Anda di halaman 1dari 13

Nama Kelompok

1. Ahmad Robby S
2. Aulia Rahman H
3. Chelina Samosir
4. Chasyir Abdul A
5. Dewi Fortuna T
6. Donita Ega S
7. Egis Anggara P
8. Gabriel Imelda P
Pemilu 1999
Pemilu 1999 adalah tonggak kedua setelah Pemilu 1955 yang
dinyatakan sebagai pemilu paling demokiratis sepanjang
Indonesia berdiri. Sebelumnya memang ditahun 1955, Pemilu
yang berlangsung juga dapat dikatakan demokratis. Banyak
pengamat politik berpendapat bahwa Pemilu 1955 telah
berlangsung secara demokratis dengan memenuhi prinsip
LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan Jurdil (jujur
dan adil), sedangkan pemilu era Orde Baru bisa dibilang semu
dan kurang demokratis karena pemenang Pemilu sudah dapat
ditebak hasilnya.Pemuli 1999 adalah tonggak kedua demokrasi
yang lebih terbuka karena adanaya kebebasan berpartai yang
dapat dilihat dari banyaknya partai peserta pemilu dan banyak
pengamat politik yang berpendapat bahwa Pemilu 1999
berlangsung secara LUBER dan Jurdil.
Dapat dikatakan bahwa Pemilu 1999 berjalan dengan sukses sebagai
Pemilu paling demokratis semenjak Orde Baru berkuasa di Indonesia.
Meskipun masa persiapan tergolong singkat, pelaksanaan
pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal,
yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan
dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa
terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang signifikan, seperti
banyak pakar meramalkan. Meskipun disana-sini masih terdapat
kecurangan dan penyimpangan, namun, kekurangan-kekurangan
tersebut relatif dapat dianggap wajar karena masa persiapan pemilu
yang amat singkat. Alasan diadakannya pemilu 7 Juni 1999 tersebut
adalah untuk memperoleh pengakuan dan kepercayaan dari publik,
termasuk dunia internasional, karena pemerintah dan lembaga-
lembaga lain yang merupakan produk Pemuli 1997 sudah dianggap
tidak dipercaya.
Hal ini kemudian dilanjurkan dengan penyelenggaraan Sidang
Umum MPR 1999 untuk memilih presiden dan wakil presiden
yang baru. Dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan
hanya akan digantinya keanggotaan DPR/MPR sebelum selesai
masa kerjanya tetapi Presiden Habibie sendiri, bagi yang
memandangnya konstitusional, memanmgkas masa jabatannya
yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003.
Pemilu 1999, yang dilaksanakan pada 7 Juni 1999, menjadi
awal mula pemilu di Indonesia yang dilaksanakan dengan
perubahan-perubahan fundamental. Kebebasan mendirikan
partai politik secara signifikan telah mematikan kekuatan paket
undang-undang politik yang telah menjadi senjata ampuh
Orba.
Dibawah ini beberapa perbedaan antara pemilu 1999 dengan
pemilu sebelumnya.
1.Pemilu tidak lagi diselenggarakan secara monopolistik oleh
pemerintah, tetapi oleh wakil pemerintah bersama-sama dengan wakil
partai politik peserta pemilu dalam posisi yang setara dan suara yang
berimbang mulai dari Pusat sampai Tempat Pemungutan Suara (TPS).
2.Mulai adanya kenetralan di pemilu 1999. Kendati pasal tentang
netralitas pegaiwai negri dikeuarkan dari UU Kepartaian, netralitas
pegawai negeri tetap dijamin dengan Peratutran Pemerintah Nomor 5
Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 12 Tahun 1999.
Dengan tidak menjadi anggota atau pengurus suatu partai politik,
pegawai negeri dituntut untuk bertindak netral dan tidak memihak.
3.UU Pemilu dan UU Kepartaian telah mengatur siapa saja yang dapat
member sumbangan, beberapa jumlah minimal yang harus dilaporkan,
berapa jmlah maksimal, dan bagaimana mekanisme audit dan
pertangungjawaban sehingga hal itu dianggap dapat mengendalikan
politik uang.
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada
tanggal 21 Mei 1998, jabatannya digantikan oleh Wakil Presiden
Bacharuddin Jusuf Habibie.

Namun publik tetap mendesak agar pemilu baru dipercepat dan


segera dilaksanakan, agar sisa-sisa Pemilu 1997 dibersihkan dari
pemerintahan.

Akhirnya pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie,


pemilu kembali dilaksanakan. Pada saat itu kepentingan utama
dilakukannya pemilu agar mendapat pengakuan publik termasuk
dunia internasional yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap
pemerintahan dan lembaga-lembaga produk Pemilu 1997.

Hal itu kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum


MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru, dan
sekaligus memangkas masa jabatan Habibie yang harusnya sampai
2003.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu percepatan itu pemerintah mengajukan
RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU disiapkan oleh sebuah
tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas
Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).

Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari
partai politik dan wakil dari pemerintah.

Satu hal menonjol yang membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu


sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 diikuti banyak sekali peserta.

Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik.


Peserta Pemilu pada masa itu berjumlah 48 partai. Jumlahnya sudah jauh
lebih sedikit dari yang terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni
141 partai.
Dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa setelah pemerintahan
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan
Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih
cepat setelah proses alih kekuasaan.

Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu


hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan
Ali Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah
dijalankan juga oleh pemerintahan sebelumnya. Sedangkan
Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia
naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia
bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis
ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan
internasional.
Adapun dalam Pemilu 1999 nama tokoh reformasi yang juga
pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa Abdurahhman Wahid (Gus
Dur), terpilih menjadi Presiden RI kala itu. Meskipun PDI Perjuangan
pimpinan Megawati Soekarnoputri meraih suara terbanyak dalam
pemilu, namun Megawati tidak langsung menjadi Presiden.

Karena presiden tetap dipilih oleh MPR, maka Gus Dur selaku
pimpinan PKB yang meraih suara terbanyak nomor pada Pemilu
1999, justru yang menjabat menjadi Presiden RI ketika itu.

Masa pemerintahan Gus Dur diwarnai dengan aksi-aksi gerakan


separatisme serta konflik-konflik menyangkut suku, agama dan ras.

Puncaknya pada Januari 2001, Gus Dur yang didesak mengundurkan


diri oleh mahasiswa memutuskan melepaskan jabatannya sebagai
Presiden RI dan menyerahkannya kepada Megawati Soekarnoputri.
Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai penerus
pemerintahan Gus Dur, hanya bertahan hingga Pemilu 2004.
Pada Pemilu 2004, partai baru bernama Demokrat dengan
pemimpinnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi rival
berat Megawati.

Partai pimpinan SBY yang menjanjikan beragam perubahan


ketika itu lantas unggul dalam pemilu 2004 dan 2009. SBY
menjadi presiden selama dua periode berturut-turut.

Menyongsong Pemilu 2014


Saat ini Indonesia tengah bersiap diri menyongsong pesta
demokrasi Pemilu 2014. KPU telah menetapkan 12 Partai
Politik sah untuk menjadi peserta pemilu 2014.
Ditengah situasi nasional yang dibelenggu oleh isu korupsi, sebenarnya
belum jelas betul bagaimana Pemilu 2014 akan terlaksana. Sebab UU
Pilpres sendiri tengah digugat di Mahkamah Konstitusi.
Gugatan yang diajukan adalah menyerentakan Pemilu Legislatif dan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Selain itu gugatan juga terkait ketentuan ambang batas dalam UU
Pilpres yang menyatakan bahwa parpol yang berhak mengusung
capres adalah parpol yang mendapatkan 25 persen suara nasional dan
20 persen kursi di DPR.
ANY
QUESTION???

Anda mungkin juga menyukai