Berbentuk batang (cocobacillus) dengan ukuran 0,3 – 1,0 µm, pleomorfik dan gram
negatif. C. burnetti sulit dilihat dengan teknik pewarnaan gram walaupun memiliki
membran yang sama seperti bakteri gram negatiflainnyan. Pewarnaan yang bisa dipakai
C. burnetti bersifat obligat intraseluler pada inangnya dan memiliki karakter yang mirip
ETIOLOGI
C. burnetti hidup dan berpoliferasi dalam sel inang. Sel target utama dari agen ini hanya
pada monosit atau sel – sel makrofag. Jika infeksi terjadi melalui saluran nafas maka
makrofag alveolar merupakan sel utama yang berperan aktif terhadap terjadinya infeksi
akut. Dalam hati sel kuffer berperan aktif terhadap adanya infeksi C. burnetti melalui
aliran darah.
C. burnetti dapat bertahan dalam lingkungan dengan kurun waktu lama, tahan pada pH
rendah dan tahan terhadap beberapa bahan kimia pembasmi bakteri seperti bertahan 7 –
10 bulan di idnding rumah pada suhu 15 - 20°C lebih dari satu bulan dalam daging dalam
penyimpanan dingin dan lebih dari 40 bulan dalam susu skim pada suhu ruangan.
Pada Tahun 2009 wabah besar Q fever pernah terjadi di Belanda, yang menyerang lebih
dari 2300 orang dan menyebabkan 6 orang meninggal dunia. Kasus tersebut diduga
berasal dari peternakan kambing yang terinfeksi Coxiella burnetii (Enserink 2010).
Australia sebagai asal utama sapi impor ke Indonesia masih belum bebas dari penyakit
ini. Cooper et al. (2011) membuktikan hal ini dengan melakukan kajian seroprevalensi
pada sapi potong di Queensland Australia, dimana 16.8% sampel serum yang diperiksa
sapi dimana sebanyak 189 serum sapi positif terhadap antibodi Coxiella burnetii (Kaplan
EPIDEMIOLOGI
Salah satu kendala penting adalah gejala klinis bentuk akut dari Q fever yang tidak
begitu menciri, yaitu pneumonia, keguguran dan gejala lainnya yang belum
didiagnosa sebagai Q fever. Mengingat jumlah ternak, terutama sapi, yang diimpor
dari negara-negara yang pernah dan sedang terjangkit Q fever masih sangat tinggi,
yaitu mencapai 350 000 ekor sampai semester pertama pada tahun 2005, dan juga
impor daging beku dari Australia sebanyak 14 951 ton dan dari Amerika sebanyak
10 343 ton (Raswa 2006), perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang Q
fever di Indonesia.
Penularan Q fever dapat terjadi melalui kontak langsung dengan sumber penularan,
partikel debu, bahan makanan asal hewan, susu dan luka yang terkontaminasi serta
melalui transfusi darah.
Reservoir penyakit ini sangat luas termasuk mamalia, unggas, dan arthropoda terutama
caplak. Ruminansia domestik merupakan reservoir utama terhadap kasus yang terjadi
pada manusia. Sapi, domba, dan kambing merupakan reservoir utama pada hewan.
TRANSMISI
Rute utama infeksi penyakit ini adalah melalui inhalasi (aerosol) dengan dosis infeksi yang sangat
rendah, meskipun oleh satu sel bakteri tersebut. Target sel dari Coxiella burnetii adalah
monosit/makrofag. Setelah multiplikasi primer pada limfonodus regional, akan disusul dengan
bacteremia. Pada fase akut infeksi, kehadiran Coxiella burnetii dapat ditemukan pada paru-paru,
hati, limpa, dan darah. Pada fase kronis Coxiella burnetii dapat bereplikasi di dalam makrofag
PATOGENESIS
Pada hewan, infeksi C. burnetii umumnya bersifat subklinis, yang ditandai dengan penurunan
nafsu makan, gangguan pernapasan ringan dan gangguan reproduksi berupa abortus pada domba
dan sapi. Namun, pada manusia infeksi C. burnetii sering bersifat akut dan menahun serta dapat
menimbulkan kondisi yang fatal, yaitu kegagalan fungsi hati, radang tulang, radang otak,
gangguan pada pembuluh darah dan peradangan jantung (endokarditis) yang berakibat pada
kematian.
Infeksi pada sapi umumnya berlangsung asimtomatik tetapi dapat menyebabkan abortus,
subfertilitas, dan metritis. Gejala klinis Q fever pada manusia sering digambarkan sebagai gejala
flu-like. Dengan tidak spesifiknya gejala klinis yang ditimbulkan tidak disarankan untuk
GEJALA KLINIS
Diagnosa Q Fever berdasarkan gejala klinis yang tampak hamper tidak memberikan
ketepatan, mengingat gejala klinis yang bersifat subklinis dan sangat umum, sehingga
DIAGNOSA
Selama periode 5 tahun di Australia telah dikembangkan vaksin formalin inaktif yang
disebut Q-vak yang telah dibuktikan 100% efektif.
PENCEGAHAN &
PENGOBATAN
Herlina,N., A. Setiyono, V. Juniantito dan S. Said. 2019. Induksi dan Purifikasi Antibodi Anti-
Coxiella burnetii untuk Deteksi Post Mortem Q Fever pada Ruminansia. Acta
Veterinaria Indonesiana. 7(1) : 1-10.
DAFTAR PUSTAKA