Anda di halaman 1dari 27

BAHAN AJAR

HUKUM KETENAGAKERJAAN

OLEH :
MASRUR RIDWAN

FAKULTAS HUKUM
UNISSULA
2018
Sesi 6
A. PENDAHULUAN

• Hubungan industrial di Indonesia


melibatkan para pelaku proses
produksi barang dan/jasa:

1. Pengusaha

2. Pekerja/buruh

3. Pemerintah
• Hubungan para pihak didasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945.
(UU Ketenagakerjaan No 13. Tahun 2003 Ps 1
angka 16)

• Pada 1974 dikenal dengan sebutan HPP


(Hubungan Perburuhan Pancasila)
Inti Hubungan Perburuhan Pancasila
adalah hubungan antara unsur-unsur
dalam proses produksi didasarakan
pada nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila

Konsekuensinya:

Setiap perselisihan perburuhan harus


diupayakan diselesaikan secara
musyawarah
Asas yang digunakan sebagai tumpuan:
1. Asas partner in production
(sebagai kawan, bukan lawan)

2. Asas partner in profit


(wajib bekerja sama dan nikmati hasil
bersama sesuai prestasi & proporsional)

3. Asas partner ini responsibility


(sama-sama bertanggung jawab; pihak
buruh laksanakan pekerjaan, pengusaha
laksanakan kewajiban)
Secara keseluruhan bermaksud:
meningkatkan harkat, martabat dan harga
diri tenaga kerja serta mewujudkan
masyarakat sejahtera, adil, makmur dan
merata, baik material maupun spriritual
(UU No. 13 Tahun 2003 Ps 103)
1.Serikat Pekerja/Serikat Buruh:
Organisasi yang dibentuk dari dan oleh
pekerja/buruh sendiri untuk
perjuangkan, membela dan melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh,
yakni untuk tingkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh
(UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja &
UU No. 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan
Hubungan Industrial)
2. Organisasi Pengusaha:
Setiap pengusaha berhak membentuk
dan menjadi anggota organisasi
pengusaha (UU Ketenagakerjaan Ps 105)

Perlu pengusaha yang peduli akan


kondisi pekerja; bukan semata-mata
pengusaha yang menerapkan prinsip
ekonomi dalam mendaptkan
keuntungan sebesar-besarnya dengan
cara menekan biaya produksi (pekerja)
3. Lembaga Kerja Sama Bipartit:
Forum komunikasi dan konsultasi yang
berkaitan dengan hubungan industrial
perusahaan

Anggota LKS:
a. Pengusaha
b. Serikat pekerja yang sudah terdaftar/
perwakilan pekerja jika belum ada
(UU Ketenagakerjaan Ps 1 sub 18, Ps 106 jo Ps 190)
Perusahaan yang mempekerjakan
minimal 50 (lima puluh) orang wajib
membentuk LKS.

Jika tidak dilaksanakan dapat dikenakan


sanksi administratif berupa: teguran,
peringatan tertulis, pembatasan kegiatan
usaha, penghentian sementara, dll, hingga
pencabutan izin
4. Lembaga Kerja Sama Tripartit:
LKST merupakan forum komunikasi,
konsultasi dan musyawarah terdiri dari:
a. Serikat pekerja/buruh
b. Organisasi pengusaha
c. Pemerintah

LKST memberikan pertimbangan, saran


dan pendapat kepada pemerintah dan
pihak terkait dlm penyusunan kebijakan
& pemecahan masalah ketenagakerjaan
LKST bisa regional (nasional, provinsi
dan kabupaten/kota); bisa juga sektoral
(nasional, provinsi dan kabupaten/kota).

LKST tidak langsung terkait dengan suatu


perusahaan, tapi sebagai forum
komunikasi yang diharapkan dapat
menampung aspirasi dan kepentingan
berbagai pihak (pengusaha dan pekerja/
buruh; juga menampung berbagai
persoalan yang ada dalam bidang
ketenagakerjaan
5. Peraturan Perusahaan:
Peraturan perusahaan dibuat secara
tertulis oleh pengusaha, memuat syarat-
syarat kerja dan tata tertib perusahaan,
inc hak & kewajiban pengusaha/pekerja
(KUHPerdata Ps 1601 j, k, l, dan m mengatur
syarat formal keberlakuan dari peraturan perusahaan,
dan peraturan itu akan mengikat jika penuhi
persyaratan tertentu al dibuat rangkap 3, satu untuk
pekerja, pemerintah dan ditempel agar diketahui
seluruh pekerja, termasuk perubahanya)
Peraturan perusahaan menjadi wajib jika
ada min 10 pekerja/buruh.
6. Perjanjian Kerja Bersama:
Perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara Serikat Pekeja/
Buruh atau beberapa Serikat Pekerja/
Buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab.

Atas dasar itu PKB bersifat:


a. Obligator (memuat hak dan kewajiban)
b. Bersifat normatif (yang sudah ditentukan
dalam perundang-undangan)
Dengan demikian dlm PKB dimungkinkan
memuat kaidah-kaidah yang bersifat:

a. Horizontal (para pihak sendiri)


b. Vertikal (dari yang lebih tinggi
tingkatannya)
c. Diagonal (yang tidak langsung terlibat)
Dalam satu perusahaan hanya boleh ada
satu PKB, meski dimungkinkan adanya
beberapa Serikat Pekerja/Buruh

Masa berlaku PKB dua tahun dan hanya


boleh diperpanjang untuk jangka waktu
satu tahun.

Harus memuat hal-hal yang lebih dari


sekadar aturan yang berlaku normatif
7. Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial:

Lembaga ini dimaksudkan untuk


menyelesaikan perselesihan yang terjadi
dalam hubungan industrial
(UU Ketenagakerjaan Ps 136)

Selanjutnya diatur dalam UU No. 2


Tahun 2004 tentang PPHI. Tujuan untuk
mempercepat proses & beri ketenangan
kepada pekerja maupun pengusaha
Pemerintah (dalam tripartit) diharapkan netral, selain
memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh; juga
menjaga proses produksi berkesinambungan.

Dalam hal ini fungsi pemerintah:

1. Menyusun/ membuat peraturan/kebijakan


2. Mengawasi pelaksanaan peraturan
3. Memberikan pelayanan
4. Menyelenggarakan peradilan dan tindakan
terhadap pelanggaran peraturan perundang-
undangan
5. Pembinaan hubungan industrial
Ada kecenderungan untuk samakan
ketentuan hukum perburuhan yang
berlaku. Ada keinginan agar ada satu
kesatuan hukum perburuhan: yang sama
dan berlaku di setiap negara.

Pelaku penyamaan adalah ILO


Pada Konferensi ILO ke-26 di Philadelpia
pada 1944, ditetapkan tiga hal penting
dalam kaitan hukum perburuhan:
1. Bahwa tenaga kerja bukanlah barang
dagangan, sehingga harus diperlakukan
sesuai harkat dan martabatnya sebagai
manusia;
2. Ada kemerdekaan keluarkan pendapat
dan berseriakat;
3. Solidaritas dalam perekonomian, dan
kemiskinan merupakan suatu bahaya
yang harus ditanggulangi bersama.
Kemudian secara rutin diadakan
konferensi untuk peroleh persetujuan
dalam masalah perburuhan yang
dituangkan dalam bentuk konvensi dan
rekomendasi. Ketentuan dalam konvensi
itu baru mengikat bila telah disahkan di
negara yang bersangkutan (diratifikasi,
diberitahu, didaftar di kantor ILO;
selanjutnya dijabarkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan di negara
yang bersangkutan
Indonesia telah meratifikasi beberapa
konvensi, dengan konsekuensi untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan
konvnesi yang telah diratifikasi, al:
1. Konvensi No 29 Tahun 1930 ttg kerja
paksa atau wajib kerja diratifikasi dg
Staatblad No. 261
2. Konvensi No. 87 Tahun 1948 ttg
kebebasan berserikat dan perlindungan
hak berorganisasi, diratifikasi dengan
Keppres No 83 Tahun 1998
3. Konvensi No. 98 Tahun 1949 ttg hak
berorganisasi dan perundingan bersama,
diratifikasi dg UU No. 18 Tahun 1956;
4. Konvensi No 100 Tahun 1951 tentang
pengupahan yang sama bagi laki dan
perempuan, diratifikasi dengan UU No.
80 Tahun 1957;
5. Konvensi No. 105 Tahun 1957 tentang
penghapusan kerja, diratifikasi dengan
UU No 19 Tahun 1999;
6. Konvensi No. 111 Tahun 1958 tentang
diskriminasi dalam pekerjaan dan
jabatan, diratifikasi dg UU No. 21/1999;
7. Konvensi No. 138 Tahun 1973 ttg usia
minimum utk diperbolehkan bekerja,
diratifikasi dengan UU No. 20/ 1999;
8. Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang
pelarangan dan tindakan segera
penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk untuk anak, diratifikasi
dengan UU No. 1 Tahun 2000.
S elesai

Selesai

Selesai

Anda mungkin juga menyukai