Anda di halaman 1dari 7

TATA CARA BERPERKARA PADA

BADAN PERADILAN AGAMA


M. Chamdan Lutfi Al-Fansi
Alfanin Afkar
Anjar Siti Robi’ah
Umi Lailatul Fitriyah
PENGERTIAN PERADILAN AGAMA
Peradilan Agama adalah salah satu dari
Peradilan Negara di Indonesia yang sah, yang
bersifat Peradilan Khusus, yang berwenang
dalam jenis perkara perdata islam tertentu bagi
orang-orang islam di Indonesia.
Menurut UU No. 4 Tahun 2004, Peradilan
Agama merupakan salah satu dari 4 Peradilan
Khusus yang ada di Indonesia dimana
wewenang kekuasaannya diatur oleh Mahkamah
Agung.
SUMBER HUKUM FORMIL PERADILAN
AGAMA
Sama dengan yang berlaku pada lingkungan
Peradilan Umum, kecuali hal yang diatur secara
khusus dalam UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No. 3
Tahun 2006 tentang Peradilan Agama:
Peraturan perundang-undangan
Yurisprudensi
Surat Edaran Mahkamah Agung
Doktrin
Prosedur Pengajuan Gugatan
Isi Surat Gugatan
1. identitas para pihak.
2. fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi
antara kedua belah pihak, biasa disebut posita
(jamak) dan positum (tunggal).
3. isi tuntutan yang biasa disebut bagian petita
(jamak) dan petitum (tunggal).
Isi Surat Permohonan
Prinsip dari surat permohonan adalah tidak
mempunyai lawan. Mengenai isinya sama dengan
surat gugatan akan tetapi identitas pihak hanya
pihak pemohon.
Gugatan Tertulis
1. identitas para pihak
2. fundamentum petendi atau posita
3. petitum dan tuntutan
Gugatan Lisan
Bilamana penggugat buta huruf, gugatan dapat
diajukan dengan lisan kepada ketua pengadilan
Kelengkapan Gugatan dan Permohonan
syarat kelengkapan umum: surat gugatan atau
permohonan, surat keterangan kependudukan
(KTP) bagi penggugat atau permohonan dan
vorschot biaya perkara.
syarat kelengkapan khusus: izin komandan (bagi
ABRI), surat keterangan bercerai dari kelurahan,
kutipan akta nikah, surat kematian pewaris dll.
Proses Penerimaan, Pemeriksaan dan
Penyelesaian Perkara
1. Penggugat atau kuasanya datang kebagian pendaftaran
di Pengadilan Agama, untuk menyatakan bahwa ia
ingin mengajukan gugatan. Gugatan dapat diajukan
dalam bentuk surat (tertulis) atau secara lisan, atau
dengan kuasa yang ditujukan kepada ketua Pengadilan
Agama dengan membawa surat bukti identitas diri
yaitu KTP.
2. Penggugat wajib membayar uang muka (vorschot)
biaya atau ongkos perkara (Pasal 121 ayat 4 HIR).
3. Panitera pendaftaran perkara menyampaikan gugatan
kepada bagian perkara, sehingga gugatan secara resmi
dapat diterima dan didaftarkan dalam buku Register
Perkara.
4. Setelah didaftar, gugatan diteruskan kepada
Ketua Pengadilan Agama dan diberi catatan
mengenai nomor, tanggal perkara dan
ditentukan hari sidangnya.
5. Ketua Pengadilan Agama menentukan majelis
hakim yang akan mengadili dan menentukan
hari sidangnya.
6. Hakim Ketua atau Anggota Majelis Hakim
(yang akan memeriksa perkara) memeriksa
kelengkapan surat gugatan.
7. Panitera memanggil penggugat dan tergugat
dengan membawa Surat Panggilan Sidang
secara patut.
8. Semua proses pemeriksaan perkara dicatat
dalam Berita Acara Persidangan.

Anda mungkin juga menyukai