Anda di halaman 1dari 33

KEBIJAKAN

PENCEGAHAN PENULARAN
HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)
Subdit Bina Kesehatan Ibu Hamil
Direktorat Bina Kesehatan Ibu
Kementerian Kesehatan

Pertemuan Peningkatan Kapasitas Petugas PKRET dalam Melakukan PPIA di


Provinsi Jawa Barat ; Bandung, 2 Juni 2014
ANALISIS SITUASI
PENYEBAB KEMATIAN IBU DI INDONESIA

Penyebab Kematian Ibu (November 2013)

Sumber : Data rutin direktorat Bina


kesehatan Ibu
ESTIMASI JUMLAH ODHA
591.823
591.823

Sumber : Laporan Estimasi 2012


Jumlah Kasus HIV-AIDS di Indonesia yang Dilaporkan Pertahun, sd
Desember 2013
Jumlah Infeksi HIV yang dilaporkan menurut Kelompok
Umur 2010 - 2013
KEBIJAKAN PPIA
Surat Edaran Menteri Kesehatan
No.GK/MENKES/001/I/2013
Tentang
Layanan Pencegahan Penularan HIV
dari Ibu ke Anak (PPIA)
Kebijakan PPIA(SE MENTERI KESEHATAN
(NO.GK/MENKES/001/I/2013)

1. Melaksanakan pelayanan pencegahan penularan HIV


dari Ibu ke Anak (PPIA) untuk diintegrasikan pada
layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB) dan konseling remaja di setiap
jenjang pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara
bertahap dan dapat melibatkan peran swasta serta LSM.
2. PPIA dalam pelayanan KIA merupakan bagian dari
Program Nasional Pengendalian HIV-AIDS dan IMS.
3. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan
remaja harus mendapat informasi mengenai PPIA.
4. Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan
tes HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif pada
pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan
antenatal atau menjelang persalinan. (TIPK)
5. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga
kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB
secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya
saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. (TIPK)
6. Untuk daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang
mampu / berwenang memberikan pelayanan PPIA dapat
dilakukan dengan cara :
a. Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang
memadai
b. Pelimpahan wewenang (task shifting) kepada tenaga
kesehatan lain yang terlatih. Penetapan daerah yang
memerlukan task shifting petugas dilakukan oleh Kepala
Dinas Kesehatan setempat.
7. Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan
mendapatkan pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih
lanjut (PDP).
8. Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan
pemeriksaan tes HIV) berkoordinasi dengan Ditjen P2PL, Kemenkes.
9. Pelaksanaan pertolongan persalinan baik secara
per vaginam atau per abdominam harus memperhatikan indikasi
obstetrik ibu dan bayinya serta harus menerapkan kewaspadaan standar
10.Sesuai dengan kebijakan program bahwa makanan terbaik untuk bayi
adalah pemberian ASI secara ekslusif selama 0-6 bulan, maka ibu
dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan baik sejak
perawatan antenatal pertama. Namun apabila ibu memilih lain
(pengganti ASI) maka, ibu, pasangan, dan keluarganya perlu mendapat
konseling makanan bayi yang memenuhi persyaratan teknis.
Kebijakan Lainnya
 Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Pe
nanggulangan HIV dan AIDS, pasal 16 –
20 tentang PPIA
 Permenkes no. 51 Tahun 2013 tentang Pe
ncegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ana
k (PPIA)
TARGET DAN CAKUPAN
PPIA
Pemodelan Matematika
Perkiraan Jumlah Ibu Hamil terinfeksi HIV

Jumlah Kunjungan
Kabupaten/Kota Bumil HIV
Bumil Antenatal

Kabupaten/Kota Epidemi
50,721
meluas (Papua dan Papua 82,714 3,003
(61%)
Barat) (3,63%)
Kab/Kota daerah
2.776.673 7,106
terkonsentrasi (131 2.842.341
(98%) (0,25%)
Kabupaten/Kota)

Kabupaten/Kota daerah 2,397,342 6,273


2,509,329
epidemi rendah (96%) (0,25%)

5.174.015
TOTAL 5,434,384 16,382
(95,2%)
(0,30%)
Target Ibu Hamil di Tes HIV dan sifilis pada Pemeriksaan Antenatal
(RAN PPIA Tahun 2013-2017)

Jumlah ibu Ibu Hamil


Daerah 2013 2014 2015 2016 2017
hamil ANC

60% 70% 80% 90% 100%


Papua dan
Papua Barat 82.714 50.721
31.261 36.471 41.681 46.891 52.101

Kab/Kota 15% 35% 60% 90% 100%


epidemi
2.842.341
terkonsentra 2.776.673
si 404.231 943.206 1.616.924 2.425.386 2.694.873

10% 15% 20% 25% 30%


Kab/Kota
epidemi 2.509.329
2.397.342
rendah 226.856 340.284 453.712 567.140 680.568

Total 5.434.384 662.348 1.319.659 2.111.916 3.038.915 3.426.940


5.224.736
Cakupan pelayanan PPIA pada Ibu Hamil, tahun 2012 dan
2013

WHY? WHY?

3,13% 49,25 % 79,85% 3,03% 80,51% 86,15%

Juni 2013 2012

Sumber: Dirjen P2PL, 2013


Kegiatan Pengembangan PPIA Tahun 2013

Kegiatan Lokasi Jumlah Kab/Kota Jumlah PKM Dana

Pelatihan tim Papua 7  51 GF


PPIA
Puskesmas Pabar 4  22 GF
terpadu dalam Kep. Riau
pelayanan KIA 3  7 GF
  DKI Jakarta 5  8 GF
 
  Jawa Barat 9  18 GF
 
Jawa Tengah 10  20 GF
 
  Jawa Timur 9  18 GF
 
Bali 3  6 GF
Riau, Sumut, Kalbar, Sulsel)
15  15 GF

12 Propinsi 65 Kab/kota 165 PKM GF


Dukungan yang Diharapkan
Dukungan yang di Harapkan

Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota :


1. Koordinasi dan kerjasama dengan LP terkait dan LS dalam
program IMS termasuk PPIA dan sifilis pada bumil
2. Memperkuat jejaring dan koordinasi dengan sektor terkait,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta donor dalam
penyusunan perencanaan IMS termasuk PPIA dan sifilis pada
bumil
3. Mengalokasikan anggaran untuk pelatihan serta melengkapi
berbagai sarana, prasarana dan peralatan
4. Monitoring dan Evaluasi program PPIA dan sifilis terintegrasi
layanan KIA-KB dan konseling remaja di tingkat
Kabupaten/Kota
Dukungan Yang diharapan

Puskesmas:
1.Memberikan pelayanan Pencegahan penularan HIV
dan sifilis dari ibu ke anak , tanpa stigma dan
diskriminasi
2.Melakukan pemeriksaan dan atau merujuk / menerima
rujukan ibu
3.Memastikan pasien datang ke layanan rujukan

4.Melakukan rujukan balik ke fasyankes satelit jika


diperlukan
5.Membangun jejaring dengan LSM/KDS untuk
mendukung ibu di dalam PPIA
Terima
kasih

Perlindungan menyeluruh dan dinamis terhadap penularan HIV dari ibu ke bayi
Permenkes No 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS

Pasal 25
 (1) Tes HIV untuk diagnosis dilakukan oleh tenaga
medis dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih.
 (2) Dalam hal tidak ada tenaga medis dan/atau teknisi
laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bidan atau perawat terlatih dapat melakukan tes
HIV.
 (3) Tes HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan metode rapid diagnostic test (RDT)
atau EIA ( Enzyme Immuno Assay ).
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN PEMERIKSAAN
LABORATORIUM UNTUK IBU
HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS
BAB II
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pasal 3
(1) Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk ibu hamil, bersalin,dan nifas meliputi:
a. pemeriksaan rutin;
b. pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu; atau
c. pemeriksaan rutin atas indikasi penyakit.
(2) Pemeriksaan rutin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a merupakan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan untuk
ibu hamil, bersalin dan nifas yang meliputi pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah.
(3) Pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu sebagaimana
 dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan
atau ditawarkan untuk ibu hamil, bersalin, dan nifas yang meliputi pemeriksaan anti HIV,
malaria, dan/atau pemeriksaan lain tergantung pada kondisi daerah/situasi tertentu tersebut.
(4) Pemeriksaan rutin atas indikasi penyakit sebagaimana dimaksud pada
 ayat (1) huruf c merupakan pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan untuk ibu hamil,
bersalin dan nifas jika ditemukan indikasi penyakit tertentu.
Pasal 9
(1) Tenaga teknis laboratorium yang dapat melaksanakan pemeriksaan laboratorium
untuk ibu hamil, bersalin, dan nifas paling rendah memiliki kualifikasi pendidikan
diploma tiga analis kesehatan.

(2) Untuk Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan Pondok Bersalin Desa (Polindes),
pemeriksaan laboratorium untuk ibu hamil, bersalin dan nifas dapat dilakukan oleh
bidan atau perawat.

(3) Bidan atau perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah mendapatkan
pelatihan pemeriksaan laboratorium yang dilaksanakan oleh institusi dan/atau
organisasi profesi terkait.

(4) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota menetapkan bidan atau perawat yang dapat
melaksanakan pemeriksaan laboratorium untuk ibu hamil, bersalin dan nifas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
RAPAT PANEL AHLI
27 Februari Tahun 2013
Kesimpulan
 Diagnosis HIV dilaksanakan di puskesmas

 Untuk di desa dilakukan skrining (tes pertama

saja) , bila positif maka dirujuk ke PKM


Kriteria untuk wilayah epidemi terkonsentrasi :
 Petugas (bidan/perawat) yang ada di Pustu/Polindes/Poskesdes

yang telah dilatih/orientasi PPIA dapat melakukan


pemeriksaan HIV dengan menggunakan strategi satu. Dan bila
hasil reaktif , tidak dapat disampaikan kepada pasien karena
harus dilanjutkan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan
diagnosis HIV di Puskesmas/Fasyankes rujukan.
 Bidan/Perawat terlatih dan mendapatkan sertifikat dan
dinyatakan lulus, harus mendapatkan surat penugasan dari
Kepala Dinas Kesehatan setempat sebagai tugas tambahan
untuk pemeriksaan awal HIV (Rapid Test R1 HIV)
 Untuk menjamin hasil pemeriksaan, fasilitas kesehatan yang

melakukan pelayanan pemeriksaan HIV harus melakukan


pemantapan mutu internal dan mengikuti pemantapan mutu
eksternal secara berkala
Kriteria untuk wilayah epidemi Meluas :
 Petugas (bidan/perawat) yang ada di Pustu/Polindes/Poskesdes yang

telah dilatih/orientasi PPIA dapat melakukan penegakkan diagnosis


HIV dengan strategi III
 Bidan/Perawat terlatih dan mendapatkan sertifikat dan dinyatakan

lulus, harus mendapatkan surat penugasan dari Kepala Dinas


Kesehatan setempat sebagai tugas tambahan untuk melakukan
diagnosis HIV.
 Bila hasil meragukan harus jelas kemana bidan/perawat tadi harus
merujuk
 Pelatihan yang harus dilakukan adalah pelatihan PPIA ditambah

pelatihan pemeriksaan laboratorium paket


 (PME)

Anda mungkin juga menyukai