Nama kelompok 10 : 1. Yoga Mahendra 2. Angelina septa A.KASUS SENGKETA DI SUMATRA BARAT
B. KASUS SENGKETA DI SUMATRA
SELATAN
C. KASUS SENGKETA DI LAMPUNG
A. KASUS SENGKETA DI SUMATRA BARAT – Dewi hartantai mengadakan penelitian selama tiga bulan di Nagari Koto-Baru. Dengan judul ‘Proses Penyelesaian Persengketaan di Pasar Tradisional Padang Panjang, Sumatra Barat, studi kasus di Nagari Koto Baru Kecamatan X Koto’. Dengan alasan: – a. Apa bila terjadi persengketaan di lingkungan pasar, bagaimana proses penyelesaiannya, apakah diselesaikan secara lembaga formal atau non formal – b. Apakah sangat memungkinkan terjangkau oleh pembeli maupun penjual dengan menggunakan kendaraan umum dengan jarak antara Padang dengan Koto Baru kira-kira 82km – c. Dimana Kabupaten ini pusat dari kebudayaan Minangkabau – Fokus penelitian: jenis-jenis persengketaan, pihak yang bersengketa, proses penyelesaian, sejauh mana pemerintah ikut serta dalam mengembangkan pasar – (1) Klasifikasi Berdasarkan Jenis Persengketaan – Pertengkaran, penganiayaan, pencurian, perebutan tempat, penipuan, perjudian, perebutan penumpang, salah paham, melawan petugas dan penuggakan bea pasar. (2) Klasifikasi Berdasarkan Pihak-pihak yang Bersengketa penjual dan pembeli, penjual dan penjual, penjual dan petugas pasar, kenek dan kenek, ketua jolo-jolo (arisan) dan anggota, polisi dan sopir, petugas pasar dan bandar judi, kuli dan kuli. (3) Klasifikasi Berdasarkan proses penyelesaian persengketaan secara kekeluargaan/teman sendiri, petugas pasar, KAN (kelompok ini disebut lembaga non formal) polisi atau pengadilan, (kelompok ini disebut lembaga formal) Kesimpulannya apabila terjadi sengketa sebagian besar diselesaikan oleh lembaga non formal, misalnya teman sendiri atau petugas pasar lembaga ini bersifat mendamaikan secara musyawarah B. KASUS SENGKETA DI SUMATRA SELATAN – Masaba Magassing, menguraikan dalam makalah yang berjudul ‘Proses Penyelesaian Sengketa Tanah dan Bentuk Institusinya berkenaan Dengan Sengketa Atas Penggunaan tanah pada Areal Pemukiman Multi Etnis di Sumatra Selatan’. Dengan penelitian selama tiga bulan tahun 1988. – Jadi ada 3 lokasi penelitian: – a. Lokasi Sungsang, merupakan tempat responden mewakili penduduk setempat dan orang Bugis – b. Lokasi Makarti, merupakan tempat responden mewakili penduduk transmigrasi dan sebagian orang Bugis – c. Lokasi Sekayu, merupakan tempat responden para pejabat pemerintanhan (formal) Lokasi ini dipilih karena sangat memungkinkan ketiga etnik tersebut saling berinteraksi terutama dalam penggunaan tanah yang bersifat ‘Multi Ethnic Character’ – Karena berifat Multi Ethnic Character dapat menimbulkan akibat-akibat dan sangat potensial terjadinya Inter Ethnic Conflicts – Ada 3 hal yang menjadi permasalahan – (1) bagai mana memahami kelompok ethnic yang berbeda dan struktur sosialnya beragam di tempat kediaman yang sama – (2) bagaimana kelompok ethnic saling berinteraksi dan berhubungan satu sama lain, menyelesaikan sengketa dan institusi mana yang mereka gunakan – (3) permasalahan yang menyangkut peraturan-peraturan pemerintah mengenai penggunaan tanah serta institut-institut yang menanganinya C. KASUS SENGKETA DI LAMPUMG – Proses Penyelesaian Sebambangan (kawin lari) di kalangan masyarakat Lampung Tulangbawang, di daerah Lampung. Sebelum 1952 masyarakat Tulangbawang ini terdiri dari 4 marga Territorial, yaitu Marga Tegamoan, Marga Buwai Bulan, Marga Suwai-Umpu, dan Marga Buwai Aji. – Setelah marga-marga territorial dihapus pada tahun 1952 , maka keluarga- keluarga tulangbawang kembali dan tetap mempertahankan susunan kekerabatannya yang dimana masing-masing keluarga dibawah pimpinan puyimbang (pun= yang di hormati, nyimbang= yang meneruskan),yaitu anak tertua laki-laki sebagai kepala keluarga/ rumah tangga dalam satu kesatuan “Nuwow Balak”. – Adapun Tata Tertib adat penyelesaian nya baik di daerah asal kampung halaman maupun di daerah perantauan,sebagai berikut: 1. Tata cara gadis belarian a. Gadis yang akan menempuh jalan pergi bersuami dengan cara harus beragkat dri rumah orangtua nya. b. Dia harus meninggalkan surat yang isinya meminta maaf kepada orangtuanya dengan menyebutkan nama pemuda dan menyatakan pergi atas kehendak nya sendiri. c. Dari rumahnya menuju tempat calon suaminya. d. Di tempat pria dia harus dinaikan ke rumah punyimbang atau rumah paman dengan sedikit upacara adat. 2. Mengantar Kesalahan a. Punyimbang segera mengumpulkan anggota kerabat untuk menjaga keamanan dan untuk mengirim utusan ketempat kediaman orang tua/ kerabat gadis. b. Anggota kerabat yang menjadi utusan harus menyampaikan tali pengendur/ mengantar kesalahan berupa sebuah keris. c. Utusan menyeampaikan keris itu dengan hormat kepada kerabat gadis dan memohon bersedia menerima tanda tangan utusan tua adat pihak bujang guna berunding dalam penyelesaian masalah. 3. Penyelesaian damai a. Jika pihak gadis belom memberi kabar tentang berunding kepada pihak bujang maka selama itu si gadis dan si bujang tidak boleh di nikahkan. b. Apabila sudah ada yang datang dari pihak gadis ketempat gadis berada itu pertanda baik dan tidak lama ada berita dari pihak gadis tentang waktu yang di sediakan untuk membuka perundingan. c. Sebelum waktu perundingan pihak pria harus mengirim makanan di rumah orang tua gadis. Sebelum berunding sudah dapat diketahui syarat – syarat yang harus di penuhi oleh pihak pria. d. Pada waktu yang telah ditentukan oleh pihak wanita, maka utusan pihak pria datang berkunjung ke kediaman orang tua gadis. kesimpulan
Demikian antara lain penyelesaian perselisihan kawin lari di kalangan orang
lampung tulangbawang beradat pepadun. TERIMA KASIH