Anda di halaman 1dari 17

Keperawatan medikal bedah adalah pelayanan profesional yang

didasarkan ilmu keperawatan medikal bedah yang berbentuk


pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan pada
orang dewasa atau yang cenderung mengalami gangguan fisiologi
dengan atau tanpa gangguan struktur akibat trauma pelayanan
keperawatan berupa bantuan yang diberikan dengan alasan kelemahan
fisik, mental, psikososial, keterbatasan pengetahuan dan ketidak
mampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri
akibat gangguan patologis.
Integritas Sistem Muskuloskeletal adalah vital bagi manusia
agar dapat bergerak dengan bebas dan merawat diri mereka
sendiri. Gangguan dari sistem muskuloskeletal dapat berkisar
dari gangguan yang menyebabkan ketidaknyamanan minor,
seperti kerusakan ligamen sampai ke kondisi yang mengancam
kehidupan, seperti distropi muskular.
Pemeriksaan perawat meliputi pengkajian terhadap tulang,
jaringan penyangga, seperti kartilago, tendon, fasia, otot dan sendi.
Perawat memberi perhatian lebih ke area dimana terjadi ketiadaan
atau keterbatasan gerakan untuk menetukan tingkat dan jauhnya
ketidakmampuan klien. Klien dapat mengalami masalah akibat penyakit
tulang atau sendi, trauma, atau gangguan saraf yang mempersarafi
sistem muskuloskeletal.
Pengkajian muskuloskeletal dapat dilakukan sebgai
pengkajian terpisah atau pengkajian yang terintegrasi
dengan pengkajian fisik menyeluruh. Perawat dapat
mengintegrasikan pengkajian ini dengan asuhan
keperawatan saat klien mulai atau melaksanakan jenis
aktivitas fisik.
Pengkajian muskuloskeletal terdiri atas pengkajian
anamnesis dan pengkajian pemeriksaan fisik secara umum dan
lokalis secara Look, feel, dan Move. Pengkajian muskuloskeletal
ini dibagi menjadi :
1. Pengkajian spina
2. Pengkajian panggul
3. Pengkajian paha dan lutut
4. Pengkajian kaki dan pergelangan kaki
5. Pengkajian bahu dan lengan atas
6. Pengkajian siku dan pergelangan tangan.
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya
riwayat trauma pada vertebra merupakan hal yang penting
diwaspadai. Tingkat kehati-hatian perawat yang tinggi dapat mencegah
cedera spina yang stabil tidak menjadi cedera spina yang tidak stabil
karena setiap fase awal kondisi trauma, perawat adalah orang yang
pertama dan paling sering melakukan intervensi. Untuk itu perlu
tehknik dalam melakukan pengkajian, proses pengangkatan, dan
transportasi pada klien trauma pada tulang belakang.
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada
gangguan sistem muskuloskeletal dan sistem saraf sehubungan
dengan cedera tulang belakang tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Pengkajian keperawatan cedera tulang belakang meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, dan pengkajian psikososial.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan
dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi dan
berkemih, nyeri tekan otot, hiperekstensi tepat diatas
daerah trauma, serta mengalami deformitas pada daerah
trauma.
P : provoking incident = yang menjadi faktor presipitasi nyeri
Q : Quality of pain = seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
R : Region = apakah rasa sakit bisa reda, menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa sakit terjadi
S : severity (scale) of pain = skala nyeri
T : Time = berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang
akibat dari kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga,
kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari
pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, dan
kejatuhan benda keras.
pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
generatif pada tulang belakang seperti osteoporosis, osteoatrithis,
spondilolistesis, dan spinal stenosis memungkinkan terjadinya kelainan
pada tulang belakang. Penyakit lainnya seperti hipertensi, DM, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat2 antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat2 adiktif perlu ditanyakan untuk menambah pengkajian secara
komprehensif.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
1. LOOK
lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya memar
(pada fase awal cedera) baik pada leher, muka ataupun
bagian belakang telinga. Tanda memar pada wajah, mata
atau dagu merupakan salah satu tanda adanya cedera
hiperekstensi pada leher.
Adanya perubahan warna kulit seperti abrasi
atau memar pada punggung. Pada klien yang
telah lama dirawat di rumah sering
didapatkan adanya dekubitus pada bokong.
Adanya hambatan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori, dan mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya
suatu celah yang dapat diraba akibat robeknya ligamentum
posterior. Hal ini menandakan adanya cedera yang tidak
stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi.
Gerakan tulang punggung atau spina tidak boleh dikaji.
Disfungsi motor paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan
otot didapatkan dari penilaian dengan menggunakan derajat
kekuatan otot.

Anda mungkin juga menyukai