Anda di halaman 1dari 39

1

KELOMPOK 7
1. Dyah Liftyawati
2. Putri Pertiwi
3. Sekar Ayu Padmadhani
4. Syahida Nur Aulia
5. Zulfa Rahmatika
2
Materi bahasan :
(Emulsifikasi oleh Surfaktan )
1. Makroemulsi dan Mikroemulsi
2. Nanoemulsi
3. pemilihan surfaktan sebagai
emulsifier
4. metode hlb dan metode pit
5. metode hld dan demulsifikasi

3
MAKROEMULSI

4
MAKROEMULSI
• Merupakan
emulsi berwarna
putih dengan
ukuran partikel
>400 nm dan
mudah terlihat
di bawah KLASIFIKASI
MAKROEMULSI
mikroskop.
• Makroemulsi
dibagi menjadi
dua jenis
berdasarkan
sifat fase
terdispersi 5
Perbedaan Emulsi W/O dan O/W
• Dapat diencerkan dengan minyak
• Fase pendispersi (fase kontinu/fase luar)
berupa minyak
W/O • Dihasilkan dengan agen pengemulsi yang
lebih larut dalam minyak
• Tidak memiliki konduktivitas
• Akan memberikan warna jika ditambah
pewarna-larut minyak

• Dapat diencerkan dengan air


• Fase pendispersi (fase kontinu/fase luar)
berupa air
• Dihasilkan dengan agen pengemulsi yang
lebih larut dalam air
O/W • Memiliki konduktivitas, sesuai dengan fase
airnya
• Hanya sedikit berwarna, tetapi akan
memberikan warna jika ditambah pewarna-
larut air 6
Inversi Emulsi
Emulsi dapat diubah dari W/O ke O/W atau sebaliknya jika
dilakukan dengan kondisi sebagai berikut:

3. Perbandingan
1. Penambahan Fase 2. Sifat Emulsifier
Volume Fase
Menambahkan air ke Emulsifier yang lebih
Meningkatkan
minyak dan emulsifier larut-minyak akan
perbandingan minyak :
akan menghasilkan memicu pembentukan
air akan memicu
W/O emulsi W/O
pembentukan W/O

4. Fase Emulsifier
5. Temperatur Sistem 6. Elektrolit atau Aditif
Terdispersi
Emulsi yang Penambahan elektrolit
Menempatkan surfaktan
distabilisasikan dengan kuat ke O/W terstabilkan
hidrofilik sebagai
surfaktan ionik dapat surfaktan ionik akan
emulsifier ke fase
membentuk emulsi W/O mengubahnya menjadi
hidrofilik akan
melalui pendinginan. W/O.
membentuk emulsi O/W 7
MIKROEMULSI

8
MIKROEMULSI

• Merupakan emulsi
transparan yang
mengandung dua
larutan tidak bercampur.
• Ukuran partikelnya 10
nm – 100 nm. Seringkali
digabungkan dengan
kosurfaktan.
• Mikroemulsi dibagi
menjadi tiga jenis
berdasarkan sifat fase
terdispersi

9
Klasifikasi Mikroemulsi berdasarkan
Strukturnya
Minyak dalam Air
Droplet minyak didispersikan
dalam air

Air dalam Minyak


Droplet air didispersikan dalam
minyak

Bikontinu
Jumlah air dan minyak seimbang
Permukaan emulsi
distabilkan dengan
surfaktan dan/atau
kosurfaktan 10
Tabel Perbedaan Makroemulsi dengan Mikroemulsi
SIFAT MAKROEMULSI MIKROEMULSI
Wujud Putih, karena ukuran Transparan, karena
dropletnya besar ukuran dropletnya
kecil
Tegangan Antarmuka Tinggi Rendah

Struktur Mikro Statis Dinamis (antarmuka


berfluktuasi terus
menerus)
Ukuran Droplet > 500 nm 10 nm – 100 nm
Stabilitas Stabil secara kinetik Stabil secara
termodinamika
Preparasi Membutuhkan Preparasi mudah
energi yang besar,
harga lebih mahal
Viskositas Lebih tinggi Relatif rendah
11
nanoEMULSI

12
NANOEMULSI
• Merupakan emulsi
berwarna biru-putih
Dikenal juga dengan dengan sedikit tidak
miniemulsi (Ugelstad, tembus cahaya.
1973; El-Asser, 1977, • Ukuran droplet 100 nm
1984; Grimm, 1983; – 400 nm
• 1 % - 3 % terdiri dari fase
Brouwer, 1986), emulsi Ciri-ciri
minyak.
terdispersi halus • Campurannya berupa
(Sagitani, 1981), atau surfaktan atau
emulsi ultrafine kosurfaktan.
(Nakajima, 1993) • Panjang kosurfaktannya
kira-kira 12 rantai
karbon.
13
Manfaat Nanoemulsi

Nanoemulsi digunakan
dalam preparasi lapisan
polimer, kosmetik, dan
farmasi
14
Preparasi Nanoemulsi
O/W

Mengaduk campuran surfaktan dengan


dan kosurfaktan dalam air Biasanya
menggunak
an metode
PIT
Hal ini dilakukan untuk menghasilkan
campuran micellar

15
Preparasi Nanoemulsi Stirena
Menggunakan 0,01 M sodium lauryl
sulfate dan sufaktan : alkohol 1 : 1
C16
Metode ini digunakan dalam
C18 mempreparasi nanoemulsi polimer
sebagai ester selulosa dan resin
C14 epoksi.

Preparasi nanoemulsi dilakukan


C12
dengan emulsifikasi polimer
dengan pelarut organik, diikuti
dengan hilangnya pelarut organik
Penurunan stabilitas distilasi di bawah tekanan rendah
lemak alkohol dari dengan
panjang rantai berbeda C10 16
Pemilihan surfaktan sebagai
emulsifer
 Apakah berdasarkan tingkat kinerja surfaktan?
(Efektivitas)
 Apakah berdasarkan seberapa cepat surfaktan
mampumencapai tingkat kinerja yang diinginkan?
(Kecepatan aksi)
 Apakah berdasarkan seberapa banyak surfaktan tersebut
dibutuhkan untuk mencapai tingkat kinerja yang
diinginkan ? (Efisiensi)

17
Sifat-sifat Surfaktan
• menurunkan tegangan permukaan,
• tegangan antar muka,
• meningkatkan kestabilan partikel yang
terdispersi dan
• mengontrol jenis formulasinya baik itu oil in
water (o/w) atau water in oil (w/o).
18
Golongan Surfaktan

1. Surfaktan anionik
yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus
ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus sulfat atau
sulfonat
Contohnya diantaranya linier alkilbenzen sulfonat

2. Surfaktan kationik
yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Surfaktan jenis ini memecah dalam media cair, dengan bagian
kepala surfaktan kationik bertindak sebagai pembawa sifat aktif
permukaan.
Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil.
19
3. Surfaktan nonionik
yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserol asam lemak, ester sorbitan asam

4. Surfaktan amfoter
yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan
negatif.
Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain,
fosfobetain.

20
Panduan Umum untuk Memilih Surfaktan
sebagai Emulsifier
• Surfaktan harus mempunyai kecenderungan
yang kuat untuk berpindah ke interface
• Surfaktan yang larut dalam minyak cenderung
membentuk emulsi w/o atau sebaliknya
• Emulsi yang stabil sering dibentuk dengan
menggunakan campuran surfaktan hidrofilik dan
surfaktan hidrofobik
• Semakin polar fase minyak, semakin hidrofilic
emulsifiernya dan sebaliknya.

21
Mekanisme Kerja
Surfaktan

22
METODE HLB

23
METODE HLB

HLB ( Hidrofilik-Lipofilik Balance) adalah angka atau


nilai yang menunjukan perbandingan antara kelompok
hidrofilik( suka air ) dengan senyawa lipofilik ( suka
lemak ).

Semakin besar nilai dari HLB akan cenderung larut


pada air,artinya emulgator akan lebih mudah larut
pada air.

24
Nilai HLB dapat mengklasifikasi tujuan dari penggunaan
suatu senyawa yang digolongkan dalam batas skala 1
sampai dengan 20

25
Untuk mencari nilai HLB
1.

Mo = Massa molekul bagian yang hidrofob


M = Massa molekul keseluruhan

Mencari HLB senyawa nonionik

2.

VZ = Angka penyabunan dari ester


SZ = Angka asam dari asam lemak yang
terpisah

Mencari HLB senyawa Ester Asam Lemak

26
Menghitung HLB yang Dibutuhkan
untuk Campuran Minyak
Liquid Parafin 35% ; Wool fat 1% ; Cetyl Alcohol 1%
Mengalikan HLB Emulsifier System 7% ; Water 100%
yang dibutuhkan
masing-masing
SOLUSI
spesies dengan
fraksinya • %Total fase minyak = 35% + 1% + 1% = 37%
Liquid Paraffin 35/37 × 100% = 94.6%
Wool Fat 1/37 × 100% = 2.7%
Cetyl Alcohol 1/37 × 100% = 2.7%
• Total HLB yang dibutuhkan
Liquid Paraffin (HLB 10.5) 94.6% × 10.5 = 9.93
Wool Fat (HLB 10) 2.7% × 10 = 0.3
Cetyl Alcohol (HLB 15) 2.7% × 15 = 0.4
Menjumlahkan
hasil yang didapat
untuk mendapat
total HLB yang +
dibutuhkan Total HLB yang dibutuhkan 10.63
27
Menghitung Rasio Emulsifier untuk
Nilai HLB yang Dibutuhkan
Berikut adalah formula yang dibutuhkan untuk membuat emulsi O/W
Liquid Paraffin 50 g
Agen Pengemulsi 5 g (HLB yang dibutuhkan 10.5)
Air 100 g
Hitung fraksi Tween 80 (HLB = 15) dan Span 80 (HLB = 4.3) untuk membuat
emulsi paraffin cair yang stabil secara fisik.
SOLUSI
Asumsikan Tween 80 adalah A dan Span 80 adalah B
A = 100% [( x - HLB𝐵 ) : (HLB𝐴 - HLB𝐵 )]

• A = 100 (10.5 – 4.3) : (15 – 4.3) = 57.9%


57.9 × 5
A= = 2.89 g
100
• B = 100% - 57.9% = 42.1%
42.1 × 5
B= = 2.11 g
100 28
Tabel Nilai HLB Minyak yang Dibutuhkan
untuk Pembentukan Emulsi
OIL HLB
Stearic Acid 15
Cetyl Alcohol 15
Stearyl Alcohol 14
Lanolin, Anhydrous 12
Mineral Oil, Light 12
Liquid Paraffin 10.5
Castor Oil 14
Beeswax 9
Petrolatum 7–8
Wool Fat 10

29
METODE PIT

30
METODE PIT
• Phase Inversion Temperature (PIT), yaitu suhu dimana
mikroemulsi dapat berinversi dari tipe minyak dalam air
(M/A) menjadi tipe air dalam minyak (A/M) ataupun
sebaliknya (Lawrence M.J G.G Rees, 2000).
• Metode PIT pada mikroemulsi biasanya digunakan jika
memakai surfaktan non-ionic. Ketika emulsi minyak dalam air
(M/A) yang mengandung surfaktan non-ionic
dipanaskan,emulsi akan berubah menjadi emulsi air dalam
minyak (A/M) hingga suhu kritis,yang merupakan PIT.
• Pada PIT tersebut ukuran droplet dan tegangan antarmuka
akan mencapai minimum dan ketika didinginkan selama
pengadukan mikroemulsi minyak dalam air(M/A) akan
terbentuk.

31
Metode hld

32
METODE HLD
• Metode ini awalnya dibuat untuk formulasi
mikroemulsi yang diadaptasi untuk formulasi
makroemulsi.
• Di metode ini, nilai ruas kiri persamaan di bawah ini
disebut dengan high lipofilik deviation

• Ketika hasilnya 0, maka mikroemulsi akan terbentuk


• Ketika hasilnya negatif, maka makroemulsi O/W
(minyak dalam air) akan terbentuk

33
HLD secara Kualitatif dan Kuantitatif

• Secara kualitatif, HLD mempertimbangkan


komponen lain dalam sistem (salinitas,
kosurfaktan, panjang rantai alkana,
temperatur, dan gugus hidrofilik dalam
surfaktan)
• Secara kuantitatif, HLD membutuhkan nilai
konstanta empiris yang didasarkan pada
eksperimen.

34
demulsifikasi

35
PENGERTIAN
DEMULSIFIKASI
Demulsifikasi adalah pemecahan emulsi sehingga
terpisah menjadi 2 fase yaitu minyak dan air dengan
menurunkan stabilitas seperti menghancurkan film
interface dengan cara menaikkan suhu, pengadukan, atau
menggunakan zat lain yang dapat mengganggu kestabilan.

(Wasirnuri, 2008).

36
• Pemecahan emulsi identik dengan proses demulsifikasi atau
memisahkan minyak dari air. Bahan kimia yang biasa dipakai berupa
demulsifier atau emulsion breaker. Demulsifier atau pemutus
emulsi termasuk kelas bahan kimia khusus yang digunakan untuk
memisahkan emulsi, misalnya air dalam minyak.

• Lebih lanjut, Dow (2010) juga menjelaskan bahwa terdapat


berbagai cara yang bisa dilakukan untuk memecahkan sistem
emulsi, diantaranya meningkatkan suhu agar emulsi tersebut
menjadi tidak stabil, menambahkan asam untuk menurunkan pH,
menambahkan garam (elektrolit) agar sistem emulsi menjadi tidak
stabil, maupun dengan menambahkan surfaktan yang memiliki nilai
Hidrofil Lipofil Balance (HLB) tinggi ke dalam sistem emulsi yang
memiliki nilai HLB lebih rendah, maupun sebaliknya yang bertujuan
untuk mengacaukan sistem emulsi tersebut.

37
Daftar Pustaka

Rosen, Milton J.. Surfactants and Interfacial Phenomena, John Wiley & Sons,
Incorporated, 2004. (http://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiau-
ebooks/detail.action?docID=214305)

www.phytagorasandthat.co.uk/emulsions, diakses pada 13 Mei 16.00 WIB.

Hidrophilic-Lipophilic Balance (HLB) PDF yang diakses melalui


https://colloidmueg.weebly.com

38
39

Anda mungkin juga menyukai