Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN KUSTA


(MORBUS HANSEN)

RONI SUSANTO,SKep.,Ns.,M.Kep
2015
Latar Belakang
2
1. Indonesia urutan ke 3 dunia
(Brazil,India,Indonesia,Myanmar,d
an Negeria)
2. Tahun 2000 sudah elimenasi
namun masih ada 13 provinsi dan
111 kab yang belum eliminasi
3. Angka penemuan penderita kusta
baru yang meningkat setiap tahun
di Jawa Timur (per Juni 2014
ditemukan 1643 penderita kusta)
3
Mycobacterium leprae
MORBUS HANSEN
( KUSTA, LEPROSY )
Indonesia
Indonesia
Brazil
Brazil
India
India
Global
Global
Global leprosy NCDR rank (2007)
Leprosy burden in Indonesia
(31 December 2008)
New case 17,441 (Rate:7,64/100 000) Penduduk 2008 : 229,478,303

Aceh Sumatera Kalimantan Gorontalo N. Sulawesi N. Maluku W.Papua Papua

437 (10) 1102 (2.65) 786 (6,27) 197 (21,43) 419 (18,53) 571 (29,31) 353 (47,18) 754 (34,06)

High burden
(CDR>10/100000)
Or new case>
1000

Low burden
DKI Jakarta WestJava C. Java EastJava W.Sulawesi S. Sulawesi SE Sulawesi C. Sulawesi Maluku
CDR<10/100000 891 (9,84)
1.743 (4,18) 1564 (4,88) 4912 (13,12) 216 (16,2) 1240 (16,25) 289 (13,49) 328 (13,55) 382 (23,45)
Or new case
<1000 Banten NTB NTT
As per MOH Report
270 (6,34) 193 (4,4)
565 (5,92)
Kusta ???
8
Definisi
Morbus hansen atau Lepra atau
Kusta merupakan penyakit infeksi
yang kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang
intraselular obligat, menyerang
saraf perifer, kulit, mukosa traktus
respiratorius bag atas, organ lain
kecuali saraf pusat (Siti A,2011)

9
Etiologi
Kuman Penyebab : Mycobacterium
leprae ditemukan oleh GA.Hansen
tahun 1874 di Norwegia
Kuman berbentuk batang,ukuran 3-
8µm x 0,5 µm, tidak dapat diukur
invitro, menginfeksi kulit dan sistem
saraf kutan

10
Klasifikasi

Menurut WHO :
1. Multi Basiler (Kuman banyak)
2. Pauci Basiler (kuman sedikit)

11
Patofisiologi Penyakit Kusta

1. Sumber penularan kuman kusta utuh


(solid) berasal dari type MB belum
pengobatan (Mansjoer,2000)
2. Masuk ketubuh melalui kulit tidak
utuh, saluran nafas dan pencernaa
3. Kuman berkembang pecah
menginfeksi sel schwan
12
Manifestasi klinis
cardinal signs

1. Kelainan kulit / lesi hypopigmentasi


disertai hilang /mati rasa
2. Keruskan saraf tepi disertai gangguan
fungsi
3. Adanya kuman tahan asam (BTA
positif)
13
Pemeriksaan
menegakkan diagnosa
1. Pemeriksaan klinis makula
anestesi(gangguan rasa suhu, rasa
nyeri,rasa raba) Pemeriksaan saraf (n
auricularis magnus,n ulnaris, n
peroneus lateralis)
2. Pemeriksaan bacteriologis (ZN)
3. Pemeriksaan serologis anti Pgl1
4. Pemeriksaan Histopatologis
14
Penatalaksanaan
1. MB dewasa: Rifampicin 600 mg/
bulan, Dapson
100mg/hari,Lamprene
300mg/bulan
2. MB anak: Rifampicin 450 mg/
bulan, Dapson
50mg/hari,Lamprene
150mg/bulan
15
Penatalaksanaan
1. PB Dewasa : Rifampicin 600
mg/ bulan, Dapson
100mg/hari
2. PB anak : Rifampicin 450 mg/
bulan, Dapson 50mg/hari

16
Pengkajian Masalah Keperawatan

Format Pengkajian
Tgl MRS, Jam MRS,Tgl Pengkajian, Jam
pengkajian, No RM, Diagnosa Masuk
1. Identitas umum : Nama Pasien<
Umur, Suku Bangsa, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat,
Sumber Daya.
17
Pengkajian Masalah Keperawatan
1. Keluhan Utama : Alasan utama pasien
masuk rumah sakit
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Perjalanan
dengan keluhannya sekarang sampai
masuk rumah sakit
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat
dirawat sebelumnya,Riwayat penyakit
kronik, Riwayat alergi
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Genogram
18
Pengkajian Masalah Keperawatan
4. Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan : Alkohol,
merokok,Obat-obatan dan olah raga
5. Observasi dan Pemeriksaan Fisik: TTV
S,N,T,RR,Kesadaran
6. Sistem pernafasan : RR, keluhan batuk sesak,
pengunaan otot dada, alat bantu ada tidaknya
7. Sistem Kardivaskular : Tidak ditemukan kelainan
8. Sistem persarafan : pemeriksaan saraf perifer saraf
facialis, auricularis magnus, n. ulnaris, n medialis, n
radialis, perioneus, tibilais posterior
9. Sistem perkemihan : orchitis
10. Sistem pencernaan : TB,IMT jarang ditemukan
kelainan
19
Pengkajian Masalah Keperawatan

11. Sistem penglihatan : lagoptalmus, visus


12. Psistem pendengaran: penebalan cuping
telinga
13. Sistem Muscoloskeletal : Pergerakan sendi,
kekuatan otot, kelainan ektrimitas, tulang
belakan, mutilasi, kontraktur
14. Sistem intugumen : tes rasa raba, kelainan
kulit
15. Sistem endokrin : Tidak ditemukan masalah
20
Pengkajian Masalah Keperawatan
16. Pengkajian psikososial : keluhan yang
berhubungan dengan reaksi kusta,
konsep diri, harga diri
17. Personal hygiene dan kebiasaan :
kebersihan tubuh, perawatan luka dll
18. Pengkajian spritual : ibadah dan
kepercayaan berhubungan dengan
penyakitnya
19. Pemeriksaan penunjang : Lab,
21
Analisa Data

1. Tanggal : Data DS,DO


2. Etiologi
3. Masalah
4. Daftar Prioritas Diagnosa
Keperawatan

22
Masalah Keperawatan
1. Kerusakan integristas kulit (ulcus) bd penurunan
sensori
2. Nyeri bd terputusnya kontuinitas jaringan
3. Hambatan mobilitas fisik bd kerusakan
neuromuskular sekunder kelumpuhan otot
4. Defisit perawatan diri bd hambatan mobilitas
fisik
5. Risiko tinggi infeksi bd luka terbuka
6. Gangguan citra diri bd perubahan struktur
tubuh
7. Gangguan konsep diri bd kecacatan tubuh
23
Masalah Keperawatan

1. Kerusakan integristas kulit (ulcus)bd


penurunan sensori :
Tujuan : Suhu, hidrasi, pigmentasi dan
warna kulit pada rentang harapan
KH : Menujukkan rutinitas perawatan
kulit yang optimal, warna jaringan
kulit tidak tampak pucat/nekrosis
24
Rencana Keperawatan Kerusakan
integristas kulit (ulcus)bd
penurunan sensori
1. Lakukan perawatan luka secara rutin
2. Kontrol ada tidaknya infeksi
3. Ajarkan perawatan luka mandiri
4. Konsultasikan ahli gizi tentang nutrisi
dan vitamin
5. Kolaborasi dokter obat obatan sesuai
advis
25
Rencana Keperawatan
1. Nyeri bd terputusnya kontuinitas
jaringan
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah
dilakukan tinpra skala nyeri
berkurang
KH : Skala nyeri berkurang ,ttv normal,
mengungkapkan penurunan nyeri
secara verbal
26
Masalah Keperawatan
Nyeri bd terputusnya kontuinitas
jaringan

1. Kaji skala nyeri , TTV,rr, nadi


2. Ajarkan relaksasi, distraksi
3. Kolaborasi pemberian analgetika
4. Evaluasi skala nyeri , ttvm,rr,

27
Rencana Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik bd
kerusakan neuromuskular sekunder
kelumpuhan otot
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah
dilakukan tinpra pasien bisa
melakukan mobilitas
KH : Pasien melakukan aktivitas sehari
hari dengan alat bantu
28
Rencana Keperawatan
Hambatan mobilitas fisik bd
kerusakan neuromuskular sekunder
kelumpuhan otot
1. Berikan penguatan positif selama aktifitas
2. Ajarkan pasien pengunaan meaknika yg
benar
3. Ajarkan ROM aktif dan pasif
4. Dukung pasien memandang kebatasan dan
realitas
5. Kolaborasi dg ahli keterapian fisik untuk
latihan
29
Masalah Keperawatan

1. Kerusakan integristas kulit (ulcus)bd


penurunan sensori :
Tujuan : Suhu, hidrasi, pigmentasi dan
warna kulit pada rentang harapan
KH : Menujukkan rutinitas perawatan
kulit yang optimal, warna jaringan
kulit tidak tampak pucat/nekrosis
30
Rencana Keperawatan Kerusakan
integristas kulit (ulcus)bd
penurunan sensori
1. Lakukan perawatan luka secara rutin
2. Kontrol ada tidaknya infeksi
3. Ajarkan perawatan luka mandiri
4. Konsultasikan ahli gizi tentang nutrisi
dan vitamin
5. Kolaborasi dokter obat obatan sesuai
advis
31
Rencana Keperawatan
1. Nyeri bd terputusnya kontuinitas
jaringan
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah
dilakukan tinpra skala nyeri
berkurang
KH : Skala nyeri berkurang ,ttv normal,
mengungkapkan penurunan nyeri
secara verbal
32
Masalah Keperawatan
Nyeri bd terputusnya kontuinitas
jaringan

1. Kaji skala nyeri , TTV,rr, nadi


2. Ajarkan relaksasi, distraksi
3. Kolaborasi pemberian analgetika
4. Evaluasi skala nyeri , ttvm,rr,

33
Rencana Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik bd
kerusakan neuromuskular sekunder
kelumpuhan otot
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah
dilakukan tinpra pasien bisa
melakukan mobilitas
KH : Pasien melakukan aktivitas sehari
hari dengan alat bantu
34
Rencana Keperawatan
Hambatan mobilitas fisik bd
kerusakan neuromuskular sekunder
kelumpuhan otot
1. Berikan penguatan positif selama aktifitas
2. Ajarkan pasien pengunaan meaknika yg
benar
3. Ajarkan ROM aktif dan pasif
4. Dukung pasien memandang kebatasan dan
realitas
5. Kolaborasi dg ahli keterapian fisik untuk
latihan
35
Rencana Keperawatan
POD
POD : Prevention Of Disability
POD ini juga dilakukan pada pasien
yang mengalami reaksi.
Reaksi dapat terjadi pada pasien kusta
sebelum, selama dan setelah
pengobatan.
POD digunakan sebagai bahan evaluasi
pengobatan prednison atau lebih
tepatnya sebagai acuan dosis
36
Cara POD:
1. Pemeriksa dan pasien duduk
berhadapan.
2. Pasien disuruh memejamkan matanya,
kemudian kita tarik kebawah bagian bawah
matanya dengan ibu jari kita. jika mata
pasien tidak dapat menutup erat atau
terdapat celah berarti pasien mengalami
lagophthalmus,
3.ukuran celah tersebut.

37
POD 3

setelah itu kita melakukan


pemeriksaan pada tangan, kita akan
melihat adanya nyeri tekan pada saraf
ulnaris, pasien diinstruksikan untuk
menekuk sikunya, tangan pemeriksa
meraba celah diantara 2 tulang yang
menonjol, cukup digulirkan saja, dan
kita raba apakah terdapat penebalan
saraf dan kita lihat respon pasien.
38
POD 3

jika dia menyeringai nyeri berarti kita


lingkari jawaban ya. setelah itu kita
lakukan pemeriksaan untuk kekuatan
ototdan kemudian jari kelingking
pasien disuruh untuk membuka
seperti ini, lalu kita berikan tahanan
seperti ini, pasien disuruh melawan
tahanan yang kita berikan.
39
POD 3

jika kuat kita lingkari kuat, jika pasien


tidak mampu melawan tahanan maka
kita lingkari jawaban lemah tahanan,
jika pasien lemah untuk menggerakkan
jarinya kita lingkari jawaban lemah
gerak, begitupun jika terjadi parese.

40
untuk ibu jari, pasien disuruh
mengangkat ibu jarinya seperti ini, lalu
kita berikan tahanan yang searah
dengan kita seperti ini. pasien juga
disuruh melawan tahanan yang kita
berikan. lalu untuk mengetahui
kekuatan otot pergelangan tangan
pasien diinstruksikan untuk
menggenggam seperti ini dan pasien
disuruh untuk melawan tahanan yang
kita 41
hasilnya sama dengan yang tadi saya
jelaskan
setelah itu kita lakukan tes rasa raba,
menggunakan sesuatu yang runcing
namun tidak tajam. telapak tangan
pasien kita topang dengan salah satu
tangan kita, lalu pasien diedukasi
untuk menunjuk bagian yang kita
sentuh dengan ujung bolpoin dengan
jari tangan satunya.
42
lalu pasien kita instruksikan untuk memejamkan
matanya dan kita mulai pemeriksaan rasa raba.
kita sentuhkan ujung bolpoin tanpa penekanan,
lalu kita catat di kertas ini, jika dia tidak
merasakan maka kita beri tanda silang, jika dia
terasa kita beri tanda cek.. pasien di instruksikan
untuk membuka telapak tangannya, untuk
menyentuhnya jangan diurut agar pasien tidak
menghafal.

43
Pemeriksaan kaki :pertama kita lakukan
pemeriksaan pada saraf peroneous dan tibialis
posterior. kita lihat apakah terjadi nyeri tekan
atau tidak. letak saraf peroneus adalah di
belakang patella, tepatnya di belakangnya
tonjolan tulang agak menjorok sedikit, disitu
terdapat cekungan, kalau saraf tibialis posterior
letaknya ada di tepat belakang mata kaki, kita
gulirkan saja dan kita lihat respon pasien,
apakah dia nyeri atau tidak.

44
lalu kita juga memeriksa kekuatan otot
kai yang keatas untuk antisipasi adanya
drop foot, dengan posisi duduk tegak
lurus kita instruksikan pasien untuk
mengangkat kakinya seperti ini, lalu
kita berikan tahanan dan pasien
disuruh untuk melawan tahanan yang
kita berikan.

45
kemudian yang terakhir kita lakukan
tes rasa raba, sama dengan halnya
tangan,namun bedanya untuk kaki kita
berikan sedikit penekanan yang lebih
dalam daripada tangan, karena di
bagian kaki kulitnya cenderung lebih
keras.

46
POD 4

kita simpulkan, dengan 6 item


pertanyaan, yang pertama
1. adakah bercak atau nodul yang
ulserasi? kita bisa mengetahui dengan
inspeksi
2. adakah nyeri tekan pada saraf?bisa
dilihat dari pemeriksaan diatas
3. apakah kekuatan otot berkurang
dalam 6 bulan terakhir? 47
4. apakah rasa raba berkurang lebih
dari dua titik dalam 6 bulan terakhir?
5. apakah lagophthalmus baru terjadi
dalam 6 bulan terakhir?
6. adakah bercak aktif di sekitar saraf
tepi??

48
kenapa kita menanyakan selama 6
bulan??karena jika kecacatan yang kita temukan
terjadi lebih dari 6 bulan maka kecacatan itu
bersifat permanen. jika kurang dari 6 bulan
maka paling tidak dengan pengobatan
prednison kecacatan tidak bertambah parah
bahkan diharapkan bisa sembuh. jika salah satu
jawaban diatas ada yang ya satu item saja maka
pasien mengalami reaksi ataupun neuritis.

49
Success is not the key to happiness. Happiness is the
key to success. If you love what you are doing, you
will be successful.

Dr. Albert Schweitzer

Anda mungkin juga menyukai