Anda di halaman 1dari 24

 Pasien pediatrik bukanlah pasien dewasa yang

berukuran kecil
 Neonatus (0-1 bulan), bayi (1-12 bulan), batita (1-3
tahun), dan anak-anak (4-12 tahun)  memiliki
kebutuhan anestetik yang berbeda
 Bayi  risiko morbiditas dan mortalitas yang jauh
lebih besar daripada anak-anak  risiko umumnya
berbanding terbalik dengan usia neonatus
memiliki risiko tertinggi.
Fisiologis
 Curah jantung bergantung-denyut-jantung
 Denyut jantung lebih cepat
 Tekanan darah lebih rendah
 Laju pernapasan lebih cepat
 Kompliansi paru lebih rendah
 Kompliansi dinding dada lebih besar
 Kapasitas residual fungsional lebih rendah
 Rasio area permukaan tubuh terhadap berat
badan lebih tinggi
 Kandungan air tubuh total lebih tinggi
Anatomi
 Ventrikel kiri tidak  Epiglotis panjang
komplians  Trakea dan leher pendek
 Sirkulasi janin residual  Adenoid dan tonsil
 Kanulasi vena dan menonjol
arterial sulit  Otot interkostal dan
 Kepala dan lidah besar diafragma lemah
 Saluran nasal sempit  Resistansi terhadap aliran
 Laring anterior dan udara tinggi
sefalad
Farmakologis
 Biotransformasi hepatik imatur
 Penurunan ikatan protein
 Peningkatan cepat pada FA/F1 (fraksi konsentrasi
alveolar/fraksi konsentrasi inspirasi)
 Induksi dan pemulihan cepat
 Peningkatan konsentrasi alveolar minimal
 Volume distribusi obat-obat yang larut air lebih besar
 Sambungan neuromuskular imatur
 Alveoli yang kecil dan sedikit pada neonatus dan
bayi mengurangi kompliansi paru
 Iga kartilaginosa  dinding dada sangat
komplians
 Kombinasi kedua karakteristik ini  kolaps
dinding dada selama inspirasi dan volume residu
paru yang relatif rendah pada ekspirasi
 Penurunan dalam kapasitas residual fungsional
(functional residual capacity, FRC) yang
dihasilkan penting  membatasi cadangan
oksigen selama periode apnea (misal, intubasi)
dan dengan mudah mempredisposisikan
neonatus dan bayi terhadap ateletaksis dan
hipoksemia.
 Neonatus dan bayi secara proporsional memiliki
kepala dan lidah yang lebih besar, saluran nasal yang
lebih sempit, dan laring lebih ke anterior dan sefalad,
epiglotis yang panjang, dan trakea dan leher yang
pendek  neonatus dan sebagian besar bayi (<5 bln)
harus melakukan pernapasan hidung
 Kartilago krikoid merupakan titik yang paling sempit
dari jalan napas pada anak di bawah usia 5 tahun
 Isi sekuncup relatif tetap akibat ventrikel kiri yang
tidak komplians dan tidak berkembang baik pada
neonatus dan bayi  curah jantung sangat
bergantung pada denyut jantung.
 Kulit yang tipis, kandungan lemak yang rendah,
dan permukaan yang lebih luas relatif terhadap
berat tubuh  kehilangan panas yang lebih besar
pada neonatus
 Masalah ini ditambah dengan kamar operasi yang
dingin, pajanan luka, pemberian cairan intravena,
gas anestetik yang kering, dan efek langsung dari
obat anestetik pada regulasi suhu.
 Hipotermia merupakan masalah serius 
keterlambatan kembalinya kesadaran dari
anestesia, iritabilitas jantung, depresi pernapasan,
peningkatan resistansi vaskular pulmonar, dan
perubahan respons obat.
 Neonatus, bayi, dan anak memiliki ventilasi alveolar
yang lebih tinggi dan FRC yang lebih rendah
dibandingkan anak berusia lebih tua dan dewasa
 Rasio ventilasi menit-terhadap-FRC dengan aliran
darah yang relatif lebih tinggi menuju organ-organ
yang kaya pembuluh darah  peningkatan yang
cepat pada konsentrasi anestetik alveolar 
mempercepat induksi inhalasi.
 Konsentrasi alveolar minimal (minimum alveolar
concentration, MAC) untuk obat-obat terhalogenasi
lebih tinggi pada bayi dibandingkan neonatus dan
dewasa.
 Sevofluran memiliki MAC yang sama pada neonatus dan
bayi
 Sevofluran tampaknya memiliki indeks terapeutik yang
lebih tinggi dibandingkan halotan  obat induksi yang
lebih disukai dalam anestesia pediatrik
 Anak-anak lebih rentan dibandingkan orang dewasa
terhadap aritmia jantung, hiperkalemia,
rabdomiolisis, mioglobinemia, spasme masseter, dan
hipertermia malignan setelah pemberian
suksinilkolin
 Suatu infeksi viral dalam 2-4 minggu sebelum
anestesia umum dan intubasi endotrakea 
peningkatan risiko anak untuk komplikasi
pulmonar perioperasi, seperti wheezing (10 kali
lipat), spasme laring (5 kali lipat), hipoksemia, dan
ateletaksis.
 Suhu harus dipantau ketat pada pasien pediatrik 
risiko hipertermia malignan yang lebih tinggi dan
potensi terjadinya hipotermia maupun hipertermia
iatrogenik.
 Penatalaksanaan cairan yang sangat cermat
diperlukan pada pasien pediatrik  Pompa infus
atau buret mikrodrip digunakan untuk pengukuran
yang akurat..
 Spasme laring biasanya dihindari  ekstubasi
pasien baik dalam keadaan sadar atau ketika
teranestesi
 Pasien dengan skoliosis  predisposisi terhadap
hipertermia malignan, disritmia jantung, dan efek
samping dari suksinilkolin (hiperkalemia,
mioglobinuria, dan kontraktur muskular menetap).
Induksi Intravena
 Induksi dapat digunakan  barbiturat kerja cepat
(misal, tiopental, 3 mg/kg pada neonatus, 5-6 mg/kg
pada bayi dan anak) atau propofol (2-3 mg/kg)
 Diikuti dengan relaksan otot nondepolarisasi (misal,
rokuronium, cisatrakurium, atrakurium, mivakurium,
atau suksinilkolin).
Induksi Inhalasi

 Sebagian besar anak tiba di dalam kamar operasi belum


terpasang jalur intravena dan ketakutan akan
kemungkinan tertusuk jarum.
 Untungnya, anestetik volatil poten yang modern dapat
membuat anak kecil menjadi tidak sadar dalam
beberapa menit
 Biasanya, anak dibujuk untuk menghirup campuran
oksida nitrat (70%) dan oksigen (30%) yang tidak berbau
 Sevofluran atau halotan ditambahkan ke dalam
campuran gas anestetik dalam penambahan 0,5% setiap
tiga sampai lima napas
 Sevofluran memiliki indeks terapi yang lebih luas
dalam hal depresi kardiovaskular dan depresi usaha
bernapas  obat pilihan untuk induksi inhalasi.
 Desfluran dan isofluran tidak digunakan untuk
induksi  berbau lebih tajam dan berkaitan dengan
batuk, penahanan-napas, dan spasme laring yang lebih
banyak selama induksi inhalasi.
 Setelah kedalaman anestesia adekuat telah tercapai 
memasang jalur intravena dan relaksan otot diberikan
 Bergantung pada usia, makanan formula biasa
atau makanan padat diteruskan sampai 4-8 jam
sebelum pembedahan
 Bayi usia <6 bulan diberikan formula sampai
dengan 4 jam sebelum induksi
 Bayi usia 6-36 bulan dapat diberikan formula
atau padat sampai dengan 6 jam sebelum induksi
 Cairan jernih diberikan sampai 2-3 jam sebelum
induksi
 Rekomendasi ini  untuk neonatus, bayi, dan
anak yang sehat tanpa faktor risiko penurunan
pengosongan lambung atau aspirasi.
Premedikasi
 Pramedikasi sedatif secara umum  dihindari untuk neonatus
dan bayi yang sakit
 Anak-anak yang tampaknya cenderung menampakkan
kecemasan akibat pemisahan yang tidak dapat dikontrol dapat
diberikan sedatif  midazolam (0,3-0,5 mg/kg, maksimum 15
mg)
 Rute oral lebih disukai  kurang traumatis dibandingkan
penyuntikan IM  20-45 menit
 Dosis yang lebih kecil dari midazolam mungkin digunakan
dengan penambahan ketamin oral (4-6 mg/kg) tidak cocok
untuk pasien rawat jalan
 Untuk pasien yang tidak kooperatif  midazolam IM (0,1-0,15
mg/kg, maksimum 10 mg) dan/atau ketamin (2-3 mg/kg)
dengan atropin (0,02 mg/kg)
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai