Anda di halaman 1dari 30

HIDROLOGI

‘H I D R O M E T R I’
PENDAHULUAN

Hidrometri secara umum diartikan sebagai ilmu yang


mempelajari cara-cara pengukuran air. Berdasarkan pengertian
tersebut berarti hidrometri mencakup kegiatan pengukuran air
permukaan dan air bawah permukaan termasuk air di danau, rawa dan
di formasi geologi dibawah permukaan.
Menurut (Chow 1988) pengukuran besaran-besaran hidrologi
dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : pengukuran terus-
menerus pada tempat tertentu, seperti hanya pengukuran hujan
distasiun tertentu, yang akan menghasilkan data runtun-waktu (time
series) dan sejalan dengan perkembangan teknologi, dimungkinkan
pengukuran sample terdistribusi pada waktu spesifik, yang akan
menghasilkan data runtun-ruang (space series).
STASIUN HIDROMETRI
Dalam penempatan atau pemilihan stasiun hidrometri, terdapat dua
pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu : jaringan hidrologi di seluruh
Daerah Aliran Sungai, dan kondisi lokasi yang harus memenuhi syarat tertentu.
Dalam penempatan dan pemilihan lokasi untuk stasiun hidrometri, harus
memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa hal dibawah ini : Kebutuhan
Data, Keterikatan satu stasiun dengan stasiun lain dan status keberadaan
stasiun hidrometri.
Beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi
penempatan stasiun hidrometri (Boyer, 1964, Horst, 1978), antara lain :

1. stasiun hidrometri harus dapat dicapai (accessible) dengan mudah setiap


saat dan dalam segala macam kondisi, musim hujan maupun musim
kemarau;
2. dibagian sungai yang lurus, dan aliran yang sejajar dengan jangkau tinggi
permukaan yang dapat dijangkau oleh alat yang tersedia. (atau
sebaliknya, alat yang akan disediakan harus dapat menjangkau
kemungkinan jangkau maksimum tinggi muka air). dianjurkan agar
bagian yang lurus paling tidak tiga kali lebar sungai.
3. di bagian sungai dengan penampang stabil, dengan pengertian bahwa
hubungan antara tinggi muka air dan debit tidak berubah, atau perubahan
yang mungkin terjadi kecil. untuk sungai kecil atau saluran, apabila tidak
dijumpai penampang yang stabil dan sangat diperlukan, penampang sungai/
saluran dapat diperkuat dengan pasangan batu / beton.
4. dibagian sungai yang peka (sensitive)
5. tidak terjadi aliran dibantaran sungai pada saat debit besar.
6. tidak diganggu oleh pertumbuhan tanaman air, agar tidak mengganggu
kerja current meter, dan tidak mengubah liku kalibrasi (rating curve).
7. tidak terganggu oleh pembendungan disebelah hilir (backwater).
1. Alat Ukur Tinggi Muka Air

Papan Duga
Papan duga dipasang pada dasar yang kokoh, dengan skala nol
dibawah muka air terendah dan skala teratas di atas muka air tertinggi.
Pemasangan ini hendaknya memperhatikan beberapa hal, diantaranya :

• pemasangan diatas landasan pondasi yang kokoh, sehingga


ketinggiannya terhadap ketinggian referensi tidak berubah.
• tidak terdapat banyak sampah dan sejenisnya, yang dapat
mengganggu pembacaan.
• dapat dibaca sedekat mungkin oleh petugas (observer).
• sebaiknya ketinggian dimasing-masing papan duga telah
diikat dengan ketinggian referensi (bench mark).
Automatic Water Level Recorder (AWLR)

Apabila data tinggi muka air di perlukan disuatu sungai, maka diperlukan
satu alat yang dapat merekam setiap gerakan muka air secara otomatik yang
disebut Automatic Water Level Recorder (AWLR).
Dalam pemakaian terdapat beberapa jenis AWLR baik yang
menggunakan pelampung maupun pneumatik.
Untuk mendapatkan data yang akurat, Lambie (1978) memberikan
beberapa petunjuk dalam operasional alat jenis AWLR, sebagai berikut :

o sumur penenang harus selalu dalam keadaan terpelihara.


o pipa penghubung dan sumur harus bebas dari lumpur
o papan duga acuan harus selalu tepat sesuai dengan tinggi acuan
Stilling well

Recorder

Flcod stage

Ground surface
Flusing tank

Water surface
Valpes
Intakes
PENGUKURAN DEBIT SUNGAI
A. PENGUKURAN SECARA LANGSUNG
1. Pengukuran Dengan “Current Meter”
Alat ini pada dasarnya hanya mampu mengukur kecepatan air tepat dititik
tengah Propeller atau titik tengah cup (mangkok). sehingga kecepatan arus air
diperoleh sebagai fungsi jumlah putaran propeller atau cup dengan persamaan
berikut :

V  A nB
dimana :

V = kecepatan arus sungai dalam m/det.


n = jumlah putaran dalam waktu tertentu.
A,B = tetapan, ditentukan dari kalibrasi.
Apabila dikehendaki pengukuran 5 titik, maka persamaan menjadi :

V p  3V0.2 H  2V0.6 H  3V0,8 H  Vd


V
10
2. Pengukuran Menggunakan Type Pelampung

Pada dasarnya semua benda yang dapat mengapung seperti kayu, bola
plastik dan lain-lain dapat digunakan sebagai alat ukur kecepatan. Dalam
prakteknya terdapat beberapa jenis pelampung yang disarankan, yaitu :

1. pelampung jenis permukaan;


2. pelampung dengan pemberat; dan
3. pelampung jenis batang.

Prinsip kerja menggunakan pelampung dapat diuraikan sebagai berikut


:
awal langkah adalah menentukan dua titik atau garis tegak lurus
dengan arah aliran sungai, dimana kedua titik memiliki jarak (L)
tertentu;
tandai kedua titik tersebut dengan bagian hulu sebagai titik 1 dan bagia
hilir sebagai titik 2;
pelampung ditempatkan pada garis 1 dan dibiarkan hanyut sampai
pada garis 2.
dalam proses mengalirnya pelampung dari titik 1 hingga titik 2 dihitung
waktu (t) yang diperoleh menggunakan stop watch;
tandai kedua titik tersebut dengan bagian hulu sebagai titik 1 dan bagia
hilir sebagai titik 2;
dari hasil praktek ini diperoleh kecepatan aliran menggunakan
persamaan berikut :

L
V 
t
Besaran kecepatan yang diperoleh adalah kecepatan permukaan air
dan untuk memperoleh kecepatan penampang, besaran tersebut perlu
dikalikan dengan koefisien aliran  < 1. Nilai  tergantung dari jenis
pelampung yang digunakan. Horst (1979) mengusulkan besar koefisien
sebagai berikut :
Pelampung permukaan :
 ~ 0,85 untuk keadaan normal
 ~ 0,60 untuk kedalaman < 0,5 meter
 ~ 0,90 untuk kedalaman 3 – 4 meter
Pelampung dengan pemberat  ~ 1,00
Pelampung jenis batang,  ~ 0,85 – 1,00

A B C
3. Pengukuran Menggunakan Velocity Head Rod

Alat ukur ini terdiri dari papan berskala, mirip dengan papan duga yang
salah satu sisinya dipertajam. Alat ukur ini dimasukkan kedalam saluran
dengan sisi tajam menghadap ke hulu dan tinggi air dibaca (H1), selanjutnya
alat tersebut diputar 90o tegak lurus arah aliran dan tinggi air dibaca (H2).
Tinggi kecepatan diperoleh dari selisih dua pengukuran tinggi permukaan air (
H2 - H1 ). Alat ini hanya direkomendasikan untuk kecepatan antara 0,5 – 2,5
m/dtk.
Pengukuran dengan cara ini memanfaatkan prinsip yang digunakan
dalam pitot meter, yaitu :

V2
H
2g

dengan :
H : tinggi kecepatan dalam meter
v : kecepatan dalam m/det.
g : gravitasi
H2
H1

90o
4. Pengukuran Menggunakan Thrupp’s Wake Meter

Sistem kerja alat ini adalah dua batang tegak lurus dengan aliran air
ditancapkan dengan jarak tertentu (W). Maka pengukuran sudut diganti
dengan pengukuran jarak antara sumbu penghubung dua batang tersebut
dengan titik-potong antara dua gelombang yang terbentuk.

H  C  X .L
L
dengan :
V : kecepatan permukaan dalam ft/det.
C : tetapan sebesar 0,40
X : variabel yang besarnya tergantung dari nilai W

W ( Inchi ) X

4 0,280
6 0,206
8 0,161
9 0,145
12 0,109
A. PENGUKURAN SECARA TIDAK LANGSUNG
Pengukuran secara tidak langsung memiliki pengertian sebagai upaya
memperoleh besaran debit yang dilakukan setelah kejadian banjir yang sangat
cepat dengan memanfaatkan prinsip-prinsip hidraulika. Boyer (1964), Barnes dan
Davidian (1978), Ponce (1989) dan Mosley dan Mc Kerchar (1993) menunjukkan
beberapa cara pengukuran secara tidak langsung.

1. Pengukuran Dengan “Slope-Area Method”


Cara ini digunakan untuk bagian sungai yang lurus dan seragam untuk
menghitung debit puncak. Tinggi muka air maksimum yang diperlukan untuk
hitungan ini dapat diperoleh dengan data dari ‘crest gauge’ atau data bekas banjir
yang dapat diperoleh di tebing sungai setelah terjadi banjir. Luas penampang
melintangsungai diperoleh dari rat-rata tiga penampang sungai dan kecepatan
didapatkan dengan persamaan Manning berikut :
C . R 2 / 3 . S 1/ 2
V 
n
dimana :

V = kecepatan arus sungai dalam m/det.


C = tetapan = 1 untuk unit metrik.
R = radius hidraulik.
S = landai muka air (sering didekati ~ landai
dasar sungai).
n = kekasaran Manning.

Menurut Barnes (1978) dan Ponce (1989) menunjukkan bahwa dalam


persamaan Manning mengandung beberapa faktor yagn spesifik terhadap sifat
saluran yang disebut ‘conveyance’ . Dengan demikian persamaan debit menjadi

QK S
Dari beberapa pertimbangan Barnes (1978) menyarankan sebagai bahan
pertimbangan dalam pemilihan penggal sungai untuk pengukuran.

1. panjang penggal sungai hendaknya paling sedikit 75 x kedalaman air rata-


rata.
2. beda ketinggian paling sedikit sama dengan tinggi kecepatan.
3. beda ketinggian paling sedikit 15 cm.
1. Menggunakan Bangukan Ukur
Boyer (1964 ), Barnes (1978), Horst (1979) dan penulis lain menunjukkan
berbagai cara konvensional untuk memperkirakan debit sungai dengan beberapa
macam bangunan ukur, yaitu :

a. Penyempitan
Pada kondisi seperti ini Boyer dan Barnes menyarankan agar menggunakan
persamaan berikut :

 VA
2

Q  C . Ac 2 g  h    hf 

 2g 
dengan : C = koefisien debit.
Ac = luas penampang minimum pada penyempitan.
h = beda tinggi muka air di hulu dan dipenyempitan.
 = pertimbangan kecepatan rata-rata dihulu.
VA = kecepatan rata-rata di hulu.
hf = kehilangan energi akibat gesekan
Barnes memberikan persamaan untuk kehilangan energi (hf) yang terjadi :

Q 
2
hf  Lw 
2

. Kk   L  Q 

 K h   K k

dengan :
Lw = panjang beda tinggi muka air di hulu dan di penyempitan.
Kh = conveyance di bagian hulu.
Kk = conveyance di kontraksi.
L = panjang kontraksi.
VA = kecepatan rata-rata di hulu.
hf = kehilangan energi akibat gesekan
a. Bendung
White memberikan persamaan umum untuk pelimpah ambang lebar
berbentuk persegi sebagai berikut :

Q  2 / 3 F . Cd . L gh
3/ 2 3/ 2

dengan koefisien F bernilai 1 dan koefisien Cd dengan nilai : 0,848

Persamaan umum untuk pelimpah ambang lebar berbentuk persegi sebagai


berikut :

2
Q C 2g L H 1, 5

3
Bos (1978) memberikan nilai koefisien C yang merupakan fungsi b/B dan H/p
dalam bentuk tabel berikut
Tabel Nilai Koefisien C sebagai fungsi b/B dan H/p

b/B C

1,0 0,602 + 0,075 H/p


0,9 0,599 + 0,064 H/p
9,8 0,597 + 0,045 H/p
0,7 0,595 + 0,030 H/p
0,6 0,593 + 0,018 H/p
0,5 0,592 + 0,011 H/p
0,4 0,591 + 0,006 H/p
0,3 0,590 + 0,002 H/p
0,2 0,589 + 0,018 H/p
0,1 0,588 + 0,021 H/p
0 0,587 + 0,023 H/p

Kindsvate dan Carter (Bos, 1978) memberikan persamaan penampang bentuk


segitiga :

8 
Q C 2 g tan H e2,5
15 2
H

Anda mungkin juga menyukai