Anggota :
1. Muhammad Ridho FAA 117 029
2. Fatmawati FAA 117 030
3. Nur Octavianty FAA 117 031
4. Egi Claudia Pratiwi FAA 117 032
5. Nia P.S. Nainggolan FAA 117 033
6. Paskalia N.F. Sihura FAA 117 034
7. Erlina Citra Kurniasari FAA 117 035
8. Ivan Edsel Aden FAA 115 023
9. Ikrimah FAA 115 036
10. Aprilois Perdana FAA 115 038
PEMICU 3
1.
1. Meler
Meler
2.
2. Gorokan
Gorokan
3.
3. Bersin
Bersin
Kata Kunci
Kata Kunci
Identitas
Identitas :: Tn.
Tn. Bernard
Bernard
Keluhan Utama: :kedua
Keluhan Utama kedua hidung
hidung tersumbat
tersumbat sertaserta penciuman
penciuman menurun.
menurun.
Onset
Onset :: << 11 bulan
bulan
Frekuensi
Frekuensi ::Berulang
Berulang
Keluhan
Keluhan yang
yang m memperberat
em perberat : :
-- keluhan diperparah
keluhan diperparah jika
jika makan
makan seafood,
seafood, terasi,
terasi, dan minuman
dan minuman sachetan
sachetan dengan
dengan perasa manis.
perasa manis.
-- Saat tidur terlentang
Saat tidur terlentang merasakan
merasakan lendir
lendir masuk
masuk ke tenggorokan.
ke tenggorokan.
Keluhan
Keluhan penyerta
penyerta ::
Hidung basah,meler
Hidung basah, melerdan
dan bersin
bersin terutama
terutama ketika
ketika udara
udara dingin.
dingin.
IDENTIFIKASI MASALAH
Tn. Bernard mengeluhkan dua hidungnya tersumbat serta
penciuman yang menurun. Ketika udara dingin hidung terasa
basah meler, disertai bersin. Keluhan diperparah apabila
makan seafood, terasi, dan minuman sachetan.
ANALISIS MASALAH
Tn. Bernard
Keluhan penyerta :
Keluhan utama : Faktor memperberat :
Hidung basah,
- Hidung tersumbat - Makan seafood, terasi
meler ( Ketika
serta gorokan. dan sachetan
udara dingin )
- Penciuman menurun.
Gangguan
hidung
Disfungsi nervus
Polip nasal Rhinitis alergi olfaktorius
Hipotesis
Thorax Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris
Palpasi : Fremitus normal
Perkusi : Sonor
Jantung batas normal
Auskultasi : Vesikuler, bunyi tambahan ronkhi halus kanan. Jantung : S1 S2 murni reguler
Anamnesis Ingus encer dari hidung (rinore), bersin, hidung tersumbat, dan rasa
gatal pada hidung (trias alergi). Bersin merupakan gejala khas,
biasanya terjadi berulang, terutama pagi hari, gejala lain : mata
gatal dan banyak air mata (lakrimasi).
Faktor risiko : riwayat atopi, lingkungan lembab, terpapai debu
tungau.
Pemeriksaa 1. Perhatikan adanya allergic salute : gerakkan menggosok hidung
n Fisik dengan tangan karena gatal
2. Wajah : alergic shiners yaitu dark circles sekitar mata dan
berhubungan dgn vasodilatasi hidung atau obstruksi hidung.
Nasal crease yaitu lipatan horizontal yg melalui setengah bawah
bagian hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas.
Mulut terbuka dengan lengkung langit-langit yg tinggi, sehingga
menimbulkan gangguan pertumbuhan gigi.
3. Faring : dinding posterior tampak glanuler dan edema, dinding
lateral menebal, lidah tampak gambaran peta
4. Rinoskopi anterior : mukosa basah, edema, pucat atau kebiruan,
sekret encer, tipis dan banyak. Rinitis alergi kronis/granulomatous :
terlihat deviasi atau perforasi septum. Pada rongga hidung : dapa
ditemukan massa seperti polip dan tumor atau pembesaran
konka inferior berua edema hipertrofik
Rinitis Alergi
Pemeriksaa 1. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung :
n normal/meningkat
Penunjang 2. Pemeriksaan Ig E total serum
3. Tes cukit kulit : menyuntikkan alergen. Untuk alergi makanan
menggunakan Intracutaneus provocative dilutional foo test
(IPDFT), namun sebagai baku emas dilakukan diet dan provokasi
(challenge test)
4. Histologik : dilatasi vascular, pembesaran sel goblet , ruang
interseluler dan sel pembentuk mukus. Penebalan membran basal
dan I filtrasi sel eosinofil pada jaringan mukosan dan submukosan
Disfungsi nervus olfaktorius
◦ Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan riwayat trauma kepala, penyakit sinonasal, dan
infeksi saluran nafas atas, riwayat penyakit sistemik, riwayat penyakit
neurodegeneratif, kebiasaan merokok, dan semua faktor yang bisa
menyebabkan gangguan penghidu.
◦ Pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan hidung dengan rinoskopi anterior, posterior dan
nasoendoskopi untuk menilai ada atau tidaknya sumbatan di hidung,
seperti inflamasi, polip, hipertrofi konka, septum deviasi, penebalan mukosa,
dan massa tumor akan mempengaruhi proses transport odoran ke area
olfaktorius
◦ Pemeriksaan pencitraan
Tujuan :menyingkirkan kelainan intrakranial dan evaluasi kondisi anatomis
dari hidung, misalnya pada kasus tumor otak atau kelainan dihidung.
-Pemeriksaan foto polos kepala tidak banyak memberikan data tentang
kelainan ini.
-Pemeriksaan tomografi komputer merupakan pemeriksaan yang paling
berguna untuk memperlihatkan adanya massa, penebalan mukosa atau
adanya sumbatan pada celah olfaktorius.
◦ Pemeriksaan kemosensoris penghidu
pemeriksaan dengan menggunakan odoran tertentu untuk merangsang sistem
penghidu.
1. Tes UPSIT (University of Pennsylvania Smell Identification).
terdapat 4 buku yang masing-masing berisi 10 odoran. Pemeriksaan dilakukan dengan
menghidu buku uji, dimana didalamnya terkandung 10-50Å odoran. Hasilnya
pemeriksaan akan dibagi menjadi 6 kategori yaitu normosmia, mikrosmia ringan,
mikrosmia sedang, mikrosmia berat, anosmia, dan malingering
2. Tes The Connectitut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC).
mendeteksi ambang penghidu, identifikasi odoran, dan untuk evaluasi nervus
trigeminal.
3. Tes “Sniffin Sticks”
untuk menilai kemosensoris dari penghidu dengan alat yang berupa pena. Panjang
pena sekitar 14 cm dengan diameter 1,3 cm yang berisi 4 ml odoran dalam bentuk
tampon dengan pelarutnya propylene glycol.
4. Tes Odor Stick Identification Test for Japanese (OSIT-J)
OSIT-J terdiri dari 13 bau yang berbeda tapi familiar dengan populasi Jepang yaitu
condessed milk, gas memasak, kari, hinoki, tinta, jeruk Jepang, menthol, parfum, putrid
smell, roasted garlic, bunga ros, kedelai fermentasi dan kayu. Odoran berbentuk krim
dalam wadah lipstik. Pemeriksaan dilakukan dengan mengoleskan odoran pada
kertas parafin dengan diameter 2 cm, untuk tiap odoran diberi 4 pilihan jawaban.
◦ Pemeriksaan elektrofisiologis fungsi penghidu.
Pemeriksaan ini terdiri dari Olfactory EventRelated Potentials (ERPs), dan
Elektro-Olfaktogram (EOG).
1. Olfactory Event - Related Potentials (ERPs).
ERPs adalah salah satu pemeriksaan fungsi penghidu dengan memberikan
rangsangan odoran intranasal, dan dideteksi perubahan pada
elektroencephalography (EEG). Jenis zat yang digunakan adalah vanilin,
phenylethyl alkohol, dan H2S.
2. Elektro-Olfaktogram (EOG)
dilakukan dengan menempatkan elektroda pada permukaan epitel
penghidu dengan tuntunan endoskopi.
Indonesia
Penelitian melaporkan :
- penderita polip hidung sebesar 4,63% di RS.Dr. Soetomo Surabaya.
- di RSUP H.Adam Malik Medan, tahun 2010 sebanyak 43 orang terdiri dari 22
pria (51,2%) dan 21 perempuan (48,8%).
- di RS DR. Sardjito Yogyakarta, melaporkan terdapat 24 orang penderita
polip
Patofisiologi Polip Nasal
polip : penggambaran mukosa hidung atau sinus
normal yang diisi dengan stroma edematous
Teori Bernstein ↓
karena proses inflamasi yang ↑ dari sel epitel, sel endotel vaskular, dan
fibroblast
↓
Respons ini ↑ penyerapan natrium
↓
menyebabkan retensi (penahanan) air
↓
pembentukan polip
Teori
ruptur epitel
Sneezing = bersin
Runny nose = hidung beringus
- Hidung beringus - ini mungkin kronis, dengan perasaan pasien
seolah-olah mereka selalu pilek
- Hidung yang tersumbat - atau dalam beberapa kasus pasien
mungkin sulit bernapas melalui hidung, menyebabkan masalah tidur
- Postnasal drip - perasaan lendir terus mengalir di bagian belakang
tenggorokan
- Kehilangan kemampuan penciuman atau penurunan kemampuan
penciuman yang buruk
- Nyeri di wajah
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
ANAMNESIS
FISIK PENUNJANG
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
◦ Hidung tersumbat dari ringan sampai berat
◦ Rinore dari yang jernih sampai purulen
◦ Hiposmia atau anosmia
◦ Mungkin disertai bersin-bersin
◦ Rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal
◦ Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan
rinore purulen
◦ Gejala sekunder yang dapat timbul;
◦ Bernafas melalui mulut
◦ suara sengau
◦ Gangguan tidur
◦ Perlu ditanyakan riwayat alergi atau asma
Pemeriksaan Fisik
◦ Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat
massa yang berwarna pucat dan mudah
digerakkan.
◦ Polip yang makin membesar akan tampak di
koane (polip koanal) dengan rinoskopi posterior
dapat terlihat
Pemeriksaan Penunjang
◦ Pemeriksaan radiologi
◦ Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat
untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal
apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan
pada kompleks ostiomeatal.
◦ Naso-endoskopi
◦ Adanya fasilitas naso-endoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus
polip stadium dini
◦ Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rinoskopi anterior tetapi dapat terlihat dengan pemeriksaan nasoendokopi
◦ Pemeriksaan Histopatologi
◦ Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas (gold standard)
penegakan diagnosa polip hidung.
Stadium Polip
Faktor resiko
◦ Infeksi kronis pada sinus (sinusitis)
◦ Rhinitis alergi (hay fever)
◦ Asma
◦ Cystic fibrosis
◦ Sindrom Churg-Strauss
◦ Sensitivitas NSAID (respon alergi terhadap obat anti-nyeri seperti
aspirin, ibuprofen, naproxen, dll)
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari perawatan untuk polip hidung adalah mengurangi ukuran
atau menghilangkannya.
Medikamentosa
- Kortikosteroid oral
- Kortikosteroid topikal hidung atau nasal spray
- Kortikosteriod sistemik
- Antibiotik
Non medikamentosa:
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau
polip yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi
bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip
dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia
dan kemampuan dokter yang menangani.