Anda di halaman 1dari 47

ABSTRAK

Pendahuluan
• Otitis media efusi (OME)  otologis kronis
• Umumnya pada anak-anak
• Hasil perubahan sistem mukosiliar pada celah telinga tengah
• Terjadi pada anak-anak dengan mulut sumbing
• Sering berhubungan dengan ISPA  adenoid & tonsil
Bahan dan metode
• Total 160 pasien dilibatkan
• Riwayat dan pemeriksaan klinis berada dalam kuisioner
• Gejala: keluarnya cairan hidung, penurunan pendengaran,
otalgia, keluarnya cairan telinga, bicara yang tidak benar,
perubahan suara, pernapasan mulut, mendengkur dan sleep
apnea
• Tanda: gradasi tonsil, retraksi membran timpani, kongesti
membran timpani, adanya kadar cairan, kolesteatoma, retraksi
kantung
• Audiogram nada murni dilakukan untuk menilai gangguan
pendengaran (jika ada)
• Pemeriksaan mikroskopik untuk mengkonfirmasi temuan
otoskopi
• Tingkatan jaringan adenoid dilakukan oleh endoskopi fleksibel
Hasil
• Gejala yang paling umum adalah pernapasan mulut,
penyumbatan hidung dan penurunan pendengaran
• Tanda paling umum adalah retraksi membran timpani (58,1%),
diikuti tingkat cairan (23,1%).
• Ada hubungan signifikan antara keberadaan timpanogram tipe
B dan keberadaan cairan telinga tengah
Kesimpulan
• Hipertrofi adenotonsilar bertindak sebagai faktor predisposisi
untuk OME
• Adenoid menyebabkan disfungsi tuba oleh obstruksi mekanik
dan reservoir untuk organisme patogen
PENDAHULUAN
• OME  otitis media sekretorik, otitis media serosa dan glue
ear.
• Paling umum terjadi pada masa kanak-kanak
• Hasil dari perubahan sistem mukosiliar dan kerusakan tuba
eustachius
• Penelitian ini mengevaluasi hubungan antara ukuran adenoid
dan tonsil dengan disfungsi tuba eustachius (TE) dan efusi
telinga tengah
• Evaluasi
• Secara klinis  penilaian gejala dan pemeriksaan yang tepat
• Endoskopi nasal  tuba eustachius dan ukuran adenoid
• Temuan intra operatif status telinga tengah (ada/tidaknya
efusi), status membran timpani dll
• Disfungsi tuba eustachius sebagai faktor etiologi utama
• Politzer (1867)  teori exvacuo dari OM
“tekanan negatif kronis, sekunder dari kegagalan fungsi TE,
menghasilkan pengembanga transudat ke cavum timpani”
• Brieger (1914)  asal inflamasi ke OM
• Faktor lingkungan  pemberian susu botol, makan sambil
tidur, memiliki saudara kandung dengan otitis media, memiliki
alergi terhadap entitas lingkungan umum, status sosial
ekonomi rendah, lingkungan perokok, memiliki orang tua
dengan riwayat OME
• Faktor inang  usia, alergi, disfungsi silia, penyakit hidung
dan/ sinus, ketidakmatangan imunitas
• TE anak-anak berdiameter lebih kecil dan lebih berorientasi
horizontal
• Angulasi horizontal dan ukuran yang lebih pendek dari TE pada
anak  mendukung refluks isi nasofaring ke telinga tengah
akibat peradangan dan infeksi
• Dengan maturasi, TE mengambil posisi yang lebih vertikal 
mengurangi kecenderungan infeksi
• OM pada anak berhubungan dengan alergi pada 5-80% kasus
• Alergi inhalasi berperan lebih besar dari alergi makanan
• Infeksi virus atau bakteri dapat menjadi penyebab utama 
menghasilkan mediator inflamasi  memulai siklus fisiologis
 disfungsi TE, gradien tekanan dan transudasi cairan
• Evaluasi munggunakan ruang bertekanan pada anak-anak dan
orang dewasa
• 5% orang dewasa dan 35,8 % anak tidak dapat
menyeimbangkan tekanan negatif
• Anak 3-6 tahun memiliki kinerja buruk dibandingkan usia 7-12
tahun
• Penelitian peran obstruksi adenoidal dengan OME telah dilakukan
• Diagnosis OME dibuat dengan menemukan tympanogram tipe B
• Insiden OME diantara pasien adenoid dibandingkan dengan
kejadian pada kontrol normal
• Tingkat obstruksi nasofaring diantara subjek adenoid dinilai dengan
parameter rasio adenoidal-nasofaring yang diperoleh dari
radiografi jaringan lunak nasofaring dan terkait dengan hasil
penilaian timpanometrik
• Insiden OME secara signifikan lebih tinggi pada anak adenoid
dibanding kontrol normal (p=<0,001)
• Obstruksi nasofaring secara signifikan dikaitkan dengan
timpanometri tipe B (p=0,002)
• Diagnosis OME berkorelasi signifikan dengan tingkat obstruksi
nasofaring (r=0,32; p=0,002)
BAHAN DAN METODE
• Penelitian dilakukan di departemen THT, Rumah sakit misi
jubilee, Thrissur.
• Populasi penelitian  pasien yang menghadiri departemen
THT

Kriteria inklusi: Kriteria ekslusi:


• Pasien dengan indikasi pasti • Pasien yang tidak mau
untuk adenoidektomi dan/ memberikan persetujuan
operasi amandel • Pasien dengan kontraindikasi
• Hanya pasien yang setuju untuk yang pasti untuk operasi (mis:
berpartisipasi langit-langit mulut sumbing)
• Penelitian dilakukan selama 18 bulan
• 160 pasien dengan hipertrofi adenotonsiler yang dirawat
dengan pembedahan dari departemen THT dimasukan dalam
penelitian
• Dilakukan pengamatan dan analisis
Desain penelitian
• Detail riwayat dan pemeriksaan klinis • Tympanogram dilakukan untuk
dilakukan dengan menggunakan menilai kondisi telinga tengah.
kuisioner yang sudah disiapkan • Endoskopi nasal langsung dilakukan
sebelumnya untuk menilai kondisi saluran TE dan
• Fungsi TE dan amandel dicatat ukuran adenoid.
• Di ambil foto polos standar ruang • Temuan intraoperasi dicatat.
postnasal (tampilan lateral) • Semua data dikumpulkan dan
• Penilaian ukuran adenoid dilakukan dimasukan ke dalam lembar kerja
dengan menggambarkan bayangan EXCEL
adenoid yang diukur dari titik • Kemudian diperiksa setiap koreksi
bertulang dalam foto polos standar untuk memastikan kualitas data
ke kertas grafik
• Audiometri nada murni dilakukan
untuk menilai gangguan pendengaran
ANALISIS STATISTIK
• Menggunakan perangkat lunak statistik yang sesuai
• Uji T-signifikansi digunakan untuk mengeluarkan keterkaitan
antara parameter yang di uji.
HASIL
• Usia berkisar antara 4-15 tahun (rata-rata 8,45) dari 81% laki-laki
dan 79% perempuan.
• Distribusi gejala  nasal discharge (45% ), hidung tersumbat (73% ),
penurunan pendengaran (52,5%), sakit telinga (48,8%), pernapasan
mulut (78,1%), dan dengkuran 51,3%
• Retraksi membran timpani 58,1%
• Salah satu dari tanda-tanda berikut juga hadir  kongesti membran
timpani, perforasi membran timpani, membran timpani atopik dan
kolesteatoma.
• Temuan otoskopi adalah saat timpanogram dilakukan untuk
semua pasien
• Dari 160 pasien, 71 (44,375%) pasien memiliki timpanogram
tipe B yang menunjukan cairan di telinga tengah
• Audiogram nada murni mengungkapkan gangguan
pendengaran konduktif pada 50% pasien.
Temuan otoskopi
• Timpanogram • Audiogram
• Dari 160, 71 (44,375%) pasien • Dari 160, 80 (50%) memiliki
gangguan pendengaran konduktif.
memiliki timpanogram tipe B yang
• 69 memiliki gangguan
menunjukan cairan di telinga pendengaran konduktif bilateral
tengah. • 21 memiliki gangguan
• Dari 71 pasien ini, 36 pasien pendengaran unilateral.
memiliki grafik tipe B bilateral • 4 (2,3%) pasien memiliki
gangguan pendengaran
• Tingkatan jaringan adenoid dilakukan sensorineural
dengan endoskopi fleksibel • 5 (3,125%) memiliki gangguan
pendengaran campuran (satu
memiliki gangguan pendengaran
campuran bilateral)
• Klasifikasi ukuran adenoid (clemens et al)
• Tingkat 1: adenoid mengisi sepertiga bagian vertikal choanae
• Tingkat 2: adenoid mengisi dari sepertiga hingga dua pertiga dari
choanae
• Tingkat 3: dari dua pertiga hingga obstruksi choanae yang hampir
sempurna
• Tingkat 4: obstruksi lengkap choanae
DISKUSI
• OME = akumulasi dari serosa atau kumpulan mukoid di dalam
cavum timpani dan kadang sistem udara sel mastoid
• 90% anak memiliki setidaknya satu episode OMA pada usia 7
tahun
• Dari 160 pasien  81 (laki-laki) dan 79 (perempuan)
• Tidak ada laporan pasti dalam literatur  jenis kelamin
mempengaruhi patologi penyakit.
• Keluhan yang paling umum  adalah pernapasan mulut
(78,1%), diikuti oleh hidung tersumbat (73%) dan penurunan
pendengaran (52,5%)
• Dalam studi lain (Dawes) dari 817 anak-anak, gejala yang
paling umum adalah hidung tersumbat diikuti oleh
mendengkur  tidak konsisten dengan penelitian kami.
• Otoskopi mewakili paling banyak bagian penting dalam
mentapkan diagnosis OM Penggunaan otoskop pneumatik
sangat penting
• Adanya efusi telinga tengah kronis mudah dikonfirmasi ketika
ada air fluid level yang pasti atau ketika gelembung terlihat
jelas di cavum timpani.
• 37 pasien (23,125%) menunjukan air fluid level yang pasti
pada otoskopi.
• Pemeriksaan mikroskopis mengungkapkan bahwa 59 (36,25%)
pasien menunjukan air fluid level yang pasti
• 93 (58,125%) pasien dengan retraksi membran timpani pada
otoskop
• Pemeriksaan mikroskopis menunjukan 97 (60,625%) menunjukan
adanya air fluid level
• Warna membran timpani memang penting tetapi tidak konklusif
dalam membuat diagnosis.
• 9 (5,625%) anak-anak mengalami kongesti membran timpani pada
otoskopi
• Analisis menggunakan uji chi-square ditemukan adanya
hubungan yang signifikan antara timpanogram tipe B dengan
adanya cairan di cavum timpani (p=0,00031) dan retraksi
membran timpani (p=0,0462)
• Dapat disimpulkan bahwa timpanogram dapat digunakan
sebagai prediktor untuk efusi telinga tengah.
• Korelasi yang signifikan terjadi antara timpanogram tipe B dan
gejala nasal discharge, hidung tersumbat, gangguan
pendengaran, perkembangan bicara yang cacat, sakit telinga,
ear discharge dan pernapasan mulut (p=<0,000)
• Tidak ada hubungan yang signifikan antara timpanogram tipe
B dengan mendengkur (p=<481) dan apnea (p<0,054)
• Sebuah penelitian (Orchik dkk) menilai timpanometri sebagai
prediktor efusi telinga tengah, jenis timpanogram B
dibandingkan dengan semua jenis timpanogram lainnya
memiliki sensitivitas (56-73%) dan spesifisitas (50-98%) dalam
mendeteksi OME (dikonfirmasi melalui pembedahan)
• Pola pendengaran  50% pasien gangguan pendengaran
konduktif.
• Gangguan pendengaran sensorineural dan campuran (5%)
• Hubungan signifikan antara gangguan pendengaran konduktif
dengan gejala nasal discharge, hidung tersumbat,
perkembangan bicara yang cacat (p=<0,040), sakit telinga, ear
discharge dan pernapasan mulut (p=<0,000)
• Tidak ada hubungan yang signifikan antara mendengkur
(p=<0,134) dan apnea (p=<0,574)
• Penilaian adenoid  foto polos jaringan lunak leher
• Jumlah obstruksi dikategorikan menjadi 4 grade dari foto
polos.
• Ketika grade meningkat  kompromi jalan napas meningkat
 kemungkinan besar blok TE
• Uji chi-square ditemukan bahwa ada hubungan antara tingkat
gangguan pendengaran dan ukuran adenoid yang dihitung dari
x-ray (p=0,00019)
• Uji chi-square ditemukan bahwa ada hubunga signifikan
antara peningkatan ukuran adenoid yang dihitung dari foto
polos dengan timpanogram tipe B (p=0,0006)
• Uji chi-square ditemukan ada hubungan signifikan antara
peningkatan ukuran adenoid yang dilihat dari endoskopi
dengan timpanogram tipe B (p=0,0008)
• Tingkatan pasien yang memiliki cairan di telinga tengah
• Grade 1: 10,8% pasien
• Grade 2: 47,3% pasien
• Grade 3: 39,78% pasien
• Derajat hipertrofi adenoid:
• Derajat 1: 54,7%
• Derajat 2: 44,44%
• Derajat 3: 42,31%
• Derajat 4: 66,67%
• Disimpulkan bahwa semakin tinggi derajatnya maka semakin
tinggi peluang untuk mendapatkan level cairan
KESIMPULAN
• OME  umumnya terjadi pada masa kanak-kanak
• Insidensi lebih tinggi pada anak-anak dengan hipertrofi
adenotonsilar
• Salah satu faktor risiko paling umum adalah usia pasien
• Timpanogram dapat digunakan sebagai alat skrining paling efektif
untuk menentukan keberadaan cairan di cavum timpani
• Adenoid dan amandel berperan sebagai faktor predisposisi OME
• Adenoid menyebabkan disfungsi tuba dengan cara:
• Obstruksi mekanik dari pembukaan tuba
• Bertindak sebagai reservoir untuk organisme patogen
• Dalam kasus alergi, sel mast dari jaringan adenoid melepas
mediator inflamasi yang menyebabkan penyumbatan tuba
• Tonsila palatina yang membesar secara mekanis menghambat
pergerakan langit-langit lunak dan mengganggu pembukaan
fisiologi TE
• Peningkatan ukuran tonsila palatina tidak menyebabkan efusi
telinga tengah yang signifikan (terbukti dengan timpanogram,
audiogram dan adanya cairan telinga tengah)
• Sedangkan ukuran adenoid seperti yang diukur dari foto polos
dan endoskopi menunjukan adanya hubungan yang signifikan
dengan terjadinya OME
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai