Anda di halaman 1dari 13

FORTIFIKASI

KELOMPOK 3

Indah Dewi Sari/1713015105


Dina Oktaviani/1713015093
Andi Atirah Melinda/1713015002
Fritlyanti Mappapa/1713015153
Sarah Merlyanti/1713015201
Deva Ayudhia S/1713015027
Adhistya/1713015
Muhammad Firdaus/1713015172
Andi Asti Ainun/1713015063
Nadira Yuli Istiana/1713015165
PENGERTIAN

Fortifikasi makanan menurut FAO/WHO adalah penambahan zat gi


zi makro atau mikro pada makanan yang biasa dikonsumsi untuk
mempertahankan atau meningkatkan kualitas gizi makanan. Zat
gizi yang ditambahkan bisa satu, dua, atau lebih dari dua ma
cam zat. Istilah ini biasa dikenal dengan istilah single, do
uble, ataupun multiple fortification. Zat yang ditambahkan d
ikenal dengan istilah fortificant, sedangkan makanan yang me
mbawanya disebut vehicle.
SEJARAH FORTIFIKASI

• Fortifikasi telah diperkenalkan di Swiss pada tahun 1920 untuk mengendalikan kekurangan zat gizi mikro iodium
dengan menambahkan iodium pada garam.

• Pada tahun 1940 fortifikasi menjadi ketentuan umum industri pangan dengan penambahan thiamin, riboflavin,
dan niasin pada produk sereal yang bertujuan meningkatkan status gizi penduduk. Peraturan fortifikasi pertama kali
diterbitkan oleh Food And Drug Administration United States of America (FDA USA) pada tahun 1960.

• Pada tahun 1992 diadakan konferensi International Conference on Nurtrition (ICN) di Roma untuk menentukan
kebijakan fortifikasi dalam menyikapi permasalahan zat gizi mikro. Berdasarkan konferensi tersebut maka fortifikasi
menjadi suatu ketentuan di seluruh negara dan tahun 2006 ditetapkan standar penentuan zat gizi mikro yang dapat
difortifikasikan.

• Fortifikasi di Indonesia sudah dimulai pada jaman pemerintah Belanda pada tahun 1927 dengan menambahkan
iodium pada garam untuk menanggulangi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Pada tahun 1970-an
diwacanakan untuk memberlakukan fortifikasi pada garam dan tepung terigu.

• Pada 1994 pemerintah memberlakukan fortifikasi pada garam dengan difortifikan iodium. Berdasarkan Surat
Keputusan Bersaman (SKB) empat Menteri.

• Pada tahun 1994 Presiden menerbitkan Keputusan Presiden no 69 tahun 1994 tentang wajib iodisasi garam dan
pada tahun 2001 tepung terigu juga diwajibkan untuk difortifikasi berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan No. 153 tahun 2001.
TUJUAN
•   Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (u
ntuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditamb
ahkan).
•   Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat d
alam jumlah yang siquifikan dalam pangan akan tetapi
mengalami kehilangan selama pengolahan.
•   Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan
olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan
bergizi misal : susu formula bayi.
•   Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan
olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margar
in yang difortifikasi sebagai pengganti mentega
MANFAAT
• Dapat membuat makanan pokok jauh lebih bergizi tanpa meru
bah rasa atau tampilannya.
• Dapat meningkatkan nilai gizi makanan pokok masyarakat me
nengah ke bawah
• Manfaat tersendiri bagi konsumen yang memiliki gejala ale
rgi pada makanan tertentu. Misalnya saja pada penderita l
aktosa intoleran. Orang yang tidak toleran terhadap lakto
sa dapat menikmati tambahan kalsium dan vitamin D dari be
rbagai makanan dan minuman selain dari produk susu. Selai
n itu bagi orang yang tidak menyukai menikmati komoditi l
aut seperti ikan, salmon, tiram, udang dan yang lainnya d
apat memperoleh manfaat baik DHA dalam minyak ikan
JENIS
Fortifikasi dapat di lakukan dalam beberapa bentuk, di antaranya adalah sebagai berikut
1. Berdasarkann Target Sasaran
a. Fortifikasi Massal (Mass Fortification
Fortifikasi massal merupakan istilah yang di gunakan untuk menyebut penambahan satu atau lebih zat gizi mikro pada
pangan yang biasa di konsumsi oleh masyarakat umum, seperti sereal, bumbu, dan susu. Fortifikasi jenis ini di rancan
g dan di atur oleh pemerintah. Fortifikasi jenis ini dilakukan jika mayoritas masyarakat memiliki resiko terkena def
isiensi zat gizi tertentu, sedangkan masyarakat yang tidak memiliki tanda-tanda kekurangan zat gizi tertentu dapat m
emperoleh manfaat dari fortifikasi yang dilakukan.
Contoh : Penambahan asam folat pada tepung terigu

b. Fortifikasi untuk populasi tertentu (target fortification)


Fortifikasi ini di tujukan untuk kelompok tertentu sehingga asupan zat gizinya meningkat.
Contoh : Fortifikasi pada makanan tambahan untuk bayi, makanan yang di kembangkan untuk program makanan tambahan pad
a anak sekolah, biskuit khusus untuk anak-anak dan wanita hamil dan makanan untuk kondisi darurat seperti pengungsi
.

2. Berdasarkan Pertimbangan Hukum


a. Mandatory Fortification
Mandatory Fortification terjadi ketika pemerintah mewajibkan secara legal produsen makanan untuk menambahkan zat giz
i pada makanan dengan kategori tertentu. Penentun danpengaturan fortifikasi ini di atur dan sepenuhnya di pertanggun
gjawabkan oleh pemerintah.
Contoh : program garam beryodium, penambahan vitamin A pada gula dan margarin dan penambahan zat besi pada tepung (b
iasanya bersama vitamin B12, B2 dan niasin).

b. Voluntary Fortification
Fortifikasi ini disebut Voluntary Fortification ketika pembuat makanan dengan bebas memilih makanan khusus sebagai
tanggapan atas izin yang diberikan pada hukum makanan atau keadaan khusus yang mendorong pemerintah mengizinkan fort
LANGKAH PENGEMBANGAN
1. Menentukan pravalensi defisiensi zat gizi mikro
2. Segmen populasi (menentukan segmen)
3. Tentukan asupan zat gizi mikro dari survei makanan
4. Dapatkan data konsumsi untuk pangan pembawa (vehicle) yang potensial
5. Tentukan Availabilitas zat gizi mikro dari jenis pangan
6. Mencari dukungan pemerintah (pembuat kebijakan dan peraturan)
7. Mencari dukungan industri pangan
8. Mengukur (Asses) status pangan pembawa potensial dan cabang industri pengolahan (termasuk suplai bahan baku
dan penjualan produk)
9. Memilih jenis dan jumlh fortifikasi dan campurannya
10. Kembangkan teknologi fortifikasi
11. Lakukan studi pada interaksi, potensi stabilitas, penyimpangan dan kualitas organoleptik dari produk fortifi
kasi
12. Tentukan bioavailabilitas dari pangan hasil fotifikasi
13. Lakukan pengujian lapangan untuk menentukan efficacy dan kefektifan
14. Kembangkan standar-standar untuk pangan hasil fortifikasi
15. Definiskan produk akhir dan keperluan-keperluan penyerapan dan pelabelan
16. Kembangkan peraturan-peraturan untuk mondatory compliance
17. Promosikan (kembangkan) untuk meningkatkan keterterimaan konsumen
SYARAT-SYARAT FORTIFIKASI

• Makanan yang umumnya selalu ada disetiap rumah tangga dan dimakan secara
teratur dan terus menerus oleh masyarakat termasuk masyarakat miskin.
• Makanan itu diproduksi dan diolah oleh produsen yang terbatas jumlahnya,
agar mudah diawasi proses forti fikasinya
• Tersedianya teknologi forti fikasi untuk makanan yang dipilih
• Makanan tidak berubah rasa, warna dan konsistensi setelah diforti fikasi
• Tetap aman dalam arti tidak membahayakan kesehatan. Oleh karena itu progr
am fortifikasi harus diatur oleh undang-undang atau peraturan pemerintah,
diawasi dan dimonitor, serta dievaluasi secara teratur dan terus menerus
• Harga makanan setelah diforti fikasi tetap terjangkau daya beli konsumen ya
ng menjadi sasaran
• Pilihan zat gizi yang ditambahkan kedalam makanan untuk diforti fikasi dite
ntukan oleh masalah kekurangan gizi yang ada dengan pertimbangan teknis k
imiawi, daya serap dalam sistem pencernaan, dan manfaat biologis
CONTOH
Fortifikasi rumput laut Euchema cottoni dalam roti
Tujuan
Fortifikasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kand
ungan Iodium pada roti. Roti merupakan salah satu p
roduk yang disukai dimakan oleh anak-anak. Oleh seb
ab itu fortifikasi rumput laut Euchema cottoni pada
roti juga dimaksudkan untuk media peningkatan asupa
n Iodium pada anak-anak. Fortifikasi rumput laut E
uchema cottoni dalam roti juga dapat membuat roti b
ertekstur lebih lembut sehingga rasanya lebih enak.
CARA PEMBUATAN
 Peralatan dan bahan roti seperti terigu, margarin, ragi, garam, gula, telur, tepung rumput laut E
uchema cottoni, dan lain-lain dipersiapkan.
 Penimbangan dan persiapan pengukuran bahan baku dan bahan untuk fortifikasi yaitu tepung rumput l
aut Euchema cottoni sesuai dengan tingkat fortifikasi yang dipersiapkan yaitu 0%, 5%, dan 10%. Ca
ra pembuatan tepung rumput laut Euchema cottoni, yaitu:
 Rumput laut Euchema cottoni yang diperoleh dari petani direndam dengan air kapur 5% selama 24 jam
, dengan tujuan untuk menghilangkan bau amis dan bau khas laut.
 Menghilangkan larutan kapur yang masih tersisa pada rumput laut dengan cara mencuci dan merendam
berulang-ulang dengan air bersih.
 Rumput laut dirajang kecil 1-2 cm, kemudian di jemur sampai kering (kadar air 11%), sehingga dipe
roleh stok rumput laut kering. Rumput laut kering ini dapat disimpan berbulan- bulan.
 Rumput laut kering selanjutnya dapat diolah menjadi tepung rumput laut dengan cara sebagai beriku
t: rumput laut kering ditambah air dengan perbandingan berat 1 banding 20, kemudian dimasak sampa
i lunak dan diblender sampai hancur dan dimasak kembali sehingga diperoleh bubur rumput laut.
 Bubur rumput laut ini selanjutnya didinginkan selama 12 jam dalam suhu kamar atau lemari pendingi
n. Bubur rumput laut dingin diiris menjadi lempengan tipis setebal 1cm, dibungkus kain blacu, dik
eringkan dengan cara menjemur atau dengan oven pada suhu 600 C. Setelah kering menjadi lembaran l
embaran rumput kering selanjutnya dibuat tepung dengan cara menumbuknya atau dengan diblender. Te
pung rumput laut kering ini dapat dijadikan stok dengan cara menyimpannya pada wadah yang kedap.
 Semua bahan kering dicampur jadi satu, dimasukan kedalam mixer dan diaduk sampai rata deng
an kecepatan 1. Setelah rata ditambahkan bahan-bahan basah yakni telur dan air kemudian di
aduk selama 5 menit dengan kecepatan 1. Setelah itu pengadukan terus dialakukan sampai ado
nan rata, dengan kecepatan 2.
 Penambahan margarin dan garam dilakukan setelah adonan rata dan pengadukan tetap dilanjutk
an sampai adonan kalis.
 Adonan yang sudah kalis dibuat bulatan adonan besar dan diistirahatkan selama 10 menit.
 Bulatan adonan kecil diambil dari bulatan adonan besar seberat 200 gram. Bulatan adonan ke
cil tersebut di gilas untuk membuang gas yang terjebak dalam adonan.
 Adonan yang telah digilas tersebut selanjutnya di cetak menjadi bentuk tertentu sesuai yan
g diinginkan, biasanya bulat panjang.
 Adonan selanjutnya dimasukan dalam oven fermentasi dengan suhu 350 - 400 C selama 60 menit
.
 Adonan yang sudah difermentasi tersebut selanjutnya dibakar dalam oven pada suhu 1800 C se
lama 15 menit.
 Setelah masak, produk roti diangkat dan didinginkan, sehingga jadilah produk roti yang sia
p dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Suryatna, Bambang Sugeng. 2015. Peningkatan Kelembutan Tekstur Roti Melalui Fortifi
kasi Rumput Laut Euchema Cottoni. Teknobuga.Vol.2., No.2.

Anda mungkin juga menyukai