Anda di halaman 1dari 13

Q – FEVER PADA SAPI

Nadhratul Mardiyah 1602101010002


Yola Kartika 1602101010005
Ilham Juliandri 1602101010006
Resha Gusti Yulianti 1602101010009
Ajirni 1602101010012
Yunita 1602101010016
Devita Agustina 1602101010022
Penyakit Q Fever disebabkan oleh Coxiella burnetti, bersifat obligat intraseluler.

Berbentuk batang (cocobacillus) dengan ukuran 0,3 – 1,0 µm, pleomorfik dan gram

negatif. C. burnetti sulit dilihat dengan teknik pewarnaan gram walaupun memiliki

membran yang sama seperti bakteri gram negatiflainnyan. Pewarnaan yang bisa dipakai

adalah pewarnaan Gimenez dan pewarnaan Stamp’s.

C. burnetti bersifat obligat intraseluler pada inangnya dan memiliki karakter yang mirip

dengan Rickettsia. Secara filogenetik C. burnetti masuk dalam kingdom Pseubacterial,

filum Proteobacteriae, ordo gamma, genus Coxiella dan spesies C. burnetti.

ETIOLOGI
C. burnetti hidup dan berpoliferasi dalam sel inang. Sel target utama dari agen ini hanya

pada monosit atau sel – sel makrofag. Jika infeksi terjadi melalui saluran nafas maka

makrofag alveolar merupakan sel utama yang berperan aktif terhadap terjadinya infeksi

akut. Dalam hati sel kuffer berperan aktif terhadap adanya infeksi C. burnetti melalui

aliran darah.

C. burnetti dapat bertahan dalam lingkungan dengan kurun waktu lama, tahan pada pH

rendah dan tahan terhadap beberapa bahan kimia pembasmi bakteri seperti bertahan 7 –

10 bulan di idnding rumah pada suhu 15 - 20°C lebih dari satu bulan dalam daging dalam

penyimpanan dingin dan lebih dari 40 bulan dalam susu skim pada suhu ruangan.
Pada Tahun 2009 wabah besar Q fever pernah terjadi di Belanda, yang menyerang lebih

dari 2300 orang dan menyebabkan 6 orang meninggal dunia. Kasus tersebut diduga

berasal dari peternakan kambing yang terinfeksi Coxiella burnetii (Enserink 2010).

Australia sebagai asal utama sapi impor ke Indonesia masih belum bebas dari penyakit

ini. Cooper et al. (2011) membuktikan hal ini dengan melakukan kajian seroprevalensi

pada sapi potong di Queensland Australia, dimana 16.8% sampel serum yang diperiksa

seropositif terhadap Coxiella burnetii. Di Indonesia, Q fever pertamakali dilaporkan pada

sapi dimana sebanyak 189 serum sapi positif terhadap antibodi Coxiella burnetii (Kaplan

dan Bertagna 1955).

EPIDEMIOLOGI
Salah satu kendala penting adalah gejala klinis bentuk akut dari Q fever yang tidak
begitu menciri, yaitu pneumonia, keguguran dan gejala lainnya yang belum
didiagnosa sebagai Q fever. Mengingat jumlah ternak, terutama sapi, yang diimpor
dari negara-negara yang pernah dan sedang terjangkit Q fever masih sangat tinggi,
yaitu mencapai 350 000 ekor sampai semester pertama pada tahun 2005, dan juga
impor daging beku dari Australia sebanyak 14 951 ton dan dari Amerika sebanyak
10 343 ton (Raswa 2006), perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang Q
fever di Indonesia.
Penularan Q fever dapat terjadi melalui kontak langsung dengan sumber penularan,
partikel debu, bahan makanan asal hewan, susu dan luka yang terkontaminasi serta
melalui transfusi darah.

Reservoir penyakit ini sangat luas termasuk mamalia, unggas, dan arthropoda terutama
caplak. Ruminansia domestik merupakan reservoir utama terhadap kasus yang terjadi
pada manusia. Sapi, domba, dan kambing merupakan reservoir utama pada hewan.

TRANSMISI
Rute utama infeksi penyakit ini adalah melalui inhalasi (aerosol) dengan dosis infeksi yang sangat

rendah, meskipun oleh satu sel bakteri tersebut. Target sel dari Coxiella burnetii adalah

monosit/makrofag. Setelah multiplikasi primer pada limfonodus regional, akan disusul dengan

bacteremia. Pada fase akut infeksi, kehadiran Coxiella burnetii dapat ditemukan pada paru-paru,

hati, limpa, dan darah. Pada fase kronis Coxiella burnetii dapat bereplikasi di dalam makrofag

PATOGENESIS
Pada hewan, infeksi C. burnetii umumnya bersifat subklinis, yang ditandai dengan penurunan

nafsu makan, gangguan pernapasan ringan dan gangguan reproduksi berupa abortus pada domba

dan sapi. Namun, pada manusia infeksi C. burnetii sering bersifat akut dan menahun serta dapat

menimbulkan kondisi yang fatal, yaitu kegagalan fungsi hati, radang tulang, radang otak,

gangguan pada pembuluh darah dan peradangan jantung (endokarditis) yang berakibat pada

kematian.

Infeksi pada sapi umumnya berlangsung asimtomatik tetapi dapat menyebabkan abortus,

subfertilitas, dan metritis. Gejala klinis Q fever pada manusia sering digambarkan sebagai gejala

flu-like. Dengan tidak spesifiknya gejala klinis yang ditimbulkan tidak disarankan untuk

melakukan diagnosis secara klinis

GEJALA KLINIS
Diagnosa Q Fever berdasarkan gejala klinis yang tampak hamper tidak memberikan

ketepatan, mengingat gejala klinis yang bersifat subklinis dan sangat umum, sehingga

hasil diagnose secara laboratorium sangat diperlukan.

Beberapa metode serodiagnosis yang ditetapkan untuk pemeriksaan Q Fever adalah

enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), capillary tube mikroaglutination

complement fixation (CFT) dan mikro indirect immunofloyrescent assay (IFA).

DIAGNOSA
Selama periode 5 tahun di Australia telah dikembangkan vaksin formalin inaktif yang
disebut Q-vak yang telah dibuktikan 100% efektif.

Pnemonia akibat Q Fever dapat diobati dengan erythromycin, tetracycline efektif


terhadap endocarditis akibat infeksi Q Fever kronis. Terapi kombinasi chloroquine dan
doxycycline atau doxycycline dan ofloxacin dapat dianjurkan karena telah berhasil
menyembuhkan penderita Q Fever.

PENCEGAHAN &
PENGOBATAN
Herlina,N., A. Setiyono, V. Juniantito dan S. Said. 2019. Induksi dan Purifikasi Antibodi Anti-
Coxiella burnetii untuk Deteksi Post Mortem Q Fever pada Ruminansia. Acta
Veterinaria Indonesiana. 7(1) : 1-10.

Mahatmi,H., A.Setiyono, B.D.Soejoedono dan F.H.Pasaribu. Deteksi Coxiella burnetii Penyebab


Q fever pada Sapi, Domba dan Kambing di Bogor dan Bali. Jurnal Veteriner

Nasution,S.S., A.Setiyono dan A.HAndharyani. 2015. Deteksi imunohistokimia antigen coxiella


burnetii sebagai penyebab q fever pada sapi. Jurnal Kedokteran Hewan. 9(2) : 147-
151.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai