Anda di halaman 1dari 28

Kesehatan Reproduksi

Diyan Indriyani
Cermatan atas Beredarnya Film ”Buruan
Cium Gue!”
• SEJAK 5 Agustus, beberapa sinema di 15 kota besar, termasuk beberapa
kota di Jawa Barat, secara serentak memutar sebuah film remaja yang
berjudul "Buruan Cium Gue!" (BCG!). Film yang disutradarai Findo
Purwono H.W., berdasar skenario karya Ve Handojo ini berkisah tentang
konflik antara Desi dan Ardi. Ardi, seorang mahasiswa, adalah laki-laki
yang memegang teguh nilai-nilai agama, yang oleh Desi disebut "kolot".
Ardi beranggapan bahwa sentuhan, ciuman apalagi hubungan seksual
hanya boleh dilakukan setelah menikah. Anggapan yang sebaliknya dianut
oleh Desi, yang masih kelas 3 SMA. Terlebih teman-teman Desi sudah ada
(banyak malah...) yang pernah "merasakan"-nya.
• Dengan jalan cerita seperti itu, yang banyak mengupas gaya hidup "remaja
masa kini" yang kian bebas, dan tentu saja aneka upaya Desi agar ia bisa
men-(atau di..?) cium Ardi, sontak saja film produksi Multivision Plus
Pictures ini mencuatkan polemik.

• Pelaku sekaligus korban


Wednesday, 11 May 2005
• Bila mencermati ringkasan cerita BCG!, besar
kemungkinan kita menganggap remaja sekarang sudah
keterlaluan, terutama dalam hal perilaku seks. Tentu
saja anggapan ini tidak salah. Terlebih banyak data hasil
penelitian yang juga "mengatakan" demikian. Di
antaranya adalah hasil survei dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap 2.880
responden usia 15-24 tahun di enam kota di Jawa Barat
(Mei 2002) yang menunjukkan bahwa 39,65 persen
responden pernah melakukan hubungan seksual
pranikah (www.pikas.bkkbn.go.id, 26/7/04).
• Bahkan hasil polling terhadap 200 mahasiswa
sebuah perguruan tinggi di Bandung
menunjukkan, bahwa 50 persen responden
telah melakukan hubungan badan satu kali
dan 20 persen lebih dari dua kali (Pikiran
Rakyat, 26/5/04). Bila yang sudah pernah
melakukan hubungan seks saja sudah
demikian banyak, bisa dibayangkan berapa
banyak remaja yang sudah melakukan
"sentuhan" ataupun ciuman.
• Yang sangat memprihatinkan, kondisi seperti
di atas tidak hanya terjadi di kota besar,
namun sudah merambah ke kota sedang, kecil
bahkan ke pedesaan. Di Malang (Jawa Timur)
misalnya, penelitian dr. Andik Wijaya, DMSH
(2002) terhadap 202 remaja mendapatkan
kenyataan bahwa hampir 15 persen di
antaranya telah melakukan hubungan seksual
pranikah.
• Pertama, menjadi korban kultur, yang
menikahkan anak sedini mungkin. Secara
nasional angka statistik pernikahan dini (di
bawah 16 tahun) masih sekira 25 persen.
Bahkan di beberapa daerah melebihi angka
tersebut seperti di Jawa Timur (39,43%);
Kalimantan Selatan (35,48%); Jambi (30,63%);
Jawa Barat (36%) dan Jawa Tengah (27,84%).
• Kedua, menjadi korban perkosaan. Tiap hari, selalu ada
saja berita perkosaan terhadap remaja bahkan anak-
anak. Di Bandung misalnya, hanya dalam waktu 2,5
bulan (1 Mei-15 Juli 2001), terjadi 24 perkosaan,
demikian catatan yang dibuat oleh Institut Perempuan
Bandung (Republika, 30/7/01). Dari jumlah tersebut, 96
persen (23 kasus) tergolong usia remaja. Jumlah
sebenarnya pasti lebih banyak, karena catatan tersebut
baru pemantauan terhadap beberapa berita pers.
Selain itu, karena kasus perkosaan juga menganut
fenomena gunung es, di mana jumlah kasus yang
tampak hanya sebagian kecil dari jumlah kasus yang
sebenarnya.
• Ketiga, menjadi korban eksploitasi seksual (dilacurkan). Operasi
penertiban terhadap pekerja seks komersial (PSK) di delapan
kecamatan di Jakarta Pusat sepanjang tahun 2004, mendapatkan
bahwa 60 persen di antaranya masih berusia di bawah 17 tahun
(Suara Pembaruan, 5/5/04). Terbuka kemungkinan hal yang sama
juga terjadi di Jawa Barat, terlebih data dari ILO-IPEC (International
Labour Organization-International Programme on The Elimination
of Child Labour) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan daerah
lain di Jawa, Jawa Baratlah yang paling tinggi jumlah anak yang
dilacurkan, sedikitnya ada 9.000 orang. Jauh di atas Jakarta yang
5.100 anak, apalagi bila dibandingkan dengan Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Yogyakarta di mana gabungan ketiga daerah itu "hanya"
7.000 anak (Media Indonesia, 22/4/04). Mereka itu -- yang
umumnya berasal dari Cirebon, Indramayu, Kerawang, dan Bandung
-- adalah korban trafficking.
• Yang sangat mengejutkan adalah banyak di antara
mereka yang dilacurkan sejak remaja bahkan
anak-anak, sebagaimana hasil penelitian dari
Lembaga Penelitian Unair bekerja sama dengan
Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Kota
Surabaya (2004). Ada yang dilacurkan sejak usia
14 tahun (10,9%), 15 tahun (32,6%), 16 tahun
(45,7%), bahkan ada yang mulai dari usia 7 tahun
(2,2%) (www.pikas.bkkbn.go.id, 29/7/04).
• Apapun penyebabnya, perilaku seks yang dilakukan
remaja sebelum waktunya (belum cukup umur, belum
menikah) akan sangat memengaruhi kualitas kesehatan
organ reproduksinya. Sebuah survei mendapati 36
persen penderita penyakit menular seksual (PMS)
adalah remaja. Mengejutkan, namun "wajar" bila
menyimak begitu minimnya pengetahuan mereka
tentang kesehatan reproduksi. Hanya 27 persen remaja
yang tahu kegunaan kondom (mencegah kehamilan,
mengurangi risiko terkena PMS). Dari jumlah itu, 1
persen pernah memakai, 10 persen mungkin akan
membeli bila perlu, sedangkan 10 persen menyatakan
tidak tahu.
• Belum lagi hasil survei Unicef yang memperlihatkan bahwa
41 persen remaja tidak tahu bagaimana mengenali orang
yang menderita HIV/AIDS. Dengan kondisi seperti ini
tidaklah terlalu mengherankan bila di tingkat nasional,
hingga Juni 2004, jumlah kasus HIV/AIDS di kalangan remaja
mencapai 30 persen dari keseluruhan kasus (1.252 dari
4.159). Belum lagi bila terjadi kehamilan. Banyak remaja
yang kemudian memilih melakukan aborsi. Sebanyak 15%-
20 % kasus aborsi di Indonesia (2,3 juta/tahun) dilakukan
oleh remaja. Sangat banyak yang dilakukan secara
sembunyi-sembuyi yang tentu saja tidak aman. Kalaupun
kehamilan tersebut diteruskan, risiko kematian ibu pada
saat melahirkan 28 persen lebih tinggi dibanding yang
berusia 20 tahun ke atas.
Upaya
• Pertama, mengikis kemiskinan
• Kedua, menyediakan informasi tentang kesehatan
reproduksi
• Ketiga, memperbanyak akses pelayanan kesehatan, yang
diiringi dengan sarana konseling
• Keempat, meningkatkan partisipasi remaja, dengan
mengembangkan "peer education" (pendidik sebaya)
• Kelima, meninjau ulang segala peraturan yang membuka
peluang terjadinya reduksi atas kesehatan reproduksi
remaja
• Keenam, meminimalkan informasi tentang kebebasan seks.
• Ketujuh, menciptakan lingkungan keluarga yang kokoh,
kondusif, mendukung dan informatif
MODEL INTEGRATED MATERNITY MANAGEMENT

PROMOTIF

MASYARAKAT
PEMERINTAH PEDESAAN

INSTITUSI
LOKAL

PREVENTIF

Gambar 5.1 Model Integrated Maternity Management


PROGRAM DINAS KESEHATAN

PETUGAS KESEHATAN

P
P GURU E P
E T R
P U
T S O
R G
U U REMAJA PUTRI DI SEKOLAH G
O O A
G A R
G R S
A M A
R
S I A M
A IBU REMAJA K
& N
M
K HAMIL KELOMPOK PUTRI E D
DROP G
E O USIA MASYARAKAT BERISIKO S I
D OUT T E
S R MUDA N
I U H
E A K
N A A
H N E
K T
A G S
E A
T T IBU MUDA
S N
A U
N A

SUAMI & ORANGTUA

PETUGAS KESEHATAN

PROGRAM DINAS KESEHATAN

Gambar 5.2 Strategi Pelaksanaan Upaya Promotif dan Preventif dalam pendekatan Model
Integrated Maternity Management.
Pendekatan Siklus Hidup
Anak Usia sekolah
Usia Remaja
3 2
2
Usia SUbur Anak & Balita
4

2
Bayi

Usia Lanjut
5 2
Bayi Menyusui,Asi Ekslusif
Dan Ibu menyusi
2
1 BBL (dan BULIN )
Konsepsi
( Ibu Hamil & janin )
RUANG LINGKUP KES-PRO

1. Kesehatan Ibu dan Anak


2. Keluarga Berencana
3. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran
Reproduksi(ISR), termasuk IMSHIV/AIDS
4. Pencegahan dan Penanggulangan Komplikasi Abortus
5. Kesehatan Reproduksi Remaja
6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
8. Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker
serviks, mutilasi genetalia, fistula dan lain-lain.
PENGERTIAN REPRODUKSI,
KESEHATAN REPRODUKSI DAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

• Reproduksi mempunyai arti suatu proses


kehidupan manusia dalam menghasilkan
keturunan demi kelestarian hidup.
• Kesehatan Reproduksi (kespro) adalah
Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
yang utuh dalam segala hal yang berkaitan
dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi
Tujuan
dari kesehatan Reproduksi

• Tujuan Utama
Tujuan utama program kesehatan reproduksi
adalah meningkatkan ksesadaran
kemandiriaan wanita dalam mengatur fungsi
dan proses reproduksinya, termasuk
kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak
reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada
akhirnya menuju peningkatan kualitas
hidupnya.
Tujuan Khusus

• Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan


peran dan fungsi reproduksinya;
• Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita
dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak
kehamilan;
• Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria
terhadap akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya
kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan
anak-anaknya;
• Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat
keputusan yang berkaitan dengan proses reproduksi,
Faktor –faktor
yang mempengaruhi kespro
• Faktor sosial
• Faktor budaya
• Faktor psikologis
• Faktor biologis
Cakupan
pelayanan kesehatan reproduksi

• konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)


• pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk:
pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi baru
lahir/neonatal)
• pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan
penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan
kemandulan
• Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja
(KRR)
• Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai
kespro
Paket pelayanan kespro (PKRE/Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Essensial)

• Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir


• Keluarga Berencana
• Kesehatan Reproduksi Remaja
• Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi
Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV /
AIDS
• Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan
Reproduksi Usia Lanjut
7. Hak Reproduksi
Hak reproduksi perorangan dapat diartikan
bahwa “setiap orang baik laki-laki maupun
perempuan (tanpa memandang perbedaan
kelas sosial, suku, Umur, Agama dll) mempunyai
hak yang sama untuk memutuskan secara
bebas dan bertanggung jawab ( kepada diri,
keluarga dan Masyarakat) mengenai jumlah
anak, jarak antar anak, serta untuk menentukan
waktu kelahiran anak dan dimana akan
melahirkan”
Hak-hak reproduksi
1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan
kespro yang terbaik
2. Perempuan dan laki-laki berhak memperoleh informasi
lengkap tentang seksualitas, kespro, manfaat dan efek
samping obat-obatan dan tindakan medis.
3. Adanya untuk memperoleh pelayanan KB yang aman dan
efektif terjangkau,dpt diterima sesuai dengan pilihan,
tampak paksaan tidak melawan hukum.
4. Perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya, yg dibutuhkan, yang memungkinkan sehat
dan selamat menjalani kehamilan dan persalinan serta
memperoleh bayi yang sehat
5. Hubungan suami istri didasari penghargaan
terhadap pasangan masing-masing dan
dilakukan dalam situasi dan kondisi yang
diinginkan bersama.
6. Para remaja, laki-laki maupun perempuan,
berhak memperoleh informasi yang tepat dan
benar tentang reproduksi remaja, sehingga
dapat berprilaku sehat dan menjalani kehidupan
seksual
7. Laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan
informasi yang mudah diperoleh dan akurat
mengenai PMS termasuk HIV/AIDS
8. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan
reproduksi
9. Hak dilindungi dari kematian karena kehamilan
10. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlkukan buruk
termasuk perlindungan dari pelecehan, perkosaan,
kekerasan dan penyiksaan seksual.
11. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan kespro.
12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam
kehidupan berkeluarga dan ehidupan reproduksi
13. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam
politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Masalah yang berkaitan
dengan kespro
• Masalah reproduksi
• Masalah gender dan seksualitas
• Masalah kekerassn dan perkosaan terhadap
perempuan
• Masalah penyakit yg ditularkan melalui
hubungan seksual
• Masalah pelacuran
• Masalah sekitar tehnologi
Pengetahuan dasar remaja
agar kesehatan reproduksi optimal

• Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi


(aspek tumbuh kembang remaja)
• mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana
merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan
pasanganya
• Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap
kondisi kesehatan reproduksi
• Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
• Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
• Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
• Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk
memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang
bersifat negatif
• Hak-hak reproduksi

Anda mungkin juga menyukai