Anda di halaman 1dari 61

SINDROM NEFROTIK

LAPORAN KASUS
A.IDENTITAS PASIEN
• NAMA :M.W
• TANGGAL LAHIR :6/6/2011
• USIA :6 TAHUN 9 BULAN
• NO. RM :835669
• MASUK RS :6/3/2018
LAPORAN KASUS
B. ANAMNESIS
• KELUHAN UTAMA- BENGKAK
• RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG- ANAK DENGAN KELUHAN BENGKAK
PADA MATA, JARI-JARI TANGAN DAN WAJAH. BENGKAK DIALAMI SEJAK 2
HARI YANG LALU. ADA BATUK BERLENDIR, TIDAK SESAK. ADA RIWAYAT
SESAK SAAT SEBELUM DIBAWA KE RUMAH SAKIT. TIDAK DEMAM, TIDAK
KEJANG, TIDAK MUNTAH, ANAK MAU MAKAN DAN MINUM, SUKA
MAKAN MIE INSTAN
• BAB- BIASA KUNING
• BAK-LANCAR WARNA KUNING
• RIWAYAT PERNAH BEROBAT DI RS IBNU SINA KARENA BENGKAK
SELURUH TUBUH DAN DIDIAGNOSA SEBAGAI SINDROMA NEFROTIK DAN
DIBERIKAN PENGOBATAN PREDNISON, FUROSEMID DAN CAPTOPRIL,
TETAPI PASIEN TIDAK DATANG KONTROL BEROBAT LAGI
LAPORAN KASUS
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Antropometri
• BB : 25 kg
• PB/TB : 115,5 cm
• LK : 52 cm (NORMAL 49 – 54 cm)
• BB/TB : 25/21X100%=119% (GIZI BAIK)
• TB/U : 115/121X 100%=95,5% (PERAWAKAN
NORMAL)
• BB/U : 25/22X 100%=113,63%
STATUS NEONATAL
• TEMPAT LAHIR : RUMAH SAKIT
• DITOLONG OLEH : DOKTER
• LAHIR : SECTIO CAESARIA
• SEGERA MENANGIS : PASIEN SEGERA
MENANGIS
• RIWAYAT IMD : PASIEN MENDAPAT ASI
ESKLUSIF SEJAK LAHIR
• BAYI CUKUP BULAN, SESUAI MASA KEHAMILAN
STATUS IMUNISASI
LAPORAN KASUS
C. PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum
• Sakit sedang/gizi BAIK/GCS 15 (E4M6V5)

• Tanda-tanda Vital
• Tekanan darah : 120/70mmHg
• Frekuensi nadi : 100 kali/menit, reguler
• Frekuensi napas: 24 kali/menit
• Suhu (aksilla) : 37.0oC
LAPORAN KASUS
Kepala
• Deformitas : Tidak ada
• Wajah : Simetris
• Rambut : Sukar dicabut, hitam lurus
• Ukuran : Normocephal
• Bentuk : Mesocephal

Mata
• Eksoftalmus : Tidak ada
• Konjungtiva : Anemis tidak ada
• Enoptalmus : Tidak ada
• Sklera : Ikterus (-)
TELINGA
• PENDENGARAN: DALAM BATAS NORMAL
• OTORRHEA : TIDAK ADA
HIDUNG
• EPISTAKSIS : TIDAK ADA
• RHINORRHEA : TIDAK ADA
BIBIR :KERING TIDAK ADA
LIDAH : KOTOR TIDAK ADA
PULMO
• INSPEKSI : SIMETRIS KIRI = KANAN
• PALPASI : FREMITUS SIMETRIS KIRI SAMA DENGAN KANAN
• PERKUSI : SONOR PADA KEDUA LAPANGAN PARU
• AUSKULTASI : BUNYI PERNAPASAN : VESIKULER
BUNYI TAMBAHAN : RONKHI (+/+), WHEEZING (+/+)

JANTUNG
• INSPEKSI : ICTUS CORDIS TIDAK TAMPAK
• PALPASI : ICTUS CORDIS TERABA, THRILL (-)
• PERKUSI : TIDAK ADA PELEBARAN BATAS JANTUNG
• AUSKULTASI : BJ I/II MURNI REGULER, BISING JANTUNG (-)
Abdomen
• Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
• Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
• Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
• Perkusi : Timpani (+)
• Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
• PK : Ada ascites, shifting dullness +

• Ekstremitas
• Udem ada pretibial, dorsum pedis (minimal)
HASIL LABORATORIUM
• HB : 11,1 G/DL • CREATININ: 0,37 MG/DL
• LEUKOSIT : 19700/UL • ALBUMIN : 1,3 G/DL
• PLT : 477,000 • KOLESTEROL: 464 MG/DL
• MCV : 80,2 fl • Na : 142
• MCH : 25,5 pg • K : 4,6
• GDS : 103 MG/DL • Cl : 113
• UREUM : 25 MG/DL
ASSESSMENT
• SINDROMA NEFROTIK
• ANEMIA PENYAKIT KRONIK dd ANEMIA DEF.
BESI
• HIPOALBUMINEMIA
• ASMA BRONKIAL
• HIPERTENSI GRADE I
PENATALAKSANAAN
• AMBROKSOL SYR. Fl NO. I • VIP ALBUMIN CAPS NO. I
∫ 10 MG/8 JAM/ORAL ∫3 DD 1
• PREDNISON 5 MG/KGBB/HARI NO VIII
∫ 20MG-O- 20 MG
• FUROSEMIDE INJ. NO I
∫ 21 MG/12 JAM/IV
• CAPTOPRIL AMP. NO. I
∫ 6,25 MG/8 JAM/ORAL
• CEFTRIAXONE INJ NO. I
∫ 2 GR/ 24JAM/IV
PEMBAHASAN
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit
ginjal yang terbanyak pada anak. Penyakit
tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang
terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria
masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg
atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL,
edema, dan hiperkolesterolemia > 200mg/dl
Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) merupakan kelainan ginjal
terbanyak dijumpai pada anak, dengan angka
kejadian 15 kali lebih banyak dibandingkan
orang dewasa. Insidennya sekitar 2-3/100.000
anak per tahun, dan sebagian besar anak SN
merupakan tipe sensitif terhadap pengobatan
steroid yang dimasukkan sebagai kelainan
minimal.
Etiologi
• Sindrom nefrotik kongenital
– Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena
reaksi fetomaternal
• Sindrom nefrotik sekunder
– Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen,
glomerulonefritis akut, glomerulonefritis kronik,
trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion,
paradion, penisilamin) amiloidosis, dll.
• Sindrom nefrotik idiopatik
KLASIFIKASI
Berdasarkan respon
Etiologi Histopatologis
terapi

Sindrom
nefrotik Kelainan
SNSS
bawaan minimal
• Diturunkan
resesif
autosomal Nefropati
Sindrom SNRS
nefrotik membranosa
sekunder
• Malaria, SLE,
Glumerulone Glomerulonefri
fritis tis proliferatif
Sindrom
nefrotik
idiopatik Glomerulonefri
• Tidak tis
diketahui membranaproli
feratif
Glomeruloskler
osis fokal
segmental
PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini, ada 3 teori yang digunakan
untuk menjelaskan terjadinya Sindrom nefrotik:
- Primary Glomerular Defect
- Circulating Factor
- Immunological Abnormality
PATOFISIOLOGI
etiologi
Permeabilitas basal membran meningkat;
Protein bocor ke dalam filtrasi glomerulus
Proteinuria masif
Merangsang hati :
Hipoalbuminemia Sintesa protein , lipid dan
gangguan transportasi
partikel lipid dalam sirkulasi
Tekanan onkotik plasma menurun
Transudasi cairan dari ruang vaskuler
ke ruang interstisiel Menurun katabolisme
Volume plasma dan cardiac output menurun
Kolesterol ↑, trigliserida ↑
Aliran darah ke ginjal menurun,
GFR menurun
Hiperlipidemia & lipiduria
Retensi air dan garam di tubuli renalis Sekresi mineralokortikoid
Aldosteron dan ADH naik
Jumlah airan interstisiel meningkat

Edema
Retensi cairan di
Ekstravasasi cairan
rongga perut
ke ekstraseluler
Ascites

Menekan diafragma Menekan isi perut

Mual, muntah Ekspansi otot


pernapasan tdk optimal

Nafsu makan ↓
Nafas tdk adekuat
Ggn pemenuhan
kebutuhan nutrisi Ggn pola nafas
Kondisi tubuh lemah
Daya tahan tubuh ↓
Ggn tumbuh kembang Resiko infeksi
Proteinuria
– Permeabilitas dinding kapiler glomerulus ↑
– Keadaan normal →membran basalis & sel epitel
bermuatan negatif → dapat menghambat perjalanan
molekul bermuatan positif
– Pada sindrom nefrotik → ditemukan obliteransi /fusi
foot processes (pedikel) → sehingga terjadi kerusakan
polianion yang bermuatan negatif yang dalam keadaan
normal merupakan filter/barier terhadap serum albumin
yang bermuatan negatif
– Perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding kapiler glumerulus terhadap serum protein.
Hipoalbuminuria
• Jumlah albumin → ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar &
pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal & gastrointestinal.
• Anak dengan SN → terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein
urin dan derajat hipoalbuminemia.
• Disebabkan oleh proteinuria masif akibat penurunan tekanan onkotik
plasma
• Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha
meningkatkan sintesis albumin
• Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya
katabolisme ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan laju katabolisme
absolut yang normal, albumin plasma yang rendah disebabkan oleh
meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya katabolisme
fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena meningkatnya degradasi
di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.
Kelainan Metabolisme Lipid

• Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak


(kolesterol,trigliserida) dan lipoprotein serum ↑.
• Hipoproteinemia menstimulus sintesis protein dalam hati,
termasuk lipoprotein lipase.
• Lipoprotein lipase → enzim utama yang berguna mengambil
lipid dari plasma.
• Lipoprotein lipase serum ↓ → katabolisme lipid ↓ →
hiperlipidemia / hiperkolesterolemia.
Edema
Teori underfilled → ↓tekanan onkotik intravaskular →
cairan merembes ke ruang interstisial → dengan
↑permealiblitas kapiler glomerulus → albumin keluar
→ albuminuria dan hipoalbuminemia.
- Hipoalbuminemia → ↓ tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular → ↑cairan transudat melewati dinding
kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstial →
edema.
• Terbentuknys edema menurut Teori underfilled :
Kelaianan glomerulusa

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma↓

Volume plasma ↑

Retensi Na renal sekunder ↑

Edema
Teori overfilled : ↑ volume plasma dengan tertekannya aktivitas
renin plasma & kadar aldosteron.
Menurut teori ini : retensi natrium renal & air → karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer.
Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume
plasma dan cairan ekstraseluler.
Pembentukan edema → akibat overfilling cairan ke dalam ruang
interstiasial.
Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang
tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun
seukunder terhadap hipervolemia.
• Terjadinya edema menurut teori overfilled :
Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primer Albuminuria


Hipoalbuminuria
Volume plasma ↑

Edema
Manifestasi Klinis
• Edema anasarka
• Proteinuria masif (≥ 2+)
• Hipoalbuminemia < 2,5
g/dL
• Dapat disertai
hiperkolesterolemia >
200 mg/dL
Manifestasi Klinis
• Edema awalnya pada palpebra atau
pretibia. Berat  asites, efusi pleura, dan
edema genitalia.
• Awal : anorexia, lemah, urin berbusa
• Retensi cairan --> sesak nafas, oligouri,
artralgia, nyeri abdomen
• ISKDC (International Study for Kidney
Diseases in Children) : pada sindrom
nefrotik kelainan minimal (SNKM)
ditemukan 22% dengan hematuria
mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi,
dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat
sementara.
Pemeriksaan Fisis
• Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan :
• edema di kedua kelopak mata, tungkai
• adanya asites dan edema skrotum/labia
• Hipertensi (kadang-kadang)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang
• Urinalisis
– Tes awal diagnosis
– Dipstik +3/+4
• Sedimen urin
– Oval fat bodies (epitel sel yang mengandung butir-butir lemak)
– Kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit
• Protein urin kuantitatif : dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
• Pemeriksaan darah
– Darah lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematocrit, LED)
– Albumin dan kolesterol serum
– Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah
dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
Batasan
• Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu
• Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal
atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
• Relaps sering (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
• Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
• Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full
dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
• Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4
minggu
DIAGNOSIS BANDING

Edema non-
renal

Lupus
Glomerulonefri sistemik
tis akut eritematosus
.
Non Renal : Gagal jantung
kongestif, Ggn Nutrisi,
Sirosis hepatis, Alergi
GNA
SLE
GGA
Tatalaksana Umum
• Sebelum pengobatan steroid dimulai :
1. Pengukuran BB dan TB
2. Pengukuran Tekanan Darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari gejala sistemik (SLE,
purpura Henoch-Schonlein)
4. Mencari fokus infeksi di gigi, telinga atau cacingan. Eradikasi
sebelum pengobatan
5. Uji Mantoux.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada
Anak. Edisi kedua. 2012. Hal.2-16
TERAPI SIMTOMATIS
• Edema
edema nyata
furosemid 1-3 mg/kg/hr
• Dietetik
protein 2-2,25gr/kg/hr
• Hipovolemia
lemak 30% kalori
akibat diuretik takterkontrol
Retriksi garam
NaCl 15-20 ml/kg / albumin 1 gr/kg
• Infeksi
peritonitis  sefotaksim/ seftriakson
profilaksis  penisilin
• Hipertensi
inhibitor angiotensin
calcium chanel blockers
PENATALAKSANAAN
 Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali : sebaiknya dirawat di rumah
sakit → dengan tujuan : -untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diit
-penanggulangan edema
-memulai pengobatan steroid
-edukasi orangtua.
 Umum :
* Tirah baring sampai edema sedikit
* Cairan dan diet : - cairan dibatasi sesuai kebutuhan
- makanan mengandung protein tinggi (1,5-
2g/kgbb/hari)
- makanan rendah garam (1-2 g/hari)
*cegah infeksi
* Teliti kemungkinan menderita TB
- uji Mantoux : ~Bila + : profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid
~Bila ditemukan tuberkulosis : diberikan obat

antituberkulosis (OAT).
*Timbang berat badan harian
* Ukur tekanan darah harian
* Periksa kadar elektrolit harian : pada pemakaian diuretik lebih dari 1-
2minggu.
# Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat → diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia.
• Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema :
Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari
Respon -
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respon -
Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari)
Respon -
Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari
Respon -
Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per infus dengan kecepatan 0,1-1 mg/kgbb/jam
Respon -
Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid intravena
 KORTIKOSTEROID
o Pengobatan pada SN idiopatik,kecuali bila ada kontraindikasi
o Jenis steroid adalah prednison atau prednisolon
• TERAPI INSIAL
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari)
dosis terbagi → untuk menginduksi remisi.
* Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan).
* Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu.
* Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama → dilanjutkan dengan 4 minggu
kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari,
secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi.
*Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
 PENGOBATAN SN RELAPS
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari)
dosis terbagi dalam 4mgg → dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis
40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating
(selang sehari)

* Jika proteinuria ≥ 2+ tanpa edema dan terbukti infeksi : beri antibiotiK 5- 7


hari
* proteinuria ≥ 2+ dengan edema : beri pengobatan steroid

 PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID


Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :
1. Pemberian steroid jangka panjang
* Dicoba dahulu pemberian steroid jangka panjang dosis penuh, setelah
mencapai remisi, diberi steroid selang sehari dengan dosis diturunkan perlahan
0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps antara 0,1-
0,5 mg/kgBB (threshold) dapat diteruskan selama 12 bulan.
*Bila masih relaps pada dosis > 0,5 mg/kgBB, < 1 mg/kgBB tanpa efek samping
yang berat, bisa dikombinasi dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB selang sehari
selama 4-12 bulan atau langsung beri CPA.
Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:
• 1. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb, selang sehari atau
• 2. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:
a. Efek samping steroid yang berat
b. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain hipovolemia trombosis,
dan sepsiS
→ diberikan siklofosfamid (CPA) 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.

2. Levamisol
• Pemakaian terbatas karena efek masih diragukan.
• Efek samping : mual dan muntah.
• Dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari selama 4-12 bulan.
3. Pengobatan dengan sitostatik
• siklofosfamid 2-3 mg/kgBB dosis tunggal P.O/IV
• CPA IV diberikan dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB dilarutkan dengan
NaCl 0,9% 250 ml diberikan selama 2 jam, pemberian sebanyak 7 dosis
dengan interval 1 bulan (durasi pemberian 6 bulan).
• Efek toksisitas pada gonad bila dosis total kumulatif ≥ 200-300 mg/kgBB.
• Pemberian oral selama 3 bulan dengan dosis total 180 mg/kgBB masih
aman untuk anak.
• ES : mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,
azospermia, dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan.
• Oleh karena itu, dilakukan pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu
hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 2-3 kali seminggu.
4. Siklosporin
• SN yang tidak responsive terhadap steroid atau sitostatik
• 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB)

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)


• Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau
sitostatik dapat diberikan MMF.
• MMF dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan
dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.
• Efek samping: nyeri abdomen, diare, leukopenia.
PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI STEROID

• Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid :


seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin,
infeksi berat → sitostatik CPA oral/iv.
• Siklofosfamid 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal/PO, maupun iv.
• CPA oral diberikan selama 8 minggu.
• CPA dosis 500 – 750 mg/m2 LPB dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL
0,9% diberikan selama 2 jam secara IV, sebanyak 7 dosis dengan interval 1
bulan,
• total durasi pemberian CPA intravena → 6 bulan
Pengobatan SN Resisten Steroid
• Siklosporin dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien
dan remisi parsial pada 13%.
• Efek samping : hipertensi, hiperkalemi, bersifat nefrotoksik
• Perlu pemantauan kadar CyA dalam serum (dipertahankan antara 150-250
nanogram/mL), kreatinin darah berkala, biopsy ginjal setiap 2 tahun.
• Resisten terhadap kortikosteroid, sitostatik dan siklosporin : pemberian
kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria.
• Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5
mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
• Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal
• Tujuan pemberian ACE inhibitor ini adalah untuk menghambat terjadinya
gagal ginjal terminal.
TATA LAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK :
1. INFEKSI
 Pasien SN sangat rentan terhadap infeksi → antibiotik.
 Infeksi yang terutama → selulitis dan peritonitis primer.
 Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif dan
Streptococcus pneumoniae)→ penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin
generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson→10-14 hari.
 Infeksi lain → pnemonia dan ISPA karena virus.
 Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela.
 Bila terjadi kontak → profilaksis : imunoglobulin varicella-zoster dalam waktu
kurang dari 96 jam.
 suntikan dosis tunggal imunoglobulin 400mg/kgbb/IV.
 Bila sudah terjadi infeksi : asiklovir 1500 mg/m2/hari/IV dibagi 3 dosis atau asiklovir
oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10 hari,
 pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.
2. TROMBOSIS
• Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis
&radiologis → diberikan heparin / SC → dilanjutkan dengan warfarin
selama 6 bulan atau lebih.
• Pencegahan tromboemboli → aspirin dosis rendah → tidak dianjurkan.

3. HIPERLIPIDEMIA
• Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak.
• Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan
normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh.
• Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin).
4. HIPOKALSEMIA
• Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: penggunaan steroid jangka
panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia; kebocoran
metabolit vitamin D2.
• Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) → dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500
mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).
• Bila terjadi tetani → kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb/IV

5. HIPOVOLEMIA
• Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin,
dan sering disertai sakit perut.
• Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20
mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau
plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit)
• Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid
1-2 mg/kgbb intravena.
6. HIPERTENSI
• Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid.
• Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin
converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel
blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah
persentil 90.
INDIKASI BIOPSI GINJAL
• Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:
1. Pada presentasi awal
• Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
• Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten atau kadar
komplemen C3 serum yang rendah
• Hipertensi menetap
• Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
• Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
• a. SN resisten steroid
• b. Sebelum memulai terapi siklospori
Komplikasi
• Komplikasi utama SN adalah infeksi.
• Hipovolemia dapat terjadi akibat diare atau penggunaan diuretik.
• Hilangnya faktor koagulasi, antitrombin dan plasminogen dapat
menyebabkan keadaan hiperkoagulasi dengan resiko tromboemboli (TE).
• Pemberian warfarin, lovenox, aspirin dosis rendah atau dipiridamol dapat
meminimalkan risiko pembentukan trombus pada pasien SN yang memiliki
riwayat TE atau berisiko tinggi untuk terjadi TE.
• Keadaan hiperlipidemia juga meningkatkan risiko peningkatan
arterosklerotik.
Prognosis
 Kebanyakan anak dengan SN mengalami remisi.
 Hampir 80% anak dengan SNKM mengalami relaps → didefinisikan sebagai proteinuria masif yang
menetap selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
 Proteinuria transien (kurang dari 3 hari) dapat terjadi bila terdapat infeksi dan tidak termasuk relaps.
 Terapi steroid efektif untuk mengatasi relaps.
 Pasien yang sensitif steroid berisiko rendah mengalami gagal ginjal kronik.
 Pasien dengan GSFS (glomerulonefritis fokal segmental) mulanya memberikan respons terhadap
terapi steroid, namun kemudian menjadi resisten.
 Pasien dengan GSFS dapat berkembang menjadi gagal ginjal terminal.
 Pada anak yang menjalani transplantasi ginjal, rekurensi GSFS berkisar 30%.
 Buruk untuk nefrotik sindrom kongenital, pada dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal
ginjal
 Baik untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus karena kebanyakan anak respon tehadap
terapi steroid
 Kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra
renal.
PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

• Mengatur pola makan


• Melakukan program diet untuk menurunkan kadar
Kolesterol dan trigliserid
• Mencegah infeksi kembali
• Meningkatkan konsumsi vitamin D
• Melakukan medical check up secara rutin

Anda mungkin juga menyukai