akut atau kronik
 Frekuensi defekasi sehari
 Banyaknya feses setiap buang air besar
 Konsistensi feses, apakah disertai lendir atau darah
 Warna feses( hitam,hijau,kuning,putih seperti dempul)
 Baunya ( busuk, anyir),
 Selain rasa mulas,tenesmus atau kolik, perlu ditanyakan
keluhan lain yang menyertai mencret, mis: muntah, sesak
napas, kejang, gangguan kesadaran, kencing berkurang,
lemas, lecet didubur, dubur keluar dsb
 Kejang
 Yang perlu ditanyakan
 Kapan kejang terjadi : pertama kali atau berulang
 Frekuensi kejang
 Sifat kejang : klonik , tonik, umum atau fokal
 Lama serangan, interval antara dua serangan, kesadaran
pada waktu kejang dan pasca kejang.
 Gejala lain yang menyertai: demam, muntah, lumpuh,
penurunan kesadaran, atau kemunduran kepandaian.
 Muntah
 Pada keluhan muntah perlu diketahui sejak umur
berapa keluhan muntah mulai berlangsung.
 Hal-hal yang perlu diteliti:
 Berapa kali frekuensi muntah
 Sifat muntah: ( proyektil atau dengan keluhan nausea
lebih dahulu)
 Berapa banyak muntahan
 Jenis muntahan dan warnanya
 Apakah muntahnya terjadi setelah makan/minum
 Apkah muntahnya berhubungan dengan perubahan posisi
dari berbaring ke duduk.
 Keluhan lain yang sering menyertai : perut kembung,
konstipasi,atau mencret, demam, batuk spasmodik dll
 Sesak Napas
 Keluhan sesak napas sering berhubungan dg
penyakit saluran napas dan penyakit kardiovaskular
 Diteliti saat keluhan sesak napas timbul, apakah
baru pertama kali atau berulang-ulang
 Berapa bantal anak tidur
 Apakah sesak napas timbul setelah aktivitas
(disebut toleransi latihan: pada bayi ditanyakan
bagaimana sibayi minum susu atau menetek)
 Keluhan lain yang menyertai sesak napas, seperti:
batuk, mengi, perut membesar, pernah sakit sendi
yang berpindah, demam, sakit dada, sianosis dan
apakah ada riwayat tersedak.
Riwayat penyakit yang pernah diderita

 Perlu diketahui karena mungkin ada hubungan


dengan penyakit sekarang

 Misal: dugaan penyakit campak, bila Orang Tua


mengatakan anaknya pernah sakit campak beberapa
bulan lalu, maka dugaan tsb agaknya meragukan.
 Pada dugaan penyakit jantung rematik, ditanyakan
apakah anak sebelumnya ada sakit nyeri
tenggorokan dengan demam tinggi.
Riwayat Kehamilan Ibu

 Bagaimana kesehatan ibu selama hamil


 Upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit ibu
 Obat-obatan yang diminum selama kehamilan muda
 Talidomid : amelia/fokomelia
 Infeksi virus yg terjadi pada trimester I kehamilan
 Virus Rubella : sindrom rubela
 Apakah merokok/minuman keras
 Bayi yang lahir kecil
 Anamnesis yang cermat mengenai makanan ibu
Riwayat Kelahiran

 Perlu ditanyakan teliti:


 Tanggal dan tempat kelahiran
 Siapa yang menolong
 Cara kelahiran
 Adanya kehamilan ganda
 Keadaan setelah lahir
 BeratBadan dan Panjang Badan pada waktu lahir
Riwayat makanan

 Dapat diperoleh keterangan tentang makanan


yang dikonsumsi anak

 Dinilai apakah kualitas dan kuantitas adekuat


(memenuhi Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan)

 Pada bayi perlu diketahui susu apa yang


diberikan: ASI / PASI
Riwayat Imunisasi
 Status imunisasi pasien harus secara rutin
ditanyakan
 BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan campak.

 Guna : mengetahui status perlindungan


pediatrik yang diperoleh dan dapat membantu
diagnosis pada beberapa keadaan tertentu
(mis: polio)
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

 Riwayat pertumbuhan
 Dapat ditelaah dari kurva BB/U dan PB/U
 Kurva PB/U menggambarkan status pertumbuhan sebenarnya.
Dari kurva ini dapat dideteksi riwayat penyakit kronik, MEP,
penyakit endokrin.
 Kurva BB/U : mencerminkan riwayat kesehatan anak

 Riwayat perkembangan
 Tahapan perkembangan sesuai normal atau ada penyimpangan
 Perlu ditanyakan beberapa patokan (milestones) dibidang
motorik kasar/halus, sosial-personal dan bahasa.
Riwayat Keluarga

 Perlu diketahui dengan akurat, untuk memperoleh


gambaran keadaan sosial-ekonomi-budaya dan
kesehatan keluarga pasien.

 Banyak penyebab kesakitan maupun kematian dengan


latar belakang sosial ekonomi keluarga, misalnya:
malnutrisi atau TBC

 Berbagai jenis penyakit bawaan dan keturunan juga


mempunyai latar belakang sosial budaya, atau
kecenderungan familial.
Mencuci tangan
 Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada anak
 Langkah-langkah:
Pemeriksaan Fisik pada anak
 Inspeksi (periksa lihat)
 Palpasi (periksa raba)
 Perkusi (periksa ketuk)
 Auskultasi (periksa dengar)
Inspeksi
 Inspeksi umum
Lihat perubahan secara umum
 kesan KU pasien
 Inspeksi lokal
 Lihat perubahan lokal
Palpasi
 Pemeriksaan dengan meraba
 Mempergunakan telapak tangan
 Dengan palpasi dapat ditentukan:
 Bentuk
 Besar  cm

 Tepi  tajam/tumpul

 Permukaan rata / berbenjol-benjol

 Konsistensi lunak/keras/kenyal/kistik/fluktuasi

Palpasi abd : fleksi panggul & lutut


telapak tangan mendatar dengan jari 2, 3, 4 merapat.
Perkusi
 Tujuan: utk mengetahui perbedaan suara ketuk dapat
ditentukan batas organ/massa
 Perkusi:
 Langsung : ujung jari 2 atau 3
 Tidak langsung:
 jari 2 atau 3 tangan kiri diletakkan lurus pada bagian tubuh
yang diperiksa sedangkan jari lainnya tidak menyentuh tubuh
yang diperiksa ( sebagai landasan )
 Ketuklah jari ini pada falang bagian distal, proksimal kuku,
dengan jari 2 atau 3 tangan kanan yang membengkok
 Ketukan dilakukan dengan engsel pergerakan terletak pada
pergelangan tangan bukan pada siku
 Suara perkusi
Sonor/pekak/timpani
Redup ( antara sonor dan pekak)
Hipersonor ( antara sonor dan timpani )
Auskultasi

 Mempergunakan stetostop
 Stetoskop binaural
 Sisi membran: nada tinggi
 Sisi sungkup: nada rendah
Pemeriksaan umum
 Keadaan umum
 Kesan keadaan sakit :
 Kesadaran
 Status gizi
 Tanda vital:
 Nadi: frekuensi, irama, isi, kualitas, ekualitas
 TD
 Pernapasan
 Suhu
 Data antropometrik :
 Berat Badan,Tinggi Badan, Lingkaran kepala, lingkaran dada,
Linkaran Lengan Atas, tebal lipatan kulit.
Pemeriksaan
Berat Badan
Pemeriksaan
tinggi badan
Pemeriksaan panjang badan
Tebal lipatan kulit
 Kesadaran  dapat dinilai bila os tdk tidur
 Tingkatan:
 Kompos mentis: sadar sepenuhnya
 Apatis: sadar tapi acuh tak acuh
 Somnolens : mengantuk, tidak respons terhadap stimulus
ringan, respons terhadap stimulus agak keras
 Sopor: tidak ada respons terhadap stimulus ringan/sedang,
refleks cahaya masih positif
 Koma: tidak ada respon terhadap semua stimulus, refleks
cahaya negatif
 Delirium : kesadaran menurun serta kacau, biasanya
disorientasi, iritatif dan salah persepsi
Modifikasi glasgow coma scale untuk anak-anak:
Nadi
 Idealnya dihitung dalam keadaan tenang
 Posisi berbaring atau duduk
 Bayi/anak kecil: nadi dihitung dengan meraba
a.brakialis atau a.femoralis
 Anak besar : nadi dihitung dengan meraba a. radialis
 Perabaan nadi dengan ujung jari 2, 3 dan 4 tangan
kanan. Ibu jari berada di bagian dorsal tangan anak
 Sebaiknya penghitungan nadi bersamaan denyut
jantung, selama 1 menit penuh
Nadi
 Frekuensi
 Takikardi: frekuensi nadi lebih cepat dari normal
Demam :kenaikan suhu 1 derajat diatas 37,5 C, nadi naik 15-20 x/mn
 Bradikardi: frek nadi lebih lambat dari normal
 Irama : raba nadi dan auskultasi jantung
 Normal : teratur
 Disritmia
 Kualitas nadi
 Normal : cukup
 Pulsus seler: nadi teraba sangat kuat, tekanan nadi besar
Nadi
 Pulvus parvus et tardus : nadi dengan amplitudo rendah,
terdapat pada stenosis aorta
 Pulsus alternans : denyut nadi selang seling kuat dan lemah
 Pulsus paradoksus : nadi teraba lemah saat inspirasi, normal
atau kuat saat ekspirasi, pada tamponade jantung
 Ekualitas nadi
 Normal: teraba sama pada ke 4 ekstremitas
 Koarktasio aorta: ekstremitas atas kuat sedangkan ekstremitas
bawah lemah/tak teraba
 Takayasu: sebaliknya
 Trombo emboli pada arteri perifer: nadi distal tak teraba
Tekanan darah
 Posisi : berbaring telentang dengan lengan lurus disamping
badan atau duduk dengan lengan bawah diletakkan diatas meja
 lengan berada setinggi jantung
 Cara:
 Pasang manset melingkari lengan atas atau tungkai atas dengan batas
bawah + 3 cm dari siku atau lipat lutut
 Dengan cepat manset dipompa sampai denyut nadi a.radialis atau dorsalis
pedis tidak teraba, kemudian teruskan dipompa sampai 20-30 mm Hg lagi.
 Sambil mendengar dengan stetoskop pada a.brakialis ( di fossa cubiti) atau
a.poplitea ( di fosa poplitea), kosongkan manometer perlahan dengan
kecepatan 2-3 cm tiap detik.
 Pada penurunan air raksa ini akan terdengar bunyi korotkoff
Tekanan darah
 Bunyi korotkoff :
 I : bunyi pertama kali terdengar, berupa bunyi detak perlahan
 II: seperti K I tetapi disertai bunyi desis
 III: seperti K II tetapi lebih keras
 IV: bunyi tiba-tiba melemah
 V : bunyi menghilang
 Tekanan sistolik:
 Saat mulai terdengar bunyi K I
 Normal: dilengan < 10-15 mmHg dari tungkai ( kecuali bayi < 1th)
 Tekanan diastolik:
 Saat mulai terdengar bunyi K IV
 Pada bayi & anak bersamaan/hampir sama dg menghilangnya bunyi K V.
 Bila melemah dan menghilangnya bunyi tak bersamaan hasil pemeriksaan
ditulis keduanya,,mis: 100/70/40 mmHg
Tekanan darah
 Ideal : diukur pada ke 4 ekstremitas
 Lengan atas kanan
 T sistolik dan diastolik tinggi : kelainan ginjal
 T sistolik tinggi tanpa peningkatan diast ( tekanan nadi
besar ): PDA, AI, fistula, anemia, anxietas ( hiperkinetik)
 T sistolik rendah dengan tek diast normal ( tek nadi kecil) :
stenosis aorta
 T sistolik dan diastolik menurun : syok
Pernapasan
 Frekuensi
 Takipnu
 Bradipnu
 Dispnu : kesulitan bernapas ditandai pernapasan cuping
hidung, retraksi subcostal, intercostal, suprasternal, sianosis
 Irama/keteraturan
 Kedalaman
 Tipe/pola pernapasan
 Bayi : abdominal/diafragma

 Anak besar : torakal


Tipe Pernapasan
 normal

 kussmaul

 Cheyne-Stokes

 Biot
Pernapasan
 Frekuensi pernapasan dapat dihitung dengan cara :
 Inspeksi:
 Pemeriksa melihat gerakan napas dan menghitung frekuensinya (
tidak praktis dan tidak dianjurkan )
 Palpasi
 Tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada, kemudian dihitung
gerakan pernapasan yang terasa pada tangan, sementara pemeriksa
memperhatikan jarum jam
 Auskultasi
 Dengan stetoskop didengar dan dihitung bunyi pernapasan

Semua perhitungan harus dilakukan selama satu


menit penuh
Laju pernafasan normal per menit

Umur Rentang Rata-rata waktu tidur


Neonatus 30 – 60 35
1 bulan – 1 tahun 30 – 60 30
1 tahun – 2 tahun 25 – 50 25
3 tahun – 4 tahun 20 – 30 22
5 tahun – 9 tahun 15 – 30 18
≥ 10 tahun 15 – 30 15
Frekuensi nafas (WHO)

FN
USIA

• < 2 bulan • < 60 x/mt


• 2-12 bulan • < 50 x/mt
• 1-5 tahun • < 40 x/mt
• 6-8 tahun • < 30 x/mt
Suhu
 Diukur dengan termometer badan
 Umumnya diukur suhu aksila
 Sebelum termometer dipakai, permukaan air raksa
diturunkan sampai dibawah 35 C
 Bayi < 2 thn : suhu dpt diukur di rektum ( dengan
termometer rektal). Caranya posisi bayi tidur miring
dengan lutut sedikit dibengkokkan
 Anak > 6 th : dapat diukur suhu oral ( letakkan
termometer dibawah lidah/sublingual)
 Semua pengukuran suhu harus selama 3 menit
Berat badan
 Alat
 Bayi : timbangan bayi
 Anak : timbangan berdiri
 Cara
 Sebelum menimbang, periksa alat apakah sudah seimbang
 ( jarum menunjuk angka 0 )
 Waktu
 Sampai umur 1 th : tiap bulan
 1th-3 th : tiap 3 bulan
 3th-5 th : tiap 6 bulan
 >5 th : setiap tahun
Normal : 4 bln : 2 x BBL
1 thn : 3 x BBL
Lingkaran kepala
 Bayi < 2 th : rutin diukur
 Alat : pita metal yang fleksibel
 Cara:
 Letakkan pita melingkari kepala
melalui glabela pada dahi, bagian atas glabella
alis mata dan bagian belakang kepala
yang paling menonjol yaitu
protuberansia oksipitalis Protuberantia occipitalis
 Normal
 Lahir : sekitar 35 cm
 Umur 6 bulan : 43,5 cm
 1 th : bertambah 12 cm dari waktu lahir
 Umur 6 th : bertambah lagi 6 cm
 Dewasa : 55 cm
Lingkaran dada
 Alat : pita metal
 Umumnya diukur hanya pada bayi < 2 th
 Cara:
 Letakkan pita mengelilingi dada melalui putting susu dalam
keadaan ekspirasi maksimal
Normal : lingkaran Dada BBL adalah 2 cm lebih kecil dari lingkaran
kepala. Kemudian lingkaran dada menjadi lebih besar dari kepala
karena dada tumbuh lebih cepat
Lingkaran lengan atas

 Alat : pita pengukur lingkar lengan atas


 Cara :
 Lingkarkanlah pita pengukur pada pertengahan lengan kiri,
antara akromion dan olekranon
 Pada BBL
 LLA 11 cm
 Umur 1 th : 16 cm
 Umur 5 th : 17 cm
Tebal lipatan kulit

 Alat : kaliper lipatan kulit ( skinfold calipers )


 Cara
 Lipatan kulit yang diukur : triseps, subskapular, suprailiaka
 Pengukuran dilakukan dengan mencubit kulit sampai terpisah
dari otot dasarnya
 Kemudian lipatan kulit tersebut diukur dengan kaliper
Tinggi Badan
 Alat
 Bayi: alat pengukur terbuat dari kayu yang salah satu ujungnya mempunyai
batas tetap sedang ujung lain dapat digerakkan.
 Anak : diukur berdiri tanpa sepatu dan telapak kaki dirapatkan
 Normal:
 panjang badan lahir (PBL): 50 cm
 Umur 1 thn : 1,5 kali PBL
 Umur 4 thn :2 kali PBL
 Tinggi badan waktu duduk
 Anak disuruh duduk diatas permukaan yang keras dan bersandar tegak
pada dinding
 Ukurlah jarak antara permukaan itu dengan ujung kepala. Jarak ini
adalah tinggi waktu duduk

Pada waktu lahir tinggi duduk 70% TB. Perbandingan ini menurun sehingga pada umur 2 th
menjadi 60% dan pada umur 10 th 52%. Bila tinggi duduk mencapai 50% dikatakan
tubuh tipe dewasa. Tubuh dg tipe infantil persisten  gangguan pertumbuhan
Kulit, Rambut dan KGB
 Kulit
 Warna
 Sianosis
 Ikterus
 Paling jelas disklera, kulit serta selaput lendir
 Bilirubin indirek: kuning terang
 Bilirubin direk kuning kehijauan
 Bedakan dengan karotenemia : kuning di telapak
tangan/kaki, tidak pada sklera
 Pucat
 Paling baik dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa
mulut dan konjungtiva
 KGB: memerlukan perhatian khusus
 Yang diperiksa
 KGB oksipital
 KGB retroaurikuler

 KGB servikal anterior

 KGB inguinal

 Rinci
 Ukuran, bentuk, mobilitas, tanda radang
 KGB teraba sampai 3 mm : normal
 KGB di servikal/inguinal < 1cm : normal

 KGB tak teraba : agamaglobulinemia ?


Kepala dan Leher
 Bentuk kepala
Kepala dan Leher

 Mata
 Bercak Bitot : def. vit A
 Massa putih seperti berbusa, berbentuk segitiga
dengan puncak menghadap ke arah luar kornea
 Mulut
 Trismus : kesukaran membuka mulut
 Sebaiknya diukur berapa mm/cm mulut dapat
dibuka ( diukur dari ujung gigi seri atas dan
bawah)
Kepala dan Leher
 Faring
 Perhatikan dinding posterior ( hiperemia, edema, abses, post
nasal drip )
 Tonsil : nyatakan besarnya dalam To, T1,T2,T3

 Leher
 Tortikolis: kel posisi kepala miring kesatu sisi dan terputar
kesisi lain akibat pemendekan m.sterno kleidomastoideus
 Ukur tekanan vena yugularis:
 Posisi pasien telentang dengan dada dan kepala diangkat
15-30 derajat
 Lihat batas atas distensi vena yugularis , bila perlu
dengan mengosongkan terlebih dulu dengan menekan
bagian kranial vena dan mengurut kearah kaudal,
kemudian dilepas.
Dada
 Inspeksi
 Dinding dada
 Bentuk dan besar dada
 Simetrisasi dada dalam keadaan statis /dinamis
 Bentuk dada
 Pektus ekskavatum
 Sternum bagian bawah serta rawan iga masuk ke dalam terutama
inspirasi
 Pektus karinatum
 Sternum menonjol biasanya disertai depresi vertikal kostokondral
 Barrel chest
 Dada berbentuk bulat seperti tong
 Sternum terdorong kearah depan dengan iga-iga horizontal
Paru
 Inspeksi : cukup pada waktu inspeksi dada
 Palpasi
 Letakkan telapak tangan serta jari-jari pada seluruh dinding
dada dan punggung
 Tentukan:
 Simetri/asimetri toraks, kelainan tasbih, benjolan
 Fremitus suara
 Mudah dilakukan pada anak yang menangis atau anak yang bisa diajak
bicara ( suruh katakan tujuh puluh tujuh)
 Meninggi : konsolidasi
 Berkurang: atelektasis, efusi pleura dan tumor
 Krepitasi subkutis ( terdapatnya udara dibawah jaringan kulit)
 Perkusi
 Dapat dilakukan dengan 2 cara
 Langsung
 Tidak langsung
 Suara perkusi
 Normal : sonor
 Abnormal : hipersonor/ redup
 Suara perkusi berkurang : redup atau pekak
 Daerah pekak hati
 Setinggi iga ke 6 garis aksilaris media kanan
 Pekak hati menunjukkan peranjakan dengan gerakan pernapasan,
yakni menurun pada saat inspirasi dan naik pada ekspirasi.
Peranjakan berkisar 1-2 sela iga, sulit diperiksa pada anak < 2 th’
 Pekak hati meninggi : hepatomegali, massa intra abdominal,
atelektasis, kolaps paru kanan
 Pekak hati menurun pada asma/emfisema paru.
Auskultasi
 Deteksi suara napas dasar dan tambahan
 Dilakukan diseluruh dada dan punggung
 Stetoskop sebaiknya ditekan dengan cukup kuat
pada sela iga
 Dimulai dari atas kebawah dan bandingkan
kanan dan kiri dada
Auskultasi
 Suara napas dasar
 Vesikuler :
 Terjadi karena udara masuk dan keluar melalui jalan napas
 Saat inspirasi lebih keras dan lebih panjang
 Terdengar seperti membunyikan ‘ffff’ dan’wwww’

 Bronkial
 Terdengar inspirasi keras yang disusul oleh ekspirasi yang
lebih keras
 Dapat disamakan dengan bunyi ‘khkhkhkh’

 Amforik
 Menyerupai bunyi tiupan diatas mulut botol kosong
 Terdengar pada caverne
 Suara napas tambahan
 Ronki basah( rales)
 Suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran
yang terjadi karena cairan dalam jalan napas dilalui udara
 RBH : dari duktus alveolus, bronkiolus, bronkus halus
 RBS : dari bronkus kecil atau sedang
 RBK: dari bronkus diluar jaringan paru
 RB nyaring: berarti nyata benar terdengar karena suara disalurkan
melalui benda padat ( infiltrat/konsolidasi), karena melalui media
normal ( tdk ada infiltrat/konsolidasi)
 RB tak nyaring suara ronki disalurkan melalui media normal (tidak
terdapat infiltrat atau konsolidasi).
 Ronki kering ( rhonchi)
 Suara kontinu yang terjadi karena udara melalui jalan nafas yang
sempit
 Lebih jelas terdengar pada ekspirasi
 Jenis ronki kering yang terdengar lebih musikal atau sonor
 Wheezing ( mengi )
 Terdengar fase ekspirasi
 Mengi fase inspirasi : obstruksi saluran napas atas
 Mengi fase ekspirasi: obstruksi saluran napas bawah (asma, bronkiolitis)
 Krepitasi
 Suara membukanya alveoli
 Normal dibelakang bawah dan samping pada inspirasi dalam
 Patologis : pada pneumonia
 Pleural friction rub
 Bunyi gesekan pleura
 Suara gesekan kasar seolah-olah dekat telinga
 Paling jelas akhir inspirasi
 Biasanya terdengar di bagian bawah belakang paru
 Suara nafas tambahan
Jantung
Inspeksi dan Palpasi
 Denyut apeks dan aktivitas ventrikel
 Denyut apeks/ Iktus kordis:
 Bayi/anak kecil: ICS IV linea midclavicularis kiri, sedikit lateral
 Anak usia > 3 th: ICS V sedikit medial L midclavicularis kiri

 Aktivitas ventrikel:
 Pembesaran ventrikel kiri peningkatan aktv ventrikel kiri (left ventricular lift
atau left ventricular thrust)
 Apeks jantung kebawah dan lateral
 Biasanya disertai denyut apeks yang lebih kuat
 Pembesaran ventrikel kanan peningkatan aktv ventrikel kanan ( right ventricular
heave )
 Apeks jantung tetap pada tempatnya yang normal
 Teraba peningkatan aktv. Ventrikel kanan di parasternal kiri bawah serta epigastrium
Palpasi
 Detak pulmonal
 Normal :BJ II tidak teraba

 Hipertensi pulmonal: BJ II mengerasdapat diraba di


sela iga 2 tepi kiri sternum
(disebut detak pulmonal/pulmonary tapping)
 Penyebab Hipertensi pulmonal :

 PJB pirau kiri kekanan yang besar

 Stenosis mitral rematik

 Kor pulmonale
Palpasi
Getaran bising/ thrill
Thrill adalah getaran pada dinding dada yang terjadi
akibat bising jantung yang keras
Perabaan : ujung jari 2 dan 3 atau telapak tangan
dengan palpasi ringan
Thrill menandakan ada bising jantung yang keras
(derajat 4/6 atau lebih )
Tempat getaran: merupakan pungtum maksimum
bising.
Dapat diraba pada fase sistolik dan diastolik
Perkusi
 Pada anak besar 
 informasi besarnya jantung (terutama pada
kardiomegali yang nyata )
 Pada bayi dan anak kecil 
 perkusi sulit dilakukan
 Informasi dapat menyesatkan
Auskultasi
 Stetoskop
 Bianural: mempunyai sisi mangkok dan sisi
diafragma
 Besarnya sesuai dengan besar bayi/anak

 Sisi mangkok : nada rendah

 Sisi diafragma : nada tinggi


Auskultasi
 Teknik
 Sistematik: mulai dari apeks
tepi kiri sternum bawah
bergeser keatas sepanjang
tepi kiri sternum
sepanjang tepi kanan sternum
daerah infra dan supraklavikula kiri dan kanan
lekuk suprasternal
daerah karotis kanan dan kiri
Bunyi jantung I

Terjadi karena penutupan katup mitral dan


trikuspid
Paling jelas di apeks.
Bersamaan dengan iktus kordis
Bersamaan dengan denyut karotis
Bunyi Jantung II

Penutupan katup aorta dan pulmonal


 Paling jelas di sela iga 2 tepi kiri sternum
 Normal terpecah pada inspirasi
 Spiltting abnormal : menetap dan lebar
ASD, Partial Anomalus Pulmonary Venous Drainage
(beban volume RV)
PS ( beban tekanan RV)
RBBB ( hambatan listrik RV)
MI ( aliran maju berkurang, ejection time LV turun )
 BJ II mengeras: hipertensi pulmonal
Bunyi jantung III

 Bernada rendah
 Paling baik di apeks /parasternal kiri bawah, lebih
jelas bila pasien miring kekiri
 Normal: pada anak dan dewasa muda
 Terjadi karena deselerasi darah pada akhir pengisian
cepat ventrikel saat diastolik
 BJ III mengeras pada dilatasi ventrikel
BJ III mengeras disertai takikardi  irama gallop
(patologis)
Bunyi Jantung IV

Bernada rendah
Terjadi akibat deselerasi darah pada saat
pengisian ventrikel oleh atrium
Normal : tidak terdengar
Patologis : terdengar
Dilatasi/hipertropi ventrikel
 Pemeriksaan thorax
Abdomen
 Pada bayi & anak kecil pemeriksaan abdomen
seringkali didahulukan dari bagian tubuh lain
 Pada pemeriksaan abdomen palpasi paling
berperan. tetapi auskultasi dilakukan lebih dulu
(agar interpretasi auskultasi tidak salah karena
setiap manipulasi abdomen akan mengubah
bunyi peristaltik usus)
 Hasil pemeriksaan selain dinyatakan dengan kata
atau angka, dianjurkan untuk digambarkan
secara skematis.
 Auskultasi
 Normal : suara peristaltik terdengar sbg suara dg
intensitas rendah dan terdengar tiap 10-30 dtk
 Bising usus meningkat : obstruksi (bunyi metalik)

 Bising usus berkurang/hilang : peritonitis/ileus


 Perkusi
 Adanya cairan ( asites)
 Adanya udara

 Batas hati

 Batas massa intraabdominal


 Cara deteksi asites
 Dilakukan perkusi sistemik dari umbilikus ke arah lateral,
atas dan bawah untuk mencari batas berupa garis konkaf
antara daerah yang timpani dengan daerah pekak, yang
terdapat bila ada asites
 Cara deteksi asites
 Menentukan daerah redup yang berpindah ( shifting
dullness) dengan melakukan perkusi dari umbilikus kesisi
perut untuk mencari daerah redup atau pekak; daerah
redup ini akan menjadi timpani bila anak berubah posisi
dengan cara memiringkan pasien.
 Menentukan adanya adanya gelombang cairan (fluid wave)
atau disebut cara Undulasi. Cara ini dilakukan jika asites
sangat banyak serta dinding abdomen tegang.
 Posisi anak tengkurap
 Tentukan daerah redup pada bagian terendah perut dengan
posisi anak tengkurap dan menungging ( knee chest position)
 Dilakukan pada anak besar dengan asites sedikit (puddle sign)
 Pekak hati
 Ditentukan dengan perkusi
 Pekak hati hilang bila terdapat udara bebas dalam
rongga abdomen : disebut pneumoperitoneum (pada
perforasi usus/trauma tusuk)
Fenomena papan catur
 Pada peritonitis tbc tanpa asites
 Berupa daerah redup dan timpani berselang-seling

 Kelainan ini sulit dideteksi pada bayi atau anak kecil


Palpasi Hati
 Dilakukan dengan ujung jari
 Patokan : proyeksi 2 garis (misalnya 1/3-1/2)
atau dinyatakan dalam cm, lebih jelas bila
digambar
 Garis yang menghubungkan pusat dg titik potong
garis midklavikularis kanan dengan arkus kosta
 Garis yang menghubungkan pusat dg prosesus
xifoideus
 Penilaian
 Konsistensi, tepi, permukaan, nyeri
Palpasi Hati
Skema Pengukuran Perbesaran Hepar
Palpasi Limpa
 Besarnya limpa diukur menurut cara schuffner
 Jarak maksimum dari pusat ke garis singgung pada arkus kosta kiri dibagi
4 bagian yang sama
 Garis ini diteruskan ke bawah sehingga memotong lipat paha, garis dari
pusat ke lipat paha inipun dibagi menjadi 4 bagian yang sama
 Pembesaran limpa dinyatakan dengan memproyeksikan kegaris ini.
 Limpa yang membesar sampai kepusat dinyatakan sebagai S IV, sampai
lipat paha S VIII
 Beda splenomegali dengan pembesaran lobus kiri hati
 Ikut bergerak pada pernapasan
 Insisura lienalis
 Dapat didorong kemedial, lateraal dan atas
Palpasi Limpa
Skema Pengukuran Perbesaran Limfa
Ginjal
 Normal : tidak dapat diraba kecuali pada neonatus
 Abnormal: ginjal dapat diraba dg cara ballotement
 Cara:
 Letakkan tangan kiri pemeriksa di bagian posterior
tubuh pasien sedemikian sehingga jari telunjuk berada
di angulus kostovertebralis.
 Kemudian jari telunjuk ini menekan organ atau massa
keatas, sementara itu tangan kanan melakukan palpasi
secara dalam dari anterior dan akan merasakan organ
atau massa tersebut menyentuh, lalu ‘jatuh’ kembali.
Palpasi Ginjal
 Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan Neurologis
 Refleks patologis
 Babinsky
 Gores permukaan plantar kaki dg alat yg sedikit runcing
 Positif bila terjadi reaksi berupa ekstensi ibu jari kaki
disertai dengan menyebarnya jari-jari yang lain
 Normal pada bayi umur sampai 18 bln
 Abnormal pada lesi piramidal

 Oppenheim
 Tekan sisi medial pergelangan kaki
 Refleks yg terjadi seperti Babinsky
Refleks patologis
 Refleks Hoffmann
 Dilakukan ketukan pada falang terakhir jari kedua
 Positif terjadi fleksi jari pertama dan ketiga
 Terdapat pada lesi piramidal dan tetani
 Klonus pergelangan kaki
 Lakukan dorsofleksi kaki pasien dengan cepat dan kuat
sementara sendi lutut diluruskan dengan tangan lain
pemeriksa yang diletakkan difossa poplitea
 Positif terjadi gerakan fleksi dan ekstensi kaki secara terus
menerus dan cepat
Refleks Patologis
GRM
 Kaku kuduk
 Pasien telentang
 Bila lehernya ditekuk
secara pasif terdapat
tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel
pada dada
GRM
Brudzinski I:
 letakkan 1 tangan pemeriksa
dibawah kepala pasien, tangan
lain diletakkan didada pasien agar
badan tidak terangkat,

 kemudian kepala pasien


difleksikan kedada secara pasif.

 Bila ada GRM maka kedua


tungkai bawah akan fleksi pada Fleksi abnormal sendi panggul &
sendi lutut
sendi panggul dan sendi lutut.
GRM
Brudzinski II:
 Pasien telentang,

 fleksi pasif tungkai atas pada


sendi panggul akan diikuti oleh
fleksi tungkai lainnya pada

sendi panggul dan sendi lutut.

Fleksi abnormal tungkai lainnya


GRM
Kernig sign:
 pasien telentang dilakukan fleksi
sendi panggul dan sendi lutut
membentuk sudut 90°

 Kemudian dicoba meluruskan


tungkai bawah pada sendi lutut
sehingga membentuk sudut 135°.

 Kernig sign (+) bila tungkai bawah


tidak dapat diekstensikan sampai
135°
 Suara nafas tambahan paru
 Pemeriksaan fisik jantung
 Pemeriksaan abdomen

Anda mungkin juga menyukai