Anda di halaman 1dari 85

Peripheral Nerve

Disorders

dr. R. A. Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S


Gangguan Saraf perifer

Spinal nerve
Lower Motor Neuron
Cranial nerve

Otonomic nerve
Spinal
Nerves
JENIS SARAF PERIFER
• Tipe A :
- 2 – 20 mm, bermielin, motorik dan sensoris
(proprioseptif dan vibrasi), 10 – 70 m/menit

• Tipe B :
- 3 mm, bemielin tipis, otonom preganglion,
nyeri dan suhu, 5 – 7 m/menit

• Tipe C :
- < 1 mm, tidak bermielin, nyeri dan suhu,
< 2 m/menit
PATOFISIOLOGI
• Degenerasi Wallerian :
- degenerasi aksons distal
- mielin pecah jadi globulus
- regenerasi pada ujung saraf

• Demielinasi segmental :
- destruksi sarung mielin tanpa kerusakan aksons

• Degenerasi aksonal :
- kerusakan pada badan sel dan aksons
- kematian saraf membalik dari perifer
- demielinasi sekunder
Neuropati

Sebutan umum semua kelainan


atau penyakit pada saraf tepi
Etiologi
Infeksi : Lepra
Pasca Infeksi : Guillain Barre Syndrome
Vaskuler : SLE
Genetik : Neuropati Sensoris herediter
Idiopatik : Neuropati karsinomatosa kronik
Metabolik
• Nutrisi : defisiensi vitamin B1, B6, B12 dan alkoholisme
• Keracunan logam berat : Arsen, merkuri
• Diabetes Melitus
• Obat-obatan : INH
Gejala klinik
Gangguan fungsi motorik : kelemahan
Defisit sensorik : dapat terjadi pada
sebagian atau semua modalitas (nyeri,
suhu, vibrasi, posisi, tekanan)
Refleks tendo menurun atau (-)
Parestesia, hiperalgesia
Ggn otonom : anhidrosis, hipotensi
postural
Diagnosis
Anamnesis
 Ada/tdk penyakit lain yang mendahului
 Dari mana gejala dimulai & dlm bentuk apa
 Simetris/tidak
 Fluktuasi penyakit
Pemeriksaan klinis
Elektrodiagnostic (ENMG)
Biopsi saraf
Terapi
Terapi kausal (penyebab neuropati)
Terapi simptomatik, misalnya mengobati
nyeri dengan analgesia
Terapi suportif, misalnya dengan vitamin
neurotropik
Fisioterapi dan rehabilitasi
Neuropati Diabetika

Neuropati yang disebabkan (komplikasi) penyakit


diabetes mellitus
Serabut saraf yg terlibat dapat sensoris, motoris atau
otonom
Prevalensi ± 7,5% pada saat DM terdiagnosis
hingga 50% setelah 25 tahun
Patologi
Vaskuler : oklusi arteri yang memasok saraf tepi,
adanya perubahan kapiler neuron (penebalan membran
dasar kapiler endoneurium)
Metabolik : perubahan biokemis akut akibat
hiperglikemi :
• Abnormalitas terjadi pada sintesis dan komponen lipid
mielin saraf perifer
• Kelainan aktifitas lintasan poliol pada sel schwann
• Gangguan sintesis protein pada sel saraf
• Penurunan transport aksoplasmik protein
• Metabolisme mioinositol abnormal di dalam akson
Gejala klinik
Meliputi sistem sensorik, motorik dan
otonom
Sistem sensorik paling sering terkena →
nyeri – hilangnya sensibilitas
Kriteria diagnostik : minimal ditemukan
satu kelainan : gejala klinik, pemeriksaan
klinis, tes ENMG (elektrodiagnostik), tes
sensoris kwantitatif (suhu & getar),
penilaian fungsi otonom
Anamnesis Gejala pada pasien DM

Sistem Keluhan Gejala


Sensorik
1. Gejala Negatif Baal, mati rasa, seperti pakai sarung tangan,
hilang keseimbangan (mata tertutup), cedera
tanpa nyeri
2. Gejala Positif Rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, kulit
menjadi sensitif bila terusap
Motorik
1. Kelumpuhan distal Gerakan halus tangan terganggu, sulit
memutar kunci, jari tertekuk, tersandung

2. Kelumpuhan proksimal Sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi


Anamnesis Gejala pada pasien DM

Otonom
1. Sudomotor Tidak berkeringat, kulit kering
2. Kardiovaskuler Melayang pada posisi tegak,
pingsan
3. Seksual Impotensi, sulit ejakulasi, sulit
orgasme
4. BAB/BAK Sulit menahan BAB/BAK,
konstipasi, ngompol
5. Pupil Sulit adaptasi dalam gelap/terang
Terapi
Kausal : pengendalian kadar gula darah
Simptomatik terutama utk menghilangkan
nyeri
 analgesik : NSAID
 antikonvulsan, antidepressan trisiklik
Fisioterapi
Guillain Barre Syndrome
(Acute Inflammatory Polyneuropathy)
Kondisi polineuropati akut, terjadi paralisis
yang asenderen (paralisis Landry)
Terjadi akibat proses autoimun dgn respon
inflamasi pada radiks dan saraf tepi

Etiologi :
Adanya reaksi autoimun setelah infeksi virus
Figure 1. Depiction of GBS subtypes and their relationships according to type of neuropathy within the
GBS classification. (Image from Ho et al., 1998. Copyright 1998 by Annual Reviews, Inc. Permission
pending.)
Subtypes of Guillain-Barré Syndrome

Acute inflammatory demyelinating


polyradiculoneuropathy (AIDP)
Autoimmune disorder, antibody mediated
Is triggered by antecedent viral or bacterial infection
Electrophysiologic findings demonstrate demyelination.
Inflammatory demyelination may be accompanied by axonal
nerve loss.
Remyelination occurs after the immune reaction stops.

Acute motor axonal neuropathy (AMAN)


Pure motor axonal form of neuropathy
Sixty-seven percent of patients are seropositive for
campylobacteriosis.
Electrophysiologic studies are normal in sensory nerves, reduced
or absent in motor nerves.
Recovery is typically more rapid.
High proportion of pediatric patients
Acute motor sensory axonal neuropathy
(AMSAN)
Wallerian-like degeneration of myelinated motor and sensory fibers
Minimal inflammation and demyelination
Similar to AMAN except AMSAN affects sensory nerves and roots
Typically affects adults

Miller Fisher syndrome


Rare disorder
Rapidly evolving ataxia, areflexia, mild limb weakness, and
ophthalmoplegia
Sensory loss unusual, but proprioception may be impaired.
Demyelination and inflammation of cranial nerve III and VI, spinal
ganglia, and peripheral nerves
Reduced or absent sensory nerve action potentials, tibial H reflex
is usually absent.
Resolution occurs in one to three months.
Acute panautonomic neuropathy
Rarest of all the variants
Sympathetic, parasympathetic nervous systems are involved.
Cardiovascular involvement is common (postural hypotension,
tachycardia, hypertension, dysrhythmias).
Blurry vision, dry eyes, and anhydrosis
Recovery is gradual and often incomplete.
Often combined with sensory features
Gejala klinik
Paralisis motorik flaccid, simetris
Biasanya anggota gerak motorik bawah
terlebih dahulu
Gangguan sensibilitas : glove & stocking
hypesthesi
Gangguan otonom
Gangguan saraf kranial
Kasus yg berat : paralisis otot-otot
pernafasan →kegagalan respirasi
LP : Kenaikan progresif kadar protein
dalam LCS dimulai pada minggu ke-2
paralisis, tanpa atau sedikit pleositosis →
disosiasi sitoalbumin
Perlangsungan penyakit tanpa kenaikan
suhu atau hanya sedikit naik selama
perkembangan paralisis
ENMG : terjadi demielinisasi → penurunan
kecepatan hantar saraf
Diagnostic Criteria for Typical Guillain-Barré Syndrome
Features required for diagnosis

Progressive weakness in both arms and legs


Areflexia
Features strongly supporting diagnosis
Progression of symptoms over days, up to four weeks
Relative symmetry of symptoms
Mild sensory symptoms or signs
Cranial nerve involvement, especially bilateral weakness of facial
muscles
Recovery beginning two to four weeks after progression ceases
Autonomic dysfunction
Absence of fever at onset
High concentration of protein in cerebrospinal fluid, with fewer
than 10 cells per cubic millimeter
Typical electrodiagnostic features

Features excluding diagnosis


Diagnosis of botulism, myasthenia, poliomyelitis, or toxic neuropathy
Abnormal porphyrin metabolism
Recent diphtheria
Purely sensory syndrome, without weakness
Terapi
Steroid
Imunoglobulin
Plasmapharesis
Bila terjadi kegagalan respirasi dibutuhkan
alat bantu pernafasan
Prognosis
Kegagalan respirasi menyebabkan resiko
kematian
Sebagian besar pasien pulih dalam
beberapa bulan
Sebagian kecil mengalami gejala sisa
kelemahan ringan pada tungkai
Setelah 2 tahun harapan pulih dari defisit
tidak ada sama sekali
Lesi pleksus Brakhialis

Terdiri dari :
- Superior (C5-6)
- Medial (C7)
- Inferior (C8-T1)
Paralisis Erb Duchenne
Paralisis pd pleksus brachialis cabang
superior (C5-6)
Terutama trauma pada saat kelahiran
Paralisis pd m. deltoideus, biseps,
brakhialis dan brakhioradialis.
Otot kecil tangan jarang terlibat
Gangguan sensorik pd daerah otot
deltoideus dan sisi radial lengan bawah
dan tangan
Erb Palsy
Paralisis Klumpke
Paralisis pleksus brachialis cabang inferior
Akibat lesi ex. Tumor pancoast (tumor
sulkus pulmoner)
Daerah yg terlibat : otot-otot kecil tangan,
seperti otot fleksor tangan
Lesi Pleksus Lumbosakralis
Pleksus Lumbalis Pleksus Sakralis
N. femoralis (L2,3,4) N. iskiadikus (L4-S3)
N. obturator (L2,3,4) setinggi fosa poplitea
N. iliohipogastrikus & akan membagi
ilioinguinalis (L1) menjadi n. peroneus
N. genitofemoralis & n. tibialis
(L1,2) N. gluteus supor
N. kutaneus femoralis (L4,5,S1)
lateralis (L2,3) N. gluteus infor
(L5,S1-2)
Lesi pada pleksus Lumbalis akan
menimbulkan gejala :
Nyeri pada daerah panggul yg menjalar
hingga sisi depan paha
Kelemahan pd otot kuadriseps femoris,
iliopsoas dan aduktor sendi panggul
Penurunan/hilangnya refleks patella
Gangguan sensibilitas pd daerah lateral,
anterior medial paha yg dapat menjalar
sampai sisi medial tungkai bawah
Lesi pada pleksus sakralis :
Nyeri panggul yg menjalar ke paha
belakang sampai sisi posterior dan lateral
tungkai bawah
Kelemahan otot ekstensor & abduktor
sendi panggul, hamstring & otot yg disarafi
n. tibialis & peroneus
Penurunan atau hilangnya refleks achilles
Gangguan sensibilitas pd belakang paha,
posterolateral tungkai bawah & kaki
Mononeuropati

Neuropati jebakan (Entrapment)


Akibat gesekan jaringan lunak yang berdekatan dengan
tendo yang membentuk terowongan. Penyempitan
terowongan yang dilintasi saraf → simptom
Sindroma terowongan
kubital → n. ulnaris
N. ulnaris di daerah siku melalui sulkus di
belakang epikondilus medialis kmd berjalan di
antara kaput humeral & kaput ulnaris m. fleksor
karpi ulnaris. Sela diantara 2 kaput disebut
terowongan kubital
Nyeri diantara jari ke-4 dan 5
Gangguan motorik : kelemahan m. fleksor karpi
ulnaris & m.fleksor digitorum profundus →
kelemahan fleksi pergelangan tangan, jari manis
& kelingking (Claw hand)
Tx : NSAID & injeksi steroid lokal
Sindroma Terowongan
Karpal → N. Medianus
Rasa nyeri dan kesemutan pada
pergelangan tangan, telapak tangan dan
jari 1,2,3.
Pd keadaan berat nyeri menjalar ke
lengan atas dan atrofi tenar
Dx : tes provokasi (tes Tinel & Phalen),
ENMG
Tx : NSAID, inj lokal, operasi
Sindroma Terowongan
Karpal → N. Medianus

Tes Tinel : perkusi ringan pada n.


medianus di pergelangan tangan → nyeri
atau kesemutan yg menjalar ke jari 1,2,3.

Tes Phalen : ekstensi atau fleksi maksimal


pada pergelangan tangan selama 60 detik
→ nyeri atau kesemutan pada kawasan n.
medianus
Spiralis Groove Syndrome
→ N. Radialis
N. Radialis di pertengahan lengan atas berjalan
pada sulkus spiralis humeri → rawan terjadi
kompresi; pd fraktur atau akibat berlama2
menyandarkan lengan pada kursi (Saturday
night palsy)
Drop hand : tidak mampu dorsofleksi
pergelangan tangan, ekstensi sendi
metakarpofalangeal & abduksi ibu jari ke radial
Hipestesi pada lengan bawah dan dorsum
falang I,II,III
Lesi N.Peroneus
Mononeuropati
nervus Peroneus
sering disebabkan krn
trauma pada kaput
fibula
Gejala : drop foot,
parestesia lateral
tungkai bawah
Lesi N. Tibialis
Tarsal Tunnel
Syndrome
Penebalan pada
retinakulum sehingga
menekan n. tibialis
posterior
Gejala : gangguan
sensorik yang
melibatkan telapak
kaki
Miopati
Definisi
Suatu kelainan yang ditandai abnormalnya
fungsi otot
Tidak ada denervasi (terputusnya serabut
saraf) pada pemeriksaan klinis, histologis
atau neurofisiologi
Abnormalitas fungsi otot karena adanya
kerusakan serabut otot dan jaringan
interstitial di sekitarnya.
Anamnesis
-Kelelahan, kelemahan atrofi dan lembeknya otot
skelet
-Kedutan otot, kram otot, nyeri dan pegel pada otot-
otot
-Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain
-Tdk ada gangguan sensibilitas

Pemeriksaan Fisik
-Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot,
tonus otot, kekuatan otot dan cara berdiri/berjalan
-Pemeriksaan refleks tendon (↓/-)
Pemeriksaan Penunjang
Lab : kadar enzim creatinin kinase (CK),
lactic dehydrogenase (LDH), SGOT,
SGPT, kalium plasma
Pemeriksaan EMG
Biopsi otot
Distrofia Muscular tipe Duchenne
Hampir selalu laki-laki krn diturunkan x-
linked resesif
Bersifat progresif dan biasanya meninggal
dlm 15 thn setelah onset
Merupakan penyakit membran difus yg
terutama menyerang otot skelet
Terdapat atrofi serabut otot dan digantikan
jar fibrosa & lemak
→ pseudohipertrofi
Distrofia Muscular tipe Duchenne
Usia 2 th : jatuh waktu berjalan
Usia 5 th : tdk dpt berlari
Gower sign : anak seakan2 memanjat
dirinya sendiri
Kelemahan t.u. bag proksimal & lebih dulu
timbul pd otot pinggang drpd bahu
Pseudohipertrofi otot gastroknemius
Distrofia Muscular
tipe Duchenne
Distrofia Muscular tipe Duchenne
Usia 12-15 th : memakai kursi roda →
kelemahan, kontraktur, atrofi , deformitas
tejadi dgn cepat
Kenaikan enzim2 serum t.u. CK
Tx : blm ada yg tepat, prevensi komplikasi
Prednison 1 mg/kgBB/hr selama 6 bln
Gower
sign
Distrofia Muscular tipe Becker
Diturunkan scr x-linked resesif dgn pola
kelemahan otot mirip tipe Duchenne
hanya lebih ringan
Onset usia 5-25 thn
Progresifitas lambat, penderita dpt hidup >
40 thn
Distrofi Muskuler tipe
Fasioskapulohumeral
Ditemukan scr autosomal dominan
Onset usia 10-20 thn
Distribusi kelemahan otot awalnya pd
wajah dan gelang bahu kemudian otot
pinggang & tungkai bawah
Progresifitas lambat banyak kasus
memperlihatkan disabilitas ringan
Distrofi Miotonik
Herediter, autosomal dominan
Biasanya muncul pd dekade ke-3
Gejala : tangan kaku, tdk mampu
mengendorkan genggaman.
Ditemukan juga atrofi maseter &
sternokleidomastoid
Distrofi Miotonik
Polimiositis dan Dermatomiositis

Berkaitan dgn peradangan akibat proses


imunologis. Bila melibatkan kulit :
Dermatomiositis
Terdpt proses inflamasi; perusakan serabut otot
terutama oleh limfosit & makrofag
Dapat terjadi pd semua umur
Kelemahan otot proksimal & simetris dimulai dari
otot panggul
Dermatomiositis : perubahan warna kelopak
mata atas, edema periorbital, atrofi, eritema kulit
Polimiositis dan Dermatomiositis
Kdg2 terjadi artralgia & pembengkakan sendi
Jantung : perikarditis
Ginjal : albuminuri
↑ enzim otot t.u CK & aldolase
EMG : motor unit polifasik, kecil, durasi
singkat; fibrilasi dgn positive sharp wave;
kenaikan aktivitas insersional
Biopsi : nekrosis serabut, degenerasi,
regenerasi & inflamasi
Polimiositis dan
Dermatomiositis
Polimiositis dan Dermatomiositis

Tx : prednison 60-100 mg/hari


Alternatif : imunosupresif, plasma
exchange
Komplikasi : disfagi dgn kmk pneumonia
aspirasi, kegagalan jantung kongestif
Periodik Paralisis Hipokalemi
Ditandai dgn episode berulang kali terjadi
paralisis flaksid
Herediter, autosomal dominan
Kelemahan terjadi krn masuknya ion kalium dlm
sel otot. Membran hiperpolarisasi, terjadi bloking
transmisi impuls neuromuskular
Biopsi otot : serabut otot menunjukkan adanya
vakuola sentral akibat dilatasi retikulum
sarkoplasmik
Periodik Paralisis Hipokalemi
Umumnya menyerang usia 10-25 thn
Nyeri otot, sangat haus sblm terjadi
kelemahan
Kelemahan dimulai dari ekstremitas infor,
supor, leher & badan
Otot respirasi jarang terlibat, kalau ada,
bisa sesak dan meninggal
Refleks tendo ↓/-; sensibilitas normal
Periodik Paralisis Hipokalemi
Elektrolit serum : hipokalemia
LCS : normal
EMG : 1). Amplitudo & durasi MUAP
menurun 2). Potensial polifasik meningkat
Px KHS normal
Tx : suplementasi kalium
Myasthenia Gravis
Penyakit neuromuskuler yg ditandai dgn
kelemahan dan keletihan otot rangka yg
jelas dan berfluktuasi
Merupakan penyakit autoimun
Terjadi gangguan transmisi pada
neuromuskular junction
Berkaitan dgn gland tymus
Myasthenia gravis
occurs when the
immune system makes
antibodies that damage
or block many of the
muscle's acetylcholine
(ACh) receptors on the
surface of muscle cells.
This prohibits ACh from
binding to the damaged
receptors and acting on
the muscle, which
reduces muscle
contractions, leading to
weakness and fatigue.
Gejala klinik
Kelemahan & keletihan otot yg berfluktuasi
sepanjang hari
Setelah istirahat terasa baik, tapi setelah
aktifitas yang beruntun terasa letih dan lemah
Biasanya pertama kali menyerang otot eksternal
mata, faring atau rahang
→ ptosis (unilat/bilat), dgn atau tanpa diplopia
yg memburuk pd sore hari. Dpt terjadi kesulitan
menelan atau mengunyah
Gejala Klinik

Kasus yg berat : kelemahan pd otot leher,


anggota gerak dan anggota badan
→ paralisis otot pernafasan
Refleks tendon normal
Tidak didapatkan gangguan sensibilitas
KLASIFIKASI MIASTENIA GRAVIS Menurut
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA)
Klas I  kelemahan otot-otot okular

Klas II  kelemahan otot okular semakin parah, serta


adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain

Klas IIa  otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya


dan kelemahan otot orofaringeal ringan

Klas IIb  otot orofaringeal, otot pernapasan atau


keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh
dan otot-otot aksial lebih ringan
Klas III kelemahan yang berat pada otot-otot
okular. Sedangkan otot-otot lain kelemahannya
sedang

Klas IIIa  Mempengaruhi otot-otot anggota


tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara
predominan & kelemahan otot orofaringeal yang
ringan.

Klas IIIb Mempengaruhi otot orofaringeal,


otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan & kelemahan otot-otot anggota
tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam
derajat ringan.
Klas IV  Otot-otot lain mengalami kelemahan dalam
derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular
mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.

Klas IVa  Secara predominan mempengaruhi otot-otot


anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot
orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.

Klas IVb  Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot


pernapasan atau keduanya secara predominan &
kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, aksial, atau
keduanya dengan derajat ringan.

Klas V Penderita terintubasi, dengan atau tanpa


ventilasi mekanik. Gejala miastenia gravis sepeti ptosis
dan strabismus akan tampak di waktu sore hari atau
dalam cuaca panas. Pada pemeriksaan, tonus otot
tampaknya agak menurun.
Miastenia gravis juga dapat
dikelompokkan secara lebih sederhana
1. MG dengan ptosis atau diplopia ringan.

2. MG dengan ptosis, diplopia, dan kelemahan


otot-otot mengunyah, menelan, dan berbicara,
otot anggota tubuh . Pernapasan tidak
terganggu.

3. MG yang berlangsung secara cepat dengan


kelemahan otot-otot okulobulbar. Pernapasan
terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.
(Krisis Miastenia)
Figure. (A) A 61-year-old woman with marked generalized myasthenia gravis, 2 days after plasma
exchange treatment, with only minimal spontaneous ptosis at baseline. (B) After 10 seconds of upward
gaze. (C) After 30 seconds of upward gaze. (D) Maximal voluntary lid closure for 10 seconds. (E) Almost
complete recovery upon lid opening. (F) Reoccurrence of ptosis after another 10 seconds of upward gaze.
Note that the patient has no heterotropia and did not report double vision at time of testing.
Diagnosis
1. Klinis
Pasien disuruh melihat obyek yg lebih tinggi
dari mata. MG : kelopak mata akan cepat
menurun
Pasien disuruh berhitung, perhatikan kerasnya
suara & timbulnya disartria
2. Tes Edrofonium klorid (Tensilon tes)
senyawa antilkolinesterase yg sangat singkat
kerjanya
→ respon positif bila terdapat perbaikan
kekuatan
Diagnosis
Elektrodiagnostik (EMG) : dilakukan
stimulasi beruntun dan amplitudo CMAP
diukur. MG : amplitudo CMAP akan
berkurang
Tes Serologik : mengukur kadar antibodi
reseptor asetilkolin dlm serum. MG : kadar akan
naik

Terapi
Antikolinesterase : piridostigmin bromide
(mestinon)
Steroid : prednison
Plasmapharesis
Timektomi

Anda mungkin juga menyukai