Anda di halaman 1dari 46

MENINGOENSEFALITIS

Oleh
Inggrid Rachelia,S.Ked
FAA 111 0031
Narasumber: dr. Bambang S., Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF NEUROLOGI


RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA 1

MEI
2017
ANATOMI
SISTEM SARAF
Sistem saraf
◦ Dibagi 2 :
1. SSP (sistem saraf pusat) Otak & Batang Otak,Medula
Spinalis
2. SST (sistem saraf tepi/perifer) Saraf Spinal & Saraf Kranial
SISTEM SARAF PUSAT
◦Dilindungi oleh 3 lapisan : meninges

1. Duramater (lap. luar): terdiri atas jaringan


penghubung, pembuluh darah, dan saraf
2. Lapisan arachnoid (lap. tengah): elastis
3. Piamater (lap.dalam): mengandung saraf &
pembuluh darah
Anatomi Otak - Meningen
Lokalisasi Infeksi SSP
◦Infeksi: masuknya material patogen ke dalam
tubuh

5 TANDA KARDINAL INFLAMASI:


Tumor, Rubor, Kalor, Dolor, Fungsio lesa

◦Etiologi:
◦ Bakteri (spesifik, non spesifik)
◦ Virus
◦ Jamur
◦ Parasit/ protozoa
Infeksi SSP

◦Meningitis infeksi yang melibatkan


selaput mening otak terdiri dari :
◦Meningitis Purulenta yang disebabkan
oleh kuman Bakteri a.l: Pneumokokus,
stapilokokus, H. influenzae, sering
pada orang dewasa sedangkan E. coli
(sering menyerang anak-anak)
◦Meningitis Serosa yang disebabkan
oleh Jamur, Virus, Protozoa, Parasit,
M. Tuberculosa
◦Ensefalitis yaitu infeksi yang
◦Sawar darah otak (blood brain barrier)
merupakan “sekat” yg kuat
◦Material patogen bisa menembus sawar
darah otak karena:
◦Jumlah koloni kuman yg besar
◦Daya tahan host menurun
◦Kemampuan penetrasi kuman yg kuat
Menurut Penyebab
◦Infeksi viral
◦Infeksi Bakterial
◦Infeksi Spiroketal
◦Infeksi Fungus
◦Infeksi Protozoa
◦Infeksi Metasoa
MENINGITIS

BAKTERIAL VIRAL
Meningokokus Enterovirus
Pneumokokus Mumps
Haemophilus Influenza tipe B Herpes simplex
CMV
Epstein Barr
Varicella-zoster
HIV
Coxsackievirus
Meningitis
 Meningitis bakterialis adalah infeksi purulen akut
di dalam ruang subarachnoid. Meningitis
bakterialis sering disertai dengan peradangan
parenkim otak, atau disebut juga
menignoensefalitis.

 Prevalensi meningitis bakterialis sebesar > 2,5


kasus per 100.000 populasi di Amerika Serikat; S.
pneumonia merupakan penyebab utama (50%),
diikuti oleh N. meningitides (25%), Streptococcus
grup B (15%), dan Listeria monocytogenes (10%).
Faktor Resiko
◦weakened immune systems (HIV or those
taking immunosuppressant drugs)
PATOGENESI
S Inokulasi bakteri

Kolonisasi dan penetrasi bakteri pada membrane mukosa

Invasi bakteri pada sirkulasi

Invasi pada SSP

Multiplikasi di ruang subarknoid

Peningkatan permeabilitas sawar darah otak

Pengeluaran sitokin dan prostaglandin

Kebocoran protein plasma

Edema serebri peningkatan TIK gangguan sirkulasi darah otak
Gejala & Tanda
Gejala klinis: anamnesis
◦Demam
◦Kaku kuduk
◦Kelemahan umum
◦Mual/ muntah
◦Fotofobia
◦Kejang
( 2 atau lebih gejala klinis di atas → curiga meningitis)
Pemeriksaan Fisik dan Neurologi
• Kesadaran: bervariasi mulai dari irritable,
somnolen, delirium, atau koma

•Suhu tubuh ≥ 38°C

• Infeksi ekstrakranial, misalnya sinusitis, otitis


media, mastoiditis, pneumonia (port d’entree)

• Tanda rangsangan meningeal: kaku kuduk, Kernig,


Brudzinski I dan II
Meningeal sign
Meningeal sign
Pemeriksaan Fisik dan Neurologi
• Peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan
penurunan kesadaran, edema papil, refleks cahaya
menurun, kelumpuhan N.VI, postur desebrasi, dan
refleks Cushing (bradikardi, hipertensi, dan
respirasi ireguler).

• Defisit neurologi fokal, yaitu hemiparesis, kejang


fokal maupun umum, disfasia atau afasia, paresis
saraf kranial terutama N.III, N.IV, N.VI, N.VII,
N.VIII
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaaan biokimia dan sitologi cairan serebrospinalis (CSS)
o Keruh atau purulen
o Protein meningkat
o Leukosit meningkat (1000-5000 sel/mm3)
o Predominasi netrofil (80-90%)
o Glukosa menurun(<40mg/dL)
o Rasio glukosa CSS: serum < 0,4 (sensitivitas 80%, spesifisitas
98% untuk diagnosis penyakit ini pada pasien berusia >2 bulan)

• Pewarnaan Gram cairan serebrospinalis


o Cepat, murah, hasilnya bergantung pada bakteri penyebab
o Sensitifitas 60-90%, spesifisitas ≥ 97%
Pemeriksaan Penunjang
• Kultur cairan serebrospinalis
o Identifikasi kuman
o Butuh waktu lama (48 jam)

• PCR
o Sensitivitas 100%, spesifisitas 98,2%
o Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tidak dipengaruhi
terapi antimikroba yang telah diberikan
o Kultur darah
o Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan:
•CT Scan kepala
o Pada permulaan penyakit, CT scan normal
o Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel yang mengecil disertai
edema otak, atau ventrikel yang membesar akibat obstruksi cairan
serebrospinalis.
o Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat
vaskulitis
o Indikasi CT sebelum LP: deficit neurologis fokal, kejang pertama
kali, edema papil, penurunan kesadaran, dan penekanan status
imun.

• MRI kepala
• Lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam menunjukkan
daerah edema dan iskemi di otak
• Penambahan kontras gadolinium menjukkan “diffuse meningeal
enhancement”
DIAGNOSIS
BANDING
Radang jaringan otak (ensefalitis) dapat disebab
oleh:
1. Bakteri
2. Riketsia
3. Parasit satu sel, cacing
4. Fungus
5. Virus
Warna Tek. CSS Eritrosit Leukosit Protein (mg/dL) Glukosa (mg/dL)
(mmH2O)
Normal Jernih 70-180 0 0-5 limfosit 0 <50 50-75
PMN

Traumatik Darah(+), Normal ↑ Sesuai dengan 4 mg/dL per 5000


supernatant jernih RBC RBC

SAH Darah(+), ↑ ↑ atau ↑↑ 0 atau (+) akibat Normal ↓


supernatant meningitis iritatif
xantokrom sekunder

Meningitis Keruh atau ↑ 0 ↑ ↑ (PMN) ↑↑ ↓


bakterial purulen
Meningitis TBC Normal atau ↑ 0 Normal atau ↑ ↑ ↓
keruh (mononuklear)

Meningitis viral Normal Normal atau ↑ 0 Normal atau ↑ Normal atau ↑ Normal
(mononuklear)

Meningitis jamur Normal atau Normal atau ↑ 0 Normal atau ↑ ↑ ↓


keruh (mononuklear)
ENSEFALITIS SUPURATIVA, ABSES OTAK

 Penyebabnya antara lain Staphylococcus aureus,


Streptococcus, Escheria coli.

 Peradangan menjalar dari otitis media, mastoiditis,


sinusitis, dll.

 Di dalam otak mula-mula terjadi radang lokal


disertai serbukan leukosit PMN.
 Di sekeliling daerah yang meradang, berploriferasi
jaringan ikat dan astrosit, yang membentuk
kapsula. Jaringan yang rusak mencair dan
terbentuklah abses.
Tanda dan Gejala:
• gejala-gejala infeksi umum
• tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial:
• nyeri kepala yang kronik progresif
• muntah
• penglihatan kabur
• kejang
• kesadaran menurun

Pemeriksaan penunjang:
• EEG
• Foto Rotgen kepala
• Cairan otak: menunjukkan tanda-tanda radang
• Kadar protein meningkat
RIKETSIOSIS SEREBRI

 Riketsia dapat masuk melalui gigitan kutu dan


dapat menyebabkan ensefalitis.

 Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli


yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuklear, yang
terdapat pula di sekitar pembuluh darah di dalam
jaringan otak.

 Di dalam pembuluh darah yang terkena akan


menjadi trombosis
Tanda dan Gejala:
• nyeri kepala
• demam
• mula-mula sukar tidur
• kesadaran menurun
• didapatkan tanda perangsangan
meninges

Pemeriksaan penunjang:
• Cairan otak: menunjukkan radang
limfositer
• Serologi: adanya titer antibodi terhadap
riketsia yang meningkat dalam serum
MALARIA OTAK

 Terjadi pada malaria tropika yang


disebabkan Plasmodium falcifarum
 Gangguan utama terdapat di pembuluh
darah mengenai eritrosit.
 Terjadi penyumbatan karena eritrosit
melekat satu sama lain sehingga daerah
sekitar kapiler-kapiler menjadi nekrosis.
Tanda dan Gejala:
• gejala-gejala infeksi umum
• tanda-tanda meningkatnya tekanan
intrakranial:
• demam tinggi
• kejang-kejang umum
• kesadaran menurun sampai koma

Pemeriksaan penunjang:
• Pemeriksaan darah
• Cairan otak: dapat ditemukan eritrosit yang
mengandung parasit
TOKSOPLASMOSIS

 Toxoplasma gondii pada dewasa biasanya tidak


menimbulkan gejala kecuali dengan daya imunitas
yang rendah
 Pada fetus yang berkembang, parasit ini dapat
merusak otak
 Toksoplasma dapat menyebabkan
meningoensefalitis

Diagnosis:
• Serologi darah
• Cairan otak: jumlah limfosit meningkat dan
toksoplasma, kadar protein meningkat
• Foto rotgen kepala: tampak kalsifikasi
• sken tomografik: memperlihatkan perkapuran dan
hidrosefalus
AMEBIASIS

 Amuba genus Naegleria dapat masuk melalui tubuh


melalui hidung, kemudian menimbulkan
meningoensefalitis akut

 Gejala:
• demam akut
• nausea
• muntah
• nyeri kepala
• kaku tengkuk
• kesadaran menurun
 Pemeriksaan
• Cairan otak: agak keruh, banyak mengandung
polimorfonuklear, kadar glukosa menurun,
kadar protein meningkat
SISTISERKOSIS

 Cysticercus cellulosae ialah stadium larva Taenia


solium.
 Bila telur cacing tertelan, menetas di lambung,
larva menembus mukosa dan masuk ke pembuluh
darah, meyebar ke seluruh badan.
 Larva tumbuh menjadi sisterkus, berbentuk kista di
dalam ventrikel dan parenkim otak.

 Diagnosis:
• pemeriksaan feses
• cairan otak: adanya leukosit eosinofil, kadar
globulin gama meningkat, kadar glukosa
menurun
• foto rotgen kepala: ditemukan kista-kista yang
INFEKSI FUNGUS SSP

 Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada


SSP ialah meningoensefalitis purulenta.
 Fungus yang dapat menimbulkan radang:
Candida albicans, Cryptococcus neoformans,
Coccidioides immitis, Aspergilus fumagatus, Mucor
mycosis

 Diagnosis ditegakka dengan pemeriksaan likuor


serebrospinalis lengkap termasuk pemeriksaan
mikrobiologi, scan tomografi
ENSEFALITIS VIRUS

 Virus yang dapat menimbulkan radang otak pada


manusia:
 Virus RNA:
• Paramiksovirus: Virus parotitis, virus morbili
• Rabdovirus: Virus rabies
• Togavirus: virus rubela, Flavivirus (virus
ensefalitis Jepang B, virus dengue)
• Pikonavirus: Enterovirus (Virus polio, Coxsackie
A, B, echovirus)
• Arenavirus: Virus koriomeningitis limfositaria

 Virus DNA:
• Herpes virus: Herpes zoster-varisela, herpes
simpleks, sitomegalovirus, virus Epstein-Barr
• Poxvirus: variola, vaksinia

Tanda dan Gejala:

• Penyakit dimulai dengan demam, nyeri kepala,


vertigo, nyeri badan, nausea, kemudian
kesadaran menurun, timbul serangan kejang-
kejang.
• Virus parotitis: menimbulkan serangan meningitis
dan ensefalitis
• Rabies: hidrofobia  nyeri dan dispnea,
kelumpuhan saraf-saraf kranial dan paralisis
lengan dan tungkai
• Virus Jepang B: kerusakan pada batang otak
• Virus dengue: kerusakan pada traktus piramidalis,
mungkin timbul deserebrasi atau dekortikasi
Tanda dan Gejala:

• Virus Coxsackie: menyerang serebelum dan


meninges, mungkin medula spinalis
• Echovirus: menimbulkan radang pada batang otak
dan serebelum yang biasanya sembuh sendiri.
• Herpes simpleks: menimbulkan radang pada otak
di daerah temporal dan orbitofrontal
• Sitomegalovirus: penyebab ensefalitis pada fetus
dalam kandungan, akibatnya terganggunya
perkembangan otak
Pemeriksaan:

1. Pada pemeriksaan badan perlu diperiksa kelainan


pada kulit, glandula parotis, kelenjar getah bening
untuk mencari kelainan-kelainan yang mungkin
dapat menjadi penyebabnya
2. Pemeriksaan darah perifer rutin, titer antibodi
terhadap virus
3. Cairan otak: jumlah limfosit, monosit meningkat,
kadar protein meningkat ringan, kadar glukosa
normal, kultur virus bila mungkin
4. EEG
5. Scan tomography
Penatalaksanaan
PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS

Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial Meningitis
Age Recommended Alternative
Treatment Treatments
Newborns (0-28 Cefotaxime or Gentamicin plus
days) ceftriaxone plus ampicillin
ampicillin with or
without
Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapygentamicin
by Age for Presumed Bacterial Meningitis
    Ceftazidime plus
ampicillin
Infants and toddlers Ceftriaxone or Cefotaxime or
(1 mo-4 yr) cefotaxime plus ceftriaxone plus
vancomycin rifampin
Children and Ceftriaxone or Ampicillin plus
adolescents (5-13 cefotaxime plus chloramphenicol
yr) and adults vancomycin
Perawatan umum
◦Penderita dirawat di rumah sakit.
◦Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam
jumlah yang cukup dan jangan berlebihan.
◦Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital
atau penenang.
◦Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
◦Panas diturunkan dengan :
◦Kompres es
◦Paracetamol
◦Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam
secara oral
◦ Kejang diatasi dengan :
◦Diazepam
◦Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
◦ Difenil hidantoin
◦ Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
◦ Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
◦ Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta
diberantas dengan obat – obatan atau dengan operasi
◦ Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
◦ Manitol : Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam
30 – 60 menit dan dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4
jam
◦ Kortikosteroid: Biasanya dipakai deksametason secara
IV dengan dosis pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4
mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih menimbulkan
pertentangan.
◦ Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan
membersihkan jalan nafas.
◦ Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi
pemasangan pirau (shunting).
◦ Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap
◦Pemberian antibiotik

No Kuman Pilihan Alternatif lain


penyebab pertama
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila
Enterobacteria sensitif dan
ceae atau ditambah
aminoglikosid
a secara
intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
Tobramisin
7. Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B
8. Streptococcus Ampisillin +  
Group D Gentamisin
9. L Ampisillin Trimetoprim
monocytogen Sulfametoksas
es ol
DAFTAR PUSTAKA
◦ Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL : http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
◦ Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library
URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf
◦ Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New England Journal of
Medicine. 336 : 708-16 URL :http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
◦ Cambell W, DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition, Lippincott Williams and Wilkins,
Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277
◦ Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI, Jakarta, 2004; 7-111
◦ Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5-53
◦ Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of Stupor and Coma fourth edition,
Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-42
◦ Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50
◦ Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian Satu, Gajah Mada University Press,
Jogjakarta, 1990; 150-190
◦ Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala edisi II, EGC, Jakarta; 78-127
◦ Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and Neuroscience Fifth edition International
edition, Saunders Elsevier, British, 2007; 225-257
◦ Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar Puncture. The New
England Journal of Medicine. 12 : 355 URL :http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai