Anda di halaman 1dari 28

ANESTESI PADA BEDAH

ORTHOPEDI
DISUSUN OLEH : WINDI D APRILLIA
(406172053)
PEMBIMBING : DR. HELEN YUDI, SP.AN
Pendahuluan

 Berbagai hal dalam pembedahan ortopedi dapat


mempengaruhi perencanaan anestesi
 Komplikasi yang terjadi dapat beragam 
 Ps. dgn fraktur tulang panjang  dpt mengalami sindrom
emboli lemak
 Ps. yg menjalani operasi pelvis, panggul, dan lutut 
meningkatkan risiko terjadinya venous thromboembolism
 Penggunaan bone cement pada arthroplasty  dpt
menyebabkan instabilitas hemodinamik
 Teknik anestesi neuraxial dan teknik anestesi
regional lainnya 
 berperan dlm penurunan insiden komplikasi thromboemboli
post operatif,
 memberikan analgesia post operatif
 memfasilitasi rehabilitasi lebih dini dan pemulihan
Anestesi pada operasi panggul
 Fraktur pada panggul
 Prevalensi  ps usia lanjut (memiliki morbiditas dan
mortalitas yg bermakna)
 Memiliki komplikasi perioperatif yg tinggi krn berbagai faktor
(jantung, parum DVT, delirium)
 Delirium dan rasa pusing post op  hal umum terjadi
Pertimbangan perioperatif

 Laporan beberapa penilitan  mortalitas fraktur


panggul (10%) selama awal perawatan dan >25%
dlm 1 tahun
 Disertai banyaknya pasien mempunyai penyakit penyerta
(peny. Arteri koroner, peny. Serebrovaskuler, PPOK, diabetes)
 Penyulit fraktur panggul 
 dehidrasi karena intake yg tidak adekuat
 Menurunnya vol intravaskular (dipengaruhi lokasi fraktur,
perdarahan terselubung)
 Jenis fraktur
 Intrakapsular (subkapsular, transervical)  perdarahan lebih
sedikit
 Ekstrakapsular (dasar kolum femur, intertrokanter,
subtrokanter)
 Pada perdarahan terselubung jk dilihat dari kadar
hematokrit preoperatif  normal atau dibawah
normal
 Keluhan ps  nyeri hebat dan stres berat
 Penundaan pembedahan dpt meningkatkan komplikasi

 Pembedahan lebih awal (<12 jam)  menurunkan tingkat


nyeri, lama perawatan dan komplikasi perioperatif
 Karakteristik lain ps fr. Panggul  sering terjadinya
hipoksia preoperatif
 Dapat dikarenakan : fat embolism, atelektasis bibasilar akibat
bedrest, bendungan paru (dan efusi), CHF, infeksi
Manajemen intraoperatif

 Menurut association of Anaesthetist in Great Britain


and Ireland (2012) anestesi pembedahan panggul harus
dapat memblok
 Nervus kutaneus lateralis pd paha, nervus obturator, ichiadika dan
lower subcostal nerve
 Studi :
 kejadian DVT post op dan angka mortalitas bulan pertama lbh
rendah pd anestesi regional
 Pd ft. neck of femur  insiden DVT 4x lbh besar pd anestesi umum
 Anestesi regional dpt mengurangi insiden pusing post op
 Teknik anestesi neuraksial dgn/tanpa anestesi
umum  memberikan keuntungan tambahan untuk
kontrol nyeri post op
 Penggunaan opioid intra thecal (sprti morfin) jg
dapat digunakan analgesia post op tp berpotensi
depresi nafas, maka perlu pengawasan ketat post op
 Pertimbangan diberikan terkait tipe reduksi dan fiksasi,
dipengaruhi : lokasi fraktur, derajat displacement, status
fungsional ps preop, pilihan dr bedah
 Hemiarthroplasty & total hip replacemnt butuh waktu
lbh lama dan invasif, dikerjakan dlm posisi lateral
decubitus
 Prosedur ini dpt trjadi banyak kehilangan darah  gangguan
hemodinamik, maka perlu akses vena untuk persiapan transfusi
cepat
Total Hip Arthroplasty / Total Hip
Replacement
 Banyak dilakukan pd usia lanjut
 Komplikasi umum yg trjadi
 Serangan jantung, emboli parum pneumonia dan gagal nafas,
infeksi
 Faktor komorbid berat
 Peny jantung, paru dan diabetes  perlu skrining pre op
Pertimbangan preoperative

 Sebagian besar pd ps yg menajalani THR menderita OA,


RA, atau nekrosis avaskular
 OA = peny. Degeneratif melibatkan satu atau banyak sendi (dpt
trmasuk tulang belakang) maka manipulasi leher pd intubasi harus
diminimalisir (menghindari kompresi radiks saraf / protrusi diskus)
 RA = destruksi sendi (o/ respon imun dgn inflamasi kronik dan
progresif pd membran sinovial), RA jg dpt merupakan penyakit
sistemik yg meilbatkan organ lain (sendi kecil tangan, pergelangan
tangan dan kaki dpt menimbulkan deformitas berat)  mempersulit
kanulasi intravena / arteri radialis
 Suara serak/ stridor inspirasi dpt menjadi tanda
penyempitan glottis (yg disebabkan arthritis
krikoarythenoid)
 Menyebakan : obstruksi jalan napas post ekstubasi
 Ps RA/OA umumnya menkonsumsi OAINS 
menimbulkan efek samping perdarahan GIT,
toksisitas pd ginjal, disfungsi platelet
Manajemen intraoperatif

 THR dikatkan dgn tiga komplikasi


 Bone cement implantation syndrome

 Perdarahan intra dna post op

 Thromboemboli vena

 Pemberian opioid sprti morfin, scara neuraxial pd


periode perioperatif dpt memperlama durasi
analgesia postoperatif
 Pendekatan tindakan THR :
 Anterior

 Lateral posterior

* Kebanyakan ahli menggunakan pendekatan lateral posterior


sehingga ps diposisikan lateral dekubitus  dpt mengurangi
oksigenasi
 Hip Arthroscopy
 Bbrp tahun terakhir prosedur ini menjadi sama populernya dgn
teknik invasif minimal , juga umum digunakan sebagai prosedur
diagnostik & tatalaksana pd pasien rawat jalan
 Pasien dalam posisi supine / lateral dgn diberikan traksi
pd tungkai yg akan dioperasi
 Saat memposisikan  harus diperhatikan bahwa alas perineum yg
terpasang cukup empuk dan tidak menekan nervus pudendus dan
tidak adanya traksi berlebihan
 Prosedur ini memerlukan relaksasi otot yg total  dibutuhkan
anestesi umum / blok neuraksial
Reduksi tertutup pada dislokasi panggul

 Krn haya butuh daya/kekuatan kecil untuk membuat


dislokasi protetik hip, pasien dgn hip implants
memerlukan perhatian khusus selama mengatur posisi
setelah prosedur bedah
 Fleksi panggul yg sktrem, rotasi internal dan aduksi dpt
meningkatkan resiko dislokasi
 Dislokasi panggul biasanya dpt dikoreksi dgn reduksi tertutup dgn
anestesi umum yg singkat
 Paralisis temporer  pemberian suksinilkolin / bila diperlukan utuk
memfasilitasi manipulasi operator dgn merelaksasi otot panggul
Operasi pada ekstremitas atas
Operasi bahu
Operasi bahu

 Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka (open)


atau arthroskopi
 posisi duduk atau posisi lateral dekubitus (biasanya
jarang)
 Posisi duduk / bench chair position  dpt berkaitan dengan
penurunan perfusi serebral (dipastikan dgn oksimetri
jaringan)
 Untuk operasi bahu yg menggunakan blockade
pleksus brakial interscalene, menggunakan
ultrasound
 Meskipun digunakan anestesia umum, blokade
interscalene dpt meningkatkan anestesi dan
menunjang efektivitas analgesik postoperasi
 Relaksasi otot intensif biasanya dibutuhkan untuk
operasi besar pada bahu selama anestesi umum,
terutama ketika tidak dikombinasikan dengan
blockade pleksus br
 Insersi kateter perineural tetap pada preoperatif
dengan larutan anestesi lokal yang diencerkan,
selanjutnya memungkinkan analgesia pasca operasi
selama 48-72 jam.
 Studi retrospektif  Penempatan langsung kateter
intraartikular ke dalam sendi glenohumeral dengan
infuse bupivacaine  dikaitkan dengan chondrolysis
glenohumeral postarthroscopic
 Analgesia multimodal, termasuk OAINS sistemik
(jika tidak ada kontraindikasi) dan infuse anestesi
lokal pada periode perioperatif, dapat membantu
mengurangi kebutuhan opioid pasca operasi
Operasi ekstremitas atas bagian distal

 Operasi minor jaringan lunak pada tangan (sprti


carpal tunnel) dgn durasi singkat  bs dilakukan
dgn infiltrasi anestesi lokal atau regional intracena
 Operasi yg dibutuhkan waktu lebih dari 1 jam /
tindakan yg lebih invasif, yg melibatkan tulang/sendi
 blokade pleksus brakial
 Blok saraf perifer kontinyu untuk pasien rawat inap /
rawat jalan tertentu memperpanjang durasi
analgesia  fasilitasi terapi fisik
 Blok pleksus brakialis tidak membius distribusi saraf
interkostobrakial oleh krn itu infiltrasi subkutan
anestesi lokal mungkin diperlukan untuk prosedur
yg melibatkan lengan atas medial
 Pertimbangan anestesi untuk operasi ekstremitas
atas distal harus mencakup posisi pasien dan
penggunaan turniket pneumatic.
 Sebagian besar prosedur dapat dilakukan dengan
posisi supine; lengan operasi abduksi 90 derajat.

Anda mungkin juga menyukai