Anda di halaman 1dari 4

definisi dan klasifikasi

• Osteoporosis berasal dari kata osteo (tulang) dan


porous (berlubang-lubang/keropos). Osteoporosis

Definisi
merupakan suatu penyakit tulang sistemik yang kronik
dan progresif dengan karakteristik menurunnya massa
tulang, kerusakan mikroarsitektur, kerapuhan tulang
yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya
fraktur

1.Osteoporosis primer, terbagi menjadi dua yaitu tipe 1 (postmenopausal) yaitu


erat kaitannya dengan hormon estrogen dan kejadian menopause pada wanita.
Biasanya osteoporosis jenis ini terjadi 15–20 tahun setelah masa menopause.

Klasifikasi
dan tipe 2 (senile) yaitu biasanya terjadi diatas usia 70 tahun dan 2 kali lebih
sering terjadi dibandingkan jenis tipe 1, Osteoporosis tipe 2 ini terjadi karena
kekurangan kalsium dan sel-sel perangsang pembentuk vitamin D.
2.Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau
bisa pula sebagai akibat tindakan pembedahan atau pemberian obat yang
efeknya mempercepat pengeroposan tulang.

(National Osteoporosis Foundation,2014) Dan (Limbong dan syahrul,2015)


epidemiologi

Internasional Osteoporosis Foundation


• 1 dari 4 wanita di indonesia dengan
rentang usia 50-80 tahun memilik risiko
terkena osteoporosis. Dan juga resiko
osteoporosid perempuan Indonesia 4
kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki

(Infodatin, 2015)
Etiologi dan faktor resiko
Dapat
Tidak dapat
diubah
diubah

1. Kurang aktivitas fisik


2. Asupan kalsium rendah
3. Kekurangan paparan sinar
matahari
4. Kurang asupan vitamin D 1. Jenis kelamin perempuan
5. Konsumsi minuman tinggi 2. Usia
kafein dan tinggi alcohol 3. Ras asia dan kaukasia
6. Kebiasaan merokok 4. Menopause
7. Meminum beberapa jenis obat-
obatan
8. Obesitas
penatalaksaan
Non-
Tidak dapat
farmakologi
diubah
Bifosfonat, merupakan terapi pilihan utama pada tatalaksana osteoporosis khususnya bagi pasien dengan kontraindikasi terapi
hormon, atau pada pasien laki-laki. Bifosfonat memiliki efek penghambat osteoklas. Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa
absorbsi bifosfonat sangat buruk, oleh karena itu harus diberikan dalam keadaan perut kosong dengan dibarengi 2 gelas air putih
dan setelah itu penderita harus dalam posisi tegak selama 30 menit. Efek samping bifosfonat adalah hipokalsemia dan refluks
esofagitis. Jenis-jenis bifosfonat yang tersedia saat ini antara lain : Alendronat (oral; 10 mg/hari atau 70 mg/minggu), Risedronat
(oral; 5 mg/hari atau 35 mg/minggu), Ibandronat (oral; 2,5 mg/hari atau 150 mg/bulan) dan zoledronat (merupakan bifosfonat
terkuat dengan sediaan intravena, dosis 5 mg setahun sekali dan diberikan perlahan selama 15 menit).
Raloksifen, merupakan salah satu dari golongan selective estrogen receptor modulators (SERM). Obat ini disetujui oleh FDA
sebagai terapi pencegahan dan pengobatan pada osteoporosis. Mekanisme kerja raloksifen hampir sama dengan estrogen dengan
dosis 60 mg/hari. Raloksifen hanya diindikasikan pada wanita paska-menopause < 70 tahun.
1. Anjurkan beraktivitas fisik misalnya berolahraga selama Kalsitonin, dapat diindikasikan pada kasus osteoporosis, penyakit paget dan hiperkalsemia karena keganasan. Obat ini dapat
30 menit/hari menurunkan resorpsi tulang. pemberiannya secara intranasal dengan dosis 200 U per hari. Dapat juga diberika secara subkutan.
Strontium Ranelat, merupakan obat osteoporosis yang memiliki efek ganda, yaitu meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat
2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui kerja osteoklas. Akibatnya tulang endosteal terbentuk dan volume trabelar meningkat. Mekanisme kerja strontium ranelat belum
makanan sehari-hari maupun suplementasi jelas benar. Diduga efeknya berhubungan dengan perangsangan Calcium sensing receptor (CaSR) pada permukaan sel-sel tulang.
Dosis strontium ranelat adalah 2 gram/hari yang dilarutkan di dalam air sebelum tidur atau 2 jam sebelum makanan atau 2 jam
3. Hindari merokok dan minum alkohol. setelah makan. Sama seperti obat osteoporosis lainnya, pemberian obat ini harus dibarengi pemberian kalsium dan vitamin D,
4. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat tetapi pemberiannya tidak boleh bersamaan dengan strontium ranelat.
Vitamin D, berperan dalam meningkatkan absorbsi kalsium di usus. Lebih dari 90% vitamin D disintesis di dalam tubuh dari
menimbulkan osteoporosis, prekursornya di bawah kulit oleh paparan sinar ultraviolet. Pada orang tua, kemampuan untuk aktivasi vitamin D di bawah kulit
5. Hindari mengangkat barang-barang yang berat berkurang. Sehingga pada orang tua sering terjadi defisiensi vitamin D. Kadar vitamin D di dalam darah diukur dengan cara
mengukur kadar 25- OH vitamin D. Pada penelitian didaptkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium per-oral selama
6. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan 18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non-spinal sampai 50%. Vitamin D diindikasikan untuk orang tua yang tinggal di
penderita terjatuh, misalnya lantai yang licin panti weda yang kurang terpapar sinar matahari. Tetapi tidak diindikasikan pada populasi Asia yang banyak terpapar sinar
matahari.
7. Hindari defisiensi vitamin D, Kalsitriol, saat ini tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan osteoporosis paska-menopause. Kalsitriol diindikasikan
bila terdapat hipokalsemia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga diindikasikan
untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat hipokalsemia maupun akibat gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol untuk
pengobatan osteoporosis adalah 0,25 µg, 1-2 kali per hari.
Kalsium. Asupan kalsium pada penduduk Asia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan kalsium yang direkomendasikan oleh
Institue of Medicine, National Academy of Science yaitu sebesar 1200 mg. Kalsium sebagai monoterapi ternyata tidak mencukupi
untuk mencegah fraktur pada penderita osteoporosis. Preparat kalsium yang terbaik adalah kalsium karbonat (kalsium elemen 400
mg/gram, dalam bentuk serbuk dosis 2-3 x 500 mg) disusul kalsium fosfat (230 mg/gram), kalsium sitrat (211 mg/gram), kalsium
laktat (130 mg/gram) serta kalsium glukonat (90 mg/gram).
Monitoring Terapi Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan mengulang pemeriksaan densitometri setelah 1-2 tahun
pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1 tahun tidak terjadi peningkatan maupun penurunan densitas
massa tulang, maka pengobatan sudah dianggap berhasil, karena resorpsi tulang sudah dapat ditekan.

Anda mungkin juga menyukai