Anda di halaman 1dari 43

Informed consent

Definisi
 Persetujuan tindakan kedokteran adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat
persetujuan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan terhadap pasien

 Keluarga terdekat : suami atau istri, ayah atau


ibu kandung, anak – anakkandung, saudara –
saudara kandung atau pengampuny

 Persetujuan diberikan oleh pasien yang


kompeten atau keluarga terdekat
Jenis inform consent
 Ada dua bentuk PTK : tertulis dan lisan (express
consent)
 implied consent yaitu persetujuan yang diberikan
pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Ex:
pengambilan darah untuk pemeriksaan lab,
melakukan penyuntikan pada pasien, dan
melakukan penjahitan luka.
 Presumed consent : dokter memerlukan tindakan
segera,sementara pasien dalam keadaan tidak
bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun
tidak ditempat  jika ps dalam keadaan sadar,
dianggap akan menyetujui tindakan yang akan
dilakukan dokter
Dikatakan suatu persetujuan
dianggap sah, apabila İnformasi dan penjelasan
inform consent

a. Pasien telah diberi  Diagnosis dan tatacara


penjelasan/informasi tindakan medis

b. Pasien atau yang sah  Tujuan tindakan medis yang


mewakilinya dalam dilakukan
keadaan cakap
(kompeten) untuk  Alternatif tindakan lain dan
memberikan risikonya
keputusan/persetujuan
 Risiko dan kornplikasi yang
c. Persetujuan harud mungkin teq'adi e.
diberikan secara sukarela Prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan
Lima syarat yang harus dipenuhi
untuk sahnya PTM
 Diberikan secara bebas

 Diberikan oleh orang yang sanggup membuat


perjanjian

 Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan


dilakukan sehingga pasien dapat memahami
tindakan itu perlu dilakukan

 Mengenai sesuatu hal yang khas

 Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang


sama.
Dasar hukum
 UU praktik kedokteran no 29 tahun 2004

 Manual persetujuan tindakan kedokteran yang


diterbitkan konsil kedokteran Indonesia 2006

 permenkes no 290 tahun 2008

 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan

 UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit


Tujuan inform consent
 Melindungi pasien terhadap segala tindakan
medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien

 Memberikan perlindungan hukum kepada


dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan
bersifat negatif, misalnya terhadap risk of
treatment yang tak mungkin dihindarkan
walaupun dokter sudah mengusahakan
semaksimal mungkin dan bertindak dengan
sangat hati-hati dan teliti.
Malpraktik
Definisi
 Pasal 58 UU no 36 tahun 2009 : Setiap orang berhak
menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan
yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
 Pasal 50 UU no 29 tahun 2004 : Dokter atau dokter
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum
sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional
 malpraktik  bila terjadi kesalahan atau kelalaian
atau tidak sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional
Bentuk malpraktik
 Malfeasance
apabila seseorang melakukan suatu tindakan
yang bertentangan dengan hukum atau
melakukan perbuatan yang tidak patut

 Misfeasance
pelaksanaan suatu tindakan tidak secara benar

 Nonfeasance
yang berarti tidak melakukan tindakan medis
yang merupakan kewajiban baginya.

Ronoko kevin. Pertanggungjawaban dokter atas tindakan malpraktek yang dilakukan menurut hukum positif
Indonesia. Vol IV. 5 juli 2015. Available from : https://media.neliti.com/media/publications/3313-ID-
pertanggungjawaban-dokter-atas-tindakan-malpraktek-yang-dilakukan-menurut-hukum.pdf
Syarat kelalaian
 Duty ( kewajiban )
untuk melakukan suatu tindakan/ tidak melakukan
tindakan tertentu terhadap pasien pada situasi dan
kondisi tertentu

 Dereliction of the duty


penyimpangan kewajiban

 Damage (kerugian)
semua yang dirasakan pasien sebagai kerugian akibat
pelayanan dokter

 Direct causal relationship


hubungan sebab akibat yang nyata , terdapat
hubungan sebab akibat antara penyimpangan
kewajiban dengan kerugian yang timbul

Novianto widodo. Penafsiran hokum dalam menentukan unsur – unsur kelalaian malpraktik medik. Vol 4.
Agustus 2015. Available from : https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/viewFile/8670/7756
Rahasia kedokteran
RAHASIA
KEDOKTERAN
DASAR HUKUM RAHASIA
KEDOKTERAN
 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
57 (perlindungan pasien)

 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


pasal 48

 Permenkes No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia


Kedokteran

 Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 1966


tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
SANKSI TERHADAP
PELANGGARAN RAHASIA
KEDOKTERAN
 Pidana pasal 322 KUHP
 Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu
rahasia yang ia wajib menyimpan oleh karena
jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau
denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah

Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia


Kedokteran.
PERSYARATAN PEMBUKAAN
RAHASIA KEDOKTERAN
 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
57 ayat 2 (perlindungan pasien) → hak atas rahasia
kondisi kesehatan pribadi tidak berlaku dalam hal :
 Perintah UU
 Perintah pengadilan
 Izin yang bersangkutan
 Kepentingan masyarakat, atau
 Kepentingan orang tersebut
PERSYARATAN PEMBUKAAN
RAHASIA KEDOKTERAN
 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
pasal 48 ayat 2 dan Permenkes No. 36 Tahun
2012 tentang Rahasia Kedokteran pasal 5 → dapat
dibuka hanya untuk :
 Kepentingan kesehatan pasien
 Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum
 Permintaan pasien sendiri
 Atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
REKAM MEDIS
REKAM MEDIS
 Kumpulan keterangan tentang identitas, hasil anamnesis,
pemeriksaan, dan catatan segala kegiatan para pelayan
kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu

 Berupa : tulisan/gambar, elektronik (komputer, mikrofilm,


dan rekaman suara)

 Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 → berkas yang


berisi catatan & dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain
kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
ISI RM
Dalam permenkes tentang RM yang lama hanya ada dua bentuk rekam medis
yaitu rawat jalan dan rawat inap tetapi kini terdapat 6 ( enam) bentuk, yang
menurut Permenkes No. 269/ MENKES/ PER/ III/ 2008, pasal 3 sebagai berikut
:
1. Isi RM untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sejurang –
kurang memuat :
a) Identitas
b) Tanggal dan waktu
c) Anamnesis, mencagkup sekurang – kurang nya keluhan dan riwayat penyakit
d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e) Diagnosis
f) Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan tindakan
h) Pelayanan lain yang telah diberikan keada pasien
i) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
j) Persetujuan tindakan jika diperlukan

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
ISI RM
2. Isi RM untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari
sekurang – kurangnya memuat :
a. Sampai dengan f sama dengan rawat jalan dan
selanjutnya
b. Pengobatan dan atau tindakan
c. Persetujuan tindakan jika dipeerlukan
d. Catatan obsevasi klinis dan hasil pengobatan
e. Ringkasan pulang
f. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
ISI RM
3. Isi RM untuk pasien gawat darurat sekurang – kurangnya
memuat :
a. Identitas pasien
b. Kondisi saat pasien tiba disarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu
e. Hasil anamesis mencangkup sekurang – kurangnya keluhan,
riwayat penyakit
f. Hasil pemeriksaan penunjang fisik dan penunjang fisik dan
penunjang medis
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggal pelayanan unit
gawat darurat dan rencana tindak lanjut
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan
l. Pelayanan yang diberikan pada pasien
ISI RM
4. Isi RM untuk pasien dalam keadaan bencana
selain memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan :
a. Jenis bencana dan lokasi dimana pasien
ditemukan
b. Kategori kegawatan dan nomor pasien
bencana massal
c. Identitas orang yang menemukan pasien
ISI RM
5. Isi RM untuk pelayanan dokter spesialis atau
dokter spesialis gigi dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan. RM untuk
pelayanan akupuntur dan herbal tertentu
dengan RM konvensional

6. Pelayanan yang diberikan dalam ambulans


atau pengobatan masal dicatat dalam RM
sesuai ketentuan sebagaimana diatur pada
ayat (3) dan disimpan pada sarana
pelayanan kesehatan yang merawatnya.
RESUME AKHIR
 Dibuat segera setelah pasien dipulangkan
 Isi resume harus singkat, menjelaskan informasi penting
tentang penyakit, pemeriksaan yang dilakukan dan
pengobatannya.
 Isinya antara lain menjelaskan ;
1. Mengapa pasien masuk rumah sakit (anamnesis)
2. Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rontgen, dan
lain-lain.
3. Pengobatan & tindakan operasi yang dilaksanakan
4. Keadaan pasien waktu keluar (perlu berobat jalan, mampu untuk bekerja
dan lain – lain)
5. Anjuran pengobatan & perawatan (nama obat & dosis, tindakan
pengobatan lain, dirujuk ke mana, perjanjian untuk datang lagi dan lain-
lain)
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
RESUME AKHIR
Tujuan pembuatan ringkasan pulang ;
1. Menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang
tinggi serta bahan yang berguna bagi dokter pada waktu
menerima pasien untuk dirawat kembali
2. Bahan penilaian staf medik RS
3. Memenuhi permintaan dari badan-badan resmi /
perseorangan tentang perawatan seorang pasien (perusahan
asuransi)
4. Bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter yang
mengirim, dan dokter konsultan
5. Untuk pasien yang meninggal dibuat laporan sebab kematian

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
KEGUNAAN REKAM MEDIS
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga
kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam
memberikan pelayanan, pengobatan dan perawatan
pasien.
2. Sebagai dasar perencanaan pengobatan/ perawatan
yang harus diberikan kepada pasien.
3. Sebagai bukti tertulis atas semua pelayanan,
perkembangan penyakit, dan pengobatan selama pasien
berkunjung / dirawat dirumah sakit.
4. Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu
pelayanan yang diberikan kepada pasien.

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
KEGUNAAN REKAM MEDIS
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah
sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

6. Menyediakan data-data khusus untuk keperluan


penelitian dan pendidikan.

7. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran


pelayanan medik pasien.

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan,


serta bahan sebagai bahan pertanggungjawaban dan
laporan.

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
KERAHASIAAN REKAM MEDIK
 Kewajiban dokter & kalangan kesehatan untuk melindungi
rahasia ini tertuang dalam :
 Lafal sumpah dokter
 KODEKI
 Perundang-undangan dalam bab 11 tentang rahasia jabatan &
pekerjaan dokter

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 5. Jakarta: EGC;
2007.
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab I: Ketentuan Umum
Pasal 1

1. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

2. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

3. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dergan peraturan perundang-undangan.

4. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat
digunakar untuk praktik kedokteran dan kedokteran gigi.

5. Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara
langsung kepada pasuen selain dokter dan dokter gigi.

6. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau
dokter gigi.

7. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan
kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.

8. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil
pemeriksaan penunjang catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto
radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.

9. Organisasi Profesi adalah Ikatan Doker Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk
dokter gigi.
Permenkes No.
269/Menkes/Per/III/2008
Bab II: Jenis dan isi rekam medis
Pasal 2
1. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap
dan jelas atau secara elektronik
2. Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informatika diatur lebih
lanjut dengan peraturan tersendiri

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Pasal 3

1. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan
kesehatan sekurang-kurangnya memuat

a. identitas pasien;

b. tanggal dan waktu;

c. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan


riwayat penyakit;

d. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

e. diagnosis;

f. rencana penatalaksanaan;

g. pengobatan dan/atau tindakan;

h. pelayanan lainyang telah diberikan kepada pasien;

i. untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik;


dan

j. persetujuan tindakan bila diperlukan


2. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya
memuat:

a. identitas pasien;

b. tanggal dan waktu;

c. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

d. hasil pemerisaan fisik dan penunjang medik;

e. diagnosis:

f. rencana penatalaksanaan;

g. pengobatan dan/atau tindakan;

h. persetujuan tindakan bila diperlukan;

i. catatan observasi klinis dan hasil pengobatan.

j. ringkasan pulang (discharge summary);

k. nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehalan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan;

l. pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu; dan

m. untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.


3. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat sekurang-kurangnya memuat:

a. identitas pasien;

b. kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;

c. identitas pengantar pasien;

d. tanggal dan waktu;

e. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

f. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

g. diagnosis;

h. pengobatan dan/atau tindakan;

i. ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat


dan rencana tindak lanjut;

j. nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan;

k. sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke


sarana pelayanan kesehatan lain; dan

l. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.


4. Isi rekam medis pasien dalam keadaan bencana, selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditambah denqan:

a. jenis bencana dan lokasi di mana pasien ditemukan;

b. kategori kegawatan dan nomor pasien bencana


masal; dan

c. identitas yang menemukan pasien;

5. Isi rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau


dokter gigi spesialis dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan.

6. Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau


pengobatan masal dicatat dalam rekam medis sesuai
ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan
disimpan pada sarana pelayanan kesehatan yang
merawatnya
Pasal 4

1. Ringkasan pulang sebagaimana diatur dalam Pasal 3


ayat (2) harus dibuat o!eh dokter atau dokter gigi yang
melakukan perawatan pasien.

2. Isi ringkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) sekurang-kurangnya memuat:

a. identitas pasien;

b. diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat;

c. ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,


diagnosis akhir, pengobatan, dan tindak lanjut; dan

d. nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi


yang memberikan pelayanan kesehatan.
BAB III
TATA CARA PENYELENGGARAAN

Pasal 5

1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran


wajib membuat rekam medis.

2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat


segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.

3. Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil
pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.

4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama,


waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.

5. Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada


rekam medis dapat dilakukan pembetulan.

6. Pembetuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat


dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan
yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang bersangkutan.
Pasal 6

Dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu


bertanggungjawab atas catatan dan/atau dokumen yang
dibuat pada rekam medis.

Pasal 7

Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas


yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam
medis
BAB IV
PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN KERAHASIAAN

Pasal 8

1. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-
kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal
terakhir pasien berobat atau dipulangkan.

2. Setelah batas waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang
dan persetujuan tindakan medik.

3. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) harus disimpan untuk jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.

4. Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh petugas yang
ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 9

1. Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib
disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung
dari tanggal terakhir pasien berobat.

2. Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui,


rekam medis dapat dimusnahkan.
Pasal 10
1. Informasi tentang identitas diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga
kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan
tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
2. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka
dalam hal:
a. untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis,
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien;
3. Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dilakukan secara tertulis kepada
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 11

1. Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh


dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat
pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

2. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat


menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung
kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan
peraturan perundang-undangan
BAB V
KEPEMILIKAN, PEMANFAATAN DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 12

1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.

2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.

3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis.

4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan. dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa
atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasren yang berhak untuk itu.

Pasal 13

1. Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:

a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;

b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran, dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran
gigi;

c. keperluan pendidikan dan penelitian;

d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan

e. data statistik kesehatan.

2. Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara
tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.

3. Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan
negara.

Pasal 14

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak
berhak terhadap rekam medis.
BAB VI
PENGORGANISASIAN

Pasal 15

Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan organisasi dan tata kerja sarana
pelayanan kesehatan.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 16

1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan organisasi
profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.

2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

Pasal 17

1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mengambil tindakan administratif sesuai
dengan kewenangannya masing-masing.

2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan,
teguran tertulis sampai dengan pencabutan izi

Anda mungkin juga menyukai