Anda di halaman 1dari 13

CAHAYA DARI BINTANG

Bintang
Bola gas yang memancarkan cahaya sendiri
Radiasi (u)
Energi yang dipancarkan sumber tiap satuan luas permukaan sumber tiap
sekon.
Luminositas (L)
Energi total yang dipancarkan seluruh permukaan sumber ke segala arah
tiap sekon
Fluks radiasi (F) atau iluminasi (E)
Energi yang diterima pengamat/detektor tiap satu satuan luas per sekon..
Alat untuk mengukur energi cahaya disebut fotometer. Pengukuran energi
cahaya disebut fotometri
Hubungan besaran E, L, u

L  4R 2 u
L
FE
4d 2
4R 2u R
2
FE F  E    u   2u
4d 2 d 
dengan
R = jari-jari sumber
d = jarak antara sumber dan pengamat/detektor
 = jari-jari sudut (dalam radian)
Hukum Kuadrat-terbalik
• Selama cahaya bergerak
menjauhi sumber cahaya
(misanya bintang), cahaya
itu menipis secara tunak
sembari menyebar ke luas
permukaan yang melebar
(digambarkan sebagai
bagian dari kulit bola). Jadi,
jumlah radiasi yang diterima
detektor (terang semu
sumber) berubah secara
berbanding terbalik dengan
kuadrat jaraknya dari
sumber.
Magnitudo
Ukuran terang bintang. Ukuran terang suatu bintang yang terlihat disebut
magnitudo semu (apparent magnitude) atau magnitudo saja.

Hipparchus (Abad II BC) dan Ptolemy (140):


Bintang-bintang dibagi menjadi 6 kelompok berdasarkan terangnya,
yaitu magnitudo: 1(paling terang), 2, 3, 4, 5, 6 (paling redup)
John Herschel:
Kepekaan mata terhadap terang bintang bersifat logaritmik. Bintang
dengan magnitudo satu = 100 kali lebih terang dari bintang dengan
magnitudo enam
Pogson (1856):
Perbedaan magnitudo 1 dan 6 (selisihnya 5 magnitudo) sesuai dengan
perbandingan fluks cahaya 100 : 1
Perbandingan antara dua magnitudo yang berturutan kira-kira 2,512
Misalkan
Bintang 1: Bintang 2:
magnitudo m1 magnitudo m 2
iluminasi (fluks) E1 iluminasi (fluks) E2
maka
E1
m1  m2  2,5 log
E2
Makin terang suatu bintang, makin kecil magnitudonya
Selisih magnitudo enam dan satu adalah 5, berapa perbandingan iluminasinya (fluksnya)?

Magnitudo mutlak (absolut) adalah magnitudo bintang apabila diamati pada jarak 10
parsec.
Luminositas. Dua bintang A dan B mempunyai luminositas berbeda dapat
kelihatan sama terang bagi pengamat di Bumi jika bintang B yang lebih terang
lebih jauh dari bintang A yang lebih redup.
Misalkan sebuah bintang dengan luminositas L diamati pada jarak d pc
dengan magnitudo m dan fluks radiasi E. Andaikata bintang itu diamati
pada jarak 10 pc dengan magnitudo absolut M dan fluks radiasi Eo.

2
E L / 4d 2  10  10
m  M  2,5 log  2,5 log  2,5 log    5 log
Eo L / 4 10 2 d  d
m  M  5  5 log d
M  m  5  5 log d

m-M disebut modulus jarak.


Jika diketahui paralaks bintang adalah p dan dinyatakan dalam detik
busur, ( p = 1/d) maka

M  m  5  5 log p
Warna Bintang
• Tanggapan mata/detektor terhadap warna:
– Setiap detektor cahaya mempunyai sensitivitas warna atau spektral
secara khusus. Mata manusia paling peka terhadap cahaya hijau dan
kuning (pada panjang gelombang 5500 Angstroem). Magnitudo semu m
(atau magnitudo absolut M) yang didasarkan terang bintang yang
diamati mata manusia disebut magnitudo visual semu mv atau magnitudo
visual absolut Mv.
– Dahulu, magnitudo didasarkan pada ukuran bayangan bintang pada
emulsi fotografis ungu (violet) dan biru (pada panjang gelombang 4500
Angstroem), yang disebut magnitudo fotografis semu mf atau magnitudo
fotografis absolut Mf.
– Emulsi fotografis yang sensitif-kuning dan sensitif-hijau disempurnakan
dan digunakan bersama dengan filter yang sesuai agar mendekati
tanggapan spektral mata manusia, sehingga diperoleh magnitudo
fotovisual semu mfv atau magnitudo fotovisual absolut Mfv.
– Sekarang, pelat fotografis digunakan bersama dengan berbagai jenis
filter untuk menghasilkan berbagai sistem magnitudo, misalnya
magnitudo merah, magnitudo ultraungu, magnitudo inframerah, dan
sebagainya.
Warna Bintang. (a) Warna-warna bintang yang berbeda dalam konstelasi
Orion. (b) Bintang yang berwarna-warni di sekitar pusat galaksi Bima Sakti.
• Indeks Warna (CI = Color Indices)
– Sejak tahun 1960 magnitudo yang paling banyak digunakan
adalah U(ultraungu), B (biru), V (visual)
– Magnitudo U dan B diperoleh dengan mengukur fluks bintang
melalui filter ultraviolet dan filter biru terstandarisasi. Magnitudo
V diukur melalui filter yang mendekati tanggapan mata manusia.
– Selisih antara dua dua magnitudo tersebut disebut indeks warva.
Untuk sistem magnitudo standar U, B, V ada dua indeks warna,
yaitu U-B dan B-V.
– Indeks warna dapat didefinisikan berdasarkan magnitudo semu
atau magnitudo mutlaknya. Sebagai contoh,
CI = B-V = MB - MV
Magnitudo Bolometrik dan Luminositas

• Magnitudo bolometrik
– Ukuran fluks radiasi dari suatu bintang atau benda langit lain yang
diterima tepat diluar atmosfer bumi, sebagai ukuran fluks radiasi yang
akan terdeteksi oleh sutau piranti yang sensitif terhadap semua bentuk
energi elektromagnetik.
– Misalkan magnitudo bolometrik sebuah bintang adalah mbol dan magnitudo
bolometrik absolutnya adalah Mbol.
– Koreksi bolometrik (BC = Bolometric Correction)
BC = V – mbol = M - Mbol
V

– Indeks warna dapat didefinisikan berdasarkan magnitudo semu atau


magnitudo mutlaknya. Sebagai contoh,
B-V = MB - MV
– Magnitudo bolometrik dua bintang

M bol 1  M bol 2  2,5 log


L1 L2
 2,5 log
L2 L1
Magnitudo Bolometrik dan Luminositas

• Luminositas
Langkah-langkah menentukan luminositas suatu bintanng:
– Magnitudo visual semunya diamati.
– Koreksi bolometrik dicari dari data roket atau satelit atau dihitung
dari teori dan dari temperatur bintang yang diketahui. Temperatur
bintang dapat ditaksir dari spektrum atau warna bintang. Koreksi
bolometrik diterapkan pada magnitudo fotovisual bintang itu untuk
memperoleh magnitudo bolometriknya.
– Magnitudo bolometrik absolut dihitung dari magnitudo bolometrik
semu bintang itu dan jaraknya.
– Luminositas bolometrik diperoleh dengan membandingkan
magnitudo bolometrik absolut bintang itu terhadap magnitudo
bolometrik absolut bintang lain (misalnya matahari) yang
luminositasnya telah diketahui.

Anda mungkin juga menyukai