Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 8

Evaldo Rahma Savero KP (1A/161378)


Ferdinan Adi N (1B/161408)
Ida Prwati (1B/161411)
Rindi Ambarwati (1B/161416)
Theodorus Yanuar WP (1B/161421)
Wiwin Krisjayanti (1B/161422)
KLONING
menurut Agama
KATHOLIK KLONING KRISTEN

ISLAM
TERIMA KASIH
KLONING

Kloning adalah suatu upaya tindakan untuk memproduksi


atau menggandakan sejumlah individu yang hasilnya secara
genetic sama persis (identik) berasal dari induk yang sama,
mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama.
Tujuan kloning pada tanaman dan hewan pada dasarnya
adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan,
meningkatkan produktivitasnya, dan mencari obat alami
bagi banyak penyakit manusia–terutama penyakit-penyakit
kronis–guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat
menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.
Kloning menurut Katholik
Konstitusi Pastoral mengungkapkan tentang Martabat manusia dan tugas
perutusannya di tengah dunia. Dikatakan oleh Konstitusi Gaudium Et Spes bahwa
manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej 1: 26; Kei 2:23). Konstitusi
pandangannya pada Kitab Suci tentang manusia. Adapun Kitab Suci mengajarkan
bahwa manusia diciptakan ‘menurut gambar Allah’, ia mampu mengenal dan
mengasihi Penciptanya; oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua
makhluk di dunia ini untuk menguasainya dan menggunakannya sambil
meluhurkan Allah.
Harapannya, manusia dapat mengembangkan kemajuan itu demi
menjunjung tinggi martabat manusia dan meluhurkan Allah. Dengan demikian,
segala bentuk pelanggaran terhadap martabat manusia (meski masih dalam
tahap embrio), adalah juga merupakan bentuk ketidaktaatan akan Allah yang
telah menciptakan manusia seturut gambar-Nya.

Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Evangelium Vitae 1995
mengungkapkan keberatan gereja Katolik terhadap penggunaan
teknologi canggih pada prokreasi manusia termasuk teknik
kloning Beliau mengatakan
“Berbagai teknik pengadaan keturunan yang tampaknya seolah
olah melayani kehidupan, sebenarnya membuka pintu bagi
ancaman ancaman baru terhadap kehidupan.Dari sudut moral,
teknik-teknik itu tidak dapat dibenarkan, karena teknologi
tersebut memungkinkan terjadinya prokreasi tanpa hubungan
sex antara suami dan istri yang sah”
Dalam kasus human embryonic stem cell dan kloning yang berkaitan
langsung dengan kehidupan manusia tahap embrio, Ensiklik Evangelium
Vitae menulis demikian: “dari saat telur dibuahi sudah mulailah suatu
kehidupan, yang bukan hidup ayah atau ibunya; melainkan hidup manusia
yang baru beserta pertumbuhannya. Ilmu genetika modern menunjukkan
bahwa sejak tahap pertama (pembuahan) sudah tersusun program tentang
bagaimana makhluk hidup itu adanya di masa mendatang: seorang pribadi,
pribadi individual dengan aspek-aspeknya yang karakteristik, yang sudah
ditetapkan dengan baik.. (No.60).
Dalam menanggapi persoalan human embryonic stem cells dan
kloning, Ensiklik Evangelium Vitae dengan jelas menolak teknologi tersebut
karena teknologi tersebut mengganggu hak hidup dari embrio manusia,
termasuk melanggar penghargaan terhadap pribadi manusia yang unik
dengan segala macam karakter khasnya (penolakan terhadap teknologi
kloning manusia).
Kloning menurut Kristen
Pandangan Kristen mengenai proses kloning manusia dapat
ditelaah dalam terang beberapa prinsip Alkitab.
Pertama, umat manusia diciptakan dalam rupa Allah, dan karena
itu, bersifat unik. Kejadian 1:26-27 menegaskan bahwa manusia
diciptakan dalam rupa dan gambar Allah, karena itu bersifat unik
dibandingan ciptaan-ciptaan lainnya. Jelas, bahwa itu adalah
sesuatu yang perlu dihargai dan tidak diperlakukan seperti
komoditas yang dijual atau diperdagangkan.
kloning manusia dengan tujuan menciptakan organ pengganti bagi
orang-orang yang membutuhkan pengcangkokan namun tidak
dapat menemukan donor yang cocok.
Kejadian 2:7 mengatakan, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang
hidup.”
Banyak orang percaya bahwa hidup tidak dimulai pada saat
pembuahan ketika terbentuknya embrio, dan karena itu embrio
belum betul-betul manusia. Alkitab mengajarkan hal yang berbeda
seperti dalam Mazmur 139:13-16
Selanjutnya, Yesaya 49:1-5 berbicara mengenai Allah memanggil
Yesaya untuk melayani sebagai nabi ketika dia masih berada
dalam kandungan ibu. Yohanes Pembaptis juga dipenuhi dengan
Roh Kudus ketika dia masih berada dalam kandungan (Lukas
1:15).
Semua ini menunjuk pendirian Alkitab bahwa hidup dimulai pada
saat pembuahan. Dalam kebenaran ini, kloning manusia, bersama
dengan dirusaknya embrio manusia, tidaklah sejalan dengan
pandangan Alkitab mengenai hidup manusia.
Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan
manusia, dan memberi manusia tanggung jawab
atas bumi ini (Kejadian 1:28-29 dan Kejadian
9:1-2). Dengan tanggung jawab ini, ada
pertanggungjawaban kepada Allah.
Menurut Alkitab, Allah itu satu-satuNya yang
memiliki hak kedaulatan mutlak atas hidup
manusia. Berusaha mengontrol hal-hal seperti
ini sama juga dengan usaha menempatkan diri
pada posisi Allah. Jelas, manusia tidak boleh
melakukan hal demikian.
Kloning menurut ISLAM
Hukum kloning dalam pandangan islam diambil dari
dali-dalil qiyas dan itijihat. Upaya memperbaiki kualitas
tanaman dan hewan dan meningkatkan produktivitas tidak
apa-apa untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang
mubah hukumnya. Memanfaatkan tanaman dan hewan
dalam proses kloning guna mencari obat yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit manusia terutama yang
kronis adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan
hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya
sunnah. Begitu pula memproduksi berbagai obat-obatan
untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah.
kloning manusia yaitu teknik membuat
keturunan dengan kode genetik yang sama
dengan induknya yang berupa manusia.
Melihat fakta kloning manusia secara
menyeluruh, syari’at Islam mengharamkan
kloning terhadap manusia, dengan
argumentasi sebagai berikut:
Pertama, anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang
tidak alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara
alami inilah yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai sunatullah
menghasilkan anak-anak dan keturunannya. Allah SWT berfirman:

َّ ‫) َو َأ َّن ُه َخ َل َق‬
٤٦( ‫) ِمن ُّن ْط َف ٍة إ ِ َذا تُ ْم َنى‬٤٥( ‫الز ْو َج ْي ِن ال َّذ َك َر َوا ُألن َثى‬
“Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan
laki-laki dan perempuan dari air mani apabila dipancarkan.” (QS an-
Najm, 53: 45-46)
Dalam ayat lain dinyatakan pula,
َ ‫َان َع َل َق ًة َف َخ َل َق َف‬
‫س َّوى‬ َ ‫) ُثمَّ ك‬٣٧( ‫( َأ َل ْم يَكُ ُن ْط َف ًة ِ ِّمن َّمنِي ٍِّ ي ُ ْم َنى‬٣٨)
“Bukankah dia dahulu setetes mani yag ditumpahkan (ke dalam
rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.” (QS al-Qiyâmah, 75:
37-38).
Kedua, anak-anak produk kloning dari perempuan-tanpa adanya
laki-laki-tidak akan mempunyai ayah. Anak produk kloning tersebut jika
dihasilkan dari proses pemindahan sel telur-yang telah digabungkan
dengan inti sel tubuh-ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel
telur, tidak pula akan memunyai ibu sebab rahim perempuan yang
menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi
penampung (mediator). Oleh karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah
bertentangan dengan firman Allah SWT:

‫شعُوبا ً َو َقبائِ َل ِلتَعا َر ُفوا إ ِ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد‬ ُ ‫يا َأيُّ َها ال َّن‬
ُ ‫اس إ ِ َّنا َخ َل ْقنا ُك ْم ِم ْن َذك ٍَر َو ُأ ْنثى َو َجعَ ْلنا ُك ْم‬
‫َّللا َ َع ِليمٌ َخبِي ٌر‬ َّ ‫َّللا َأ ْتقا ُك ْم إ ِ َّن‬
ِ َّ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurât, 49: 13)
Ketiga, kloning manusia tidak akan menghilangkan nasab (garis
keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab.
Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari :
– Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah
bersabda, “Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada
orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan
(loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat
laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R.
Ibnu Majah)
– Abu ‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku mendengar Sa’ad
dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ‘Kedua telingaku
telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda
Muhammad s.a.w., “siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai
anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu
bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya
haram.” (H.R. Ibnu Majah)
Keempat, memproduksi anak melalui proses
kloning akan mencegah pelaksanaan banyak
hukum-hukum syara’ seperti hukum tentang
perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban
antara bapak dan anak, waris, perawatan anak,
hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan
banyak lagi. Di samping itu, kloning akan
mencampur-adukkan dan menghilangkan nasab
serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah
untuk manusia dalam masalah kelahiran anak.
Konsekuensi kloning ini akan menjungkirbalikkan
struktur kehidupan masyarakat

Anda mungkin juga menyukai