Anda di halaman 1dari 27

Retensio plasenta adalah terlambatnya

kelahiran plasenta selama setengah jam


setelah persalinan bayi, dapat terjadi
retensio plasenta berulang (habitual
retension) oleh karena itu plasenta harus di
keluarkan karna dapat menimbulkan
bahaya perdarahan.
A. Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta plasenta dan melekat
pada desidua dan melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
B. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki lapisan miometrium yang
menembus lebih dalam miometrium tetapi
belum menembus serosa.
C. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau memasuki miometrium ,
dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam
dan menembus desidua sampai ke
miometrium.
D. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa di uterus, yang menembus
serosa atau peritoneum dinding rahim
E. Plasenta Inkaserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium
uteri (Sarwono, 2005).
1. Plasenta belum terlepas dari dinding
rahim karena tumbuh dan melekat lebih
dalam .
2. Plasenta sudah terlepas tetapi belum
keluar karena atonia uteri dan akan
meyebabkan perdarahan yang banyak
atau adanya lingkaran konstriksi pada
bagian bawah rahim yang akan
menghalangi plasenta keluar
3. Bila plasenta belum lepas sama sekali
tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas akan
terjadi perdarahan (Mochtar, 1998).

4. Faktor maternal :
 Gravida berusia lanjut
 Multiparitas
5. Faktor uterus :
 Bekas sectio caesaria
 Bekas pembedahan uterus
 Anomali uterus
 Tidak efektif kontraksi uterus
 Bekas curetage uterus
 Bekas endometritis

6. Faktor plasenta :
 Plasenta previa
 Plasenta akreta
 Implantasi kornual
 Kelainan bentuk plasenta
Tanda-tanda gejala yang selalu ada yaitu
plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul :
 Tali Pusat putus akibat kontraksi
berlebihan
 Inversio uteri akibat tarikan
 Perdarahan lanjutan.
 Dijumpai pada kala tiga atau post
partum dengan gejala yang nyeri yang
hebat perdarahan yang banyak sampai
syok. Apalagi bila plasenta masih
melekat dan sebagian sudah ada yang
terlepas dan dapat terjadi strangulasi
dan nekrosis ( Geocities, 2006 ).
A. Manual Plasenta
Manual plasenta adalah prosedur
pelepasan plasenta dari tempat
implantasinya pada dinding uterus dan
mengeluarkannya dari kavum uteri secara
manual yaitu dengan melakukan tindakan
invasi dan manipulasi tangan penolong
persalinan yang dimasukkan langsung
kedalam kavum uteri.
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
dikarenakan:
 Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang
kuat untuk melepaskan plasenta.
 Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion
plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
 Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion
plaSenta hingga mencapai/memasuki
miometrium.
 Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion
plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
 Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta
didalam kavum uteri yang disebabkan oleh
2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum
dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan
3. Mengganggu kontraksi otot rahim dan
menimbulkan perdarahan.
4. Retensio plasenta tanpa perdarahan
dapat diperkirakan
 Darah penderita terlalu banyak hilang,
 Keseimbangan baru berbentuk bekuan
darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi,
 Kemungkinan implantasi plasenta terlalu
dalam.
Manual plasenta dapat segera dilakukan
apabila :
 Terdapat riwayat perdarahan postpartum
berulang.
 Terjadi perdarahan postpartum melebihi
400 cc
 Pada pertolongan persalinan dengan
narkosa.
 Plasenta belum lahir setelah menunggu
selama setengah jam.
 Tanda dan Gejala Manual Plasenta
 Adanya riwayat multiple fetus dan polihidramnion
 Plasenta tidak dapat lahir spontan setelah bayi lahir
(lebih dari 30 menit)
 Timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan
 Plasenta tidak ditemukan didalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel didalam
uterus.
 Perdarahan yang lama lebih dari 400 cc setelah bayi
lahir Setelah mengetahui tanda dan gejala manual
plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi
perdarahan lebih dari 400 cc jika masih terdapat
kesempatan penderita untuk dapat dikirim ke
puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat
pertolongan yang adekuat. Dalam melakukan rujukan
penderita dilakukan persiapan dengan memasang
infus dan memberikan cairan serta dalam merujuk
didampingi oleh tenaga kesehatan sehingga dapat
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan
komplikasi, terjadinya perforasi uterus misalnya :
 Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau
membrane dan bakteria terdorong ke dalam
rongga rahim
 Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
 Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan
tindakan profilaksis dengan memberikan
uterotonika intravena dan intamuskular misalnya
dengan :
 Memasang tamponade uterovaginal
 Memberikan antibiotika
 Memasang infus dan persiapan transfusi darah
 Prosedur Manual Plasenta
 Pasang set dan cairan infus RL/NaCl
 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
 Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
 Pastikan kandung kemih kosong karena kandung
kemih yang penuh dapat menggeser letak uterus.
 Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit
bayi lahir dan telah disertai manajeman aktif kala III.
 Dan atau tidak lengkap keluarnya plasenta dan
perdarahan berlanjut.
 Lakukan persetujuan tindakan medis (informed
consent).
 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
 Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
 Pastikan kandung kemih kosong karena kandung
kemih yang penuh dapat menggeser letak uterus.
 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
 Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
 Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
 Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih
yang penuh dapat menggeser letak uterus.
 Tangan obstetri dibuka, lalu jari-jari dirapatkan.
 Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi
plasenta yang paling bawah.
 Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil
bergeser ke arah kranial hingga seluruh permukaan
plasenta dilepaskan.
 Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan
uterus, kemungkinan plasenta akreta. Siapkan
laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
 Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama
plasenta.
 Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan
uterus saat plasenta dikeluarkan.
 Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta
yang masih melekat pada dinding uterus.
 Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap,
lakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri
 Terjadinya perforasi uterus
 Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta
atau membran dan bakteri terdorong
kedalam rongga rahim
 Terjadinya perdarahan karena atonia
uteri ( Manuaba, 1998 )
 Tanda penting untuk diagnosis pada
pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus
atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada
pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi
plasenta karena implantasi yang dalam.
 Upaya yang dapat dilakukan pada
fasilitas kesehatan dasar adalah
menetukan diagnosis, stabilisasi pasien
dan rujuk kerumah sakit rujukan karena
kasus ini memerlukan tindakan operatif.
1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002)
mengatakan bahwa, umur adalah indeks yang
menempatkan individu dalam urutan atau lamanya
seorang hidup dari lahir sampai mengalami retensio
plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya
kematian ibu adalah umur, masih banyaknya terjadi
perkawinan dan persalinan diluar kurun waktu
reproduksi yang sehat adalah umur 20-30 tahun.
Pada Usia muda resiko kematian maternal tiga kali
lebih tinggi pada kelompok umur kurang dari 20
tahun dan kelompok umur lebih dari 35 tahun
(Mochtar, 1998). Tingginya Angka Kematian Ibu pada
usia muda disebabkan belum matangnya organ
reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan
kesehatan ibu maupun perkembangan dan
2. Paritas

Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi,


lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta adalah sering
dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).

Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi


beberapa kali ( samapi 5 kali), sedangkan grande multipara
adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih,
hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).

Insiden perdarahan post partum dengan retensio plasenta,


faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian ini adalah
multiparitas ( paritas > 3 ), faktor resiko lebih dari 3 dapat
meningkatkan resiko hampir 5 kali dibandingkan dengan 2 faktor
resiko ( Geocities, 2006 ).

Menurut Ramali (1996) paritas adalah banyaknya kehamilan


dan kelahiran hidup yang dimiliki seorang wanita pada grande
multipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan persalinan lebih
dari 5 kali masih banyak terdapat resiko kematian maternal dari
golongan ini adalah 8 kali lebih tinggi dari yang lainnya (Mochtar,
1998). Adapun paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (>3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, semakin tinggi
3.Interval Kelahiran Anak
Usaha pengaturan jarak kelahiran
akan membawa dampak positif terhadap
kesehatan ibu dan janin.Interval kelahiran
adalah selang waktu antara dua
persalinan (Ramali, 1996). Perdarahan
postpartum karena retensio plasenta
sering terjadi pada ibu dengan interval
kelahiran pendek (<2 tahun ), seringnya
ibu melahirkan dan dekatnya jarak
kelahiran mengakibatkan terjadinya
perdarahan karena kontraksi rahim yang
lemah (Chalik. MTA, 1998).
Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal
yang dapat di simpulkan yaitu sebagai berikut. Retensio
plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama
dalam waktu atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada
dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio placenta
yaitu :
1. Plasenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan
placenta tumbuh melekat lebih dalam dan.
2. Plasenta telah terlepas akan tetapi belum dapat
dikeluarkan. (masih ada sisa-sisa potongan plasenta di rahim)
3. Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta
adalah perdarahan bahkan bisa berakibat syok.

Saran
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO)
adalah perdarahan, semoga dalam makalah ini dapat
memberikan wawasan sehingga dapat mencegah terjadinya
kematian karena perdarahan akibat dari retensio plasenta.
Penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari
referensi lain tentang retensio plasenta pada kehamilan dan
juga perdarahan untuk diaplikasikan sehingga dapat

Anda mungkin juga menyukai