Anda di halaman 1dari 26

FARMAKOEPIDEMIOLOGI

KELOMPOK II
Fadli Sahabuddin (201504018)
Imran Ali (201504025)
Irsan Wijaya (201504026)
Priyo Putro Setiono (201504035)
Mey Umayaroh (2015040)
Sakinah Sarnia Iriani (201604019)

Dosen pengampu :: April G. A. Maay, S.Farm.,MPH.,Apt


Latar belakang
Penelitian case control merupakan penelitian jenis analitik
observasional berdasarkan status paparannya.
Perbandingan antara

kelompok kasus kelompok kontrol

Hal tersebut bergerak dari akibat (


penyakit ) ke sebab ( paparan ).
 Ciri-ciri dari penelitian case control adalah
pemilihan subyek yang didasarkan pada penyakit
yang diderita, kemudian lakukan pengamatan
yaitu subyek mempunyai riwayat terpapar faktor
penelitian atau tidak.
Penelitian Case Control adalah suatu penelitian
analitik yang menyangkut bagaimana factor risiko
dipelajari dengan menggunakan pendekatan
“retrospective”.
Contoh :
hubungan
antara kanker
serviks dengan
perilaku
seksual, hubungan
antara
tuberculosis
hubungan
anak dengan
antara status
vaksinasi BCG
gizi bayi
berusia 1 tahun
dengan
pemakaian KB
suntik pada
ibu.
 Desain Case control sering dipergunakan para peneliti karena
dibandingkan dengan kohort, ia lebih murah, lebih cepat
memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel yang besar
Desain studinya dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada desain studi case
control kita menentukan
disease / penyakitnya lebih
dulu baru menganalisis
penyebab atau paparannya
(exposure).

Keterangan:
D+ : Kelompok Kasus
D- : Kelompok Terkontrol
E+ : Yang Terpapar
E- : Tdak Terpapar
STUDY KASUS

 STUDY KASUS I

HUBUNGAN TEKANAN DARAH DENGAN KEJADIAN


STROKE ISKEMIK PADA PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE 2
METODE

 Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain studi


kasuskontrol. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama
bulan Agustus – Desember 2015. Populasi terjangkau dalam penelitian ini
adalah penderita stroke iskemik yang pernah dirawat inap di RSUP Dr.
Kariadi dan tercatat pada rekam medis pada tahun 2012 – 2014.

 Penentuan status stroke iskemik. pada penderita stroke memastikan bahwa


terjadi peningkatan kejadian stroke pada penderita DM(Soertidewi &
Misbach, 2011). Prevalensi stroke pada diabetes meningkat dari 6,1%
menjadi 21,1%(Zargar, et al., 2009).

 Penderita DMT2 memiliki risiko 3-4 kali lebih besar untuk mengalami stroke
iskemik dibandingkan yang tidak menderita diabetes(Khoury et al., 2013).
Sedangkan, insiden stroke hemoragik tidak berbeda secara signifikan
antara penderita diabetes dengan non-diabetes(Hu et al., 2005).
 Prevalensi stroke pada penderita diabetes di negara dengan pendapatan menengah-bawah
sebesar 2,7% (1,7%-3,6%)(Johnston, Mendis, & Mathers, 2011).Prevalensi stroke dengan
penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) di Indonesia berkisar 1,0-11,3% pada populasi klinik dan
2,8-12,5% dalam penelitian pada populasi umum(Ndraha, 2014).

 Prevalensi stroke secara signifikan lebih tinggi pada penderita DMT2 daripada penderita
DMT1. Prevalensi stroke dengan lama menderita diabetes > 20 tahun pada penderita DMT2
sebesar 7,9%, sedangkan pada penderita DMT1 sebesar 2,7%(Song, 2015). Lima puluh
persen dari prevalensi stroke di Indonesia berkisar 0,54,3% dengan DMT1 dan berkisar 4,1-
6,7% dengan DMT2(Ndraha, 2014).

 Komplikasi jangka panjang pada penderita DMT2 lebih berbahaya dan mematikan
daripada DMT1. Kematian akibat stroke pada penderita DMT2 (13,4%) lebih tinggi
dibandingkan pada DMT1 (12,2%)(Song, 2015). Data atau informasi mengenai pada
hubungan tekanan darah dengan kejadian stroke iskemik penderita DMT2 di Indonesia masih
terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tekanan darah dengan kejadian
stroke iskemik pada penderita DMT2.
 dilakukan dengan menggunakan catatan rekam medis dengan kode
ICD 10 (I.63-I.64), dan melihat hasil pemeriksaan CT-Scan. Data
stroke yang digunakan hanya stroke iskemik pertama bukan stroke
ulangan.

 Selanjutnya, data stroke iskemik dipilah berdasarkan status


diabetes mellitus, dikategorikan menderita DMT2 dengan melihat
salah satu dari karakteristik berikut; diagnosis DMT2 yang terekam
pada catatan medis dengan kode ICD 10 (E.11), hasil pemeriksaan
kadar HbA1C ≥ 7, dan/atau memiliki riwayat penggunakan obat
antidiabetes. Pasien stroke iskemik dengan DMT2 dikelompokkan
menjadi kelompok kasus sebanyak 48 orang, dan pasien stroke
iskemik-non diabetes dikelompokkan menjadi kelompok kontrol
sebanyak 48 orang.. Subyek penelitian terpilih menggunakan
consecutive sampling.
 Pengumpulan data dilakukan dengan melihat
catatan rekam medis.
 PEMBAHASAN
 Karakteristik Responden Rerata usia penderita stroke iskemik pada kelompok kontrol lebih tinggi (64,48 ± 12,11)
dibandingkan kelompok kasus (59,67 ± 11,01), artinya bahwa pada penderita stroke iskemik dengan DMT2 relatif lebih
muda daripada penderita stroke iskemik pada populasi umum.
 Hubungan Tekanan Darah dengan Kejadian Stroke Iskemik Pada Penderita DMT2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penderita DMT2 dengan hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) memiliki kemungkinan 5,4 kali lebih besar untuk
terjadinya stroke iskemik.

 Simpulan
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan kejadian stroke
iskemik pada penderita DMT2 (TD ≥ 140/90 mmHg) (OR 5,42; 95%CI 1,40-20,93).
STUDY KASUS II

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN


PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH
KELURAHAN PERUMNAS WAY HALIM KOTA
BANDAR LAMPUNG
METODE DAN BAHAN

 Rancangan penelitian ini adalah observasional analitik yang mempelajari seberapa


jauh faktor risiko mempengaruhi terjadinya efek. Penelitian analitik adalah
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan
itu terjadi dalam hal ini adalah kejadian Demam Berdarah Dengue, sedangkan
metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Case control.

 Studi Case control adalah mengamati secara retrospektif riwayat karakteristik atau
paparan yang diduga mengakibatkan terjadinya penyakit pada kelompok kasus
kemudian dibandingkan dengan kelompok control. Subyek yang didiagnosis
menderita disebut kasus. Subyek yang tidak menderita suatu penyakit disebut
control yang diambil secara acak dari populasi yang sama dengan populasi asal
kasus.
HASIL DAN PEMBAHASAN

 A. Hubungan Keberadaan Breeding Place Di Dalam Dan Di Luar Rumah


Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 38 responden (100%) kelompok kasus dan 30
responden (78,98) kelompok kontrol semua memiliki breeding place
potensial perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti seperti bak mandi,
kolam ikan, gentong dan vas bunga.

 Berdasarkan perhitungan hasil uji statistik Chi Square tentang Hubungan


keberadaan Breeding Place di dalam dan di luar rumah dengan kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan p value 0,009. Perhitungan
keberadaan Breeding Place dengan cara observasi ke rumah responden
baik yang kelompok kasus maupun kelompok kontrol.
 B. Hubungan Keberadaan Resting Place (Tempat Peristirahatan Nyamuk) Di
Dalam Dan Di Luar Rumah Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) .

 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38 responden (100%) kelompok kasus


dan 26 responden (68,4%) kelompok kontrol semua memiliki resting place
potensial perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan
perhitungan hasil uji statistik Chi Square tentang Hubungan keberadaan
Resting Place di dalam dan di luar rumah dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) dengan p value 0,001.
 C. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Pada Tempat
Penampungan Air Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Keberadaan jentik nyamuk di TPA rumah responden baik kasus dan
kontrol merupakan salah satu faktor resiko terjadinya Demam
Berdarah Dengue di rumah tersebut.

 Dari hasil observasi diperoleh kelompok kasus yang terdapat jentik


Aedes aegypti sebanyak 9 responden (23,7%), dan yang tidak ada
sebanyak 29 responden (76,3%). Sedangkan pada kelompok
kontrol yang ada jentik Aedes aegypti sebanyak 2 responden
(5,26%) dan yang tidak ada sebanyak 36 responden (94,7%).
 D. Hubungan Praktik 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
adalah kegiatan untuk memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk
Aedes aegypti penular penyakit demam berdarah dengue (DBD) di
tempat-tempat perkembangbiakannya. Kegiatan ini merupakan prioritas
utama program nasional pemberantasan penyakit DBD yang dilaksanakan
langsung oleh masyarakat sesuai dengan kondisi dan budaya setempat.

 Dari hasil observasi Praktik mengubur barang bekas diperoleh data bahwa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kasus yang melakukan
praktek mengubur barang bekas sebanyak 8 responden (21,05%), dan
yang tidak baik sebanyak 30 responden (78,94%). Sedangkan pada
kelompok kontrol yang melakukan praktek mengubur barang bekas
sebanyak 16 responden (42,1%) dan yang tidak melakukan sebanyak 22
responden (57,9%).
 E. Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Dari hasil
observasi menunjukkan bahwa pada kelompok kasus
yang praktik Kebiasaan Menggantung pakaian
sebanyak 33 responden (86,8%) dan yang baik atau
tidak ada sebanyak 5 responden (13,2%).

 Sedangkan pada kelompok kontrol yang praktik


Kebiasaan menggantung pakaian sebanyak 19
responden (50,0%) dan yang sudah baik/ tidak ada
sebanyak 19 responden (50,0%).
 F. Hubungan Pemasangan Kawat Kasa Pada Ventilasi Dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) Dari hasil observasi menunjukkan bahwa pada
kelompok kasus yang tidak memasang kawat kasa fentilasi sebanyak 11
responden (28,9%) dan yang sudah memasang sebanyak 27 responden
(71,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol yang belum memasang kawat
kasa fentilasi sebanyak 3 responden (7,9%) dan yang sudah memasang
sebanyak 35 responden (92,1%).
 G. Hubungan Penggunaan Abate Dengan Kejadian Demam Berdarah (DBD)
Angka kejadian demam berdarah di Wilayah kelurahan Perumnas Way Halim
semangkin meningkat Pemberantasan jentik dengan bahan kimia biasanya
menggunakan temephos. Formulasi temephos (abate 1%) yang digunakan
yaitu granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram
temephos (kurang lebih 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air.
Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan, khususnya di
dalam gentong tanah liat dengan pola pemakaian air normal. Setelah Abate
SG 1% dimasukkan ke dalam air maka butiran akan jatuh sampai ke dasar
dan racun aktifnya akan keluar dari butiran tersebut lalu menempel pada pori-
pori dinding kontainer setinggi permukaan air.
KESIMPULAN

 1. Ada hubungan antara keberadaan resting place potensial di dalam dan


di luar rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung dengan p
value = 0,000

 2. Ada hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada tempat


penampungan air dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung dengan p
value = 0,050 dan perhitungan OR = 5,586 (CI 95% OR: 1,118 –
27,900).

 3. Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk


 a. Tidak Ada hubungan antara praktik mengubur barang bekas dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Way
Halim Kota Bandar Lampung dengan p value = 0,084 dan perhitungan OR
= 2,727 (CI 95% OR: 0,992-7,499).
 b. Ada hubungan antara praktik menguras Tempat Penampungan Air (TPA)
dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan
Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung dengan p value = 0,000 dan
perhitungan OR = 16,346 (CI 95% OR: 4,759 – 56,142).

 c. Tidak Ada hubungan antara praktik menutup Tempat Penampungan Air


(TPA) dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung dengan p value =
0,062 dan perhitungan OR = 2,727 (CI 95% OR: 1,058 – 7,031).

 d. Ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan


kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas
Way Halim Kota Bandar Lampung dengan p value = 0,001 dan
perhitungan OR = 6,600 (CI 95% OR: 2,121 – 20,541).
 e. Ada hubungan antara pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas
Way Halim Kota Bandar Lampung Wilayah Kelurahan Perumnas Way
Halim Kota Bandar Lampung dengan p value = 0,038 dan perhitungan OR
= 4,753 (CI 95% OR: 1,206-18,738).

 f. Tidak ada hubungan antara Penggunaan abate dengan kejadian Demam


Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota
Bandar Lampung Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar
Lampung dengan p value = 0,329 dan perhitungan OR = 1.826 (CI 95%
OR: 0,691-4,826).

 g. Ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk pada siang dan sore
hari dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung dengan p value =
0,000 dan perhitungan OR = 0,147 (CI 95% OR: 0,052 – 0,419).
PEMBAHASAN

 Perbedaan Desain Case Control Dalam Pelayanan Kesehatan Dan


Di Masyarakat
 Perbedaan antara jurnal yang pertama HUBUNGAN TEKANAN
DARAH DENGAN KEJADIAN STROKE ISKEMIK PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TIPE 2 dengan jurnal yang kedua HUBUNGAN
FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KELURAHAN
PERUMNAS WAY HALIM KOTA BANDAR LAMPUNG adalah :

 Untuk jurnal yang pertama metode yang dilakukan dengan


menggunakan catatan rekam medis dengan kode ICD 10 (I.63-I.64),
dan melihat hasil pemeriksaan CT-Scan sedangkan untuk jurnal
kedua metode yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data
rekapitulasi.
Kesimpulan dan saran
 Kesimpulan
penelitian case control merupakan penelitian jenis analitik
observasional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara
kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya.
Hal tersebut bergerak dari akibat ( penyakit ) ke sebab ( paparan ).
Ciri-ciri dari penelitian case control adalah pemilihan subyek yang
didasarkan pada penyakit yang diderita, kemudian lakukan
pengamatan yaitu subyek mempunyai riwayat terpapar faktor
penelitian atau tidak.

 Saran
Saran bagi institusi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
komunikasi, informasi, dan edukasi serta meningkatkan pelayanan
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai