Anda di halaman 1dari 35

BAHAN AJAR

HUKUM KETENAGAKERJAAN

OLEH :
MASRUR RIDWAN

FAKULTAS HUKUM
UNISSULA
2018
Sesi 10
Pasal 5 UU N0. 13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan dengan tegas menegaskan
“Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan untuk
memperoleh pekerjaan.”

Penjelasan pasal itu menyatakan, “setiap tenaga


kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan
yang layak tanpa membedakan jenis kelamin,
suku, ras, agama dan aliran politik sesuai dengan
minat dan kemampuan tenaga kerja yang
bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama
terhadap para penyandang cacat
Selanjutnya Pasal 6 UU yang sama menyebutkan
juga, “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
perlakukan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha.”

Penjelasan pasal tersebut menyatakan, “Pengusaha


harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama,
warna kulit dan aliran politik
Perlindungan Pekerja/Buruh Perempuan

Pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan


hamil antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 jika
menurut surat keterangan dokter akan
membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan
kandungan maupun dirinya.

Pengusaha yang pekerjakan pekerja/buruh perempuan


antara pukul 23.00 sd 07.00 wajib:
a. Memberikan makanan & minuman bergizi, dan
b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di
tempat kerja.
Pengusaha juga wajib menyediakan angkutan antar
jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang
berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 05.00.
Waktu istirahat dan Cuti
Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja/buruh, sbb:
1. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah
jam setelah 4 jam bekerja terus menerus. Waktu istirahat
tidak termasuk jam kerja;
2. Istirahat min satu hari utk 6 hari kerja dalam 1 mingu, atau
2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu;
3. Cuti tahunan min 12 hari kerja setelah bekerja 12 bulan
terus menerus;
4. Istirahat panjang min 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun
ke-7 dan ke-8, masing-masing 1 bulan bagi yang sudah
bekerja 6 tahun secara terus menerus dengan ketentuan
pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya
dalam 2 tahun berjalan. Dan itu berlaku kelipatan masa
kerja 6 tahun
Pelaksanaan waktu istirahat tahunan diatur
dalam PK, PP atau PKB.

Selain waktu istirahat, pengusaha wajib


memberikan kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan
ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Khusus pekerja perempuan yang dalam masa haid
merasakan sakit dan memberitahukan kepada
pengusaha, tidak wajib bekerjaa pada hari pertama
dan kedua pada waktu haid.

Pemberitahuan haid diatur dalam PK, PP atau PKB.


Dengan demikian pemberlakuannya secara otomatis
dan tidak memerlukan permohonan izin cuti haid
sebagaimana pernah diberlakukan oleh beberapa
perusahaan .
Selain itu pekerja/buruh perempuan juga memperoleh
istirahat 1,5 bulan sebelum dan 1.5 bulan setelah
melahirkan anak menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan.

Perempuan yang mengalami keguguran kandungan


berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuaai
dengan surat keterangan dokter.

Perempuan yang masih menyusui harus diberi


kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika
hal itu harus dilaksanakan pada waktu kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas:

a. Keselamatan dan kesehatan kerja;


b. Moral dan kesusilaan;
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama.
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
yang terintegerasi dengan sistem manajemen
perusahaan. Kewajiban SMK3 berlaku bagi
perusahaan yang:

a. Memperkejakan pekerja/buruh paling sedikit 100


orang, atau
b. Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
Pengawasan SMK3 dilakukan oleh pengawas
ketenagakerjaan pusat, propinsi, dan atau kabupaten
/kota sesuai kewenangan, meliputi:
a. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan
komitmen:
b. Organisasi;
c. Sumberdaya manusia;
d. Pelaksanaaan peraturan bidang K3;
e. Keamanan kerja;
f. Pemeriksaan, pengujian dan pengukuran
penerapan SMK3;
g. Pengendalian keadaan darurat & bahaya industri;
h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan; dan
i. Tindak lanjut audit.
Salah satu kegiatan usaha yang menjadi
perhatian pemerintah untuk bidang K3 adalah
bidang kelistrikan. Pelaksanaan K3 listrik
bertujuan untuk:
a. Melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja dan orang lain yang berada dalam
lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya
listrik;
b. Menciptakan isnstalasi listrik yang amam, andal
dan memberikan keselamatan bangunan beserta
isinya; dan
c. Menciptakan tempat kerja yang selamat dan
sehat untuk mendorong produktivitas.
Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan dan Kesehatan kerja No. 9 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Pekerjaan Pada
Ketinggian. Intinya pengusaha atau pengurus wajib melakukan
langkah-langkah yang tepat dan memadai untuk mencegah
kecelakaan kerja, yaitu:
a. Memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan
dengan aman dan kondisi ergonomi yang memadai
melalui jalur masuk atau jalur keluar yang telah
disediakan, dan
b. Memberikan peralatan keselamatan kerja yang tepat
untuk mencegah tenaga kerja jatuh jika pekerjaan
tidak dapat dilakukan pada tempat atau jalur
sebagaimana dimaksud huruf a.
Untuk itu ada DKKK di tingkat nasional (DK3N) dan tingkat
propinsi (DK3P) yang dibentuk melalui Peraturan Menaker No.
18 Tahun 2016.
Jaminan Sosial

UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap


pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja. Untuk mempertegas
pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Program jaminan sosial itu mencakup:
a. Jaminan kesehatan;
b. Jaminan kecelakaan kerja;
c. Jaminan hari tua;
d. Jaminan pensiun;
e. Jaminan kematian
Peserta penerima upah terdiri atas Penerima Upah dan
Peserta Bukan Penerima Upah.

1. Bagi bukan penerima upah terdiri atas:


a. Calon Pegawai Negeri Sipil:
b. Pegawai Negeri Sipil:
c. Anggota TNI;
d. Anggota POLRI;
e. Pejabat Negara;
f. Pegawai pemerintah non pegawai negeri;
g. Prajurit siswa TNI;
h. Prajurit didik POLRI.

2. Bagi pekerja pada pemberi kerja selain


penyelenggara negara.
Untuk penahapan, aturannya sebagai berikut:

a. Usaha besar, wajib mengikuti program


jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jamninan pensiun, dan jaminan kematian;
b. Usaha menengah, wajib mengikuti program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun, dan jaminan kematian;
c. Usaha kecil, wajb mengikuti program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
dan jaminan kematian;
d. Usaha mikro, wajib mengikuti program
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan
kematian
Untuk tenaga harian lepas, borongan atau
musiman, pengusaha wajib mendaftarakan
pekerjanya dalam program jaminan
kecelakaan kerja, dan jaminan kematian.

Menurut Peraturan Menaker No 44 Tahun


2015, bagi pekerja harian lepas, borong dan
perjanjian waktu tertentu pada sektor usaha
konstruksi, pendaftaran dilakukan dengan
menggunakan formulir pendaftaran proyek
paling lambat 14 hari setelah SPK diterbitkan.
Adapun BPJS yang dibentuk melalui UU No.
24 Tahun 2011 adalah BPJS Kesehatan untuk
jaminan kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan
untuk:

1. Jaminan kecelakaan kerja;


2. Jaminan hari tua;
3. Jaminan pensiun;
4. Jaminan kematian.
Iuran jaminan kesehatan bagi pekerja/buruh wajib
dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan, yang
dibayarkan paling lambat tanggal 10 tiap bulannya
kepada BPJS Kesehatan.

Besaran tarif sesuai dengan Peraturan Menaker No.


11 Tahun 2016 tentang Pelayan Kesehatan dan
Besaran Tarif Dalam Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja.

Layanan kesehatan yang diberikan mencakup:


a. Pemeriksaan dasar penunjang;
b. Perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
c. Rawat inap kelas 1 RS pemerinatah, RSUD, dan
RS swasta setara;
d. Perawatan intensif;
e. Penunjang diagnostik;
f. Pengobatan;
g. Pelayanan khusus;
h. Alat kesehatan dan implan;
i. Jasa dokter/medis;
j. operasi;
k. Transfursi darah, dan atau
l. Rehabilitasi medik.
Pemerintah juga memberikan perlindungan
kepada korban kecelakaan kerja, yaitu dengan
adanya Manfaat Program Kembali Kerja
(return to work program), sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menaker No. 10 Tahun 2016
tentang Tata Cara Pemberian Program
Kembali Kerja dan Penyakit Akibat Kerja –
yang merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal
49 ayat (2) dan Pasal 50 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No 44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Tentang program jaminan hari tua (JHT),
pemerintah mengaturnya di dalam Peraturan
Pemerintah N0. 46 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua.

JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan


sekaligus pada saat peserta memasuki usia
pensiun, meninggal dunia atau mengalami cacat
total tetap. Manfaat hanya dibayarkan kepada
peserta yang terdaftar di BPJS
Ketenagakerajaan.
Cara pembayaran manfaat JHT oleh BPJS
Ketenagakerjaan diatur pemerintah dalam
Peraturan Menaker No 19 Tahun 2015 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua. Dalam peraturan
juga dijelaskan bahwa manfaat JHT juga
termasuk bagi yang berhenti bekerja karena:
a. Mengundurkan diri;
b. Terkena pemtusan hubungan kerja;
c. Yang meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang
mengundurkan diri, dibayarkan secara tunai dan
sekaligus, setelah melewati masa tunggu satu
bulan sejak tanggal surat keterangan
penguduran diri dari perusahaan diterbitkan.

Sesuai PP No 60 Tahun 2015 tentang perubahan


PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
JHT, yakni wajib dibayarkan kepada:
a. Peserta mencapai usia pensiun;
b. Peserta mengalami cacat total tetap, atau
c. Peserta meninggal dunia
Iuran JHT wajib dibayarkan oleh pengusaha,
dan apabila tidak dibayarkan, dengan alasan
apa pun, pekerja/buruh dapat mengajukan
gugagatan kepada pengusaha. Termasuk harus
membayar kekuarangan iuran.
Pensiun

Perlindungan hukum jaminan hari tua para


pekerja diatur dengan PP No. 45 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Pensiun. PP ini merupakan bentuk pelaksanaan
ketentuan Pasal 41 ayat (8) dan Pasal 42 ayat
(2) UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
Penerima manfaat pensiun terdiri atas:
a. Peserta;
b. Satu orang istri atau suami yang sah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Paling banyak dua orang anak, atau
d. Satu orang Orang Tua (Bapak/Ibu Kandung).
Pesangon

Pesangon merupakan hak dari pekerja/buruh dan


kewajiban bagi pengusaha untuk membayarnya.
Menurut ketentuan UU No. 13 Tahun 2003,
tabel pesangon sebagai berikut:

Alasan PHK Pesangon Dasar hukum

Kesalahan berat penggantian hak 158 ayat (4)


dan uang pisah
Melakukan tindak uang penghargaan 160 ayat (7)
Pidana masa kerja 1x +
penggantian hak
Melanggar pk/pkb/pp uang pesangon 1x + 161 ayat (3)
uang penghargaan
masa kerja 1x
penggantian hak

Mengundurkan diri penggantian hak + 162 ayat (2)


uang pisah

Perubahan status uang pesangon 1x + 163 ayat (1)


Perusahaan, uang penghargaan
Penggabungan, masa kerja 1x +
Peleburan atau penggantian hak 63 ayat (2)
Perubahan (jika pekerja/buruh
kepemilikan setuju PHK
Pesangon 2x +
Penghargaan masa
kerja 1x + penggantian
hak jika pekerja tidak
Perusahaan tutup uang pesangon 1x + 164 ayat (1)
karena rugi 2 th uang penghargaan
terus menerus masa kerja 1x +
penggangtian hak.

Efisiensi Uang pesangon 2x + 164 ayat (3)


uang penghargaan
masa kerja 1x
penggantian hak

Pailit uang pesangon 1x + 165


uang penghargaan
masa kerja 1x +
penggantian hak

Meninggal dunia uang pesangon 2x + 166


uang pernghargaan
masa kerja 1x +
Penggantian hak
Pensiun (ada program) uang penghargaan 167 ayat (1)
Pensiun yang dibayar masa kerja 1x +
Penuh perusahaan) penggantian hak

Pensiun (tanpa uang pesangon 2x + 167 ayat (5)


Program pensiun) uang penghargaan
masa kerja 1x +
penggantian hak

Mangkir 5 hari penggantian hak 168 ayat (3)


Berturut-turut + uang pisah
a. Pengusaha uang pesangon 2x 169
menganiaya + uang penghargaan
b. Membujuk dan/atau masa kerja 1x +
menyuruh pekerja penggantian hak
melakukan perbuatan
yang bertentangan
dengan aturan.
c. Tidak membayar
tepat waktu 3 bukan
berturut-turut.
d. Tidak melakukan
kewajiban pada
Pekerja/ buruh
e. Memerintahkan
pekerja/buruh
bekerja di luar
yang dijanjikan
f. Memberikan
pekerjaan yang
membahayakan
jiwa, keselamatan,
kesehatan dan
kesusilaan namun
tidak dicantumkan
dalam perjanjian kerja
Sakit berkepanjangan uang pesangon 2x + 172
uang penghargaan
masa kerja 1x +
penggantian hak
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai